REFERAT
Keterlambatan Bicara dan Bahasa
Dokter Pembimbing : Dr. Stephani, Sp.A
Disusun oleh :
Cherlie Marsya Fisnata Pitra 030.08.068
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RSUD KOJA
PERIODE 1 APRIL 2013 – 8 JUNI 2013
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA, MEI 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga referat dengan judul “Keterlambatan Bicara dan Bahasa” ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah Koja periode 1 April 2013 – 8 Juni 2013. Selain itu, besar harapan penulis dengan adanya referat ini akan mampu menambah pengetahuan para pembaca tentang mengetahui ciri dan deteksi dini keterlambatan bicara dan bahasa pada anak.
Dalam penulisan referat ini penulis telah mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. Stephani, Sp.A selaku pembimbing kami.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis sangat berharap adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak, agar referat ini menjadi lebih baik dan dapat berguna bagi semua pembaca.
Penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila masih banyak kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan referat ini.
Jakarta, Mei 2013
LEMBAR PENGESAHAN
Telah diterima dan disahkan , referat ILMU KESEHATAN ANAK YANG
BERJUDUL
KETERLAMBATAN BICARA DAN BAHASA
Yang disusun oleh:
Nama : Cherlie Marsya Fisnata Pitra
Nim: 030.08.068
Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak
Periode 1 april 2013-8 juni 2013
Jakarta, Mei 2013
Dr.Stephani, Sp.A
KATA PENGANTAR ……….…. i LEMBAR PENGESAHAN………..…. ii DAFTAR ISI………..…… iii BAB I PENDAHULUAN………...…… 1-3 BAB II PEMBAHASAN
II.1 Definisi ………...4-6 II.2 Epidemiologi………...7 II.3 Neurolinguitik……….………..….…...7-9 II.4 Fisiologi Bicara..………...….. 9-11 II.5 Perkembangan bahasa pada anak usia di bawah 3 tahun………...11-18 II.6 Perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif………...18 II.7 Faktor resiko gangguan perkembangan bicara dan bahasa………19-30 II.8 Klasifikasi dan Gejala………30-33 II.9 Diagnosis gangguan bicara pada anak……….….………34-38 II.10 Diagnosis banding ……….….39 II.11 Penalaksanaan ………..40-41 II.12 Skala Receptive Expressive Emergent Language………...41
II.13 Prognosis………41-42
BAB III KESIMPULAN………...43
.BAV IV DAFTAR PUSTAKA……… 44-45
BAB I PENDAHULUAN
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual dan tingkah
laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.1
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah. Kemampuan motorik dan kognisi berkembang sesuai tingkat usia anak, demikian juga pemerolehan bahasa bertambah melalui proses perkembangan mulai dari bahasa pertama, usia pra sekolah dan usia sekolah di mana
bahasa berperan sangat penting dalam pencapaian akademik anak.2,3
Perkembangan bahasa, pada usia bawah lima tahun (balita) akan berkembang sangat aktif dan pesat. Keterlambatan bahasa pada periode ini, dapat menimbulkan berbagai masalah dalam proses belajar di usia sekolah. Anak yang mengalami keterlambatan bicara dan bahasa beresiko mengalami kesulitan belajar, kesulitan membaca dan menulis dan akan menyebabkan pencapaian akademik yang kurang secara menyeluruh, hal ini dapat berlanjut sampai usia dewasa muda. Selanjutnya orang dewasa dengan pencapaian akademik yang rendah akibat keterlambatan bicara dan bahasa, akan mengalami masalah perilaku dan
penyesuaian psikososial.1,2
Melihat sedemikian besar dampak yang timbul akibat keterlambatan bahasa pada anak usia pra sekolah maka sangatlah penting untuk mengoptimalkan proses perkembangan bahasa pada periode ini. Deteksi dini keterlambatan dan gangguan bicara usia prasekolah adalah tindakan yang terpenting untuk menilai tingkat perkembangan bahasa anak, sehingga dapat meminimalkan kesulitan dalam proses belajar anak tersebut saat memasuki usia sekolah. Beberapa ahli menyimpulkan perkembangan bicara dan bahasa dapat dipakai sebagai indikator perkembangan anak secara keseluruhan, termasuk kemampuan kognisi dan kesuksesan dalam proses belajar di sekolah. Hasil studi longitudinal menunjukkan bahwa
keterlambatan perkembangan bahasa berkaitan dengan intelegensi dan membaca di kemudian hari.2,3
Gangguan bicara pada usia prasekolah, diperkirakankan 5% dari populasi normal dan
70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis (Weiss et al. 1987). Gangguan perkembangan
bicara sangat bervariasi dan masih banyak timbul kontroversi khususnya mengenai penentuan klasifikasi sesuai dengan etiologi atau manifestasi klinisnya. Hal penting yang menjadi perhatian para klinisi adalah mengenai faktor resiko yang mempengaruhi perkembangan bicara dan bahasa. Faktor resiko yang paling sering dilaporkan adalah riwayat keluarga yang positif, gangguan pendengaran, pre dan perinatal problem meliputi kelahiran preterm dan
berat badan lahir rendah serta faktor psikososial. 2,3
Faktor resiko yang dipengaruhi oleh kondisi biologi dan lingkungan ini meningkatkan kemungkinan terjadinya gangguan perkembangan (Brooks-Gunn, 1990). Mengenali berbagai faktor resiko yang berkaitan dengan disabilitas perkembangan menjadi perhatian utama, terutama faktor-faktor yang diyakini dipengaruhi oleh kondisi biologis dan lingkungan pada fase awal dari suatu proses perkembangan. Faktor biologis yang beresiko negatif pada perkembangan adalah prematuritas, berat badan lahir rendah, komplikasi perinatal. Sedangkan faktor resiko dari lingkungan meliputi status sosioekonomi yang rendah, hubungan tetangga yang buruk, psikopatologi orang tua. Mengenali lebih dini faktor resiko pada anak merupakan faktor penting untuk menjamin bahwa mereka ditempatkan dalam bentuk program remedial yang tepat untuk meminimalkan atau mengurangi dampak dari faktor resiko tersebut. Peran utama penelitian tersebut adalah melakukan intervensi dini dan pendidikan khusus yang memperlihatkan bagaimana pendekatan suatu epidemiologi
perkembangan sehingga dapat memberikan informasi bagi upaya pencegahan. 1,2,3
Deteksi dini dan penanganan awal terhadap emosi, kognitif atau masalah fisik adalah hal yang sangat penting. Orang-orang dewasa ini khususnya orang tua, perawat anak sehari-hari, atau dokter anak sering kali gagal menemukan indikator awal dari disabilitas. Beberapa anak tidak memperoleh penanganan dengan baik sampai masalah perkembangan itu menjadi
sesuatu yang tidak dapat ditangani atau berdampak secara signifikan terhadap hal-hal lain. 2
Epidemiologi perkembangan adalah suatu metodologi pendekatan yang bisa sangat membantu mengidentifikasi faktor-faktor resiko dini untuk masalah-masalah anak, seperti menentukan angka prevalensi dari masalah kesehatan di masyarakat. Beberapa penelitian
menggunakan epidemiologi perkembangan untuk mengenali anak pada saat lahir, siapa yang paling beresiko nantinya mengalami gangguan perkembangan. Berbagai penelitian tersebut memperkenalkan faktor-faktor spesifik yang dapat meningkatkan resiko seorang anak
mengalami gangguan perkembangan, tetapi penelitian tersebut tidak meneliti outcome pada
anak-anak prasekolah atau tidak menggunakan skore penilaian bahasa yang standart untuk
mengidentifikasi anak-anak yang beresiko. 1,3
BAB II
KETERLAMBATAN BICARA DAN BAHASA
Komunikasi adalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam bentuk bahasa. Komunikasi tersebut terjadi baik secara verbal
maupun non verbal yaitu dengan tulisan, bacaan dan tanda atau simbol.5 Berbahasa itu sendiri
merupakan proses yang kompleks dan tidak terjadi begitu saja. Setiap individu berkomunikasi lewat bahasa memerlukan suatu proses yang berkembang dalam tahap-tahap usianya. Bagaimana bahasa bisa digunakan untuk berkomunikasi selalu menjadi pertanyaan yang menarik untuk dibahas sehingga memunculkan banyak teori tentang pemerolehan bahasa.1, 3
Bahasa adalah bentuk aturan atau sistem lambang yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan beradaptasi dengan lingkungannya yang dilakukan untuk bertukar gagasan, pikiran dan emosi. Bahasa bisa diekspresikan melalui bicara yang mengacu pada simbol verbal. Selain itu bahasa dapat juga diekspresikan melalui tulisan, tanda gestural dan musik. Bahasa juga dapat mencakup aspek komunikasi nonverbal seperti gestikulasi, gestural atau pantomim. Gestikulasi adalah ekspresi gerakan tangan dan lengan untuk menekankan makna wicara. Pantomim adalah sebuah cara komunikasi yang mengubah komunikasi verbal dengan aksi yang mencakup beberapa gestural (ekspresi gerakan yang menggunakan setiap
bagian tubuh) dengan makna yang berbeda beda.1
Gangguan bicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Keterlambatan bicara adalah keluhan utama yang sering dicemaskan dan dikeluhkan orang tua kepada dokter. Gangguan ini semakin hari tampak semakin meningkat pesat. Beberapa laporan menyebutkan angka kejadian gangguan
bicara dan bahasa berkisar 5 – 10% pada anak sekolah.1,2
Penyebab keterlambatan bicara sangat banyak dan luas, gangguan tersebut ada yang ringan sampai yang berat, mulai dari yang bisa membaik hingga yang sulit untuk membaik. Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara golongan ini biasanya ringan dan hanya merupakan ketidakmatangan fungsi bicara pada anak. Pada usia tertentu terutama setelah usia 2 tahun akan membaik. Bila keterlambatan bicara tersebut bukan karena proses fungsional maka
gangguan tersebut harus lebih diwaspadai karena bukan sesuatu yang ringan. 1,3
Semakin dini mendeteksi keterlambatan bicara, maka semakin baik kemungkinan pemulihan gangguan tersebut. Bila keterlambatan bicara tersebut nonfungsional maka harus
cepat dilakukan stimulasi dan intervensi pada anak tersebut. Deteksi dini keterlambatan bicara harus dilakukan oleh semua individu yang terlibat dalam penanganan anak. Kegiatan deteksi dini ini melibatkan orang tua, keluarga, dokter kandungan yang merawat sejak
kehamilan dan dokter anak yang merawat anak tersebut.2
II.1
Definisi
Kata bahasa berasal dari bahasa latin “lingua” yang berarti lidah. Awalnya pengertiannya hanya merujuk pada bicara, namun selanjutnya digunakan sebagai bentuk
sistem konvensional dari simbol-simbol yang dipakai dalam komunikasi.4
American Speech-Language Hearing Association Committee on Language
mendefinisikan bahasa sebagai : suatu sistem lambang konvensional yang kompleks dan
dinamis yang dipakai dalam berbagai cara berpikir dan berkomunikasi.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, bahasa didefinisikan sebagai : suatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh suatu anggota masyarakat untuk bekerja bersama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Kamus bahasa Inggris juga memberi definisi yang
sama tentang bahasa. 4
Terdapat perbedaan mendasar antara bicara dan bahasa. Bicara adalah pengucapan yang menunjukkan ketrampilan seseorang mengucapkan suara dalam suatu kata. Bahasa berarti menyatakan dan menerima informasi dalam suatu cara tertentu. Bahasa merupakan salah satu cara berkomunikasi. Bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang dilihat dan apa yang didengar. Bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi
secara simbolis baik visual (menulis, memberi tanda) atau auditorik. 5
Seorang anak yang mengalami gangguan berbahasa mungkin saja ia dapat mengucapkan satu kata dengan jelas tetapi tidak dapat menyusun dua kata dengan baik, atau sebaliknya seorang anak mungkin saja dapat mengucapkan sebuah kata yang sedikit sulit untuk dimengerti tetapi ia dapat menyusun kata-kata tersebut dengan benar untuk
menyatakan keinginannya. 6
Masalah bicara dan bahasa sebenarnya berbeda tetapi kedua masalah ini sering kali
tumpang tindih. Gangguan bicara dan bahasa terdiri dari masalah artikulasi, suara, kelancaran
serta keterlambatan dalam bicara atau bahasa. Keterlambatan bicara dan bahasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor termasuk faktor lingkungan atau hilangnya pendengaran. Gangguan bicara dan bahasa juga berhubungan erat dengan area lain yang mendukung proses tersebut seperti fungsi otot mulut dan fungsi pendengaran. Keterlambatan dan gangguan bisa mulai dari bentuk yang sederhana seperti bunyi suara yang “tidak normal” (sengau, serak) sampai dengan ketidakmampuan untuk mengerti atau menggunakan bahasa, atau
ketidakmampuan mekanisme motorik oral dalam fungsinya untuk bicara dan makan. 6
Gangguan perkembangan artikulasi meliputi kegagalan mengucapkan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicaranya seperti anak kecil. Selain itu juga dapat berupa
gangguan dalam pitch, volume atau kualitas suara. 3
Afasia yaitu kehilangan kemampuan untuk membentuk kata-kata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik. Anak-anak dengan afasia didapat memiliki riwayat perkembangan bahasa awal yang normal, dan memiliki onset setelah trauma kepala atau gangguan neurologis lain
(contohnya kejang). 4,5
Gagap adalah gangguan kelancaran atau abnormalitas dalam kecepatan atau irama bicara. Terdapat pengulangan suara, suku kata atau kata atau suatu bloking yang spasmodik, bisa terjadi spasme tonik dari otot-otot bicara seperti lidah, bibir dan laring. Terdapat kecendrungan adanya riwayat gagap dalam keluarga. Selain itu, gagap juga dapat disebabkan oleh tekanan dari orang tua agar anak bicara dengan jelas, gangguan lateralisasi, rasa tidak
aman, dan kepribadian anak. 4,5
II.2 Epidemiologi1,2,3
Gangguan bicara dan bahasa dialami oleh 8% anak usia prasekolah. Hampir sebanyak 20% dari anak berumur 2 tahun mempunyai gangguan keterlambatan bicara. Keterlambatan bicara paling sering terjadi pada usia 3-16 tahun.
Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan b erbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa). Gagap terjadi 4-5% pada usia 3-5 tahun dan 1% pada usia remaja.
Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%. Menurut penelitian anak dengan riwayat sosial ekonomi yang lemah memiliki insiden gangguan bicara dan bahasa yang lebih tinggi daripada anak dengan riwayat sosial ekonomi menengah ke atas.
Studi Cochrane terakhir telah melaporkan data keterlambatan bicara, bahasa dan gabungan keduanya pada anak usia prasekolah dan usia sekolah. Prevalensi keterlambatan perkembangan bahasa dan bicara pada anak usia 2 sampai 4,5 tahun adalah 5-8%, prevalensi
keterlambatan bahasa adalah 2,3-19%.Sebagian besar studi melaporkan prevalensi dari 40%
sampai 60%.
Prevalensi keterlambatan perkembangan berbahasa di Indonesia belum pernah diteliti
secara luas.Kendalanya dalam menentukan kriteria keterlambatan perkembangan berbahasa.
Data di Departemen Rehabilitasi Medik RSCM tahun 2006, dari 1125 jumlah kunjungan
pasien anak terdapat 10,13% anak terdiagnosis keterlambatan bicara dan bahasa.25 Penelitian
Wahjuni tahun 1998 di salah satu kelurahan di Jakarta Pusat menemukan prevalensi keterlambatan bahasa sebesar 9,3% dari 214 anak yang berusia bawah tiga tahun.
II.3 Neurolinguistik 6
Sistem Saraf Pusat
Pada sebagian besar manusia area bahasa terletak pada hemisfer serebri kiri. Terdapat empat area bahasa secara konvensional yaitu dua area bahasa reseptif dan dua lainnya adalah eksekutif yang menghasilkan bahasa. Dua area reseptif berhubungan erat dengan zona bahasa sentral. Area reseptif berfungsi mengatur persepsi bahasa yang diucapkan, yaitu area 22 posterior yang disebut area Wernicke dan girus Heschls (area 41 dan 42). Area yang mengatur persepsi bahasa tulisan menempati girus angulus (area 39) pada lobus parietal inferior anterior terhadap area reseptif visual. Girus supra marginal yang terletak di antara pusat bahasa auditori dan visual dan area temporal inferior yang terletak di anterior korteks asosiasi visual kemungkinan adalah bagian dari zona bahasa sentral juga. Area-area ini terletak pada pusat integrasi untuk fungsi bahasa visual dan auditori.
Area Broadman 44 dan 45 disebut area Broca dan merupakan bagian eksekutif utama yang bertanggung jawab terhadap aspek motorik bicara. Secara visual kata-kata yang diterima diekspresikan dalam bentuk tulisan melalui area tulisan Exner. Area sensori dan motori terhubungkan satu dengan yang lain melalui fasikulus arkuatum yang melewati ismus lobus temporal kemudian memutari ujung posterior fisura silvii, sambungan lainnya melalui kapsula eksterna nukleus lentikular.
Area penerimaan visual dan somatosensori terintegrasi pada lobus parietal, sedangkan penerimaan auditori terletak di lobus temporal. Serat pendek, menghubungkan area Broca dengan korteks rolandi bawah yang menginervasi organ bicara, otot bibir, lidah, farings dan larings. Area menulis Exner juga terintegrasi dengan organ motor untuk otot tangan. Area bahasa perisylvian juga terhubungkan dengan striata dan thalamus dan area korespondensi pada hemisfer non dominan melalui korpus kalosum dan komisura anterior.
Tiga fungsi dasar otak adalah fungsi pengaturan, proses dan formulasi.Fungsi pengaturan bertanggung-jawab untuk tingkat energi dan tonus korteks secara keseluruhan. Fungsi proses berlokasi di belakang korteks, mengontrol analisa informasi, pengkodean dan penyimpanan. Korteks yang lebih tinggi bertanggung jawab untuk memproses rangsangan sensori seperti rangsangan optik, akustik dan olfaktori. Data dari tiap sumber digabungkan dengan sumber sensori lainnya untuk dianalisa dan diformulasikan. Proses formulasi berlokasi pada lobus frontal, bertanggung jawab untuk formasi intensi dan perilaku. Fungsi utamanya adalah untuk mengaktifkan otak untuk pengaturan atensi dan konsentrasi.
Meskipun hemisfer kiri dan kanan simetris untuk proses motorik dan sensoris, namun terdapat juga ketidaksimetrisan untuk fungsi khusus tertentu seperti bahasa. Dengan demikian, meskipun fungsinya berbeda, kedua hemisfer tersebut saling berintegrasi dan memberi informasi melalui korpus kalosum dan subkortikal lainnya. Fungsi yang menonjol dari hemisfer serebri kiri adalah sebagai fungsi dasar untuk bahasa. Teori yang paling umum mengatakan traktus kortikospinal berasal dari hemisfer kiri yang berisi lebih banyak serat dan menyilang lebih tinggi dibanding hemifer kanan. Belajar juga merupakan suatu faktor, terjadi
banyak pergeseran dari kiri ke kanan (shifted sinistral). Pada sebagian anak terjadi
pergeseran ke kanan hemisfer di usia muda, dan menjadi bertangan kidal.
Menurut beberapa ahli komunikasi, bicara adalah kemampuan anak untuk berkomunikasi dengan bahasa oral (mulut) yang membutuhkan kombinasi yang serasi dari sistem neuromuskular untuk mengeluarkan fonasi dan artikulasi suara. Proses bicara melibatkan beberapa sistem dan fungsi tubuh, melibatkan sistem pernapasan, pusat khusus pengatur bicara di otak dalam korteks serebri, pusat respirasi di dalam batang otak dan
struktur artikulasi, resonansi dari mulut serta rongga hidung.3,9
Terdapat 2 hal proses terjadinya bicara, yaitu proses sensoris dan motoris. Aspek sensoris meliputi pendengaran, penglihatan, dan rasa raba berfungsi untuk memahami apa yang didengar, dilihat dan dirasa. Aspek motorik yaitu mengatur laring, alat-alat untuk
artikulasi, tindakan artikulasi dan laring yang bertanggung jawab untuk pengeluaran suara.6,9
Pada hemisfer dominan otak atau sistem susunan saraf pusat terdapat pusat-pusat yang mengatur mekanisme berbahasa yakni dua pusat bahasa reseptif area 41 dan 42 (area wernick), merupakan pusat persepsi auditori-leksik yaitu mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang berkaitan dengan bahasa lisan (verbal). Area 39 broadman adalah pusat persepsi visuo-leksik yang mengurus pengenalan dan pengertian segala sesuatu yang bersangkutan dengan bahasa tulis. Sedangkan area Broca adalah pusat bahasa ekspresif.
Pusat-pusat tersebut berhubungan satu sama lain melalui serabut asosiasi. 6
Saat mendengar pembicaraan maka getaran udara yang ditimbulkan akan masuk melalui lubang telinga luar kemudian menimbulkan getaran pada membran timpani. Dari sini rangsangan diteruskan oleh ketiga tulang kecil dalam telinga tengah ke telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam terdapat reseptor sensoris untuk pendengaran yang disebut Coclea. Saat gelombang suara mencapai coclea maka impuls ini diteruskan oleh saraf VIII ke area pendengaran primer di otak diteruskan ke area wernick. Kemudian jawaban diformulasikan dan disalurkan dalam bentuk artikulasi, diteruskan ke area motorik di otak yang mengontrol gerakan bicara. Selanjutnya proses bicara dihasilkan oleh getaran vibrasi dari pita suara yang dibantu oleh aliran udara dari paru-paru, sedangkan bunyi dibentuk oleh gerakan bibir, lidah dan palatum (langit-langit). Jadi untuk proses bicara diperlukan koordinasi sistem saraf
motoris dan sensoris dimana organ pendengaran sangat penting.8,9
Segera saat rangsangan auditori diterima, formasi retikulum pada batang otak akan menyusun tonus untuk otak dan menentukan modalitas dan rangsang mana yang akan diterima otak. Rangsang tersebut ditangkap oleh talamus dan selanjutnya diteruskan ke area korteks auditori pada girus Heschls, dimana sebagian besar signal yang diterima oleh girus ini berasal dari sisi telinga yang berlawanan.
Girus dan area asosiasi auditori akan memilah informasi bermakna yang masuk. Selanjutnya masukan linguistik yang sudah dikode, dikirim ke lobus temporal kiri untuk diproses. Sementara masukan paralinguistik berupa intonasi, tekanan, irama dan kecepatan masuk ke lobus temporal kanan. Analisa linguistik dilakukan pada area Wernicke di lobus temporal kiri. Girus angular dan supramarginal membantu proses integrasi informasi visual,
auditori dan raba serta perwakilan linguistik.Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi
berupa penerimaan unit suara melalui telinga, dilanjutkan dengan dekode gramatika. Proses berakhir pada dekode semantik dengan pemahaman konsep atau ide yang disampaikan lewat pengkodean tersebut.
Proses ekspresif – Proses encode6,8
Proses produksi berlokasi pada area yang sama pada otak. Struktur untuk pesan yang masuk ini diatur pada area Wernicke, pesan diteruskan melalui fasikulus arkuatum ke area Broca untuk penguraian dan koordinasi verbalisasi pesan tersebut. Signal kemudian melewati korteks motorik yang mengaktifkan otot-otot respirasi, fonasi, resonansi dan artikulasi. Ini merupakan proses aktif pemilihan lambang dan formulasi pesan. Proses enkode dimulai dengan enkode semantik yang dilanjutkan dengan enkode gramatika dan berakhir pada enkode fonologi. Keseluruhan proses enkode ini terjadi di otak/pusat pembicara.
Di antara proses dekode dan enkode terdapat proses transmisi, yaitu pemindahan atau penyampaian kode atau disebut kode bahasa. Transmisi ini terjadi antara mulut pembicara
dan telinga pendengar.Proses decode-encode diatas disimpulkan sebagai proses komunikasi.
Dalam proses perkembangan bahasa, kemampuan menggunakan bahasa reseptif dan ekspresif harus berkembang dengan baik.
Perkembangan bahasa sangat berhubungan erat dengan maturasi otak. Secara keseluruhan terlihat dengan berat kasar otak yang berubah sangat cepat dalam 2 tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan karena mielinisasi atau pembentukan selubung sistem saraf. Proses mielinisasi ini dikontrol oleh hormon seksual, khususnya estrogen. Hal ini menjelaskan kenapa proses perkembangan bahasa lebih cepat pada anak perempuan.
Pada usia sekitar 2 bulan, korteks motorik di lobus frontal menjadi lebih aktif. Anak memperoleh lebih banyak kontrol dalam perilaku motor volusional. Korteks visual menjadi lebih aktif pada usia 3 bulan, jadi anak menjadi lebih fokus pada benda yang dekat maupun yang jauh. Selama separuh periode tahun pertama korteks frontal dan hipokampus menjadi lebih aktif. Hal ini menyebabkan peningkatan kemampuan untuk mengingat stimulasi dan hubungan awal antara kata dan keseluruhan. Pengalaman dan interaksi bayi akan membantu
anak mengatur kerangka kerjaotak.
Diferensiasi otak fetus dimulai pada minggu ke-16 gestasi. Selanjutnya maturasi otak berbeda dan terefleksikan pada perilaku bayi saat lahir. Selama masa prenatal batang otak, korteks primer dan korteks somatosensori bertumbuh dengan cepat. Sesudah lahir serebelum dan hemisfer serebri juga tumbuh bertambah cepat terutama area reseptor visual. Ini menjelaskan bahwa maturasi visual terjadi relatif lebih awal dibandingkan auditori. Traktus asosiasi yang mengatur bicara dan bahasa belum sepenuhnya matur sampai periode akhir usia
pra sekolah. Pada neonatus, vokalisasi dikontrol oleh batang otak dan pons. Reduplikasi
babbling menandakan maturasi bagian wajah dan area laring pada korteks motor. Maturasi jalur asosiasi auditorik seperti fasikulus arkuatum yang menghubungkan area auditori dan area motor korteks tidak tercapai sampai awal tahun kedua kehidupan sehingga menjadi
keterbatasan dalam intonasi bunyi dan bicara. Pengaruh hormon estrogen pada maturasi otak
akan mempengaruhi kecepatan perkembangan bunyi dan bicara pada anak perempuan.
Perkembangan Bicara dan Bahasa pada Anak Normal (Towne, 1983)2
Umur (bulan)
Bahasa reseptif (bahasa pasif) Bahasa eksprepsif (bahasa aktif)
1 Kegiatan terhenti akibat suara Vokalisasi yang masih sembarang,
terutama huruf hidup
2 Tampak mendengar ucapan
pembicara, dapat tersenyum pada
Tanda-tanda vokal yang menunjukkan perasaan senang, senyum sosial
pembicaraan
3 Melihat kearah pembicara Tersenyum sebagai jawaban terhadap
pembicara
4 Memberi tanggapan yang berbeda
terhadap suara bernada marah/senang
Jawaban vokal terhadap rangsang sosial
5 Bereaksi terhadap panggilan namanya Mulai meniru suara
6 Mulai mengenal kata-kata “da-da,
pa-pa, ma-ma”
Protes vokal, berteriak karena kegirangan
7 Bereaksi terhadap kata-kata naik,
kemari, dada
Mulai menggunakan suara mirip kata-kata kacau
8 Menghentikan aktivitas bila namanya
di panggil
Menirukan rangkaian suara
9 Menghentikan kegiatan bila dilarang Menirukan rangkaian suara
10 Secara tepat menirukan variasi suara
tinggi
Kata-kata pertama mulai muncul
11 Reaksi atas pertanyaan sederhana
dengan melihat atau menoleh
Kata-kata kacau mulai dapat dimengerti dengan baik
12 Reaksi dengan melakukan gerakan
terhadap berbagai pertanyaan verbal
Mngungkapkan kesadaran tentang objek yang telah akrab dan menyebut namanya
15 Mengetahui dan mengenali
nama-nama bagian tubuh
Kata-kata yang benar terdengar diantara kata-kata yang kacau, sering dengan disertai gerakan tubuhnya
18 Dapat mengetahui dan mengenali
gambar-gambar objek yang sudah akrab dengannya, jika objek tersebut disebut namanya
Lebih banyak menggunakan kata-kata daripada gerakan, untuk mengungkapkan keinginannya
21 Akan mengikuti petunjuk yang
beruurutan (ambil topimu dan letakkan diatas meja)
Mulai mengkombinasikan kata-kata (mobil papa, mama berdiri)
24 Mengetahui lebih banyak kalimat yang
lebih rumit
Menyebut nama sendiri
Lundsteen membagi perkembangan bahasa dalam 3 tahap :10
1. Tahap pralinguistik
- 3-12 bulan, meleter, banyak memakai bibir dan langit-langit, misalnya ma, da, ba.
2. Tahap protolinguitik
- 12 bulan-2 tahun, anak sudah mengerti dan menunjukkan alat-alat tubuh. Ia
mulai berbicara beberapa patah kata (kosa katanya dapat mencapai 200-300). 3. Tahap linguistik
- 2-6 tahun atau lebih, pada tahap ini ia mulai belajar tata bahasa dan
perkembangan kosa katanya mencapai 3000 buah.
Tahap perkembangan bahasa di atas hampir sama dengan pembagian menurut Bzoch yang membagi perkembangan bahasa anak dari lahir sampai usia 3 tahun dalam empat stadium.
1. Perkembangan bahasa bayi sebagai komunikasi prelinguistik. 0-3 bulan. Periode lahir sampai akhir tahun pertama. Bayi baru lahir belum bisa menggabungkan elemen bahasa baik isi, bentuk dan pemakaian bahasa. Selain belum berkembangnya bentuk bahasa konvensional, kemampuan kognitif bayi juga belum berkembang. Komunikasi lebih bersifat reflektif daripada terencana. Periode ini disebut prelinguistik. Meskipun bayi belum mengerti dan belum bisa mengungkapkan bentuk bahasa konvensional, mereka mengamati dan memproduksi suara dengan cara yang unik. Klinisi harus menentukan apakah bayi mengamati atau bereaksi terhadap suara. Bila tidak, ini merupakan indikasi untuk evaluasi fisik dan audiologi. Selanjutnya intervensi direncanakan untuk membangun lingkungan yang menyediakan banyak kesempatan untuk mengamati dan bereaksi terhadap suara.
2. Kata-kata pertama : transisi ke bahasa anak. 3-9 bulan. Salah satu perkembangan
bahasa utama milestone adalah pengucapan kata-kata pertama yang terjadi pada akhir
tahun pertama, berlanjut sampai satu setengah tahun saat pertumbuhan kosa kata berlangsung cepat, juga tanda dimulainya pembetukan kalimat awal. Berkembangnya kemampuan kognitif, adanya kontrol dan interpretasi emosional di periode ini akan memberi arti pada kata-kata pertama anak. Arti kata-kata pertama mereka dapat merujuk ke benda, orang, tempat, dan kejadian-kejadian di seputar lingkungan awal anak.
3. Perkembangan kosa kata yang cepat-Pembentukan kalimat awal. 9-18 bulan. Bentuk kata-kata pertama menjadi banyak, dan dimulainya produksi kalimat. Perkembangan komprehensif dan produksi kata-kata berlangsung cepat pada sekitar 18 bulan. Anak mulai bisa menggabungkan kata benda dengan kata kerja yang kemudian menghasilkan sintaks. Melalui interaksinya dengan orang dewasa, anak mulai belajar mengkonsolidasikan isi, bentuk dan pemakaian bahasa dalam percakapannya. Dengan semakin berkembangnya kognisi dan pengalaman afektif, anak mulai bisa berbicara memakai kata-kata yang tersimpan dalam memorinya. Terjadi pergeseran dari pemakaian kalimat satu kata menjadi bentuk kata benda dan kata kerja.
4. Dari percakapan bayi menjadi registrasi anak pra sekolah yang menyerupai orang dewasa. 18-36 bulan. Anak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Anak mulai berpikir konseptual, mengkategorikan benda, orang dan peristiwa serta dapat menyelesaikan masalah fisik Anak terus mengembangkan pemakaian bentuk fonem dewasa.
Perkembangan bahasa anak dapat dilihat juga dari pemerolehan bahasa menurut komponen-komponennya.
Perkembangan Pragmatik
Perkembangan komunikasi anak sesungguhnya sudah dimulai sejak dini, pertama-tama dari tangisannya bila bayi merasa tidak nyaman, misalnya karena lapar, popok basah. Dari sini bayi akan belajar bahwa ia akan mendapat perhatian ibunya atau orang lain saat ia menangis sehingga kemudian bayi akan menangis bila meminta orang dewasa melakukan sesuatu buatnya.
Usia 3 minggu bayi tersenyum saat ada rangsangan dari luar, misalnya wajah seseorang, tatapan mata, suara dan gelitikan. Ini disebut senyum sosial. Usia 12 minggu mulai dengan pola dialog sederhana berupa suara balasan bila ibunya memberi tanggapan. Usia 2 bulan bayi mulai menanggapi ajakan komunikasi ibunya. Usia 5 bulan bayi mulai meniru gerak-gerik orang, mempelajari bentuk ekspresi wajah. Pada usia 6 bulan bayi mulai tertarik dengan benda sehinga komunikasi menjadi komunikasi ibu, bayi dan benda-benda. Usia 7-12 bulan anak menunjuk sesuatu untuk menyatakan keinginannya. Gerak-gerik
ini akan berkembang disertai dengan bunyi-bunyi tertentu yang mulai konsisten. Pada masa ini sampai sekitar 18 bulan, peran gerak-gerik lebih menonjol dengan penggunaan satu suku kata. Usia 2 tahun anak kemudian memasuki tahap sintaksis dengan mampu merangkai kalimat 2 kata, bereaksi terhadap pasangan bicaranya dan masuk dalam dialog singkat. Anak mulai memperkenalkan atau merubah topik dan mulai belajar memelihara alur percakapan dan menangkap persepsi pendengar. Perilaku ibu yang fasilitatif akan membantu anaknya dalam memperkenalkan topik baru. Lewat umur 3 tahun anak mulai berdialog lebih lama sampai beberapa kali giliran. Lewat umur ini, anak mulai mampu mempertahankan topik yang selanjutnya mulai membuat topik baru. Hampir 50 persen anak 5 tahun dapat mempertahankan topik melalui 12 kali giliran.
Sekitar 36 bulan, terjadi peningkatan dalam keaktifan berbicara dan anak memperoleh kesadaran sosial dalam percakapan. Ucapan yang ditujukan pada pasangan
bicara menjadi jelas, tersusun baik dan teradaptasi baik untuk pendengar. Sebagian besar
pasangan berkomunikasi anak adalah orang dewasa, biasanya orang tua. Saat anak mulai membangun jaringan sosial melibatkan orang di luar keluarga, mereka akan memodifikasi pemahaman diri dan bayangan diri dan menjadi lebih sadar akan standar sosial. Lingkungan linguistik memiliki pengaruh bermakna pada proses belajar berbahasa. Ibu memegang kontrol dalam membangun dan mempertahankan dialog yang benar. Ini berlangsung sepanjang usia pra sekolah.
Anak berada pada fase mono dialog, percakapan sendiri dengan kemauan untuk melibatkan orang lain. Monolog kaya akan lagu, suara, kata-kata tak bermakna, fantasi verbal dan ekspresi perasaan.
Perkembangan Semantik
Karena faktor lingkungan sangat berperan dalam perkembangan semantik, maka pada umur 6-9 bulan anak telah mengenal orang atau benda yang berada di sekitarnya. Leksikal dan pemerolehan konsep berkembang pesat pada masa pra sekolah. Terdapat indikasi bahwa anak dengan kosa kata lebih banyak akan lebih popular di kalangan teman-temannya.
Diperkirakan terjadi penambahan 5 kata perhari di usia 18 bulan sampai 6 tahun.Pemahaman
kata bertambah tanpa pengajaran langsung orang dewasa. Terjadi strategi pemetaan yang cepat di usia ini sehingga anak dapat menghubungkan suatu kata dengan rujukannya.
Pemetaan yang cepat adalahlangkah awal dalam proses pemerolehan leksikal. Selanjutnya secara bertahap anak akan mengartikan lagi informasi-informasi baru yang diterima.
Definisi kata benda anak usia pra sekolah meliputi properti fisik seperti bentuk, ukuran dan warna, properti fungsi, properti pemakaian dan lokasi. Definisi kata kerja anak pra sekolah juga berbeda dari kata kerja orang dewasa atau anak yang lebih besar. Anak pra sekolah dapat menjelaskan siapa, apa, kapan, di mana, untuk apa, untuk siapa, dengan apa, tapi biasanya mereka belum memahami pertanyaan bagaimana dan mengapa atau menjelaskan proses.
Anak akan mengembangkan kosa katanya melalui cerita yang dibacakan orang tuanya. Begitu kosa kata berkembang, kebutuhan untuk mengorganisasikan kosa kata akan lebih meningkat, dan beberapa jaringan semantik atau antar relasi akan terbentuk.
Perkembangan Sintaksis
Susunan sintaksis paling awal terlihat pada usia kira-kira 18 bulan walaupun pada beberapa anak terlihat pada usia 1 tahun bahkan lebih dari 2 tahun. Awalnya berupa kalimat dua kata. Rangkaian dua kata, berbeda dengan masa “kalimat satu kata” sebelumnya yang
disebut masa holofrastis. Kalimat satu kata bisa ditafsirkan dengan mempertimbangkan
konteks penggunaannya. Hanya mempertimbangkan arti kata semata-mata tidaklah mungkin kita menangkap makna dari kalimat satu kata tersebut.
Peralihan dari satu kata menjadi kalimat yang merupakan rangkaian kata terjadi secara bertahap. Pada waktu kalimat pertama terbentuk yaitu penggabugan dua kata menjadi kalimat, rangkaian kata tersebut berada pada jalinan intonasi. Jika kalimat dua kata tersebut memberi makna lebih dari satu maka anak membedakannya dengan menggunakan pola intonasi yang berbeda.
Perkembangan pemerolehan sintaksis meningkat pesat pada waktu anak menjalani usia 2 tahun, yang mencapai puncaknya pada akhir usia 2 tahun.
Tahap perkembangan sintaksis secara singkat terbagi dalam: 1. Masa pra-lingual, sampai usia 1 tahun
2. Kalimat satu kata, 1-1,5 tahun 3. Kalimat rangkaian kata, 1,5-2 tahun
4. Konstruksi sederhana dan kompleks, 3 tahun.
Lewat usia 3 tahun anak mulai menanyakan hal-hal yang abstrak dengan kata tanya “mengapa”,”kapan”. Pemakaian kalimat kompleks dimulai setelah anak menguasai kalimat empat kata sekitar usia 4 tahun.
Perkembangan Morfologi
Periode perkembangan ditandai dengan peningkatan panjang ucapan rata-rata, yang
diukur dalam morfem. Panjang rata-rata ucapan, mean length of utterance (MLU) adalah alat
prediksi kompleksitas bahasa pada anak yang berbahasa Inggris. MLU sangat erat berhubungan dengan usia dan merupakan prediktor yang baik untuk perkembangan bahasa.
Dari usia 18 bulan sampai 5 tahun MLU meningkat kira-kira 1,2 morfem per tahun. Penguasaan morfem mulai terjadi saat anak mulai merangkai kata sekitar usia 2 tahun. Beberapa sumber yang membahas tentang morfem dalam kaitannya dengan morfologi semuanya merupakan bahasa Inggris yang sangat berbeda dengan bahasa Indonesia.
Perkembangan Fonologi
Perkembangan fonologi melalui proses yang panjang dari dekode bahasa. Sebagian besar konstruksi morfologi anak akan tergantung pada kemampuannya menerima dan memproduksi unit fonologi. Selama usia pra sekolah, anak tidak hanya menerima inventaris fonetik dan sistem fonologi tapi juga mengembangkan kemampuan menentukan bunyi mana yang dipakai untuk membedakan makna.
Pemerolehan fonologi berkaitan dengan proses konstruksi suku kata yang terdiri dari
gabungan vokal dan konsonan. Bahkan dalam babbling, anak menggunakan konsonan-vokal
(KV) atau konsonan-vokal-konsonan (KVK). Proses lainnya berkaitan dengan asimilasi dan substitusi sampai pada persepsi dan produksi suara.
II.6 Perkembangan bahasa ekspresif dan reseptif
Myklebust membagi tahap perkembangan bahasa berdasarkan komponen ekspresif dan reseptif sebagai berikut:
1. Lahir – 9 bulan: anak mulai mendengar dan mengerti, kemudian berkembanglah pengertian konseptual yang sebagian besar nonverbal.
2. Sampai 12 bulan: anak berbahasa reseptif auditorik, belajar mengerti apa yang dikatakan, pada umur 9 bulan belajar meniru kata-kata spesifik misalnya dada, muh, kemudian menjadi mama, papa.
3. Sampai 7 tahun: anak berbahasa ekspresif auditorik termasuk persepsi auditorik kata-kata dan menirukan suara. Pada masa ini terjadi perkembangan bicara dan penguasaan pasif kosa kata sekitar 3000 buah.
4. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa reseptif visual (membaca). Pada saat masuk sekolah ia belajar membandingkan bentuk tulisan dan bunyi perkataan.
5. Umur 6 tahun dan seterusnya: anak berbahasa ekspresif visual (mengeja dan menulis).
II.7 Faktor resiko gangguan perkembangan bicara dan bahasa1,2,11
Penyebab gangguan perkembangan bahasa sangat banyak dan luas, semua gangguan mulai dari proses pendengaran, penerusan impuls ke otak, otak, otot atau organ pembuat suara. Adapun beberapa penyebab gangguan atau keterlambatan bicara adalah gangguan pendengaran, kelainan organ bicara, retardasi mental, kelainan genetik atau kromosom, autis, mutism selektif, keterlambatan fungsional, afasia reseptif dan deprivasi lingkungan. Deprivasi lingkungan terdiri dari lingkungan sepi, status ekonomi sosial, tehnik pengajaran salah, sikap orangtua. Gangguan bicara pada anak dapat disebabkan karena kelainan organik yang mengganggu beberapa sistem tubuh seperti otak, pendengaran dan fungsi motorik lainnya.
Beberapa penelitian menunjukkan penyebab ganguan bicara adalah adanya gangguan hemisfer dominan. Penyimpangan ini biasanya merujuk ke otak kiri. Beberapa anak juga ditemukan penyimpangan belahan otak kanan, korpus kalosum dan lintasan pendengaran yang saling berhubungan. Hal lain dapat juga di sebabkan karena diluar organ tubuh seperti
lingkungan yang kurang mendapatkan stimulasi yang cukup atau pemakaian dua bahasa. Bila penyebabnya karena lingkungan biasanya keterlambatan yang terjadi tidak terlalu berat.
Terdapat tiga penyebab keterlambatan bicara terbanyak diantaranya adalah retardasi mental, gangguan pendengaran dan keterlambatan maturasi. Keterlambatan maturasi ini sering juga disebut keterlambatan bicara fungsional.
Keterlambatan bicara fungsional merupakan penyebab yang cukup sering dialami oleh sebagian anak. Keterlambatan bicara fungsional sering juga diistilahkan keterlambatan maturasi atau keterlambatan perkembangan bahasa. Keterlambatan bicara golongan ini disebabkan karena keterlambatan maturitas (kematangan) dari proses saraf pusat yang dibutuhkan untuk memproduksi kemampuan bicara pada anak. Gangguan seperti ini sering dialami oleh laki-laki dan sering terdapat riwayat keterlambatan bicara pada keluarga. Biasanya hal ini merupakan keterlambatan bicara yang ringan dan prognosisnya baik. Pada umumnya kemampuan bicara akan tampak membaik setelah memasuki usia 2 tahun. Terdapat penelitian yang melaporkan penderita dengan keterlambatan ini, kemampuan bicara saat masuk usia sekolah akan normal seperti anak lainnya.
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik dan kemampuan pemecahan masalah visuo-motor anak dalam keadaan normal. Anak hanya mengalami gangguan perkembangan ringan dalam fungsi ekspresif. Ciri khas lain adalah anak tidak menunjukkan kelainan neurologis, gangguan pendengaran, gangguan kecerdasan dan gangguan psikologis lainnya.
Penyebab Gangguan Bicara dan Bahasa menurut Blager BF2
Penyebab Efek pada perkembangan bicara
Lingkungan Sosial ekonomi kurang Terlambat
Tekanan keluarga Gagap
Keluarga bisu Terlambat memperoleh bahasa
Dirumah menggunakan bahasa bilingual
Terlambat memperoleh struktur bahasa
Gangguan serius pada orang tua
Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
Gangguan serius pada anak
Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
Masalah pendengaran
Kongenital Terlambat/gangguan bicara yang permanen
Didapat Terlambat/gangguan bicara yang permanen
Perkembangan terlambat
Perkembangan lambat Terlambat bicara
Perkembangan lambat, tetapi masih dalam batas rata-rata
Terlambat bicara
Retardasi mental Pasti terlambat bicara
Cacat bawaan Palatoschizis Terlambat dan gangguan kemampuan
bicaranya
Sindrom Down Kemampuan bicaraya lebih rendah
Kerusakan otak
Kelainan neurouskular Mempengaruhi kemampuan mengisap,
menelan, mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan bicara dan artikulasi seperti disartria
Kelainan sensorimotor Mempengaruhi kemampuan mengisap dan
menelan, akhirnya timbul gangguan artikulasi seperti dispraksia
Palsi serebral Berpengaruh pada pernapasan, makan dan
timbul juga masalah artikulasi yang dapat mengakibatkan disartria dan dispraksia
Kelainan persepsi Kesulitan membedakan suara, mengerti
bahasa, simbolisasi, mengenai konsep, akhirnya menimbulkan kesulitan belajar di sekolah
Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena itu harus dicari dalam keluarganya apakah ada yang mengalami keterlambatan bicara juga. Disamping itu kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Hal ini karena
pada perempuan, maturasi dan dan perkembangan fungsi verbal hemisfer kiri lebih baik. Sedangkan pada laki-laki perkembangan hemisfer kanan yang lebih baik, yaitu untuk tugas
yang abstrak dan memerlukan keterampilan.2
Sedangkan Adam DM (1987), mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak dapat
disebabkan oleh kelainan dibawah ini: 2
1. Lingkungan sosial anak
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada anak.
2. Sistem masukan/input
Adalah sistem pendengaran, penglihatan dan integritas taktil-kinestik dari anak. Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara. Anak dengan otitis media kronis dengan penuruanan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan kemampuan menerima ataupun mengugkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terdapat pada tuli oleh karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial (infeksi intrauterin : sifilis, rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus), tuli konduksi seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat mendengar), tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autisme infantil, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.
3. Sistem pusat bicara dan bahasa
Kelainan sususan saraf pusat akan mempengaruhi pemahaman, interpretasi, formulasi dan perencanaan bahasa, juga pada aktivitas dan kemampuan intelektual dari anak. Gangguan komunikasi biasanya merupakan bagian dari retardasi mental, misalnya pada Sindrom Down.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut dan mekanisme neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi
laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring, faring dan rongga mulut.
Faktor Internal
Berbagai faktor internal atau faktor biologis tubuh seperti faktor persepsi, kognisi dan prematuritas dianggap sebagai faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak.
Persepsi
Kemampuan membedakan informasi yang masuk disebut persepsi. Persepsi berkembang dalam 4 aspek: pertumbuhan, termasuk perkembangan sel saraf dan keseluruhan sistem; stimulasi, berupa masukan dari lingkungan meliputi seluruh aspek sensori, kebiasaan, yang merupakan hasil dari skema yang sering terbentuk. Kebiasaan, habituasi, menjadikan bayi mendapat stimulasi baru yang kemudian akan tersimpan dan selanjutnya dikeluarkan dalam proses belajar bahasa anak. Secara bertahap anak akan mempelajari stimulasi-stimulasi baru mulai dari raba, rasa, penciuman kemudian penglihatan dan pendengaran.
Pada usia balita, kemampuan persepsi auditori mulai terbentuk pada usia 6 atau 12 bulan, dapat memprediksi ukuran kosa kata dan kerumitan pembentukan pada usia 23 bulan. Telinga sebagai organ sensori auditori berperan penting dalam perkembangan bahasa. Beberapa studi menemukan gangguan pendengaran karena otitis media pada anak akan mengganggu perkembangan bahasa.
Sel saraf bayi baru lahir relatif belum terorganisir dan belum spesifik. Dalam perkembangannya, anak mulai membangun peta auditori dari fonem, pemetaan terbentuk saat fonem terdengar. Pengaruh bahasa ucapan berhubungan langsung terhadap jumlah kata-kata yang didengar anak selama masa awal perkembangan sampai akhir umur pra sekolah.
Kognisi
Anak pada usia ini sangat aktif mengatur pengalamannya ke dalam kelompok umum maupun konsep yang lebih besar. Anak belajar mewakilkan, melambangkan ide dan konsep. Kemampuan ini merupakan kemampuan kognisi dasar untuk pemberolehan bahasa anak. Beberapa teori yang menjelaskan hubungan antara kognisi dan bahasa:
1. Bahasa berdasarkan dan ditentukan oleh pikiran (cognitive determinism)
2. Kualitas pikiran ditentukan oleh bahasa (linguistic determinism)
3. Pada awalnya pikiran memproses bahasa tapi selanjutnya pikiran dipengaruhi oleh bahasa.
4. Bahasa dan pikiran adalah faktor bebas tapi kemampuan yang berkaitan.
Sesuai dengan teori-teori tersebut maka kognisi bertanggung jawab pada pemerolehan bahasa dan pengetahuan kognisi merupakan dasar pemahaman kata.
Genetik
Berbagai penelitian menunjukkan, bahwa gangguan bahasa merupakan kecendrungan dalam suatu keluarga yang dapat terjadi sekitar 40% hingga 70%. Separuh keluarga yang memiliki anak dengan gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki masalah bahasa. Orang tua dapat berpengaruh karena faktor keturunan sehingga mungkin bertanggung jawab terhadap faktor genetik. Mungkin sulit mengetahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan bahasa tersebut, disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.
Menurut Bishop Edmundson, Tallal, Whitehurst dan Lewis 1992 dalam berbagai laporan kasus sering memperlihatkan riwayat keluarga positif pada gangguan komunikasi. Sekitar 28% hingga 60% dari anak-anak dengan gangguan bicara dan bahasa mempunyai saudara kandung dan/atau orang tua yang juga mengalami kesulitan bicara dan bahasa.
Sedangkan menurut Tallal, Lewis dan Freebairn, anggota keluarga laki-laki lebih berpengaruh dari pada wanita. Bagaimanapun, data terbanyak memperlihatkan anak-anak dengan hanya gangguan bahasa saja dan tidak pada anak dengan gangguan bicara terpisah (isolated speech disorders).
Lewis dan Freebairn berhipotesa bahwa anak-anak dengan riwayat keluarga positif terhadap gangguan bicara akan membentuk grup spesifik ke dalam populasi gangguan bicara. Penemuan mereka tidak mendukung hipotesa karena tidak ada perbedaan bermakna yang ditemukan pada pengukuran artikulasi, fonologi, bahasa, kemampuan-kemampuan oral-motor atau kemampuan membaca dan menulis diantara anak-anak yang memiliki riwayat keluarga
dengan gangguan bicara dibanding yang bukan. Lewis dan Freebair menyimpulkan bahwa riwayat keluarga dengan gangguan bahasa bisa dipertimbangkan sebagai faktor risiko yang dapat digunakan untuk identifikasi awal. Identifikasi awal tersebut memungkinkan dilakukan intervensi dini bagi anak-anak yang keluarganya memperlihatkan gangguan ini.
Demikian pula anak yang berasal dari keluarga yang memiliki riwayat keterlambatan atau gangguan bahasa maka beresiko mengalami keterlambatan bahasa pula. Riwayat keluarga yang dimaksud antara lain anggota keluarga yang mengalami keterlambatan berbicara, memiliki gangguan bahasa, gangguan bicara atau masalah belajar.
Prematuritas
Penyebab khusus berkaitan antara permasalahan periode pre atau perinatal dengan gangguan bicara dan bahasa juga telah dibuktikan. Infeksi selama kehamilan, imaturitas dan berat badan lahir rendah dilaporkan mempunyai efek negatif pada perkembangan bicara dan bahasa.
Bax Stevenson dan Menyuk menemukan perbedaan yang tidak bermakna sejumlah
kejadian antara imaturitas dan berat badan lahir rendah anak. Sebaliknya Byers-Brown dan
kawan-kawan melaporkan secara bermakna tentang keterlambatan proses pengeluaran suara
dalam bicara pada bayi prematur.
Weindrich menemukan adanya faktor-faktor yang berhubungan dengan prematuritas yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak, seperti berat badan lahir, Apgar score, lama perawatan di rumah sakit, bayi yang iritatif, dan kondisi saat keluar rumah sakit.
Faktor Eksternal (Faktor Lingkungan)
Faktor lingkungan termasuk yang paling menentukan. Faktor lingkungan di mana seorang anak dibesarkan telah lama dikenal sebagai faktor penting yang menentukan perkembangan anak. Banyak anak yang berasal dari daerah yang sosial ekonominya buruk disertai berbagai layanan kesehatan yang tidak memadai, asupan nutrisi yang buruk merupakan keadaan tekanan dan gangguan lingkungan yang mengganggu berbagai pertumbuhan dan perkembangan anak, diantaranya gangguan bahasa.
Law dkk juga menemukan bahwa anak yang menerima contoh berbahasa yang tidak adekuat dari keluarga, yang tidak memiliki pasangan komunikasi yang cukup dan juga yang kurang memiliki kesempatan untuk berinteraksi akan memiliki kemampuan bahasa yang rendah.
Lingkungan verbal
Lingkungan verbal mempengaruhi proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan kemampuan verbal lebih rendah. Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada anaknya.
Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi antara orang tua dan anak.
Menurut Gore Eckenrode, McLoyd, McLoyd Wilson, masalah kemiskinan dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai masalah dalam rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma, malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan ketidak-teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan.
Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-Gunn, Liaw Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga yang bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor risiko daripada keluarga yang tidak berada dibawah tingkat kemiskinan, dan konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak dalam keluarga ini.
Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko mengalami gangguan perkembangan yang semakin meningkat. Salah satu yang termasuk gangguan perkembangan
anak tersebut adalah specific language impairment (SLI). Hal ini telah dilaporkan oleh Spitz
dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensi nonverbal yang normal.
Penelitian Fazio, Naremore dan Connell, lebih mengkhususkan hal ini bahwa dapat diartikan suatu kondisi yang menyebabkan seorang anak memiliki penilaian spesifik dibawah rata-rata standar tes bahasa, tetapi berada pada level rata-rata untuk tes intelegensi nonverbal. Dengan demikian, pencegahan SLI dapat dengan mengidentifikasi faktor resiko anak sebelum diagnosis formal dibuat.
Beberapa penelitian mengungkapkan faktor-faktor risiko biologi untuk SLI dan penempatan-penempatan faktor lain dengan melihat “outcome” anak-anak sekolah yang
ditempatkan di neonatal intensive care units (NICUs) setelah lahir dengan segera. Anak-anak
dari populasi ini diketahui memiliki risiko untuk keterlambatan kognisi dan kesulitan akademik karena mereka biasanya lahir prematur, berat badan lahir rendah (kurang dari 2500 g) atau mengalami respiratori distres.
Menurut Resnick, Rice, Spitz O’Brien dan Siegel Tomblin, sebagian besar literatur menyatakan bahwa meskipun anak-anak dari NICU lebih berisiko mengalami kesulitan kognisi seperti retardasi mental dan gangguan belajar, mereka tidak memiliki risiko yang meningkat untuk masalah spesifik bahasa, khususnya saat angka penilaian disesuaikan karena prematuritasnya.
Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis, Spitz, Tallal Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan bahasa umumnya memiliki kecenderungan dalam suatu keluarga berkisar antara 40% hingga 70%. Hampir separuh dari keluarga yang anak-anaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu dari anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan-gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan lingkungan terhadap bahasa.
Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut hasil perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari keluarga yang tidak stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan kurang memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan, dapat membentuk level stress lingkungan yang merugikan bagi perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya status ekonomi.
Peneliti-peneliti lain mendiskusikan beberapa variabel-variabel lingkungan yang tampak lebih dapat diprediksi. Seperti yang dilaporkan Hoff-Ginsberg, Neils Aram, Pine, Tallal, Tomblin, Tomblin dan Hardy faktor permintaan cara persalinan ternyata termasuk faktor risiko gangguan perkembangan bicara pada anak. Sedangkan menurut Paul, Rice, Tomblin dan Tomblin menunjukkan pendidikan ibu yang rendah termasuk salah satu faktor risiko gangguan bahasa yang terjadi pada anak. Orang tua tunggal menurut Andrews, Goldberg, Wellen, Goldberg McLaughlin dan Miller Moore juga merupakan faktor risiko yang harus diperhitungkan.
Menurut Sameroff dan Barocas, tersusunnya model risiko perkembangan dapat digunakan untuk memprediksi dengan lebih akurat, dengan mengkombinasi satu atau lebih faktor-faktor risiko tersebut adalah efek komulatif dari risiko yang multipel.
Dalam suatu model penelitian dari Sameroff menunjukkan beberapa faktor risiko sosial dan keluarga diantaranya adalah: masalah-masalah kesehatan mental ibu, kecemasan ibu, sikap otoriter ibu dalam mengasuh anak, hubungan ibu-anak yang buruk, pendidikan ibu yang kurang dari menengah atas, orang tua yang kurang atau tidak memiliki ketrampilan dalam pekerjaan, status etnik minoritas, tidak ada bapak, beberapa tekanan kehidupan tahun terdahulu, dan ukuran keluarga yang besar.
Dilaporkan bahwa semua faktor tersebut adalah rangkaian individu yang berkaitan dengan nilai IQ anak-anak pada usia 4 tahun dan sebagian besar mayoritas masih berhubungan dengan IQ pada usia 13 tahun. Selain itu, jumlah faktor risiko sebagaimana didefinisikan oleh risiko kumulatif dalam, adalah prediktor kuat IQ pada usia 4 tahun dengan 58% dan pada umur 13 dengan varians 61%.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Hooper, Burchinal, Roberts, Zeisel dan Neebe juga menyajikan fakta-fakta yang menggunakan model risiko komulatif untuk memprediksi kemampuan kognitif dan bahasa pada bayi yang lebih dipengaruhi oleh status sosioekonomi yang rendah pada populasi Afrika Amerika. Hooper mengidentifikasi satu perangkat dari 10 faktor-faktor risiko sosial dan keluarga berdasarkan pada model risiko dari Sameroff berupa status kemiskinan, pendidikan ibu kurang dari sekolah menengah atas, ukuran keluarga yang besar, ibu yang tidak menikah, hidup yang penuh tekanan, dampak dari ibu yang depresi, interaksi ibu-anak yang buruk, IQ ibu, kualitas lingkungan rumah, dan kualitas perawatan sehari-hari.
Seluruh faktor risiko sosial dan keluarga dimasukkan ke dalam studi, saat bayi berusia 6 sampai 12 bulan. Peneliti-peneliti menemukan bahwa 9 dari 10 faktor-faktor risiko (tekanan hidup merupakan pengecualian) terkait dengan keberhasilan kognisi dan bahasa dari infan-infan. Komulatif indeks risiko dihubungkan dengan pengukuran bahasa dengan varians sekitar 12% sampai 17% tetapi bukan pengukuran kognisi.
Evans dan English menyajikan fakta-fakta bahwa anak-anak dengan orang tua berpenghasilan rendah terpapar faktor-faktor risiko lingkungan dalam jumlah yang lebih besar daripada yang berpenghasilan menengah. Mereka memperkenalkan tiga penyebab stress psikososial (kekerasan, pertengkaran keluarga, perpisahan anak dengan keluarga) dan tiga penyebab stress fisik (kekacauan, kegaduhan, kualitas rumah yang rendah) merupakan faktor risiko yang memberikan pengaruh negatif.
Dalam penelitiannya tentang lingkungan yang miskin, mereka menemukan hanya 20% anak-anak yang hidup dalam keluarga dengan penghasilan yang rendah tidak terpapar satupun faktor risiko. Sebaliknya, 61% keluarga dengan penghasilan menengah tidak terpapar faktor risiko. Temuan ini menyatakan bahwa mayoritas anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah terpapar lebih banyak masalah kemelaratan daripada kelompok berpenghasilan menengah dan disfungsi kognitif, prilaku, atau sosial akan meningkat.
Sampai saat ini penelitian-penelitian terus mempelajari tentang perbedaan perkembangan bahasa anak yang diambil dari budaya dan latar-belakang sosioekonomi yang berbeda dan pengaruh dari perbedaan-perbedaan ini terhadap pencapaian akademik selanjutnya.
Robertson membandingkan kemampuan fonologi anak TK dari keluarga dengan kemampuan bahasa tinggi dan rendah dan menemukan bahwa anak-anak dari kemampuan bahasa rendah secara signifikan lebih buruk pada rangkaian pengukuran kognisi, linguistik, pra-baca. Dua tahun pemantauan terlihat bahwa anak-anak ini tidak mengejar anak-anak dari keluarga kemampuan bahasa baik.
Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan antara prestasi yang buruk dengan kemampuan bahasa yang rendah dengan menilai prestasi anak-anak pada beberapa tugas-tugas fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan keterkaitan antara kelemahan dan kegagalan sekolah.
Hart and Risley mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa ditujukan pada
anak-anak dengan latar belakang kemampuan bahasa yang berbeda pada 21/2 tahun pertama
kehidupan mereka. Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena orang tua mereka atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara; akibatnya mereka miskin perbendaharaan kata dan kemampuan komunikasi dibanding kelompok dengan kemampuan bahasa yang lebih tinggi.
Otitis media
Menurut Grievink didapatkan sekitar 80% dari seluruh anak prasekolah mengalami satu atau lebih episode otitis media Akut atau otitis media effusion Selama episode ini, anak-anak mengalami fluktuasi kehilangan pendengaran, biasanya antara 20 dB dan 50 dB. Dari penilitian Gravel dan Nozza gangguan tersebut mempengaruhi jumlah dan kualitas bicara dan bahasa yang didengar.
Roberts, Pagel Paden, Roberts Clarke-Klein, dan Schwartz telah melaporkan kemungkinan ada hubungan antara otitis media dengan atau tanpa efusi dan keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa. Artikel-artikel tersebut menyimpulkan bahwa banyak anak yang mengalami episode infeksi telinga tengah mempunyai gangguan bicara dan bahasa. Tetapi tidak semua anak yang mempunyai gangguan bicara dan bahasa mengalami infeksi telinga tengah.
II.8 Klasifikasi dan Gejala
Terdapat bermacam-macam klasifikasi disfasia, tergantung dari cara mereka memandang. Kebanyakan sistem klasifikasi berdasarkan atas model input-output. Beberapa telah didefinisikan dengan menggunakan tes yang telah distandarisasi. Ada yang menggunakan model yang didasari pendengaran ada ada pula yang berdasarkan patofisiologi
terjadinya disfasia.2
Klasifikasi kelainan bahasa pada anak menurut Rutter (dikutip dari Toback C),
berdasarkan atas berat ringannya kelainan bahasa sebagai berikut: 2
kata, bahasa normal
Sedang Keterlambatan lebih berat dari akuisisi
bunyi kata-kata dan perkembangan bahasa terlambat
Disfasia ekspresif
Berat Keterlambatan lebih berat dari akuisisi
dan bahasa, gangguan pemahaman bahasa
Disfasia reseptif dan tuli persepsi
Sangat berat Gangguan pada seluruh kemampuan
bahasa
Tuli persepsi dan tuli sentral
Sedangkan Rapin dan Allen (dikutip dari Klein, 1991) berdasarkan patofisiologi, mmbagi
kelainan bahasa pada anak menjadi 6 subtipe, yaitu: 2
1. 2 primer ekspresif:
- disfraksia verbal
- gangguan defisit produksi fonologi
2. 2 defisit represif dan ekspresif
- gangguan campuran ekspresif-represif
- disfasia verbal auditori agnosia
3. 2 defisit bahasa yang lebih berat
- gangguan leksikal-sintaksis
- gangguan semantik-pragmatik
Anak dengan disfraksia verbal (afraksia verbal atau gangguan perkembangan bicara
ekspresif) mengerti segala sesuatu yang dikatakan padanya, mereka lebih sering menunjuk daripada bicara. Banyak yang mempunyai riwayat prematur, beberapa menderita disfraksia oromotor (anak ini mengeluarkan air liur dan mempunyai kesulitan mengikuti gerakan mulut). Jik mereka bicara, lebih banyak mengeluarkan suara vokal dengan gangguan pengucapan konsonan. Anak-anak ini setelah dewasa menjadi afemia. Anak dengan disfraksi
verbal kadang-kadang disertai dengan gangguan tingkah laku (autisme). Rehabilitasi pada
anak ini lebih memerlukan terapi wicara yang intensif. 2
Beberapa anak bicara dengan kata-kata dan frase yang sulit dimengerti, bahkan pada orang-orang yang selalu kontak dengannya. Sehingga mereka sering marah dan frustasi karena merasa bahwa kata-katanya sulit dimengerti oleh sekitarnya. Mereka ini tidak ada
gangguan dalam pengertian, tetapi terdapat gangguan defisit produksi fonologi. 2
Anak yang bicaranya sulit dipahami yang juga menunjukkan adanya gangguan
pemahaman terhadap apa yang dikatakan kepadany, menunjukkan gangguan campuran
ekspresif-reseptif. Mereka bicara dalam kalimat yang pendek dan banyak dari mereka yang autistik. Setelah dewasa mereka menjadi afasia (afasia Broca), hanya sedikit yang diketahui
bagaimana hal ini bisa terjadi. 2
Beberapa anak mengerti sedikit apa yang dikatakan padanya, walaupun kadang-kadang mereka mengikuti suatu pembicaraan dengan cara lain, misalnya dengan memperhatikan apa yang dilihatnya. Mereka sangat miskin dalam artikulasi kata-kata.
Mereka ini dinamakan disfasia verbal auditori agnosia. Mereka ini termasuk afasia yang
didapat, dimana mereka sebelumnya sering kejang dan kehilangan kemampuan berbicara setelah periode perkembangan bahasa yang normal (sindrom Landau Kleffner). Pada EEG
anak dengan sindrom ini, akan tampak bitemporal spike. Anak dengan disfasia jenis ini,
memproses suara yang didengarkan di pusat dengar berbeda dengan anak normal. Stimulasi
bahasa akan memperbaiki keadaan, walaupun hasil akhirnya masih belum pasti. 2
Anak dengan gangguan leksikal-sintaksis mempunyai kesulitan dalam menemukan
kata-kata yang tepat khususnya bercakap-cakap. Mereka tidak gagap dan tidak menghindar untuk berbicara. Gejalanya seperti orang dewasa dengan afasia konduksi, dimana mereka akan berhenti bicara sebentar untuk menemukan kata-kata yang tepat. Biasanya orang tuanya akan membantu untuk menemukan kata-kata yang tepat. Anak ini biasanya bicara dengan menggunakan kalimat-kalimat yang pendek pada umurnya.terapi bicara akan membantu melatih anak mencari kata-kata yag tepat pada saat bicara, tetapi prognosis selanjutnya masih
belum banya diketahui. 2
Beberapa anak ada yang bicaranya lancar dan dapat menggunakan kata-kata yang tepat, tetapi mereka bicara tanpa henti mengenai satu topik. Mereka tidakmengerti tata bahasa. Gejalanya mirip gangguan bicara pada anak dengan hidrosefalus da oleh Rapin dan
Allen isebut gangguan semantik pregmatik. Anak ini pada umumnya menderita gangguan hubungan sosial dan didiagnosis sebagai gangguan perkembangan pervasif. Mereka punya sedikit teman sebaya dan tidak pernah mau belajar aturan permainan dan diperlukan psikolog
dan ahli terapi tingkah laku. 2
Aram DM (1987) dan Towne (1983), mengatakan bahwa dicurigai adanya gangguan perkembangan kemampuan bahasa pada anak, kalau ditemukan gejala-gejala sebagai berikut:
2
1. pada usia 6 bulan anak tidak mampu memalingkan mata serta kepalanya terhadap suara yang datang dari belakang atau samping
2. pada usia 10 bulan anak tidak memberi reaksi terhadap panggilan namanya sendiri 3. pada usia 15 bulan tidak mengerti dan memberi reaksi terhadap kata-kata jangan,
da-da, dan sebagainya
4. pada usia 18 bulan tidak dapat menyebut sepuluh kata tunggal
5. pada usia 21 bulan tidak memberi reaksi terhadap perintah (misalnya duduk, kemari, berdiri)
6. pada usia 24 bulan tidak bisa menyebut bagian-bagian tubuh
7. pada usia 24 bulan belum mampu mengetengahkan ungkapan yang terdiri dari 2 buat kata
8. setelah usia 24 bulan hanya mempunyai pembendaharaan kata yang sangat sedikit/tidak mempunyai kata-kata huruf z pada frase
9. pada usia 30 bulan ucapannya tidak dapat dimengerti oleh anggota keluarga 10. pada usia 36 bulan belum dapat mempergunakan kalimat-kalimat sederhana
11. pada usia 36 bulan tidak bisa bertanya dengan menggunakan kalimat tanya yang sederhana
12. pada usia 36 bulan ucapannya tidak dimengerti oleh orang di luar keluarganya
13. pada usia 3,5 tahun selalu gagal untuk menyebutkan kata akhir (ca untk cat, ba untuk ban, dan lain-lain)