• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timbulnya praktek manajemen laba dapat dijelaskan melalui teori agency.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Timbulnya praktek manajemen laba dapat dijelaskan melalui teori agency."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Teori Agency (Agency Theory)

Timbulnya praktek manajemen laba dapat dijelaskan melalui teori agency. Konsep teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas untuk kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen (Anthony dan Govindarajan 2000:41).

Pada perusahaan yang modalnya terdiri atas saham, pemegang saham bertindak sebagai prinsipal, dan manajer sebagai agen mereka. Prinsipal mempekerjakan agen untuk melakukan tugas sesuai dengan kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otorisasi pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen (Anthony dan Govindarajan, 2000:44). Dalam teori agency diasumsikan bahwa manajer (agen) lebih banyak memiliki informasi dari pada principal. Karena pada umumnya principal memang tidak banyak mengetahui apa yang dikerjakan oleh agen. Informasi yang lebih sedikit yang dimiliki oleh pemegang saham dapat memicu manajer menggunakan posisinya dalam perusahaan untuk mengelola laba yang dilaporkan (Lobo dan Zhou dalam Rahmadika 2011:14).

Kesenjangan informasi antara agen dengan principal ini yang sering menyebabkan konflik diantara agen dan principal karena baik agen maupun principal mempunyai kepentingan masing-masing yang sama-sama mereka perjuangankan.

(2)

Kondisi yang terjadi inilah yang disebut asimetris informasi. Asimetris informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh pihak luar perusahaan (Rahmawati, dalam Pujianingsih 2010:13). Dalam kondisi asimetris seperti ini maka sangat mudah bagi manajer melakukan manajemen laba pada suatu perusahaan sehingga akan sangat merugikan pemegang saham. Dalam kondisi asimetris seperti ini perlu ada orang ketiga sebagai penengah antara maanjer dengan pemegang saham yang berperan untuk mengontrol atau sebagai mediator yang mengawasi kinerja agen agar sesuai dengan harapan dan keinginan principal.

Auditor merupakan pihak yang dianggap mampu menjembatani kepentingan pihak prinsipal (shareholder) dan pihak manajer (agent) dalam mengelola keuangan perusahaan. Auditor dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar menajemen manyajikan informasi keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik kecurangan akuntansi (Nuryaman dalam Rahmadika 2011:15). Tugas auditor adalah untuk meberikan penilaian independen terhadap kewajaran laporan keuangan perusahaan yang disajikan. Terdapat dua proksi yang dapat menggambarkan variabel kualitas audit yaitu ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP) dan spesialisasi industry KAP.

Auditor yang spesialis dalam suatu industri umumnya menghasilkan audit dengan kualitas yang lebih tinggi. Bedard dan Biggs (dalam Rahmadika 2011:15) menemukan bahwa auditor yang berpengalaman dalam industri manufaktur lebih memiliki kemampuan dalam mengenali kesalahan data perusahaan manufaktur klien

(3)

dibandingkan dengan auditor yang memiliki sedikit pengalaman dalam industri manufaktur. Oleh sebab itu auditor spesialis industry lebih berkompeten dalam menemukan adanya manjemen laba.

Ukuran KAP akan berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan. KAP big

four menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi dibandingkan dengan KAP non big four (Meutia, dalam Rahmadika 2011:15). Auditor big four memiliki keahlian

dan reputasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan auditor non big four. Oleh karena itu auditor big four akan berusaha untuk memberikan kualitas terbaik mereka dalam mempertahankan pangsa pasar, repuatsi dan kepercayaan masyarakat.

Konflik yang terjadi inilah yang menyebabkan biaya agency. Jensen dan Meckling dalam Yohana 2010:14 mendefinisikan biaya agensi dalam tiga jenis:

1. Biaya monitoring (monitoring cost), pengeluaran biaya yang dirancang untuk mengawasi aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh agen.

2. Biaya bonding (bonding cost), untuk menjamin bahwa agen tidak akan bertindak yang dapat merugikan prinsipal, atau untuk meyakinkan bahwa prinsipal akan memberikan kompensasi jika agen benar-benar melakukan tindakan yang tepat.

3. Kerugian residual (residual cost), merupakan nilai uang yang ekuivalen dengan pengurangan kemakmuran yang dialami oleh prinsipal sebagai akibat dari perbedaan kepentingan.

2.1.2 Manajemen Laba

Pengertian laba (earnings) yang dianut oleh struktur akuntansi didefinisikan sebagai perbedaan antara pendapatan yang direalisasi dari transaksi yang terjadi selama satu periode dengan biaya yang berkaitan dengan pendapatan tersebut

(4)

(Ghozali dan Chariri dalam Rahmadika 2011:16). Belkaoui (1993) yang dikutip dalam Rahmadika 2011:16 menyebutkan bahwa laba akuntansi memiliki lima karakteristik sebagai berikut:

1. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi aktual terutama yang berasal dari penjualan barang atau jasa.

2. Laba akuntansi didasarkan atas postulat periodisasi dan mengacu pada kinerja perusahaan selama satu periode tertentu.

3. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip pendapatan yang memerlukan pemahaman khusus tentang definisi, pengukuran dan pengakuan pendapatan. 4. Laba akuntansi memerlukan pengukuran tentang biaya (expenses) dalam bentuk cost history.

5. Laba akuntansi menghendaki adanya penandingan (matching) antara pendapatan dengan biaya yang relevan dan berkaitan dengan pendapatan tersebut.

Informasi laba yang disampaikan pada laopra keuangan ini sering digunakan oleh manajemen untuk dapat memuaskan keinginnya dengan merekayasanya sesuai dengan keinginanya dengan menggunakan kebijakan akuntansi tertentu sehingga laba dapat dinaikkan atau diturunkan. Kondisi menaikkan dan menurunkan laba seperti inilah yang dikenal dengan manjemen laba.

Menurut Sulistyanto dalam Yohana 2010:16, manajemen laba merupakan upaya manajer perusahaan untuk mempengaruhi informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Levitt Jr (dalam Rahmadika 2011:17), mantan ketua Securities and

Exchange Commission (SEC) Singapura menyatakan bahwa praktik manajemen laba

memiliki dampak negatif terhadap kehandalan dan kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas

(5)

laporan keuangan dan menambah bias dalam laporan keuangan, serta dapat mengganggu para pemakai laporan keuangan dalam mempercayai angka-angka dalam laporan keuangan tersebut (Setiawati dan Na’im dalam Rahmadika 2011:17).

Ada beberapa motivasi dari manajemen sehingga mereka dapat berlaku oportunis dengan menaikkan atau menurunkan laba. Menurut Yohana 2010:17 motivasi manajemen tersebut antara lain :

1. Motivasi bonus

Bonus plan hypothesis menegaskan bahwa ceteris paribus, manajer

perusahaan cenderung untuk memilih prosedur-prosedur akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajer melakukan manajemen laba untuk kepentingan bonusnya. 2. Motivasi kontraktual lainnya

Hipotesis debt/equity yaitu ceteris paribus, suatu perusahaan yang rasio

debt/equity besar cenderung manajer perusahaan memilih prosedur-prosedur

akuntansi yang menggeser earnings yang dilaporkan dari periode masa depan ke periode sekarang. Manajemen melakukan manajemen laba untuk memenuhi perjanjian utangnya agar meloloskan perusahaan dari kesulitan keuangan.

3. Motivasi politik

Perusahaan besar cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat mengurangi laba periodiknya dibanding perusahaan yang kecil. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kemudahan dan fasilitas dari pemerintah.

4. Motivasi pajak

Manajer termotivasi melakukan manajemen laba karena income taxation. Karena semakin tinggi labanya maka semakin besar pajak yang dikenakannya. Sehingga manajer melakukan manajemen laba untuk mengurangi pajak tersebut.

(6)

Motivasi manajemen laba ada di sekitar pergantian CEO. Hipotesis rencana bonus menjelaskan bahwa CEO yang akan diganti melakukan pendekatan strategi untuk memaksimalisasi laba agar menaikkan bonusnya.

6. Motivasi pasar modal

Motivasi ini muncul karena informasi akuntansi digunakan secara luas oleh investor dan para analis keuangan untuk menilai saham. Dengan begitu, kondisi ini menciptakan kesempatan bagi manajer untuk memanipulasi

earnings dengan cara mempengaruhi performa harga saham jangka pendek.

Pengelompokkan ini sejalan dengan tiga hipotesis utama dalam teori akuntansi positif (postive accounting theory) yang menjadi dasar pengembangan pengujian hipotesis untuk mendeteksi manajemen laba (Watts dan Zimmerman dalam Rahmadika 2011:19), yaitu:

1. Bonus plan hypothesis

Bonus plan hypothesis menyatakan bahwa ”managers of firms with bonus plans are more likely to use accounting methods that increase current period reported income”. Dalam bonus atau kompensasi manajerial, pemilik

perusahaan berjanji bahwa manajer akan menerima sejumlah bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang merupakan alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur laba perusahaan pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyaratkan agar dapat menerima bonus.

2. Debt (equity) hypothesis

Debt (equity) hypothesis menyatakan bahwa ”the larger the firms debt to equity ratio, the more likely managers use accounting methods that increase income”. Dalam konteks perjanjian hutang, manajer akan mengelola dan

mengatur laba perusahaan agar kewajiban hutang perusahaan yang seharusnya diselesaikan pada tahun tertentu dapat ditunda untuk tahun berikutnya.

3. Political cost hypothesis

Political cost hypothesis menyatakan bahwa ”larger firms rather than small firms are more likely to use accounting choices that reduce reported

(7)

profits. Hal ini disebabkan karena adanya regulasi dari pemerintah, misalnya

regulasi dalam penetapan pajak. Besar kecilnya pajak tergantung pada besar kecilnya laba perusahaan. Semakin besar laba perusahaan, maka semakin besar pula pajak yang akan ditarik oleh pemerintah. Kondisi inilah yang merangsang manajer untuk mengelola dan mengatur laba perusahaan agar besarnya pajak yang dibayarkan tidak terlalu tinggi.

Menurut Scott (dalam Yohana 2010:20) pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara:

1. Taking a Bath

Pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan dapat meningkatkan laba di masa datang.

2. Income Minimization

Dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat laba yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.

3. Income Maximization

Dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian hutang.

4. Income Smoothing

Dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Setiawan dan Na’im (dalam Rahmadika 2011:21) menyatakan teknik dan pola manajemen laba dapat dilakukan dengan tiga teknik yaitu:

1. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan) terhadap estimasi akuntansi antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih,

(8)

estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

2. Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi. Misalnya, merubah metode depresiasi aktiva tetap, dari metode depresiasi angka tahun ke metode depresiasi garis lurus.

3. Menggeser periode biaya atau pendapatan

Contoh rekayasa periode biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat atau menunda pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan sampai pada periode akuntansi berikutnya, mempercepat atau menunda pengeluaran promosi sampai periode berikutnya, mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai.

2.1.3 Discretionary Accruals

Manajemen laba dapat terjadi karena penyusunan laporan keuangan menggunakan dasar akrual. Akuntansi berbasis akrual menggunakan prosedur akrual,

deferral, pengalokasian yang bertujuan untuk menghubungkan pendapatan, biaya,

keuntungan (gains), dan kerugian (losses) untuk menggambarkan kinerja perusahaan selama periode berjalan, meski kas belum diterima dan dikeluarkan (Sulistyanto dalam Rahmadika 2011:22).

Hal ini sesuai dengan definisi akutansi berbasis akrual yang dikeluarkan oleh

Financial Accounting Board Standard (FASB) dalam Rahmadika 2011:22, yaitu : Accrual accounting attempts to record the financial effects on an entity of transactions and other events and circumstances have the cash consequences for the entity in the periods in which those transactions, events, and sircumstances occur rather than only in the periods in which cash is received or paid by the entity (SFAC No. 6 paragraf 139).

(9)

Dalam prinsip akuntansi, manajemen diberi kebebasan untuk mengubah metode akuntansi dan melakukan pergeseran biaya atau pendapatan, namun apabila hal ini dilakukan untuk kepentingan diri sendiri maka hal ini yang tidak dapat dibiarkan karena akan sangat merugikan pemegang saham. Menurut Healy (1985) dan De Angelo (1986) yang dikutip dalam Rahmadika 2011:22 konsep model akrual memiliki dua komponen, yaitu discretionary accruals dan non discretionary

accruals. Akrual, secara teknis, merupakan perbedaan antara kas dan laba. Akrual

merupakan komponen utama pembentuk laba dan akrual disusun berdasarkan estimat‐estimat tertentu. Misalnya saja biaya depresiasi, untuk mengetahui besarnya biaya ini kita harus mengetahui, umur manfaat estimasi, dan metode depresiasi yang digunakan. Basis akrual mengakui penghasilan (revenue) pada saat diperoleh dan mengakui beban yang terkait dengan penghasilan tersebut pada periode yang sama, tanpa memperhatikan saat penerimaan kas dari penghasilan yang bersangkutan. Sedangkan basis kas adalah mengakui kas dan beban pada saat kas diterima atau dikeluarkan (Wahyuningsih 2007:18).

Dalam penelitian ini, modified Jones model digunakan untuk menghitung besarnya discretionary accruals. Model ini banyak digunakan dalam

penelitianpenelitian akuntansi karena dinilai merupakan model yang paling baik dalam mendeteksi manajemen laba dan memberikan hasil yang paling robust (Sulistyanto dalam Rahamdika 2011:23). Model Jones berfokus pada akrual total sebagai sumber manipulasi. Akrual total digunakan alih-alih satu atau dua perkiraan

(10)

tertentu saja. Ini dilakukan dengan harapan bahwa akrual total akan mampu menangkap porsi yang lebih besar dari manipulasi oleh manager daripada porsi yang ditangkap bila menggunakan satu dua perkiraan saja. Model Jones dimodifikasi menggunakan sisa regresi total akrual dari perubahan penjualan dan PPE (property,

plant, and equipment), dimana pendapatan disesuaikan dengan perubahan piutang

yang terjadi pada periode yang bersangkutan (Rahmadika 2011:23) 2.1.4 Kualitas Auditor

Menurut AAA Financial Accounting Standard Commottee 2000 dalam (Meutia 2004:3), kualitas audit ditentukan oleh dua hal, kompetensi dan independensi. Kualitas ini mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas audit. Selain itu, laporan keuangan menggunakan persepsi bahwa kualitas audit adalah suatu fungsi untuk menggambarkan indepsndensi auditor dan keahlian auditor tersebut. Dan menurut mulyadi dalam Rahmadika 2011:23 audit adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan. Setiap pengguna laporan keuangan akan mengambil keputusan dari laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor, untuk itu untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap auditor maka auditor diharapkan mampu untuk meminimalisasi manajemen laba yang terjadi pada suatu perusahaan. Kemampuan untuk meminimalisasi manajemen laba tergantung dari kualitas auditor itu sendiri.

(11)

Goldman dm Barlev dalam Meutia 2004:4 menyatakan bahwa laporan auditor mengandung kepentingan tiga kelompok yaitu: (1) manajer pemsahaan yang diandit; (2) pemegang saham pemsahaan; dan (3) pihak ketiga atau pihak luar seperti calon investor, kreditor dan suplier. Masing-masing kepentingan ini merupakan sumber gangguan yang &an memberikan tekanan pada auditor untuk menghasilkan laporan yang mungkin tidak sesuai dengan standar profesi. Lebih lanjut hal ini akan menganggu kualitas audit.

Kualitas auditor dipandang sebagai kemampuan untuk mempertinggi kualitas suatu laporan keuangan bagi perusahaan (Rahmadika 2011:24). Pada umumnya kualitas auditor tergantung pada nama baik dari auditor tersebut. Masyarakat sering menilai independensi laporan keuangan dari auditor yang mengauditnya, oleh karena itu sangat perku bagi auditor untuk tetap menjaga nama baiknya. Pada umumnya auditor eksternal lebih independen dari auditor internal karena auditor internal merupakan bagian langsung perusahaan yang bisa saja dapat intervensi langsung dari manajemen. Kualitas auditor dipandang dari seberapa detail auditor tersebut mendapatkan kesalahan dari suatu laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan, sedangkan keberanian untuk mengungkapkan keslahan adalah independensi dari auditor tersebut.

Bartov et al. (dalam Rahmadika 2011:25) menunjukkan bahwa auditor yang berkualitas tinggi lebih menyukai untuk melaporkan kesalahan dan penyimpangan, serta tidak bersedia untuk menerima praktik akuntansi yang dipertanyakan. Oleh karena itu, auditor yang berkualitas tinggi diharapkan mampu mendeteksi praktik

(12)

manajemen laba, sehingga manajer akan cenderung akan lebih berhati-hati dalam melaporkan besarnya nilai discretionary accruals. Terdapat dua proksi untuk dapat menggambarkan manajemen laba yaitu auditor spesialis industry dan auditor big four. Auditor spesialis industri menggambarkan keahlian dan pengalaman audit seorang auditor pada bidang industri tertentu yang diproksi dengan jasa audit pada bidang industri tertentu. Auditor tersebut memiliki pengetahuan yang spesifik dan mendalam serta berpengalaman dalam suatu bidang industri tertentu (Almutari dalam Ningsaptiti, 2010:37). Oleh karena itu auditor spesialis industry ini memiliki kinerja yang lebih baik dari auditor lainnya.

Selain dari pada auditor spesialis industry proksi lain yang digunakan adalah auditor big four. Oleh karena itu sangat diharapkan bahwa auditor big four memiliki reputasi yang baik sehingga akan lebih baik dalam mengaudit suatu laporan keuangan perusahaan. Oleh karena itu, auditor big four akan berusaha secara sungguh-sungguh mempertahankan pangsa pasar, kepercayaan masyarakat, dan reputasinya dengan cara memberi perlindungan kepada publik (Sanjaya, dalam Rahmadika 2011:25).

2.1.5 Komite Audit

2.1.5.1 Pengertian Komite Audit

Komite Audit merupakan organ pendukung Dewan Komisaris yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugasnya. Pembentukan Komite Audit harus dilengkapi dengan Piagam Komite Audit yang ditandatangani oleh Komisaris Utama dan Direktur Utama Perseroan. Ketua maupun anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Rapat Dewan

(13)

Komisaris. Pengertian komite audit menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006) dalam Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia yaitu :

“Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen.”

Keberadaan Komite Audit diatur melalui Surat Edaran Bapepam Nomor SE 03/PM/2002 (bagi perusahaan publik) dan Keputusan Menteri BUMN Nomor KEP-103/MBU/2002 (bagi BUMN). Komite Audit terdiri dari sedikitnya tiga orang, diketuai oleh Komisaris Independen perusahaan dengan dua orang eksternal yang independen serta menguasai dan memiliki latar belakang akuntansi dan keuangan. 2.1.5.2 Tugas dan Tanggungjawab Komite Audit

Menurut Keputusan BAPEPAM Kep-29/PM /2004 menyatakan Komite Audit memberikan pendapat kepada Dewan Komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan olek direksi kepada Dewan Komisaris mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan Dewan Komisaris, antara lain meliputi :

• Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan seperti laporan keuangan, proyeksi dan informasi keuangan lainnya.

• Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan.

(14)

• Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal . • Melaporkan kepada komisaris berbagai resiko yang dihadapi perusahaan dan

pelaksanaan manajemen resiko oleh direksi.

• Melakukan penelaahan dan melaporkan kepada Komisaris atas pengaduan yang berkaitan dengan Emiten atau Perusahaan Publik.

• Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi perusahaan.

Komite Audit berwenang untuk mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, asset serta sumber daya perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya. Dalam melaksanakan tugasnya Komite Audit wajib bekerjasama dengan pihak yang melaksanakan fungsi interna audit perusahaan. Dengan terdapatnya Komite Audit yang beranggotakan minimal 3 orang maka diharapkan dapat mengurangi manajemen laba yang terjadi pada suatu perusahan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian mengenai manajemen laba tersebut yang dijadikan penulis sebagai bahan refrensi untuk literature dari penelitian ini yaitu : Meutia (2004) menguji hubungan antara kualitas audit dengan manajemen laba, dan hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian Meutia berbeda dengan penelitian dengan penelitian Luhgiatno 2008 yang mengindikasikan bahwa KAP big

four dan KAP spesialis industri terbukti tidak mampu membatasi praktik manajemen

(15)

Yohana (2010) meneliti tentang pengaruh Kualitas Auditor, Corporate

Governance, Leverage dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba. Objek

penelitiannya adalah perusahaan Perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia 2006-2008 yang terdiri dari 66 sampel. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa Kualitas auditor berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. CAR sebagai proksi dari kinerja keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif.

Ningsaptiti (2010) meneliti tentang Analisi Pengaruh Ukuran Perusahaan dan dan Mekanisme Good Governance terhadap Manajemen Laba. Objek penelitiannya adalah perusahaan Mnaufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2007-2009. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris dan komposisi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Rahmadika (2011) yang meneliti Pengaruh Kualitas Auditor terhadap Manajemen Laba, yang objek penenlitiannya adalah perusahaan manufaktur tahun 2008-2009. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa auditor spesialis industry dan auditor big four tidak berpengaruh terhadap manajemen

(16)

laba. Perbedaan hasil penelitian dari beberapa peneliti tersebut yang membuat peneliti tertarik untuk kembali mengangkat fenomena mengenai manajemen laba ini, adapaun yang membuat penelitian ini berebda dengan penelitian sebelumnya adalah tahun penelitian yang dilakukan peneliti yaitu dari tahun 2009-2011 pada Perusahaan manufaktur dan menambah variabel indenpenden dengan Ukuran Komite Audit.

Tabel 2.1

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti dan Tahun Penelitian Judul Variabel Penelitian Teknis Analisis Hasil Penelitian 1 Luhgiatno (2008) Analisis Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba Studi pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Indonesia. Variabel dependen: manajemen laba Variabel independen: auditor spesialis industri dan ukuran KAP Regresi Berganda Kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. 2 Yohana (2010) Pengaruh Kualitas Auditor, Corporate Variabel Dependent : Manajemen Laba Regresi berganda Kualitas auditor berpengaruh positif dan signifikan

(17)

Governance, Leverage dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen Laba (Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2008) Variabel Dependent : Kualitas Auditor, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Proporsi Dewan Komisaris Independen, Leverage, Kinerja Keuangan Perbankan terhadap manajemen laba. Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba. Proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba. CAR sebagai proksi dari kinerja keuangan memiliki pengaruh yang signifikan dan berhubungan negatif. 3 Inten Meutia (2004) Pengaruh Independensi Auditor Variabel dependen: manajemen Regresi Berganda Kualitas audit berpengaruh negatif dan

(18)

terhadap Manajemen Laba antara KAP Big 5 dan Non Big 5 laba Variabel independen: kualitas audit signifikan terhadap manajemen laba 4 Pujiningsih (2011) Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Praktik Corporate Governance dan Kompensasi Bonus Terhadap Manajemen Laba Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2009. Variabel independen : struktur kepemilikan, ukuran perusahaan, komite audit, proporsi dewan komisaris, ukuran KAP, kompensasi bonus. Variabel dependen : manajemen laba Regresi berganda Struktur kepemilikan modal, ukuran perusahaan, keberadaan komite audit, proporsi dewan komisaris, kualitas audit berpengaruh negative terhadap manajemen laba sedangkan kompensasi bonus berpengaruh positif terhadap manajemen laba. 5 Putri (2011) Pengaruh Karakteristik Komite Audit terhadap Manajemen Laba Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2007-2009 Variabel independen : independensi, ukuran, financial expertise, jumlah pertemuan. Variabel dependen : manajemen laba Regresi berganda Terdapat hubungan negatif antara discretionary accruals dengan independensi komite audit, ukuran komite audit, financial expertise pada

komite audit, dan terdapat

(19)

antara discretionary accruals dan jumlah pertemuan komite audit 6 Ningsaptiti (2010) Analisi Pengaruh Ukuran Perusahaan dan dan Mekanisme Good Governance terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006-2008) Varabel dependen : Manajemen laba Variabel independen : Ukuran Perusahaan, Konsentrasi Kepemilikan, Komposisi Anggota Dewan Komisarin, Spesialisasi Industri KAP, Komposisi Komite Audit Regresi berganda Ukuran perusahaan, konsentrasi kepemilikan, kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komposisi dewan komisaris dan komposisi komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 7 Rahmadika (2011) Pengaruh kualitas Auditor terhadap Manajemen Laba (Studi Epiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel dependen : Manajemen Laba Variabel indpenden : Auditor Spesialis Industri dan Auditor Big Four Regresi berganda Auditor Spesialis Industri dan Auditor Big Four berpengaruh signifikan terhadap Manajemen Laba.

(20)

Tahun 2008-2009)

Sumber : Dibentuk berdasarkan Penelitian Terdahulu 2.3 Kerangka Konseptual

Dalam penelitian ini selain digunakan variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah manajemen laba sedangkan variabel independen adalah Kualitas Auditor yang doproksikan dengan Auditor Spesialis Industri dan Auditor Big Four serta Ukuran Komite Audit, dan penelitian ini untuk melihat pengaruh dari kualitas auditor yang diproksikan dengan Auditor Spesialis Industri dan Auditor Big Four serta Ukuran Komite Audit terhadap Manajemen Laba secara parsial dan simultan. Berikut ini adalah skema kerangka konseptual penelitian ini.

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen

Variabel Dependen

Sumber : Dikembangkan untuk Penelitian

Manajemen Laba (Y) Auditor Spesialis Industri

(X1) Auditor Big Four

(X2)

Ukuran Komite Audit (X3)

(21)

2.4 Hipotesis

i. Auditor Spesialis Industri

Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu

self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator hubungan

antara prinsipal dan agen sangat diperlukan. Dalam hal ini adalah auditor independen. Investor akan lebih cenderung percaya pada data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi (Ningsaptiti, 2010:30).

Penelitian yang dilakukan oleh Rusmin (2010) yang menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis industri menghasilkan nilai

discretionary accruals yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang

diaudit oleh auditor non-spesialis industri. Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa auditor spesialis industry memiliki kemampuan lebih dalam mendeteksi manajemen laba dibandingkan auditor non spesialis industry. Oleh karena itu hipotesis sementara penelitian ini adalah :

H-1 : Terdapat hubungan negatif antara Auditor Spesialis Industri dengan Manajemen Laba (decretionary accruals).

ii. Auditor Big Four

Secara umum auditor big four memiliki kapasistas dan keahlian yang lebih baik dan memadai dalam mengaudit suatu laporan keuangan perusahaan dan masyarakat pun cukup mengetahui hal tersebut. Untuk itu sangat perlu bagi auditor big four untuk menjaga reputasinya dikalangan masyarakat terkhusus pengguna jasa

(22)

mereka. Chen et al. (2005) yang meneliti tentang hubungan antara kualitas auditor dengan manajemen laba menemukan bahwa klien dari auditor non big four melaporkan nilai discretionary accruals yang lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh klien dari auditor big four. Hasil penelitian ini sesuai dengan Rahmadika (2011) yang menyatakan bahwa KAP big four yang memiliki kualitas auditor yang tinggi di mata masyarakat dapat mencegah manajemen laba.

Oleh karena penelitian diatas maka peneliti dapat menyimpulkan sementara bahwa auditor big four memiliki kemampuan yang lebih dari auditor non big four dalam mendeteksi adanya manajemen laba. Maka hipotesis sementara dari penelitian ini yaitu :

H2 : Terdapat hubungan negatif antara KAP big four dengan Manajemen Laba (Discretionary accruals).

iii. Ukuran Komite Audit

Semakin banyak anggota dari Komite Audit maka akan semakin ketat proses pewangawas pada suatu perusahaan karena Komite Audit akan bekerja sama dengan yang menjalankan fungsi internal control perusahaan. Menurut penelitian Maharani 2011 menyatakan terdapat hubungan negatif antara Ukuran Komite Audit dengan Manajemen Laba.

Oleh karena penelitian diatas maka peneliti dapat menyimpulkan sementara bahwa Ukuran Komite Audit memiliki kemampuan dalam mendeteksi adanya manajemen laba. Maka hipotesis sementara dari penelitian ini yaitu :

(23)

H3 : Terdapat hubungan negatif antara Ukuran Komite Audit dengan Manajemen Laba (Discretionary Accruals)

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa gaya kepemimpinan yang ada di Head Office PT Marifood adalah gaya kepemimpinan demokratis yang dapat mempengaruhi

Sehingga aktivitas guru (peneliti) pada siklus II dalam mengelolah pembelajaran mengalami peningkatan dari siklus sebelumnya. Hasil observasi terhadap aktivitas siswa

Dalam rangka memberikan arah dan tujuan dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah sesuai dengan visi-misi Bupati berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada kelas IV SD 4 Muryolobo dapat disimpulkan bahwa penggunaan model group investigation dapat meningkatkan hasil

• Model referensi proses COBIT 5 membagi praktik dan aktivitas yang berhubungan dengan TI ke dalam dua area utama : tata kelola dan manajemen, lebih jauh lagi dibagi menjadi

Menurut FAO/WHO Codex Alimentarius, bahan tambahan makanan (BTM) didefinisikan sebagai semua bahan yang biasanya tidak dikonsumsi sebagai bahan makanan

Topical gel containing ethanolic plant extracts of suruhan of all concentration levels applied in this study showed a higher mean of hair length in rabbits, so

15 pertanyaan kepada responden untuk dijawab secara tertulis sedangkan wawancara dilakukan dengan bertanya langsung kepada pengelola UKM untuk mengetahui lebih jelas