• Tidak ada hasil yang ditemukan

DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER DI OE-CUSSE TIMOR LESTE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER DI OE-CUSSE TIMOR LESTE"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

i

TESIS

DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK

SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER

DI OE-CUSSE TIMOR LESTE

DULCE MADALENA DA COSTA ALBERTO NIM 1114088106

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(2)

ii

TESIS

DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK

SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER

DI OE-CUSSE TIMOR LESTE

Tesis ini untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

DULCE MADALENA DA COSTA ALBERTO NIM 1114088106

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(3)
(4)

iv

Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 17 Mei 2017

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 38.5/UN14.2.2/PD/2017

Tanggal 09 Mei 2017

Ketua : Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, Sp.KK, FINSDV Sekretaris : Dr. dr. Made Wardhana, Sp.KK(K), FINSDV

Anggota :

1. Prof. dr. Made Swastika Adiguna, Sp.KK(K), FINSDV, FAADV 2. Dr.dr. A. A. G. P. Wiraguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV 3. Dr. dr. I. G. A. A. Praharsini, Sp.KK, FINSDV

(5)
(6)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama - tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia-Nya maka tesis ini dengan judul “Deteksi Kusta Subklinis Pada Narakontak Serumah Penderita Kusta MB di Oe-cusse Timor Leste” dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. dr. Luh Made Mas Rusyati, SpKK, FINSDV, sebagai pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih sebesar-besarnya pula penulis sampaikan kepada Dr. dr. Made Wardhana, SpKK (K), FINSDV, sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Terima kasih penulis kepada Pemerintah Timor Leste melalui Kementerian Kesehatan Timor Leste, yang telah memberikan kesempatan dan dukungan finansial kepada penulis untuk menempuh pendidikan di PPDS I Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), M.Kes, yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) dan

(7)

vii

Ketua Program Studi Ilmu Biomedik, Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinathi, M.Sc, SpGK, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Pascasarjan Universitas Udayana.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Direktur RSUP Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Sudana, M.Kes, Kepala Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. dr. Made Swastika Adiguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV dan Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis I (PPDS I) Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Dr. dr. Made wardhana, SpKK(K), FINSDV atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk melanjutkan pendidikan di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada penguji karya akhir ini, yaitu Prof. dr. Made Swastika Adiguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV, Dr. dr. A A G P Wiraguna, SpKK(K), FINSDV, FAADV, Dr. dr. I Gusti Ayu Agung Praharsini, SpKK, FINSDV, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi sehingga karya akhir ini dapat terwujud.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Presidente Autoridade

Regioa Administrativo Especial Oe-cusse Ambeno (RAEOA) Timor Leste, Sr. Dr. Mari Alkatiri dan Secretaria Saúde RAEOA, Timor Leste, Sra Lucia Taeki,

SKM, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian di Oe-Cusse. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Laboratorium Rumah Sakit Referal Oe-cusse Timor Leste, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

(8)

viii

dalam menggunakan prasarana dan sarana laboratorium untuk kelancaran penelitian ini. Tidak lupa pula penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya untuk pembimbing akademis penulis, dr. I Gusti Ngurah Darmaputra, SpKK dan semua kepala Divisi dan Staf Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan, juga untuk semua dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik, atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis sehingga membantu menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada dr. I Wayan Gede Artawan Eka Putra, M.Epid, atas bimbingannya berkaitan dengan analisis statistika dalam penelitian ini.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada rekan-rekan sejawat PPDS I Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin atas pengertian, bantuan dan kerjasama yang baik selama masa pendidikan ini. Begitu pula untuk seluruh tenaga paramedis dan non medis poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP sanglah yang telah membantu dan memberikan dukungan berupa suasana kerja yang baik sehingga memungkinkan penulis menyelesaikan pendidikan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua Joao Alberto da Costa Hanjam (Alm) dan Filomena Pereira yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tulus serta adik-adikku yang tercinta Jacinta Martins Alberto dan suami Apolionario Maia Araujo, drh. Tito Alberto, Albertina Alberto, Telly Alberto beserta keluarga yang selalu memberi semangat kepada penulis hingga pendidikan ini dapat diselesaikan. Akhirnya penulis sampaikan

(9)

ix

terima kasih yang tak terhingga kepada suami tercinta dr. Joao Pedro da Costa Xavier, SpB, serta ananda tercinta Stella Natacha Joena Xavier

dan Joao Alberto Junior Joena Xavier atas segala pengertian, kesabaran dan pengorbanannya selama ini serta semangat yang tiada hentinya selama penulis menjalani program pendidikan ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga, sahabat serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dan memberika dorongan semangat kepada penulis sampai tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

Semoga karya akhir ini dapat memberikan manfaat bagi banyak pihak dan segala kritik serta saran diharapkan untuk perbaikannya. Semoga Tuhan Yang maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.

Denpasar, 17 Mei 2017

(10)

x

ABSTRAK

DETEKSI KUSTA SUBKLINIS PADA NARAKONTAK SERUMAH PENDERITA KUSTA MULTIBASILER DI OE-CUSSE TIMOR LESTE

Kusta adalah penyakit infeksi kronis disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang terutama menyerang kulit, saraf tepi dan organ tubuh lainnya seperti sistem retikuloendotelial, saluran pernafasan bagian atas, mukosa hidung, saluran pencernaan, testis, mata dan tulang. Penyakit ini berhubungan dengan deformitas dan kecacatan. Narakontak serumah dengan kusta MB mempunyai peluang 5-10 kali lebih besar dibandingkan populasi umum dan infeksi kusta subklinis juga dapat menjadi sumber penularan. Kusta subklinis dapat berkembang menjadi kusta. Pada penderita kusta subklinis terdapat kenaikan titer IgM terhadap Phenolic glycolipid-1 (PGL-1). Pada sebagian besar kusta multibasiler menunjukkan titer antibodi PGL-1 yang meningkat. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi kusta subklinis pada narakontak serumah penderita kusta multibasiler di Oe-cusse Timor Leste

Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif analitik dengan rancangan potong lintang. Jumlah subjek pada penelitian ini yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi adalah 100 orang. Pada subjek dilakukan pengambilan darah vena sebagai bahan pemeriksaan serologi dengan uji Mycobacterium leprae (ML) dipstick untuk mendeteksi anti PGL-1.

Pada penelitian ini berdasarkan uji statistik didapatkan OR yaitu 3,4 pada 95 % CI 1,144 – 9,875 dan nilai p = < 0,028 menunjukkan bahwa jenis kelamin laki – laki mempunyai peluang 1,6 kali lebih besar tertular kusta subklinis dibandingkan perempuan dan nilai p menunjukkan hubungan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dengan prevalensi kusta subklinis. Penelitian ini juga berdasarkan uji statistik didapatkan OR yaitu 11,1 pada 95 % CI 3,725 – 32,896 dan nilai p = < 0,001 menunjukkan bahwa narakontak serumah yang tinggal bersama dengan penderita kusta dalam satu rumah dengan jumlah anggota ≥ 7 orang mempunyai peluang 4,3 kali lebih besar menderita kusta subklinis dibandingkan dengan jumlah anggota ≤ 7 orang dan menunjukkan hubungan bermakna antara jumlah anggota ≥ 7 orangdengan prevalensi kusta subklinis.

Simpulan penelitian ini adalah jenis kelamin laki – laki mempunyai peluang lebih besar tertular atau menderita kusta subklinis dibandingkan perempuan dan narakontak serumah yang tinggal bersama dengan penderita kusta dalam satu rumah dengan jumlah anggota ≥ 7 orang mempunyai peluang lebih besar menderita kusta subklinis dibandingkan dengan jumlah anggota < 7 orang.

(11)

xi

ABSTRACT

DETECTION OF SUBCLINICAL LEPROSY ON HOUSEHOLD CONTACT WITH MULTIBACILLARY LEPROSY PATIENTS

IN OE-CUSSE TIMOR LESTE

Leprosy is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium leprae (M. leprea), primarily affects the skin, peripheral nerves and other organs such as reticuloendothelial system, upper respiratory tract, nasal mucosa, gastrointestinal tract, teste, eyes, and bones. The disease is associated with derformity and disability. Household contact is the group of people who are in contact with multibacillary (MB) leprosy had a 5-10 times higher transmission risk compared with general population and subclinical leprosy can also be a source of transmission. Subclinical leprosy can develop leprosy. In subclinical leprosy patients showed increased of IgM PGL-1 titers. In the majority of multibacillary leprosy patients showed increased PGL-1 antibody titers. The aim of this study is to detection subclinical leprosy on household contact with multibacillary leprosy patients in Oe-cusse Timor Leste.

This study is analytical descriptive cross-sectional design. The number of household contact subject that qualify inclusion and exclusion criteria were 100 people. In the subjects, blood sample was taken as serological examination with Mycobacterium leprae (ML) dipstick test for detection of anti PGL-1.

Based on the statistical analysis in this study, the odds ratio (OR) is 3.4 with 95% CI 1.144 – 9.875 and p value = < 0.028. This means that male has 3.4 fold higher probability to be infected with subclinical leprosy compared to female, and the p value shows the marked correlation between the male sex and subclinical leprosy prevalence. It is also noted in this study’s statistical analysis that the OR value is 11.1 with 95% CI 3.725 – 32.896 and p value = < 0.001. This means that household contacts with ≥ 7 persons has 4.3 fold higher probability to suffer from subclinical leprosy compared with household contacts with ≤ 7 persons and the p value also shows a significant correlation between household contacts with > 7 persons and subclinical leprosy prevalence.

Conclusion of this study are male sex has a higher probability to be infected or suffer from subclinical leprosy compared to female and leprosy patient’s household contacts with the number of ≥ 7 persons have the higher chance to suffer from subclinical leprosy compared with household contacts with < 7 persons.

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ……….. i

HALAMAN PENGESAHAN………. ………. ii

DAFTAR ISI ……… iii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ..……… 1

1.2 Rumusan Masalah ……… 7 1.3 Tujuan Penelitian ………... 7 1.3.1 Tujuan Umum ………... 7 1.3.2 Tujuan Khusus ……….. 7 1.4 Manfaat Penelitian ………..….. 7 1.4.1 Manfaat teoritis…..………..…….. 7 1.4.2 Manfaat praktis ………...….. 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……….……. 8

2.1 Kusta………... 8

2.1.1 Definisi……..………... 8 2.1.2

2.1.3

Etiologi ………... Mikrobiologi Mycobacterium Leprae...…...

8 9

2.2

2.1.4 2.1.5

Penularan Mycobacterium leprae ……….. Patogenesis ………. Kusta Subklinis ………...

16 17 18

(13)

xiii 2.2.1

2.2.2 2.2.3

Istilah dan definisi kusta subklinis ………. Infeksi kusta subklinis ……… Epidemiologi ………..

18 19 20

2.3 Diagnosis Penyakit Kusta……… 24

2.3.1 Diagnosis berdasarkan klinis, bakteriologis dan histopatologis………... 24

2.3.1.1 Diagnosis klinis………... 24

2.3.1.2 Diagnosis berdasarkan penemuan bakteriologis ……….. 27 2.3.1.3 Diagnosis histopatologis……… 31 2.3.2 2.3.3 Diagnosis Serologis………... Diagnosis Molekuler………... 32 36

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN ... 38

3.1 Kerangka Berpikir ………. 38

3.2 Kerangka Konsep ………..………. 39

BAB IV METODE PENELITIAN ...……….. 40

4.1 Rancangan Penelitian ………... 40 4.2

4.3

Lokasi dan Waktu Penelitian ……….... Penentuan Sumber Data ………. 4.3.1 Populasi target …………... 4.3.2 Populasi terjangkau ……….………. 40 41 41 41 4.3.3 Sampel Penelitian ……….

4.3.4 Besar sampel dan pengambilan sampel…………

41 42

(14)

xiv 4.4 4.5 Variabel Penelitian ………...……. Bahan Penelitian ……… 43 44 4.6 Instrumen Penelitian ……….. 44 4.6.1 Alat-alat ...………….……….…... 44 4.7 4.6.2 Reagen ………... Prosedur Penelitian ……… 45 45 4.7.1 Pengambilan Data ………. 46 4.7.1.1 Pengambilan spesimen ………... 4.7.1.2 Pemeriksaan serologi dengan metode Uji ML dipstic 46 46 4.8 4.9 4.10 4.11 Pengolahan Limbah Medis Penelitian ……… Alur Penelitian……… Analisis Data………... Etika Penelitian ……….. 48 49 50 50 BAB V HASIL PENELITIAN ……… 52

BAB VI PEMBAHASAN ……… 60

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ………... 75

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Skema struktur M. leprae …..……… 15

Gambar 2.2 Skema perkembangan penyakit setelah terinfeksi M. leprae ………. 20

Gambar 2.3 Spektrum MH menurut Ridley-Jopling ……….. 25

Gambar 2.6 Uji ML dipstick ………. 36

Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian ……….. 39

Gambar 4.1 Rancangan penelitian ……… 40

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Berbagai antigen Mycobacterium leprae …..………... 16

Tabel 2.2 Prevalansi kusta subklinis di beberapa wilayah ……… …… 23

Tabel 2.3 Karakteristik klasifikasi kusta Ridley dan Jopling ………... 25

Tabel 2.4Klasifikasi WHO ……… 27

Tabel 2.5 Contoh perhitungan IB dan IM ……… 30

Tabel 5.1 Karakteristik narakontak Penelitian ………. 52

Tabel 5.2Prevalensi hasil pemeriksaan serologi dengan uji ML dipstick positif pada narakontak penderita kusta MB di Regional Oe-cusse Timor Teste ……. 55

Tabel 5.3 Hasil Analisis Bivariabel ……….. 56

Tabel 5.4 Hasil analisis multivariabel faktor yang berhubungan dengan hasil serologi positif (uji ML dipstick) ……….. ………. 58

(17)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

ANCD : Annual new case detection rate APC : Antigen presenting cell

BB : Mid-borderline

BCG : Bacille Calmette Guerin BL : Borderline lepromatous BT : Borderline tuberculoid BTA : Bakteri tahan asam CI : Confidence interval C+G : Cytosine dan guanine

CLTRI : Central Leprosy Teaching and Research Institute Depkes : Departemen Kesehatan

DNA : Deoxyribunucleic acid

ELISA : Enzyme-linked immunosorbent assay ENL : Eritema nodosum leprosum

HCL : Hydrochloride

HLA : Human leukocyte antigen IB : Indeks bakteri

IgM : Immunoglobulin M IgG : Immunoglobulin G IM : Indeks morfologis IRT : Ibu rumah tangga KD : Kilodalton

(18)

xviii LAM : Lipoarabinomannan LAM-B : Lipoarabinomannan-B LFT : Lateral flow test

LL : Lepromatous lepromatous MB : Multibasiler

MCH : Major histocompatibility complex MDT : Multidrug therapy

MH : Morbus Hansen

ML dipstick : Mycobacterium leprae dipstick M. leprae : Mycobacterium leprae

MLPA : Mycobacterium leprae particle agglutination

NT-P-BSA : Natural trisacharida phenyl propionate bovin serum albumin ()

0

C : Derajat selsius OR : Odds ratio

P : nilai p

PB : Pausibasiler

PCR : Polymerase chain reaction PGL-1 : Phenol glycolipid-1

PDIM : Phthiocerol moiety dari M. leprae phthioceroldimycocerosate PT : Perguruan tinggi

RAEOA : Regioa Administrativo Especial Oe-cusse Ambeno RDTL : Republica Democratica de Timor Leste

(19)

xix SD : Sekolah dasar

SIS : Sistem imun seluler

SLTA : Sekolah lanjutan tingkat atas SLTP : Sekolah lanjutan tingkat pertama SPSS : Statistical package for social sciens SSS : Shit skin smear

TT : Tuberkuloid tuberuloid µl : Mikro liter

WHO : World health organization

(20)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Keterangan kelaikan etik ……… 87

Lampiran 2 Surat ijin penelitian ……… 88

Lampiran 3 Penjelasan dan persetujuan penelitian ……… 89

Lampiran 4 Persetujuan ikut serta dalam penelitian ……….. 91

Lampiran 5 Kuisioner penelitian ……… 92

Lampiran 6 Data subjek penelitian ………. 94

Lampiran 7 Karakteristik subjek penelitian ……… 99

Lampiran 8 Hasil analisa bivariabel ……… 102

Lampiran 9 Hasil analisa multivariabel ……… 110

(21)

xxi

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang Masalah

Kusta atau Morbus Hansen (MH) merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah kompleks. Masalah yang selalu dihadapi penderita bukan hanya dari segi medis melainkan juga masalah secara psikososial. Penyakit ini masih dianggap sebagai penyakit menular yang tidak bisa diobati, penyakit keturunan atau kutukan dan menimbulkan kecacatan apabila tidak tertanggani dengan baik.

Kusta adalah penyakit infeksi kronis disebabkan Mycobacterium leprae(M. leprae) menyerang saraf perifer dan kulit.Penyakit ini berhubungan dengan deformitas dan kecacatan sehingga menyebabkan stigma sosial serta diskriminasi terhadap pasien dan keluarga(Lee dkk.,2012; Kumar dkk., 2010; Rafferty dkk, 2005).

Kusta sangat bervariasi secara klinis dari tipe tuberculoid tuberculoid (TT), borderline

tuberculoid (BT), mid-borderline (BB), borderline lepromatous (BL) dan lepromatous

lepromatous (LL) dan setiap tipe dapat menyerupai penyakit lain atau disebut great imitator sehingga dalam meneggakkan diagnosis seringkali di kelirukan terutama kusta tipe multibasiler (MB) yang masih belum terjadi gangguan sensibilitas sehingga didiagnosis dengan penyakit lain seperti kutaneus sarkoidosis, granuloma anular, leishmaniasis dan kutaneus tuberkulosis (Kumar dkk., 2010; Hargrave, 2010).

Data World Health Organization(WHO) mengenai epidemiologi penyakit kusta menunjukkan adanya penurunan prevalensi kusta secara global yang signifikan setelah pengenalan MDT. Kasus kusta pada pertengahan tahun 1980 didapatkan sejumlah lebih dari lima

(22)

xxii

juta kasus, kemudian mengalami penurunan yang signifikan pada tahun 2015 menjadi kurang dari 200.000 kasus, tetapi kasus baru, kasus relaps, komplikasi berupa reaksi kusta, serta kecacatan masih terus muncul walaupun dalam skala kecil (Infodatin, 2015; WHO 2015).

Untuk tujuan pengobatan multidrug therapy (MDT) WHO membagi kusta menjadi tipe multibasiler (MB) dan pausibasiler (PB) yang sudah digunakan secara luas terutama di wilayah yang minim fasilitas. Dengan pemberian rejimen MDT telah terjadi penurunan prevalensi penyakit kusta secara global akan tetapi di beberapa wilayah masih dilaporkan kasus – kasus baru terutama di Asia Tenggara. Jumlah kasus kusta baru di dunia pada tahun 2011 sebanyak 192.246 kasus, dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di wilayah Asia Tenggara sebanyak 160.132 diikuti Amerika sebanyak 36.832 kasus, Afrika sebanyak 12.673 kasus dan sisanya berada di regional lain di dunia. Data WHO tahun 2012 menunjukkan Indonesia berada di peringkat ketiga kasus kusta terbanyak setelah India dan Brazil (WHO, 2012).Selain itu, berdasarkan data WHO tahun 2013, Indonesia masih menempati peringkat ketiga jumlah kasus baru terbanyak setelah India dan Brasil yaitu sebesar 16.856 (WHO, 2013).

Prevalensi kusta di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 22.390 atau sekitar 12,3% dari keseluruhan kasus di dunia. Beberapa wilayah di Indonesia dengan jumlah penderita kusta yang masih tinggi antara lain Jawa Timur, Papua, Sulawesi Selatan dan Maluku (WHO, 2012).Berdasarkan jumlah kasus baru kusta dan new case detection rate (NCDR) per 100.000 penduduk per provinsi tahun 2011 – 2013 , dilaporkan hampir seluruh provinsi di bagian timur Indonesia merupakan daerah dengan beban kusta tinggi. Kasus baru kusta tahun 2013 dilaporkan tertinggi di Papua 1.180 kasus, Papua Barat 733 kasus, Maluku 518 kasus dan Nusa Tenggara Timur 159 kasus (Infodatin, 2015).

(23)

xxiii

Di Indonesia dilaporkan kasus kusta baru tipe multi basiler (MB) tertinggi di Asia Tenggara sejumlah 14.213 kusta tipe MB dari kasus dari total 17.025 kasus kusta baru di Indonesia atau sekitar 83,4% (WHO, 2015). Jumlah kasus baru tertinggi di Indonesia didapatkan di Propinsi Jawa Timur yaitu sejumlah 4132 kasus (Infodatin, 2015).

Di Timor Leste yang merupakan wilayah terdekat dengan Indonesia kusta juga masih menjadi masalah.Pada tahun 2011 jumlah kasus baru sebanyak 83 kasus dan jumlah kasus kusta awal tahun 2012 sebanyak 72 kasus. Laporan data kasus tersebut sering tidak menunjukkan angka yang sesungguhnya pada masyarakat dapat lebih banyak dari angka tersebut sehingga penyakit kusta ini di kenal sebagai fenomena gunung es, oleh karena pasien – pasien yang berobat di pusat pelayanan kesehatan sering sudah mengalami fase lanjut sedangkan kasus yang ada di masyarakat merupakan kasus kusta yang tidak terdeteksi (Kemenkes, 2012; WHO, 2011).Dilaporkan kasus baru kusta di Regioa Administrativo Especial Oe-cusseAmbeno (RAEOA) tahun 2016 sebanyak 13 kasus terdiri dari kusta MB sebanyak 9 kasus dan kusta PB sebanyak 4 kasus. Kasus kusta baru tahun 2015 dilaporkan sebanyak 41 kasus terdiri dari kusta MB 29 kasus dan kusta PB 12 kasus (Anonim, 2016).

Listiawan (2012) mengemukakan bahwa 88% masyarakat tidak mengetahui bagaimana cara penularan kusta dan 56% masyarakat masih beranggapan bahwa kusta merupakan penyakit keturunan. Keterbatasan dalam penyampaian informasi tentang kusta menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit kusta. Pengetahuan masyarakat yang kurang ini menyebabkan kasus kusta terus meningkat.

Manifestasi klinis penyakit kusta dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah genetik, daya tahan tubuhpejamu, pengetahuan dan kesadaran penderita, cepat-lambatnyaseseorang untuk mencari pengobatan, jarak dan ketersediaan aksespelayanan

(24)

xxiv

kesehatan dan kepatuhan minum obat MDT. Faktor penyebab yang paling utama adalah daya tahantubuh pejamu atau keadaan respon imun seluler seseorang. Bila responimun selulernya baik, maka seseorang yang terinfeksi bakteri M. leprae hanya akan bermanifestasi sebagai kusta tipe PB atau bahkan dapat sembuh sendiri. Namun, bila respon imun selulernya buruk, maka akan bermanifestasi sebagai kusta tipe MB (Saragih, 2014).

Daya tular merupakan peluang seorang penderita untuk menimbulkan infeksi subklinis pada narakontaknya. Sedangkan infeksi subklinis sendiri merupakan keadaan dimana kuman M. lepraemasuk ke dalam tubuh seseorang yang ditunjukkan dengan seropositif namun tidak menunjukkanmanifestasi klinis kusta (Wardhana dkk., 2016; Smith dkk., 2004).

Narakontak serumah merupakan kelompok orang dengan risiko penularan tertinggi terutama pada orang yang kontak dengan kusta tipe multibasiler mempunyai peluang 5-10 kali lebih besar dibandingkan populasi umumdan infeksi kusta subklinis juga dapat menjadi sumber penularan (Bakker dkk., 2004; Izumi, 2005).Walaupun perjalanan infeksi kusta belumdiketahui seluruhnya namun penularan melalui inhalasi paling mungkin oleh karena jumlah basil yang dikeluarkan lewat sekret hidung terutama tipe lepromatosa jumlahnya sangat besar (Izumi, 2005; Pattyn dkk., 1993).

Deteksi kusta berdasarkan prinsip yang digunakan sejak beberapa abad yang lalu, yaitu pemeriksaan klinis, adanya basil tahan asam (BTA) pada apusan sayatan kulit dan pemeriksaan histopatologis yang sifatnya subjektif. Pemeriksaan lain seperti biakan inokulasi pada binatang sampai saat ini belum memuaskan (Amirudin dkk., 2003).

Meskipun M. leprae tidak dapat di kultur secara in-vitrotetapi mempunyai antigen yang spesifik yang terdiri dari komposisi kimia berupa phenolic glycolipid-I (PGL-I ), yang telah dikembangkan sebagai tes serologis untuk kusta (Wardhana dkk., 2016). Pemeriksaan yang

(25)

xxv

sudah diketahui untuk pemeriksaan serologis seperti metode Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), metode ini memerlukan sarana laboratorium yang lengkap dan waktu yang panjang. Telah dikembangkan suatu tes untuk memeriksa IgM anti PGL-1 yang disebut dengan Lateral Flow Test yang dalam penggunaannya sangat sederhana, cepat dan dapat dipakai untuk identifikasi orang yang kontak dengan penderita kusta dan mempunyai risiko tinggi menderita kusta dimasa yang akan datang(Buchanan, 1994; Rees dan Young, 1994).

Uji Mycobacterium leprae (ML) dipstick merupakan salah satu metode lainnya yang dapat digunakan untuk memeriksa IgM anti PGL-1. Uji ML dipstick dapat digunakan untuk mendeteksi kusta subklinis.Uji ini mudah dikerjakan, tidak memerlukan berbagai peralatan dan keterampilan khusus. Uji ML dipstick ini stabil dan tidak membutuhkan alat pendingin (Agusni dan Menaldi, 2003a; Burher-Sekula dkk., 2000; Buhrer-Sekula dkk., 1998).

Selain pemeriksaan serologis telah berkembang pula pemeriksaan biomolekuler yakni pemeriksaan polymerase chainreaction (PCR). Sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 1985, teknologi PCR telah menghasilkan terobosan besar dalam penelitian dan pengembangan ilmu kedokteran untuk memahami berbagai patogenesis dan diagnosis penyakit. Tehnik ini sangat sensitif dan spesifik dalam mendeteksi DNA M.leprae sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat diagnosis dan penelusuran transmisi infeksi M. leprae. Beberapa penelitian telah melaporkan keberhasilannya dalam menggunakan tehnik PCR untuk mendeteksi M. leprae secara spesifik dan sensitif pada sampel jaringan. Polymerase chain reaction mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang hampir sempurna dalam mendeteksi DNA M. Leprae. Pemeriksaan polymerase chain reaction tidak dapat menunjukkan kuman M. leprae masih hidup dan dilakukan oleh tenaga yang profesional (Van-Beers dkk., 1994; Wichitwechkarn dkk., 1996; Hatta, 1999; Kwenang dan Hatta, 1999).

(26)

xxvi

Cara pemeriksaan yang telah dijelaskan tersebut dimungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan lebih dini sehingga dengan demikian dapat mendiagnosis kusta subklinis, namun uji ML dipstick lebih mudah dikerjakan tanpa adanya tenaga profesional. Dengan hasil yang diperoleh selanjutnya dapat mempertimbangkan pemberian pengobatan lebih awal yang pada akhirnya dapat mencegah munculnya manifestasi klinis serta membantu program World Health Organisation (WHO) dalam menurunkan kasus kusta (Smith dkk., 2000).

1.2. Rumusan Masalah

Berapakah keluarga kontak serumah kusta multibasiler yang menderita kusta subklinis dengan menunjukkan hasil positif uji ML dipstick ?

1.3.Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Mendeteksi adanya anti PGL-1 pada narakontak serumah penderita kusta multibasiler di Regional Oe-cusse Timor Leste.

1.3.2 Tujuan khusus

Untuk mengetahui serologis narakontak serumah kusta multibasiler dengan uji ML dipstick.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis

Untuk mendapatkan data kusta subklinis pada keluarga kontak serumah yang selanjutnya dapat digunakan sebagai data dasar penelitian selanjutnya.

(27)

xxvii

1.4.2. Manfaat praktis

Dengan mengetahui adanya kusta subklinis pada keluarga kontak serumah selanjutnya dapat melakukan intervensi lebih awal sehingga dapat mencegah munculnya manifestasi klinik dan pada akhirnya dapat membantu menurunkan kasus kusta di Regional Oe-cusse Timor Leste.

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai pemikir telah menawarkan „budaya berpikir baru‟ ini, seperti budaya berpikir „holistik‟, yang diusulkan oleh pemikir-pemikir seperti Fritjof Capra dan

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian (Wowor, Katuuk, &amp; Kallo, 2017) didapatkan data yang diperoleh dari 34 responden penurunan rata-rata setelah dilakukan

Upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut, yaitu perlu adanya perbaikan pada persepsi petani terhadap Sistem Tanam Jajar Legowo, penyuluh perlu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa untuk usaha penangkapan ikan demersal di Kota Tegal didominasi oleh dua alat tangkap (arad dan cantrang), karena dua alat ini mempunyai

Jumlah Produksi Tanaman Hortikultura Jumlah Produksi Tanaman Perkebunan SATUAN KINERJA PADA AWAL TAHUN PEREN-CANAAN (2013) (3) (4) Meningkatnya produksi dan produktivitas

Hasil dari proses drilling yang pertama digunakan sebagai tempat untuk memasang nut yang selanjutnya akan berhubungan dengan roda, sedangkan hasil dari proses drilling

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) Untuk mengetahui pengaruh self-regulated learning terhadap prestasi belajar IPS siswa kelas VIII di

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan (Suryani, 2010) Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel struktur kepemilikan institusional, kepemilikan