• Tidak ada hasil yang ditemukan

APLIKASI HASIL PENELITIAN PADA NUTRISI TUMBUHAN, BIOLOGI TANAH, DAN PENYERBUKAN DALAM PENGEMBANGAN GOOD FARMING PRACTICE UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "APLIKASI HASIL PENELITIAN PADA NUTRISI TUMBUHAN, BIOLOGI TANAH, DAN PENYERBUKAN DALAM PENGEMBANGAN GOOD FARMING PRACTICE UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

APLIKASI HASIL PENELITIAN PADA NUTRISI TUMBUHAN, BIOLOGI

TANAH, DAN PENYERBUKAN DALAM PENGEMBANGAN GOOD FARMING

PRACTICE UNTUK TANAMAN HORTIKULTURA

Ramadhani Eka Putra1),

Ida Kinasih2), dan Robert Manurung1)

Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung Jl. Ganesa No. 10 Bandung1)

Jurusan Biologi, Universitas Islam Negeri Bandung2)

e-Mail: ramadhani@sith.itb.ac.id

Disajikan 29-30 Nop 2012

ABSTRAK

Tanaman hortikultura merupakan tanaman favorit bagi para petani dan memiliki pangsa pasar yang besar. Walaupun demikian, petani-petani lokal seringkali tidak mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha budidaya tomat yang umumnya disebabkan oleh ketidaksesuaian dalam waktu panen, kualitas dan kuantitas panen yang di bawah permintaan pasar, biaya produksi yang tinggi, dan kehilangan pasca panen. Pada penelitian ini kami akan mengaplikasikan beberapa hasil penelitian pada bidang nutrisi tumbuhan, restorasi lahan, proteksi kesuburan tanah, penyerbukan, perlindungan dari serangan hama, pengelolaan pasca panen, dan sanitasi lingkungan pertanian dengan pengalaman yang dimiliki oleh pihak produsen pada sistem produksi tanaman hortikultura pada sistem tertutup. Kegiatan ini dikonsentrasikan pada tanaman tomat yang merupakan komoditi utama dari mitra penelitian. Pada kegiatan ini telah didapatkan beberapa data sebagai berikut: (1) Jumlah air minimum yang dibutuhkan oleh tomat untuk menghasilkan buah dengan kualitas minimal adalah 1 liter/hari/tanaman, (2) Pasir dapat digunakan sebagai media pengganti tanah tanpa mengurangi kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan (3) Pupuk konvensional dapat digantikan dengan pupuk organik tanpa mengurangi hasil, (4) Penyerbukan dapat membantu meningkatkan jumlah buah yang dihasilkan hingga 20%, (5) Penyerbuk alami yang terdapat di alam dapat didomestikasi pada sarang buatan yang dirancang spesial untuk penggunaan dalam sistem pertanian tertutup, (6) Insektisida kimia yang umum digunakan dapat menurunkan efektivitas kerja hewan-hewan yang berperan sebagai agen penyerbukan dengan menyebabkan kematian langsung maupun merubah perilaku dari hewan-hewan tersebut, (7) Sampah organik sisa produk panen dapat digunakan sebagai pakan bagi pertumbuhan larva serangga yang dapat digunakan sebagai bakal pakan ternak, dan (8) tumpukan bahan pembuatan kompos dapat menjadi masalah lokasi perkembangbiakan vektor penyakit menular. Hasil dari penelitian ini selanjutnya akan digunakan sebagai dasar untuk pembuatan suatu model Good Farming Practices bagi produksi tanaman Hortikultura.

Kata Kunci: Tanaman hortikultura, produksi, nutrisi tumbuhan, kesuburan tanah, penyerbukan, Good Farming Practices

I.

PENDAHULUAN

Pertambahan penduduk memaksa peningkatan produksi pangan. Peningkatan produksi pangan dapat dilakukan melalui peningkatan luas lahan pertanian dan efisiensi dari proses produksi pertanian. Akan tetapi, dalam upaya peningkatan produksi pangan seringkali berbenturan dengan penurunan kualitas lingkungan. Kondisi ini melahirkan pemikiran tentang pengembangan sistem pertanian berkelanjutan. Prinsip dasar pertanian berkelanjutan adalah 1) pertanian harus dapat mencukupi kebutuhan pangan saat ini, 2) pertanian harus dapat mencukupi kebutuhan pangan masa depan, 3) sistem pertanian harus dapat mempertahankan kondisi tanah dan air, 4) sistem pertanian sebaiknya tidak menyebabkan penurunan pada kualitas sanitasi lingkungan.

Lebih lanjut lagi, seiring dengan perubahan pada kultur manusia maka pertanian modern tidak hanya dituntut untuk mampu menghasilkan jumlah makanan yang cukup, akan tetapi produk

yang dihasilkan harus aman dimakan, memberikan efek ekologis yang rendah, mempertahankan jumlah produk dalam kondisi lahan yang semakin menyempit akibat bersaing dengan perumahan dan industri, menghasilkan produk yang dapat dan ingin dibeli oleh konsumen, serta bekerja dengan iklim politik dan ekonomi yang selalu berubah. Sementara itu, pada saat bersamaan, petani harus memikirkan tentang bagaimana cara mempertahankan kesuburan tanah, menghentikan erosi tanah, mencegah pengerasan tanah, melindungi tanaman mereka dari serangan hama, menyediakan air yang cukup, menghasilkan produk untuk mencukupi kebutuhan sendiri, dan menghasilkan kelebihan produk yang aman serta diterima oleh pasar. Kondisi ini menyebabkan sistem pertanian berkelanjutan merupakan suatu kondisi yang sangat sulit dicapai tanpa bantuan penerapan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada riset ini, tim peneliti akan mengaplikasikan beberapa konsep dasar biologi dan hasil penelitian yang berasal dari

(2)

gabungan antara ilmu dasar (biologi, fisika, dan kimia) dan ilmu rekayasa pada sistem pertanian tertutup yang sekarang paling umum digunakan untuk menghasilkan produk dalam jumlah besar. Pengetahuan ini sendiri juga digabungkan dengan, pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh petani lokal sehingga pada akhirnya hasil kerja ini dapat dijadikan dasar pengembangan Good

Farming Practices bagi sistem pertanian lokal.

II.

METODOLOGI

Efek Pemberian Jumlah Air Berbeda pada Pertumbuhan

Pada perlakuan ini tanaman tomat diberikan perlakuan cekaman air pada tiga tahapan pertumbuhan yaitu saat berbunga dan pembentukan buah (F), pertumbuhan buah (G), pematangan buah (FGR), dan dari seluruh tahapan dari berbunga hingga pematangan buah (FGR). Cekaman air yang digunakan adalah 100%, 75% dan 50% dari total ketersediaan air tanah. Variabel yang diukur pada penelitian ini adalah

a. Jumlah tomat yang selanjutnya menjadi dasar dari penentuan efisensi penggunaan air. Efiensi penggunaan air ditentukan dengan membandingkan total berat buah tomat dengan total air yang digunakan [1].

b. Proline yang dihasilkan sebagai bentuk adaptasi terhadap kekeringan ditentukan dengan menggunakan metoda Bates dkk. [2].

Media Tumbuh Pengganti Tanah

Penelitian ini didasarkan pada kenyataan bahwa tidak seluruh daerah pertanian memiliki tanah dengan kualitas yang tinggi. Untuk mengatasi ini, maka dapat dikembangkan suaut sistem pertanian yang menggunakan media selain tanah yang dikenal dengan istilah hidroponik. Pada penelitian ini media yang digunakan adalah pasir yang mudah ditemukan pada daerah pertanian dalam berbagai bentuk.

Untuk menguji efektivitas dari pasir sebagai media pengganti tanah, dilakukan percobaan menggunakan caisim sebagai tanaman uji. Pada pengujian ini, pasir dicampurkan dengan kompos dan dibandingkan dengan kontrol berupa tanah serta pasir. Variabel yang diamati adalah berat tanaman serta jumlah dan panjang daun.

Peran Agen Penyerbukan pada Produksi Buah Frekuensi kunjungan lebah madu pada bunga

Frekuensi kunjungan lebah madu pada bunga diamati selama masa produksi bunga baik pada tomat maupun cabai. Pada metoda ini, dilakukan pengamatan pada kunjungan lebah madu pada bunga yang dilakukan hanya pada saat kondisi cuaca cerah atau kondisi berawan maksimal 60% antara pukul 0900 dan 1400 (waktu setempat).

Efisiensi dari penyerbukan lebah madu terhadap bunga dalam pembentukan buah

Efisiensi penyerbukan bunga oleh lebah madu dibandingkan dengan penyerbukan dengan bantuan angin, manusia, dan lebah sebagai agen penyerbuk berasal dari bunga lain ditransferkan ke bunga dengan menggunakan kuas. Bunga yang telah diberikan serbuk sari tersebut selanjutnya dibungkus kembali dengan kain kasa sampai terbentuk buah.

Efisiensi penyerbukan sendiri ditentukan berdasarkan persamaan di bawah ini

Efisiensi penyerbukan =

Total bunga yang menghasilkan buah/Total bunga yang diamati

Produksi buah

Produksi buah dihitung untuk setiap metoda penyerbukan. Tingkat produksi buah sendiri dihitung dengan rumus

Produksi buah bersih = Total buah dihasilkan – Total buah rusak

Efek Insektisida Terhadap Serangga Penyerbuk Uji mortalitas insektisida pada lebah madu

Uji mortalitas dilakukan untuk mendapatkan nilai LD50

(perkiraan dari jumlah bahan aktif yang dibutuhkan untuk membunuh 50% populasi hewan uji [3] untuk setiap insektisida yang umum diaplikasikan oleh petani.

Insektisida diujikan pada lebah madu yang terlebih dahulu dipingsankan dengan cara memasukkan ke dalam lemari pendingin bersuhu -4oC selama 1-2 menit. Pada penelitian ini diaplikasi 5

konsentrasi insektisida dengan cara meneteskan 1 μl larutan insektisida pada bagian thorax lebah madu menggunakan

microsyringe dengan 3 kali pengulangan. Pengamatan kematian

lebah dilakukan 24 jam.

Uji efek insektisida terhadap perilaku lebah madu

Pengujian yang dilakukan adalah uji preferensi dengan bertujuan untuk mengetahui aktivitas pencarian makan oleh lebah pada tanaman yang disemprot insektisida.

Uji preferensi menggunakan bunga jagung yang sudah dipastikan selama 2 minggu tidak disemprot insektisida, dan tabung X, Y, dan Z sebagai alat uji preferensi. Empat tangkai bunga jagung tanpat insektisida dimasukkan ke tabung X, 4 tangkai bunga jagung yang disemprot insektisida sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam gelas Y dan lebah yang telah dalam kondisi dilaparkan selama 4-6 jam dimasukkan pada gelas Z. Jumlah lebah yang

Variabel pengamatan adalah jumlah lebah madu yang bunga yang telah disemprot insektisida dan tidak disemprot insektisida,

Dekomposisi Sisa Organik Produk Pertanian

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen untuk memanfaatkan larva lalat tentara hitam (Black soldier flies),

Hermetia illucens sebagai dekomposer sampah organik berupa

organ tanaman yang tidak dijual. Terdapat dua tahapan penelitian, yaitu (1) Tahap budidaya H. illucens dengan tujuan untuk memperoleh larvanya dari alam. Koleksi larva lalat ini dilakukan dengan meletakkan perangkap telur berupa media campuran ampas kelapa dan limbah rumah tangga. (2) Pada tahap pengujian, sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu limbah organik ampas kelapa dan sayuran kol. Kedua limbah ini dipilih sebagai model dari dua jenis limbah organik pertanian yang terdiri dari limbah organik kaya selulosa (ampas kelapa) dan kaya air (sayuran kol). Untuk masing-masing limbah organik, dilakukan pengujian pada lima jumlah limbah yang berbeda. Media dibiarkan selama ± 7 hari, atau sampai diperkirakan limbah organik tersebut tidak dapat dapat diuraikan lagi. Setelah itu dilakukan penimbangan berat limbah organik yang terurai, setelah dipisahkan dari larva serangga sebelumnya, berdasarkan selisih berat awal dan berat akhir limbah.

(3)

Pada penelitian ini dilakukan pengamatan tentang pertumbuhan lalat rumah (Musca domestica) pada berbagai kotoran ternak bahan dasar kompos.

Pengoleksian dan Analisa Kotoran Ternak

Kotoran yang baru diekskresikan ternak dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam dan disimpan dalam lemari pendingin 4°C sebelum digunakan dalam percobaan. Analisa kandungan organik kotoran ternak diujikan pada Laboratorium Uji Balai Penelitian Tanaman Sayur sementara kandungan air diuji dengan metoda Peter dkk. [4].

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan dilakukan dengan menempatkan 70 gram kotoran ternak pada gelas plastik 500ml. Pada masing-masing gelas tersebut kemudian dimasukkan ±0,05 gram telur lalat (≈500 butir telur) yang telah siap menetas. Gelas-gelas tersebut kemudian diletakkan pada ruangan bertemperatur 25°C dengan periode terang:gelap 12:12. Untuk mengukur temperatur dalam setiap media hidup, sebuah termometer dimasukkan hingga ±2/3 kedalaman media hidup.

Pengoleksian Data

Sejak hari kelima perlakukan, kehadiran prepupa dan pupa dalam setiap media hidup mulai diamati [5]. Prepupa yang ditemukan dikoleksi dengan pinset dan dipindahkan ke cawan petri kecil untuk kemudian dilakukan pengamatan terhadap jumlah, berat, dan panjang. Selanjutnya Prepupa yang telah diamati dipindahkan ke dalam gelas plastik berukuran 50 ml berisi media hidup asal ditemukannya hingga mencapai tahap pupa. Pengamatan terhadap jumlah, berat, dan panjang juga dilakukan pada pupa.

III.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efek Pemberian Jumlah Air Berbeda pada Pertumbuhan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan pada rata-rata tinggi dan diameter batang tanaman tomat hanya ditunjukkan pada saat jumlah air yang diberikan 100% lebih rendah dari volume yang umum diberikan. Pada kondisi ini terjadi penurunan jumlah yang drastis.

Gambar 1. Rata-rata tinggi tanaman (kiri) dan diameter batang (kanan) dari tanaman tomat yang diberi berbagai jumlah air. P1 = 0% kapasitas lapang; P2 = 50% kapasitas lapang; P3 = 100% kapasitas lapang; P4 = 150% kapasitas lapang; P5 = 200% kapasitas lapang. Kapasitas lapang =

2 lt air/polybag

Hasil pengamatan buah menunjukkan bahwa pada 8 MST (Minggu Setelah Tanam) nilai tertinggi berada pada P3 dan dilanjutkan dengan P2 kemudian P4, P5 dan terakhir P1. P2 memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan nilai P4 dan P5 yang menjelaskan bahwa kebutuhan tomat untuk produksi buah yang maksimal (Gambar 2).

Gambar 2. Rata-rata jumlah buah yang dihasilkan dari tanaman tomat yang diberi berbagai jumlah air. P1 = 0% kapasitas lapang; P2 = 50% kapasitas lapang; P3 = 100% kapasitas lapang; P4 = 150% kapasitas lapang; P5 = 200% kapasitas lapang. Kapasitas lapang = 2 lt air/polybag

Berdasarkan grafik keseluruhan uji prolin pada akar, daun dan buah (Gambar 3) maka prolin menunjukkan jumlah tertinggi pada buah. Hal ini dikarenakan buah merupakan hasil akhir dari tanaman untuk memiliki generasi berikutnya. Sehingga tiap tanaman berusaha untuk menghasilkan buah. Hal ini sesuai dengan kemampuan prolin dalam sinyal pembentukan bunga dan buah. Agar tumbuhan dapat cepat bereproduksi. Dalam uji prolin pada buah, jumlah tertinggi berada pada perlakuan 1. Hal ini dikarenakan akibat adanya stress air yang tinggi berupa tanpa pemberian air, sehingga sintesis prolin tinggi dan ditransportasikan menuju buah.

Media Tumbuh Pengganti Tanah

Pengamatan pada tinggi tanaman tidak menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (ANOVA, p>0,05) walaupun nilai tertinggi ditemukan pada tanaman yang ditanam pada medium campuran pasir dan kompos dengan perbandingan 1:1 (Gambar 3).

Pengamatan pada berat basah tanaman tidak menunjukkan perbedaan nyata antar perlakuan (ANOVA, p>0,05) walaupun nilai tertinggi ditemukan pada tanaman yang ditanam pada medium campuran pasir dan kompos 1:1 sebesar 71,26 gram (Gambar 4).

Tingginya nilai pada pada P1 diduga karena media ini memiliki pH netral yang cocok untuk pertumbuhan, juga memiliki kandungan unsur hara yang tidak terlalu besar dan tidak pula kecil (Tabel 1).

Tabel 1. Kandungan air dan nutrisi pada media

Hal lain yang mempengaruhi adalah panjang akar yang dimiliki oleh tanaman pada perlakuan P1 yang relatif lebih tinggi (Gambar

(4)

5). Kondisi ini memungkinkan tanaman untuk meningkatkan absorbsi air sehingga menaikkan kandungan air pada jaringan.

Gambar 3. Rata-rata tinggi tanaman caisim pada berbagai tipe medium tumbuh. TO = tanah P0 = 100% pasir; P1 = Pasir: Kompos (1:1); P2 =

Pasir: Kompos (1:2); P3 = Pasir: Kompos (2:1)

Gambar 4. Rata-rata berat basah tanaman caisim pada berbagai tipe medium tumbuh. TO = tanah P0 = 100% pasir; P1 = Pasir: Kompos (1:1);

P2 = Pasir: Kompos (1:2); P3 = Pasir: Kompos (2:1)

Gambar 5. Rata-rata berat basah tanaman caisim pada berbagai tipe medium tumbuh. TO = tanah P0 = 100% pasir; P1 = Pasir: Kompos (1:1);

P2 = Pasir: Kompos (1:2); P3 = Pasir: Kompos (2:1)

Gambar 6. Jumlah kunjungan lebah madu (Apis cerana) dan lebah gula (Trigona sp.) pada tanaman tomat dan cabai

Akan tetapi dalam hal efektivitas, kedua jenih lebah ini tidak memiliki perbedaan. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa kedua jenis serangga ini lebih efektif sebagai penyerbuk tanaman cabai (Tabel 2)

Peran Agen Penyerbukan pada Produksi Buah

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa Trigona sp. lebih banyak mengunjungi bunga dibandingkan lebah madu (Gambar 6)

Tabel 2. Efisiensi penyerbukan pada tanaman tomat dan cabai oleh agen penyerbuk

Tanaman Angin ceranaApis Trigona sp. Manusia Tomat 30,5% 40% 45% 75%

Cabai 20,5% 65% 75% 90%

Efek Insektisida Terhadap Serangga Penyerbuk

Dari pengujian diketahui bahwa nilai LD50 lebah madu

terhadap insektisida A sebesar 0,01 µg, insektisida B sebesar 0,31 µg/µl, dan insektisida C sebesar 0,07 µg/µl (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai LD50lebah madu yang telah dilakukan uji mortalitas

(Putra dkk., 2012)

Insektisida LD50(µg/µl) Produser (µg/µl) Petani (µg/µl)

A 0.01 0.04 0.03

B 0.31 1 0.74

C 0.09 0.07 0.18

Nilai tersebut secara umum lebih rendah dibandingkan konsentrasi yang disarankan maupun digunakan oleh petani. Dengan kondisi ini, maka lebah berada paparan yang kontinyu terhadap insektisida sehingga dapat mempengaruhi perilaku individual lebah [6,7,8] dan kehidupan koloni lebah madu [9,10,11,12].

Pada penelitian ini kami menemukan bahwa lebah madu memiliki kemampuan untuk mendeteksi insektisida yang terdapat pada bunga (Tabel 2). Kemungkinan ini merupakan mekanisme untuk mencegah kontaminasi insektisida pada koloni yang harus diperiksa lebih lanjut. Akan tetapi pada saat terjadi kekurangan nutrisi pada koloni, lebah madu pencari makan akan tetap

(5)

mengumpulkan nectar dan serbuk sari dari tanaman yang terdedah oleh insektisida.

Tabel 2. Preferensi lebah terhadap bunga terdedah insektisida (Putra dkk., 2012)

Number of bees Insecticide

A B C

1 0 0 0

5 20% 0 10%

10 10% 0 0

Dekomposisi Sisa Organik Produk Pertanian

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa pada limbah sayuran kol, terjadi penurunan persentase limbah yang diuraikan seiring dengan peningkatan berat limbah yang diberikan pada larva. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kondisi pada limbah ampas kelapa (Gambar 2).

Terdapat perbedaan mendasar antara limbah kol dan ampas kelapa terutama pada ukuran, kandungan karbon, dan air pada limbah. Limbah kol memiliki kandungan air tinggi, ukuran lebih besar dan kandungan karbon lebih sederhana (dalam bentuk gula dan pati) dibandingkan ampas kelapa. Kondisi ini menyebabkan penurunan kecepatan penguraian ampas kelapa sebab proses penguraian efektif hanya dapat dilakukan oleh mesofauna (dalam hal ini H.

illucens) sementara kerja mikroorganisme terhambat akibat

rendahnya kandungan air dan sumber makanan [13]. Akan tetapi pada saat terjadi peningkatan jumlah massa limbah, struktur dan kandungan air limbah dapat menjadi faktor pembatas pada proses penguraian limbah kol. Lembaran daun kol menyediakan sedikit pori-pori udara di mana pori-pori udara tersebut selanjutnya diisi oleh air hasil penguraian sehingga menyebabkan aktivasi proses penguraian anaerob oleh mikroorganisme yang kurang efisien bila dibandingkan penguraian aerob [13] dan menghambat proses pertumbuhan larva H. illucens [14]. Sementara pada ampas kelapa, terdapat jumlah pori-pori yang melimbah sehingga walaupun terdapat penambahan jumlah proses penguraian aerob oleh H.

illucens dan bakteri tetap berlangsung.

Gambar 2. Perubahan berat limbah sayuran kol dan ampas kelapa setelah ditambahkan larva H. illucens selama 7 hari (Kinasih dkk., 2012) Tabel 4. Analisis komposisi organik, kandungan air dan rata-rata temperatur harian media hidup larva lalat rumah (M. domestica)

Sanitasi Pertanian

Berdasarkan data yang diperoleh (Tabel 4), diketahui bahwa terdapat kesesuaian dengan pendapat Stafford dkk., [15] yang menyatakan bahwa larva M. domestica dapat hidup dalam kondisi lingkungan bertemperatur 16°C hingga 35°C dengan kelembaban lingkungan berkisar antara 60% hingga 80%.

Pengamatan lebih lanjut menemukan bahwa larva lalat rumah mengkonsumsi kotoran ternak dengan efisiensi yang tidak jauh berbeda walaupun terdapat perbedaan dalam waktu perkembangan larva di mana waktu terlama dicapai kotoran sapi dan tercepat pada kotoran kuda (Tabel 5).

Tabel 5. Lama Perkembangan Larva dan Besar Penurunan Berat Basah Media Hidup Larva ‘dengan larva’ dan ‘tanpa larva’

Penelitian ini menunjukkan bahwa 90% larva yang hidup pada bekatul dan kotoran ayam berkembang menjadi pupa sementara pada kotoran kuda dan sapi adalah 30% dan 61% secara berurutan (Tabel 6). Patricia dkk., [5] berpendapat bahwa terdapat korelasi positif antara besar kandungan air dengan besar mortalitas larva dalam media hidup. Chen (1946) berpendapat bahwa karena morfologi sistem dan jalur pencernaan yang belum berkembang sempurna, larva M. domestica memerlukan bentuk makanan yang mudah dicerna yaitu dalam fase cair. Minimnya fase cair kotoran yang kaya nutrisi diduga menjadi penyebab tingginya mortalis larva pada kotoran kuda.

Tabel 6. Kelulushidupan larva lalat rumah yang hidup pada berbagai kotoran ternak

Selain kelembaban, kandungan nitrogen pada media hidup juga mempengaruhi kesintasan di mana analisis kandungan organik (Tabel 4) menunjukkan bahwa nitrogen paling sedikit ditemukan pada kotoran kuda. Menurut Chapman (2003), total nitrogen yang

(6)

dikonsumsi dan diserap larva serangga akan menggambarkan berat larva serangga tersebut. Berdasarkan asumsi ini dapat diduga bahwa akibat terbatasnya nitrogen maka berat larva dalam kotoran kuda akan lebih kecil daripada berat larva dalam media hidup lainnya.

IV.

KESIMPULAN

Kesimpulan dari hasil penelitan ini adalah:

1. Jumlah air minimal yang dibutuhkan oleh tanaman tomat (sebagai tanaman model) adalah 50% dari total kapasitas lapang tanah.

2. Pasir dapat digunakan sebagai media tumbuh pengganti tanah 3. Lebah madu lokal dapat didomestikasi dan dikembangkan

lebih lanjut sebagai sebagai agen penyerbuk

4. Diperlukan penilaian ulang terhadap konsentrasi insektisida yang umum digunakan akibat efek mortalitas yang tinggi pada lebah madu

5. Limbah organik sistem pertanian selain sebagai sumber bahan baku pupuk organik juga dapat digunakan sebagai pakan bagi larva serangga, seperti Hermetia illucens yang dapat dikembangkan menjadi pakan ternak.

6. Kotoran ternak yang umum digunakan sebagai sumber utama pupuk organik memiliki potensi sebagai media hidup bagi serangga vektor penyakit.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Nuruddin, M. Md., C. A. Madramootoo and G. T. Dodds (2003): Effects of water stress at different growth stages on greenhouse tomato yield and quality. Horticulture Science, 38(7), 1389-1393

[2] Bates, L. S., R. P. Waldren and I. D. Teare (1973): Rapid determination of free proline for water stress studies. Plant and Soil, 39, 205–207

[3] WHO (2006): Pesticides and Their Application. Departement of Control Neglected Tropical Diseases

[4] Peter, J., S. Combs, B. Hoskins, J. Jarman, J. Kovar, M. Watson, A. Wolf, and N. Wolf (2003): Recommended

methods of manure analysis. University of Wisconsin.

[5] Patricia, L. S. and S. F. Clandio (2007): House fly (Diptera:Muscidae) development in different types of manure. Journal of Agricultural Research of Chile, 68, 192-197 [6] Haynes, K. F. (1988): Sublethal effects of neurotoxic

insecticides on insect behavior. Annual Review of Entomology, 33,149-168.

[7] Vandame, R., M. Meled, M. E. Colin, and L. P. Belzunces (1995): Alteration of the homing-flight in the honey bee Apis mellifera exposed to sublethal dose of deltamethrin. Environ Toxicol Cehm, 14, 855-860.

[8] Stone, J. C., C. I Abramson, J. M. Price (1997): Task dependent effects of dicofol (kelthane) on learning in the honey bee (Apis mellifera). Bull Environ Contam Toxicol, 58, 177-183

[9] Anderson, L. D. and E. L. Atkins (1968): Pesticide usage in relation to beekeeping. Ann Rev Entomol, 13, 213-238. [10] Smirle, M. J., M. L. Winston, and K. L. Woodward (1984):

Development of a sensitive bioassay for evaluation sublethal pesticide effects on the honey bee (Hymenoptera: Apidae).

Journal of Economic Entomology, 77, 63-67.

[11] Currie, R. W. (1999): Fluvalinate queen tabs for use against Varroa jacobsoni: efficacy and impact on honey bee, Apis mellifera, queen and colony performance. Am Bee J, 139, 871-876.

[12] Weick J. and R. S.Thorn (2002): Effects of acute sublethal exposure to coumaphos or diazinon on acquisition and discrimination of odor stimuli in the honey bee (Hymenoptera: Apidae). J Econ Entomol, 95, 227-236. [13] Cooperband, L. R. (2000): Composting: Art and Science of

Organic Waste Conversion to a Valuable Soil Resource. Lab. Med., 31(6), 283-290

[14] Sheppard C. (1983): House fly lesser fly control utilizing the black soldier fly in manure management for caged layer hens. Environ. Entomol., 12 (5), 1439-1442.

[15] Stafford, K.C. III, and C. H. Collison (2008): Fly management handbook: A guide to biology, dispersal, and management of the house fly and related flies for farmers, municipalities and public health officials. Bulletin of the Connecticut agricultural experiment station, US. 1013- 5

[16] Chen, S. H. (1946): Evolution of the insect larva. Transactions of the Royal Entomological Society of London A, 32, 35-9

Gambar

Gambar 2. Rata-rata jumlah buah yang dihasilkan dari tanaman tomat  yang diberi berbagai jumlah air
Gambar 3. Rata-rata tinggi tanaman caisim pada berbagai tipe medium  tumbuh. TO = tanah P0 = 100% pasir; P1 = Pasir: Kompos (1:1); P2 =
Tabel 5. Lama Perkembangan Larva dan Besar Penurunan Berat Basah  Media Hidup Larva ‘dengan larva’ dan ‘tanpa larva’

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 2 menunjukkan nilai validitas pada aspek kelayakan isi, kebahasaan, sajian, dan kegrafisan sebesar 1,00 yang berarti LKS berbasis inkuiri terbimbing sangat

Tingkat pendidikan tidak berpengaruh dalam memilih sistem panen, apabila petani yang berpendidikan tinggi akan memilih sistem panen tebasan karena sudah tidak ada waktu lagi

Difteri adalah salah satu penyakit yang sangat menular, dapat dicegah dengan imunisasi, dan disebabkan oleh bakteri gram positif Corynebacterium diptheriae strain toksin.Penyakit

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya-upaya perencanaan komunikasi yang dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Dari survey dan identifikasi permasalahan kedua mitra dikelompokan menjadi 3 ; yaitu pada sisi (1) belum memiliki alat untuk produksi minyak bekatul, (2)

Skripsi yang berj udul: PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA TUNANETRA DI SEKOLAH DASAR LUAR BIASA (SDLB) PANTI SOSIAL BINA NETRA FAJAR HARAPAN MARTAPURA, ditulis ol eh M uhamm ad

Iklan Baris Iklan Baris TANAH DIJUAL TELEPON TANAH DISEWAKAN TEMPAT USAHA TV /RADIO /VIDEO TV /SWASTA VILA DIJUAL VILA DISEWAKAN Serba Serbi.. DISEWA 2 Villa Harian /

Analisis petrografi bertujuan untuk penamaan batu sedimen serta memperoleh data penunjang bagi Provenance agar dapat diketahui bagaimana kandungan persentase batuan baik