• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

H. Latar Belakang

Transportasi merupakan sarana yang sangat penting dan strategis dalam rangka memperlancar perekonomian, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta mempererat hubungan bangsa. Pentingnya transportasi tersebut tercermin dengan semakin meningkatnya kebutuhan akan jasa transportasi untuk mobilitas orang serta barang dari dan/ atau ke seluruh wilayah baik dalam negeri maupun luar negeri. Dahulu, transportasi masih sulit dilakukan sebab sarana dan prasarana yang masih digunakan untuk melakukan transportasi tersebut masih sangat sederhana. Pada saat itu, untuk transportasi hanya menggunakan hewan atau dengan berjalan kaki karena keadaan masih terbatas. Dengan adanya berbagai penemuan mesin oleh para ahli sebagai tenaga penggerak sehingga sampai saat ini dapat dibuat berbagai peralatan transportasi dan menggunakan tenaga mesin.

Pesawat Terbang adalah pesawat udara yang lebih berat dari udara, bersayap tetap atau disebut juga sebagai fixed wing, dan dapat terbang dengan tenaga sendiri. Wright bersaudara (Wright brothers). Orville (19 Agustus 1871 - 30 January 1948) dan Wilbur (16 April 1867 - 30 May 1912) adalah dua orang Amerika yang dicatat sebagai penemu pesawat terbang karena mereka berhasil membangun pesawat terbang yang pertama kali berhasil diterbangkan dan dikendalikan oleh manusia pada tanggal 17 Desember 1903. Dua tahun setelah penemuan mereka, kedua bersaudara tersebut mengembangkan 'mesin terbang'

(2)

mereka ke bentuk pesawat terbang yang memakai sayap yang seperti sekarang kita kenal. Walaupun mereka bukan orang yang pertama membuat pesawat percobaan atau experiment, Wright bersaudara adalah orang yang pertama menemukan kendali pesawat sehingga pesawat terbang dengan sayap yang terpasang kaku bisa dikendalikan.

Sebagaimana transportasi pada umumnya, transportasi udara mempunyai fungsi ganda, yaitu sebagai unsur penunjang sericing sektor dan unsur pendorong promoting sektor. Peran transportasi udara sebagai unsur penunjang dapat dilihat dari kemampuannya menyediakan jasa transportasi yang efisien untuk memenuhi kebutuhan sektor lain, sekaligus juga berperan dalam menggerakan dinamika pembangunan.

Salah satu transportasi dengan menggunakan tenaga mesin adalah pesawat udara. Pesawat udara saat ini merupakan salah satu alat pengangkutan modern yang menggunakan teknologi canggih. Secara yuridis, pesawat udara adalah setiap mesin atau alat yang dapat terbang di atmosfer karena gaya angkat dari reaksi udara, tetapi bukan karena reaksi udara terhadap permukaan bumi yang digunakan untuk penerbangan.1

1 Undang-Undang No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dewasa ini, perkembangan di bidang transportasi, khususnya transportasi udara berkembang semakin canggih sehingga menyebabkan jarak dari satu negara ke negara lain semakin dekat. Akan tetapi dari pengalaman yang ada pesawat udara tidak selamanya memberi keamanan bagi pemakai jasa penerbangan. Hal ini dikarenakan bagaimanapun mutahirnya perlengkapan yang

(3)

tersedia dalam pesawat udara guna upaya menghindari dan menjauhi segala musibah, masih ditentukan juga oleh faktor manusia yang berada dibelakangnya.

Angkutan udara, sebagai salah satu komponen sistem transportasi nasional, pada hakekatnya mempunyai peranan yang sangat penting dalam penyediaan jasa layanan angkutan dalam negeri maupun di luar negeri. Terutama dalam rangka menghubungkan daerah-daerah yang sulit dijangkau dengan moda angkutan lain secara cepat dan efisien untuk jarak tertentu.2

Hercules adalah pesawat militer yang paling banyak melaksanakan misi udara. Pesawat tersebut bukan sekedar digunakan untuk latihan saja, melainkan untuk menjalankan misi yang sesungguhnya, baik itu berupa operasi militer maupun operasi militer non-tempur, serta operasi kemanusiaan. Setiap saat atau setiap hari dapat dipastikan ada saja Hercules yang terbang di seluruh pelosok dunia. Bukan sekedar isapan jempol belaka, melainkan USAF pun sebagai pengguna terbanyak armada Hercules pun mengakui hal ini.

Dengan adanya transportasi udara mempermudah masyarakat dalam menjalankan kegiatannya dalam hal penggunaan atau pengiriman barang.

3

Pesawat-pesawat tempur macam Lockheed Martin F-16 Fighting Falcon atau F-22 Raptor boleh saja memiliki sosok sangar dan dilengkapi dengan persenjataan canggih dan mematikan. Namun, mereka hanya diterjunkan manakala sebuah operasi tempur dilakukan. Sementara pembom-pembom bertubuh gambot serta berbanderol mahal seperti Boeing B-1B Lancer atau pembom siluman B-2 Spirit, lebih jarang keluar untuk beraksi dalam medan

2 Ibid

3 http://military18.blogspot.com/2012/03/hercules-c-130.html (diakses tanggal 21 April 2015)

(4)

tempur sesungguhnya. Selain itu, kalaupun harus terbang, itu tidak lebih dari sekedar memenuhi jadwal latihan.

Pesawat angkut Hercules Lockheed C-130 Hercules lebih kerap beraksi lantaran memiliki tingkat fleksibilitas yang cukup tinggi. Bagian dalam yang cukup besar membuatnya mampu melakukan segala jenis misi dan operasi militer. Serta dapat diandalkan, mulai dari dapat dipakai sebagai pesawat angkut militer, tanker, evakuasi medis udara, pemadam kebakaran hutan, bahkan, sampai hal-hal yang diluar batas kewajaran, yakni digunakan sebagai pesawat pembom. Untuk yang satu ini, USAF sendiri sempat menjalaninya, Hercules digunakan sebagai pesawat angkut untuk bom jenis BLU-82 yang memiliki bobot hampir 7 ton, bahkan ide yang lebih gila lagi muncul dari AU Pakistan yang juga memiliki armada pesawat angkut C-130 Hercules.

Status pesawat militer merupakan pesawat yang keseluruhan operasinya adalah dilakukan oleh pihak militer. Dalam status hukum internasional mendefinisikan pesawat militer adalah military aircraft to include all aircraft operated by commissioned units of the armed forces of a nation bearing the military marking of that nation, commanded by a member of armed forces, and manned by a crew subject to regular armed force discipline. Yang terjemahanya bahwa pesawat militer dan termasuk semua pesawat yang dioperasikan oleh unit yang bertugas dalam angkatan bersenjata nasional dan menpunyai tanda dari negara tersebut, dikomando oleh anggota dari angkatan bersenjata.

Salah satu pengaturan mengenai pesawat udara negara dengan pesawat udara sipil terdapat dalam Pasal 3 Konvensi Chicago 1944. Konvensi tersebut

(5)

mengatur bahwa pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai, sedangkan yang dimaksudkan dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak mempunyai hak melakukan penerbangan di atas negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan di atas negara anggota lainnya

Jelas bahwa segala yang berkaitan dengan pesawat udara militer telah dikuasai dan dijalankan oleh angkatan bersenjata. Segala penggunaan dari alutsista yang dimiliki oleh angkatan bersenjata haruslah mempunyai tolok ukur untuk dapat digunakan. Dalam hal ini telah timbul issue hukum bahwa pesawat udara militer digunakan dalam hal untuk mendapatkan keuntungan dan ditumpangi oleh sejumlah warga sipil. Dalam penggunaan pesawat militer yang ditumpangi oleh warga sipil, pasti akan timbul bentuk pertanggung jawaban apabila terjadi kecelakaan yang menimpa angkutan udara tersebut

Berdasarkan latar belakang di atas maka merasa tertarik memilih judul Aspek Hukum Penggunaan Pesawat Militer Sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil ditinjau dari Hukum Internasional.

I. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas usulan penelitian ini dapat merumuskan tiga permasalahan pokok sebagai berikut:

(6)

2. Bagaimana penerbangan militer diatur dalam hukum internasional ? 3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat militer jika

terjadi kecelakaan dalam perspektif Hukum Internasional?

J. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan penelitian

Secara singkat dapat ditegaskan bahwa penelitian ini bertujuan untuk: a. Untuk mengetahui pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk

transportasi sipil

b. Untuk mengetahui penerbangan militer diatur dalam hukum internasional

c. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap penumpang pesawat militer jika terjadi kecelakaan perspektif Hukum Internasional.

2. Manfaat penelitian a. Secara teoritis.

Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoristik dan pengembangan konsep dasar dan teori hukum internasional, khususnya dalam bidang penggunaan pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk transportasi penduduk sipil ditinjau dari hukum internasional

b. Secara praktis.

Memberikan sumber informasi aktual bagi mahasiswa, praktisi hukum dan masyarakat khususnya kajian mengenai penggunaan pesawat militer sebagai pesawat sipil untuk transportasi penduduk sipil ditinjau dari hukum internasional

(7)

K. Keaslian Penulisan

Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di perpustakaan Universitas Sumatera Utara diketahui bahwa penelitian tentang Aspek Hukum Penggunaan Pesawat Militer Sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil Ditinjau Dari Hukum Internasional. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa tulisan ini adalah asli karya ilmiah penulis.

L. Tinjauan Pustaka 1. Pesawat udara

Pesawat udara sendiri sendiri telah muncul pada tanggal 17 Desember 1903, dimana Wright bersaudara 17 melakukan penerbangan yang pertama, dengan menggunakan pesawat bermesin yang dapat dikendalikan. Jarak penerbangan yang ditempuh untuk pertama kalinya, dari tinggal-landas sampai mendarat lagi, hanya 40 meter dengan keberhasilan mengudara sekitar 12 detik. Wright Bersaudara yang terdiri dari dua orang adik beradik, Orville Wright (19 Agustus 1871 -30 Januari 1948) dan Wilbur Wright (16 April 1867 -30 Mei 1912), secara umum dihargai atas desain dan perancangan pesawat terbang efektif pertama, dan membuat penerbangan terkendali pertama menggunakan pesawat terbang bermesin yang lebih berat daripada udara, bersama dengan pendirian tonggak sejarah lainnya dalam bidang era dirgantara.4

4 Achmad Moegandi, Mengenai Dunia Penerbangan Sipil, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1996. hal. 41.

(8)

Pesawat udara adalah suatu mesin yang bisa mendapatkan dorongan dalam atmosfer dari reaksi-reaksi dari udara selain dari pada reaksi-reaksi udara terhadap permukaan bumi. Unsur yang dapat dipetik dari defenisi di atas adalah bahwa harus adaudara dalam ruang tersebut karena udara itulah yang akan memberi reaksi kepada pesawat udara untuk mendapatkan daya angkat. Dari pengertian umum di atas, juga terdapat beberapa macam pengertian pesawat udara yang lebih khusus. Seperti yang dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 tahun 2009 tentang Penerbangan, diantaranya adalah sabagai berikut :

a. Pesawat udara Indonesia adalah pesawat udara yang mempunyai tanda pendaftaran Indonesia dan tanda kebangsaan Indonesia.

b. Pesawat udara negara adalah pesawat udara yang digunakan oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, kepabeanan, dan instansi pemerintah lainnya untuk menjalankan fungsi dan kewenangan penegakan hukum serta tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

c. Pesawat udara sipil adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga.

d. Pesawat udara sipil asing adalah pesawat udara yang digunakan untuk kepentingan angkutan udara niaga dan bukan niaga yang mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan negara asing”

Dewasa ini pesawat terbang merupakan sarana angkutan yang mutlak diperlukan diseluruh dunia. Orang tidak akan membayangkan dunia kita yang sekarang ini tanpa adanya pesawat udara tersebut. Armada pesawat yang menjadi

(9)

milik atau ada dibawah pengawasan tiap-tiap negara di dunia, cenderung meningkat dengan kecepatan sesuai dengan kemampuan masing-masing negara adalah merupakan sesuatu yang sudah dengan sendirinya, bahwa peningkatan jumlah pesawat dalam arti besarnya armada, serta kemampuan kinerjanya, memerlukan pegaturan masing-masing negara dan juga pengaturan secara internasional

2. Pesawat Militer

Pesawat terbang militer adalah pesawat terbang yang dipakai khusus untuk angkatan bersenjata. Beberapa pesawat terbang militer dibuat dari pesawat yang dipesan pada pabrik pembuatannya dengan modifikasi khusus. 5

3. Penerbangan

Pesawat militer merupakan pesawat yang berfungsi untuk berbagai keperluan militer.

Penerbangan dimulai pada abad ke-19 oleh peneliti yang paling menonjol di zamannya, yakni Sir George Cayley. Sir George Cayley adalah seorang perintis dalam dunia penerbangan, yang memahami benar berbagai persyaratan utama yang harus dipenuhi bagi penerbangan pesawat. Dia juga menyadari akan keperluan agar pesawat itu dapat terbang stabil, dan menemukan prinsip dihedral, atau pengaturan tata letak pesawat.6

Sejak tahun 1908, angkatan darat Amerika Serikat telah memesan armada pesawatnya dari Wright bersaudara. Waktu perang dunia I berakhir, angkatan darat dan angkatan laut Amerika Serikat mewarisi lebih dari 6.000 pesawat Namun perlu diketahui pada penerbangan ini belum menggunakan mesin sebagai alat dalam penerbangan pesawat udara.

5 http://arti-definisi-pengertian.info/klasifilasi-jenis-angkutan-udara (diakses tanggal 17 Mei 2015)

(10)

beserta para penerbangnnya. Sehingga tahun 20-an dimasuki oleh kegairahan masyarakat yang meluap-luap pada penerbangan. Perkembangan ini kemudian mulai digunakan oleh para penyedia jasa, dalam hal ini Departemen Pos Amerika Serikat meresmikan pelayanan pos udaranya yang pertama antara New York dan Washington.7

Namun pada praktek Internasional pemanfaatan ruang udara suatu negara berkaitan erat dengan manajemen keselamatan penerbangan, bahwa Flight Information Region (FIR) suatu ruang udara yang ditetapkan dimensinya diberikan Flight Information Service dan Alerting Service. Flight Information Service adalah pelayanan yang dibentuk dan dipersiapkan untuk memberikan Penerbangan sendiri memiliki dua golongan dasar, yakni penerbangan sipil dan militer (negara). Penerbangan menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, keamanan dan keselamatan penerbangan serta kegiatan dan fasilitas penunjang lain yang terkait. Pada definisi ini terlihat keamanan dan keselamatan penerbangan merupakan salah satu yang terpenting dari penerbangan.

Penerbangan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah suatu kesatuan sistem yang terdiri atas manfaat wilayah udara, pesawat udara, bandar udara, angkutan udara, navigasi penerbangan , keselamatan dan keamanan, lingkungan hidup, serta fasilitas penunjang dan fasilitas umum lainnya

(11)

saran dan informasi secara penuh untuk keselamatan dan efisiensi penerbangan. Ketika suatu negara sudah memutuskan untuk memberikan pelayanan lalu lintas penerbangan, maka negara tersebut harus menunjuk suatu badan yang berwenang untuk memberikan pelayanan. Badan yang dimaksud adalah Air Traffic Service (ATS) Provider, berupa otoritas penerbangan Negara itu sendiri atau dilimpahkan kepada badan lain (misalnya Aerothai di Thailand, Airservice di Australia, dan Airnav di Canada).

4. Penerbangan Sipil Internasional

Menurut Pasal 30 Konvensi Paris 1919 pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan oleh militer yang semata-mata untuk pelayanan publik (public services) seperti pesawat udara polisi dan bea cukai, sedangkan yang dimaksudkan dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Selanjutnya, menurut Pasal 32 Konvensi Paris 1919 pesawat udara negara (state aircraft) tidak mempunyai hak untuk melakukan penerbangan di atas wilayah negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil (civil aircraft) di waktu damai dapat melakukan penerbangan lintas damai (innocent passage) di atas wilayah negara anggota lainnya.

Dalam Pasal 3 Konvensi Chicago 1944 juga diatur mengenai pesawat udara negara dan pesawat udara sipil. Pesawat udara negara (state aircraft) adalah pesawat udara yang digunakan untuk militer, polisi, dan bea cukai, sedangkan yang dimaksudkan dengan pesawat udara sipil (civil aircraft) adalah pesawat udara selain pesawat udara negara (state aircraft). Pesawat udara negara tidak

(12)

mempunyai hak melakukan penerbangan di atas negara anggota lainnya, sedangkan pesawat udara sipil yang melakukan penerbangan tidak berjadwal dapat melakukan penerbangan di atas negara anggota lainya. Pesawat udara negara (state aircraft) tidak mempunyai tanda pendaftaran dan tanda kebangsaan (nationality and registration mark), walaupun pesawat udara negara tersebut terdiri dari pesawat terbang (aeroplane) dan helikopter.

Setiap negara anggota Organisasi Penerbangan Sipil Internasional berhak mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negaranya, baik untuk operasi penerbangan nasional maupun internasional yang berasal atau ke negara tersebut. Namun demikian, peraturan tersebut harus berlaku terhadap semua pesawat udara nasional maupun internasional. Bila negara tersebut mengeluarkan peraturan harus mempertimbangkan keselamatan penerbangan sipil. Hukum dan regulasi penerbangan yang berlaku adalah hukum nasional negara tersebut, kecuali pesawat udara yang terbang di atas laut lepas akan berlaku hukum internasional sebagaimana diatur dalam Konvensi Chicago 1944 beserta peraturan pelaksanaannya.8

Dalam konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional, terdapat Pasal yang mengadakan klasifikasi pesawat udara. Pasal 3 konvensi Chicago 1944 menyatakan:9

8 K. Martono, Hukum udara, angkutan udara, dan hukum angkasa, Jakarta: Mandar Maju, 1995, hal. 26

9 Syahmin AK, Meria Utama, Akhmad Idris.Hukum Udara dan Luar Angkasa (Air And Outer Space Law). Palembang: Unsri Press, 2012 hal. 33.

(13)

a. This convention shall be applicable only to civil aircaft, and shall not be applicable to state aircraft. (Konvensi ini berlaku hanya untuk pesawat sipil, dan tidak berlaku untuk pesawat negara)

b. Aircraft used in military, costums and police services shall be deemed to be state aircraft. (Pesawat yang digunakan dalam militer, costums dan kepolisian harus dianggap pesawat negara).

c. No state aircraft of a contracting state shall fly over the territory of another state or land thereon without authorization by special agreement or otherwise, and in accordance with the terms thereof. (idak ada pesawat negara dari negara tertular akan terbang di atas wilayah negara atau negeri lain diatasnya tanpa otorisasi dengan perjanjian khusus atau sebaliknya , dan sesuai dengan ketentuan tersebut).

d. The contracting state undertake, when issuing regulations for their state aircraft, that they will have due regart for the safety of navigation oaf civil aircraft. (Negara kontraktor melakukan , ketika mengeluarkan peraturan untuk pesawat negara mereka, bahwa mereka akan memiliki regart karena untuk keselamatan navigasi bebal pesawat sipil).

Pasal ini membatasi pesawat udara negara adalah pesawat udara militer, bea cukai dan kepilisian saja, sedangkan selain dari bentuk pesawat tersebut diperlakukan sebagai pesawat udara sipil. Dari uraian tersebut diatas memeliki tiga kelemahan yaitu pesawat udara sipil yang digunakan untuk keperluan dan kepentingan pemerintah serta disamping statusnya tetap sebagai milik negara

(14)

tentunya merupakan pesawat udara negara, maka dari itu Pasal 3 konvensi Chicago 1944 perlu ditinjau kembali degan mengambil beberapa patokan, yaitu:10 a. Status pesawat udara, yakni apakah dimiliki oleh negara,perorangan atau

badan swasta;

b. Tujuan penggunaan atau bentuk kegiatan pesawat udara itu sendiri;

c. Kepentingan kegiatannya, yakni apakah digunakan untuk kepentingan suatu organisasi internasional;

d. Kemudian perlu diteliti pula apakah penggunaan tersebut bersangput paut dengan kepentingan perdamaian atau kepentingan diluar itu

Patokan ini merupakan bagian yang sangat esensial dalam menentukan klisifikasi pesawat udara sehingga tidak menimbulkan salah pengertian dari negara dalam melakukan penerbangan. Penerbangan sipil dibagi menjadi dua kategori, yakni penerbangan yang dikelola oleh perusahaan penerbang (airlines), dan semua kegiatan penerbangan lainnya, yang dikelompokkan dalam penerbangan umum atau general aviation. Penerbangan sipil merupakan sebuah sumber pendapatan yang sangat besar bagi pelaku penerbangan dan pengelolah perusahaan penerbangan. Namun penerbangan juga sangat bermanfaat bagi para penumpang untuk sampai pada tujuan mereka dengan cepat dan aman. Penerbangan memutus jarak dan mengefisienkan waktu tempuh bila seseorang ingin pergi ke tempat yang cukup jauh yang ingin didatanginya. Indonesia sebagai negara kepulauan yang dulunya hanya mengandalkan transportasi laut bila ingin ke daerah lain yang banyak menghabiskan waktu untuk perjalanan, kini dengan

10 Frans Likadja, Masalah Lintas di Ruang Udara, Jakarta: Binacipta, Jakarta, 1987, hal.63.

(15)

adanya pesawat terbang mengefisienkan waktu jarak tempuh tersebut. Dengan kata lain penerbangan nasional atau internasional, transportasi penerbangan sangat membantu manusia.

Hal yang menanik perhatian dalam Konvensi Chicago ialah terdapat ketentuan yang menyatakan bahwa pesawat udara, lain daripada pesawat yang melakukan penerbangan teratur, diperbolehkan melintasi wilayah udara negara lain. Penerbangan semacam itu tidak merupakan penerbangan teratur (non-scheduled flight), sehingga oleh karena itu tidak diharuskan meminta izin terlebih dahulu untuk lewat di wilayah udara negara lain. Dengan kata lain Konvensi Chicago sama sekali tidak menggambarkan adanya hak dari”scheduled international air services”. Namun demikian suatu usaha ke arah penjelasan tentang adanya hak dari ”scheduled flight ” itu dirumuskan dalam dua macam persetujuan. Kedua persetujuan tersebut adalah “International Air Sevice, Transit Agreement dan “International Air Transport Agreement”, di Chicago tahun 1944.11

M. Metode Penelitian

1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan,12

11 Ibid., hal 65 12

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada,2013, hal 14.

(16)

dengan Aspek Hukum Penggunaan Pesawat Militer Sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil ditinjau dari Hukum Internasional.

Penelitian hukum normatif (Legal Research) terdiri dari inventarisasi hukum positif, penemuan asas-asas dan dasar falsafah hukum positif, serta penemuan hukum in concreto. Penelitian hukum normatif yang dipakai dalam penelitian adalah penemuan hukum in concreto. Dalam penelitian ini, norma-norma hukum in abstracto diperlukan mutlak untuk berfungsi sebagai premisa mayor, sedangkan fakta-fakta yang relevan dalam perkara (Legal facts) dipakai sebagai premisa minor. Melalui proses silogisme akan diperolehlah sebuah konklusi, yaitu hukum in concreto, yang dimaksud.13

2. Pengumpulan data

Adapun sifat penulisan ini adalah deskriptif analitis, yaitu untuk mendapatkan deskripsi mengenai jawaban atas masalah yang diteliti.

Pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan, maka pembahasan dilakukan berdasarkan data sekunder, berupa:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: peraturan perundangan nasional maupun terkait penerbangan sipil internasional yang melintasi antar negara.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan undang-undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat pakar hukum.

13

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2006, hal 91-92.

(17)

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.14

3. Analisis data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dan diorganisasikan, serta diurutkan dalam suatu pola tertentu sehingga dapat ditemukan dan dirumuskan hal-hal yang sesuai dengan bahasan penelitian. Seluruh data ini dianalisa secara kualitatif, yaitu menginterpretasikan secara kualitas tentang pendapat atau tanggapan responden, kemudian menjelaskannya secara lengkap dan komprehensif mengenai berbagai aspek yang berkaitan dengan pokok persoalan yang ada dalam skripsi ini, serta penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan pendekatan deduktif-induktif.

Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan akan dapat menghasilkan kesimpulan dengan permasalahan dan tujuan penelitian yang benar dan akurat.

N. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan penulisan skripsi ini agar permasalahan yang diangkat dengan pembahasan skripsi sesuai, maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang saling berkaitan satu sama lain. Tiap bab terdiri dari setiap sub

14Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, hal. 31-32.

(18)

bab dengan maksud untuk mempermudah dalam hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan dan metode penelitian serta sistematika penulisan

BAB II PESAWAT MILITER SEBAGAI PESAWAT SIPIL UNTUK TRANSPORTASI SIPIL

Bab ini berisikan Sejarah Penerbangan Sipil dalam Hukum Internasional, Pengaturan Penerbangan Sipil Hukum Internasional, Penggunaan Pesawat Militer sebagai Pesawat Sipil Untuk Transportasi Penduduk Sipil

BAB III PENERBANGAN MILITER DIATUR DALAM HUKUM INTERNASIONAL

Bab ini berisikan Sejarah Penerbangan Militer dalam Hukum Internasional, Tanggungjawab terhadap penumpang akibat kecelakaan Dalam pesawat Militer dan Penerbangan Militer diatur dalam hukum internasional

BAB IV ASPEK HUKUM PENGGUNAAN PESAWAT MILITER SEBAGAI PESAWAT SIPIL UNTUK TRANSPORTASI PENDUDUK SIPIL DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL

(19)

Bab ini berisikan Aspel Hukum Penggunaan Pesawat Militer senagai Pesawat Transportasi dan Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pesawat Militer Jika Terjadi Kecelakaan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian terakhir dari penulisan skripsi ini. Bab ini berisi kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi. Kesimpulan bukan merupakan rangkuman ataupun ikhtisar. Saran merupakan upaya yang diusulkan agar hal-hal yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat lebih berhasil guna berdaya guna.

Referensi

Dokumen terkait

hipotesis ketujuh (H 7 ) dapat diterima, yang menunjukkan bahwa variabel profesionalisme dapat memediasi pengaruh time budget pressure pada kinerja auditor. Baotham

For this purpose Vygotsky’s (1978, 1981) Socio-cultural theory and his concepts of semiotic mediation, appropriation, internalization, Zone of Proximal Development (ZPD)

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah pre - post test two group design dengan membandingkan hasil

Modal sosial yang dimiliki oleh Panti Asuhan Nurul Haq mulai tahun 1987 sampai dengan tahun 2014, baik dari unsur kepercayaan, norma, jaringan dan timbal-baliknya

Tata Cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sarang burung walet merupakan prosedur yang dilakukan oleh Wajib Pajak untuk memperoleh pengembalian kembali

Sehingga mendorong pengelolanya untuk membuat Homepage di internet agar masyarakat bisa lebih mengenal penginapan ini melalui Homepagenya yang berisi Welcome page, Homepage, Rooms

PROGRAM STUDI DIPLOMA III AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS. UNIVERSITAS SULTAN

Hasil penelitian mendapatkan empat lokasi populasi monyet ekor panjang di Semenanjung Badung yaitu Pura Dalem Karang Boma, Pura Gunung Payung, Pura Batu Pageh,