• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA DESAIN UNTUK MEMINIMALISIR DISORIENTASI PENGUNJUNG PADA RANCANGAN NEW MALL ONE KELAPA GADING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA DESAIN UNTUK MEMINIMALISIR DISORIENTASI PENGUNJUNG PADA RANCANGAN NEW MALL ONE KELAPA GADING"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal AGORA

Vol. 17 No. 2 Desember 2019: 88-97

DOI:http://dx.doi.org/1025105/agora.v17i2.7498

ISSN 1411-9722 (Print) ISSN 2622-500X (Online)

88

UPAYA DESAIN UNTUK MEMINIMALISIR DISORIENTASI

PENGUNJUNG PADA RANCANGAN NEW MALL ONE KELAPA

GADING

DESIGN EFFORTS TO MINIMALIZE VISITOR DISORIENTATION

ON NEW MALL ONE KELAPA GADING DESIGN

Mahardhika

1

, Mohammad Ischak

2

, Rita Walaretina

3

1 Mahasiswa Jurusan Arsitektur − FTSP, Universitas Trisakti, Jakarta 2,3 Dosen Jurusan Arsitektur − FTSP, Universitas Trisakti, Jakarta E-mail: 1mahardhika05216035@std.trisakti.ac.id, 2m.ischak@trisakti.ac.id,

3rita.walaretina@trisakti.ac.id

ABSTRAK

Sirkulasi merupakan aspek penting sebuah mall karena berperan sebagai pengatur dalam membentuk mall. Sirkulasi pada mall yang luas sering kali membingungkan karena terlihat monoton dan mengakibatkan munculnya kemungkinan disorientasi pengunjung. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kriteria desain yang meminimalisir disorientasi pengunjung untuk rancangan ruang dalam New Mall One Kelapa Gading dengan menganalisis sirkulasi ruang dalam Mall Kelapa Gading 3. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan dukungan data primer dari observasi dan wawancara manajemen mall. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identitas area sirkulasi, zonasi tenant, keberadaan anchor tenant dan fasilitas publik dapat meminimalisir disorientasi pengunjung di dalam mall.

Kata kunci: disorientasi, sirkulasi, mall

ABSTRACT

Circulation organising and forming role is an important aspect for mall. Circulation on a huge mall often confusing and resulting in the possibility of visitor disorientation. This research aims to determine New Mall One Kelapa Gading indoor space design criteria that minimalize visitors disorientation by analyzing Mall Kelapa Gading 3 indoor space circulation. The research method used is qualitative descriptive with observation and mall management interviews as primary data. The research results show that circulation area identity, tenant zoning, the existence of anchor tenant and public facility can minimalize mall visitors disorientation. Keywords: disorientation, circulation, mall

A. PENDAHULUAN

Jakarta adalah kota metropolitan terbesar di Indonesia. Banyaknya masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia yang menjadi penduduk di kota Jakarta mengakibatkan meningkatnya permintaan pemenuhan kebutuhan dan gaya hidup. Salah satu upaya untuk memenuhi permintaan tersebut adalah dengan dibangunnya shopping mall yang tersebar di berbagai wilayah. Shopping mall

merupakan kumpulan toko-toko dalam bangunan pusat perbelanjaan tertutup yang dapat menjadi sebuah bagian besar dalam suatu kota dan merepresentasikan kota tersebut yang pada umumnya mempunyai tiga jenis toko utama yaitu unit shops, MSUs

(medium space users), dan anchor store (department stores, supermarket), serta

dilengkapi juga dengan fasilitas lain yang dapat menguntungkan shopping mall seperti

(2)

hunian, kantor, hotel, dan fasilitas umum lainnya (Coleman, 2006).

New Mall One Kelapa Gading yang akan menggantikan Mall Kelapa Gading 1 merupakan bagian dari Summarecon Mall Kelapa Gading (SMKG) yang menjadi pusat kegiatan Kawasan Sentra Kelapa Gading yang sudah berkembang menjadi sebuah

township dengan salah satu perputaran

bisnis tercepat di wilayah Jakarta Utara. Selain sebagai tempat untuk berbelanja, SMKG juga dilengkapi dengan fasilitas lain seperti hotel dan hunian yaitu Harris Hotel & Convention, POP Hotel, dan The Summit Apartment. New Mall One Kelapa Gading akan dirancang menjadi sebuah shopping

mall lima lantai yang berhubungan langsung

dengan mall eksisting (MKG 2, 3, dan 5) dan dilengkapi dengan fasilitas convention

cente, kantor, hotel, dan apartemen yang

semua fungsinya terintegrasi melalui sirkulasi.

Menurut Coleman (2006) sirkulasi memengaruhi fungsi dan menetapkan karakter pusat perbelanjaan yang akan memengaruhi memori kualitatif pengunjung tentang tempat tersebut. Melihat New Mall One Kelapa Gading yang akan menjadi bagian dari SMKG, yaitu mall terluas ketiga di Indonesia (Kompas, 2020) dan salah satu dari tiga mall di Jakarta dengan traffic pengunjung tertinggi, sangat memungkinkan munculnya masalah disorientasi pada pengunjung di dalam mall yang luas karena merupakan bagian dari

mall eksisting yang disertai dengan fasilitas

pendukung lainnya. Sering kali pengunjung susah menemukan tujuan karena koridor yang berbeda terlihat sama di mata

pengunjung (Wright, Lickorish, dan Hull, 1993). Untuk menghindari permasalahan tersebut, diperlukan penelitian untuk mempermudah orientasi pengunjung yang datang.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kriteria desain bagi rancangan New Mall One Kelapa Gading yang dapat meminimalisir disorientasi pengunjung dengan menganalisis

mall eksisting yang mempunyai fungsi paling

lengkap yaitu Mall Kelapa Gading 3.

B. STUDI PUSTAKA B.1 Mall

Pusat perbelanjaan menurut International Council of Shopping Centers atau ICSC (2017) adalah sekelompok retail dan perusahaan komersial lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola oleh satu properti, serta umumnya area parkir disediakan di tempat. ICSC (2017) mengklasifikasikan pusat perbelanjaan di Asia menjadi

general-purpose centres, special-general-purpose centres,

dan other major retail real estate.

General-purpose centres dibagi menjadi beberapa tipe

yaitu neighbourhood centre, sub-regional

centre, regional centre, super-regional centre, dan mega mall (ICSC, 2017).

Menurut ICSC (2009) Mall Kelapa Gading diklasifikasikan sebagai mega mall. Mall itu sendiri adalah bangunan yang biasanya tertutup dengan jalan yang berada di antara dua baris toko-toko yang berhadapan dan iklimnya terkontrol (Kliment, 2004). Andyono (2006) mengatakan fasilitas yang umumnya disediakan di mall adalah

entrance, sirkulasi, anchor tenant, retail tenant, restaurant row, food court, kids play

(3)

Mahardhika: Upaya Desain Untuk Meminimalisir Disorientasi Pengunjung Pada Rancangan New Mall One Kelapa Gading (88-97)

90

area, street picture, decorative lighting, skylight roof, toilet, dan musholla.

Sirkulasi merupakan salah satu aspek yang menentukan kesuksesan sebuah mall karena sirkulasi dapat menetapkan pergerakan pengunjung dan menentukan apakah pengunjung dapat dengan mudah mencari dan bergerak di antara fasilitas yang berbeda (Coleman, 2006). Menurut ICSC (2014),

mall yang baik dapat dilihat dari:

• Layout mall yang membentuk tempat yang unik dan menarik yang nyaman, aman, dan dapat dinikmati oleh pengunjung.

• Mudah dimengerti.

• Pengaturannya harus membentuk

flow pengunjung yang kuat untuk

memungkinkan pengunjung melewati semua bagian depan retail. • Anchor stores dan atraksi utama lainnya harus diposisikan untuk menghasilkan dan memperkuat flow pengunjung.

B.2 Sirkulasi Mall

Menurut Ching (2007) sirkulasi dapat diartikan sebagai “tali” yang mengikat ruang-ruang suatu bangunan atau suatu deretan ruang-ruang dalam maupun luar, menjadi saling berhubungan, sedangkan ruang sirkulasi publik di dalam pusat perbelanjaan itu sendiri adalah elemen yang mengatur dan menggabungkan bersama bagian-bagian berbeda dari pusat perbelanjaan (Coleman, 2006). Menurut Andyono (2006), sirkulasi dalam mall dapat dibagi menjadi dua yaitu sirkulasi horizontal dan sirkulasi vertikal. Sirkulasi horizontal terdiri dari selasar, jembatan, dan atrium, sedangkan sirkulasi vertikal terdiri dari escalator dan elevator.

Coleman (2006) mengatakan terdapat beberapa jenis pengaturan bentuk sirkulasi publik pada mall yang terbagi menjadi linear,

circuits, journeys, keyholes, routes, dan networks.

Sirkulasi publik berperan sebagai pengatur dalam membentuk sebuah pusat

perbelanjaan, maka dengan

mempertimbangkan peran tersebut tujuan sirkulasi publik dapat diidentifikasi secara terpisah menjadi persyaratan fungsional dan persyaratan kualitatif (Coleman, 2006). Persyaratan sirkulasi fungsional adalah pertimbangan perencanaan utama bangunan (penting), sedangkan persyaratan kualitatif adalah pertimbangan perencanaan kedua yang direkomendasikan mengenai detail desain mall (Sari, 2014) dan secara umum membantu agar fasilitas lebih mudah diingat dan dinikmati serta mempunyai karakter (Wijaya, 2019). Menurut Bitgood (1988) orientasi akan memengaruhi pola sirkulasi pengunjung dan desain sirkulasi akan memengaruhi orientasi pengguna.

B.3 Orientasi Pengunjung

Menurut Ching (2007), orientasi adalah arah relatif suatu bentuk terhadap bidang dasar, titik batas area, bentuk-bentuk lain, atau terhadap orang yang melihat bentuk tersebut, sedangkan orientasi menurut Loomis dan Parsons (1994) mengacu pada memproses informasi lingkungan untuk dua tujuan, yaitu untuk mengetahui lokasi seseorang dalam

physical setting dan menentukan jalannya

tindakan untuk mengatasi tuntutan lingkungan tertentu. Informasi yang disediakan oleh lingkungan memengaruhi orientasi spasial dan wayfinding yang saling berhubungan (Veeramachaeni, 2014).

(4)

Orientasi spasial menurut Veeramachaeni (2014) adalah kemampuan pengguna untuk memahami ruang dan mengorientasikan dirinya. Bitgood (1988) mengatakan terdapat tiga elemen utama terkait dengan orientasi dan sirkulasi pengunjung yaitu orientasi konseptual, wayfinding, dan sirkulasi. Orientasi konseptual adalah kesadaran dan pemahaman tentang tema dan organisasi materi subjek sebuah fasilitas. Wayfinding adalah bisa menemukan atau mencari tempat di dalam sebuah fasilitas, sedangkan sirkulasi menjelaskan bagaimana pengunjung berjalan melalui fasilitas. Orientasi dan sirkulasi bersangkutan satu sama lain karena faktor yang memengaruhi salah satunya kemungkinan memengaruhi yang lainnya, oleh karena itu sangat penting untuk mempertimbangkan dua faktor tersebut secara bersamaan (Bitgood, 1988).

Menurut Syoufa (2014), salah satu prinsip

shopping mall adalah memiliki kejelasan

orientasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dogu (2000) pada beberapa

mall di turki terkait wayfinding dan orientasi,

konfigurasi bangunan, aksesibilitas visual, jalur sirkulasi, dan signage merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi pengunjung secara signifikan saat berjalan di dalam mall.

Seperti yang disebutkan sebelumnya, pada

mall disediakan sirkulasi yang salah satunya

berupa selasar atau dapat disebut juga koridor. Koridor sebagai salah satu gambaran sebuah pusat perbelanjaan menyediakan informasi dan identifikasi bagi pengunjung (Kusumowidagdo, 2015) serta memungkinkan pengunjung untuk menemukan informasi tentang arah (Wee dan

Tong, 2005). Menurut Kusumowidagdo (2015) koridor yang lurus dan mudah diidentifikasi akan secara langsung juga menghubungkan semua area tenant. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumowidagdo (2015) di Gandaria City dan Ciputra World mengenai pengaturan koridor, pengunjung mall lebih menyukai koridor melengkung dibandingkan koridor lurus karena dinilai terlalu monoton. Koridor melengkung juga memberikan visibilitas yang lebih baik bagi pengunjung. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari kemonotonan koridor yaitu pola lantai dan hiasan plafon. Ditemukan lima faktor yang dapat memengaruhi kesadaran pengunjung terhadap orientasi dan kenyamanan dalam melakukan aktivitas di dalam mall yaitu keterbacaan koridor, harmoni visual, lingkungan koridor, desain area tenant, dan gambaran serta interaksi sosial.

Menurut Andyono (2006) pada pusat perbelanjaan pengelompokkan tenant

mempermudah pengunjung untuk pencarian

retail tenant yang diinginkan. Graphic environment sepert signage juga dibutuhkan

sebagai penunjuk arah. Fasilitas publik seperti toilet tidak terlihat langsung dari koridor namun dapat dengan mudah ditemukan oleh pengunjung.

Menurut Coleman (2006), untuk membuat suatu mall berbeda dengan mall lainnya, salah satunya yang dapat dilakukan adalah mempertimbangkan untuk memberikan identitas pada area-area yang berbeda agar dapat dikenali.

(5)

Mahardhika: Upaya Desain Untuk Meminimalisir Disorientasi Pengunjung Pada Rancangan New Mall One Kelapa Gading (88-97)

92

Menurut penelitian Jonson (2017) mengenai sirkulasi kualitatif, berdasarkan wawancara pengunjung yang dilakukan di Pasar Atom Mall identitas area sirkulasi dapat dikenali dengan tenant favorit pengunjung, area makan, bank, ATM center, fasilitas publik seperti toilet, tempat duduk, dll, atrium, dan pengelompokkan tenant. Pengunjung juga bisa mengidentifikasi sirkulasi primer dan sirkulasi sekunder. Namun, masih ada pengunjung yang sulit membedakan sirkulasi pada lantai yang berbeda karena area sirkulasi dari desainnya terlihat sama dan jenis produk yang ditawarkan tenant hampir sama dengan tenant lainnya.

Berdasarkan penelitian mengenai sirkulasi kualitatif yang dilakukan oleh Wijaya (2019) di Ciputra World Mall Surabaya, wawancara pengunjung menghasilkan bahwa identitas area sirkulasi dapat dikenali dengan anchor tenant, pengelompokkan

tenant, elemen interior, fasilitas publik

seperti ATM center, dan layout mall. Pengunjung juga dapat membedakan sirkulasi primer dan sirkulasi sekunder dengan melihat lebar, letak, dan elemen interior pada area sirkulasi tersebut.

Pada penelitian ini sirkulasi ruang dalam eksisting pada Mall Kelapa Gading 3 hanya digunakan sebagai salah satu bahan kajian untuk mendapatkan kriteria desain sirkulasi ruang dalam yang dirasa paling tepat untuk meminimalisir disorientasi pengunjung pada rancangan sirkulasi publik ruang dalam New Mall One Kelapa Gading, maka diharapkan mendapatkan kebaruan karena belum ada penelitian yang menggunakan studi kasus berupa bangunan eksisting yang

berhubungan langsung dengan bangunan yang sedang dirancang.

C. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai (diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (Rahmat, 2009). Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung terhadap objek penelitian, wawancara dan data dari pihak mall, serta data literatur dari buku dan jurnal yang nantinya akan dibandingkan untuk menghasilkan sebuah temuan.

D. HASIL PENELITIAN

Sirkulasi publik pada Mall Kelapa Gading 3 mempunyai organisasi ruang linear berupa koridor tunggal dengan deretan retail pada dua sisinya (gambar 1).

Menurut Ching (2007), sebuah organisasi linear biasanya terdiri dari ruang-ruang berulang yang ukuran, bentuk, dan

Gambar 1.

Lantai Dasar MKG 3

(6)

fungsinya serupa. Bentuk sederhana layout linear mudah dipahami pengunjung namun bentuk yang berulang pada lantai yang berbeda dapat menimbulkan disorientasi karena pengunjung susah membedakannya. Untuk menghindari disorientasi pengunjung, diciptakan identitas pada area sirkulasi. Bentuk melengkung pada koridor dapat menghindari kemonotonan dan meningkatkan visibilitas pengunjung untuk melihat pertokoan yang ada di sekitarnya (Kusumowidagdo, 2015). Pada area sirkulasi juga diterapkan elemen interior seperti skylight pada atrium, hiasan pada plafon dan kolom bangunan yang dapat menjadi ’directory’ desain bagi para pengunjung mall, sehingga mereka akan mampu mengingat dengan baik karakter lokasinya (Andyono, 2007). Selain itu diterapkan juga pola lantai agar koridor tidak terlihat monoton dengan membedakan material atau warna lantai (gambar 2).

Ruang-ruang secara fungsional ataupun simbolis penting bagi organisasi dapat berada di manapun di sepanjang sekuen linear dan dipertegas kepentingannya melalui ukuran, bentuk serta lokasinya yang

bisa berada di ujung sekuen, berjarak sejajar dari organisasi, atau di titik sumbu rotasi suatu bentuk linear yang tersegmentasi (Ching, 2007). Menurut Ali (2017), atrium merupakan sebuah focal point penting bagi suatu mall dengan beberapa karakter yaitu menarik orang untuk menggunakan, menetap, dan melakukan aktivitas sosial, menjadi titik berkumpul, serta sebagai area sirkulasi dengan aksesibilitas yang baik. Pada Mall Kelapa Gading 3 terdapat atrium di bagian depan (gambar 3) dan belakang (gambar 4) mall.

Dua atrium tersebut mudah diidentifikasi karena ukurannya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan sirkulasi publik lainnya dan terdapat void yang besar di atasnya. Atrium di dalam mall menawarkan kualitas spasial dan koneksi visual terhadap

Gambar 2.

Elemen interior sirkulasi publik MKG 3 (Sumber: www.google.com)

Gambar 3.

Atrium MKG 3 (arah main lobby) (Sumber: www.google.com)

Gambar 4.

Atrium MKG 3 (arah MKG 5) (Sumber: www.google.com)

(7)

Mahardhika: Upaya Desain Untuk Meminimalisir Disorientasi Pengunjung Pada Rancangan New Mall One Kelapa Gading (88-97)

94

aktivitas yang berlangsung di sekitarnya termasuk sirkulasi yang dapat dicapai pada lantai yang berbeda (Ali, 2017). Selain menghubungkan sirkulasi publik pada mall, atrium juga dapat digunakan sebagai area pameran dan pertunjukan. Adanya atrium di dalam mall menjadi salah satu ruang sirkulasi yang penting dan dapat menjadi penanda orientasi pengunjung konsisten dengan hasil penelitian Jonson (2017) dan Wijaya (2019).

Sirkulasi primer pada Mall Kelapa Gading 3 mengarahkan pengunjung pada tujuan unggulan mall seperti anchor tenant (SOGO Department Store & Food Hall) dan berukuran ±12 meter. Sirkulasi sekunder mengarahkan pengunjung pada retail-retail yang ada dalam mall dan ukurannya relatif lebih kecil dibandingkan dengan sirkulasi primer yaitu 3-6 meter. Perbedaan ukuran dan fungsi dua jenis sirkulasi tersebut dapat mempermudah orientasi pengunjung di dalam mall, konsisten dengan hasil penelitian Jonson (2017) dan Wijaya (2019).

Dibutuhkan graphic environment sebagai penunjuk arah bagi pengunjung (Andyono, 2006) dan alat bantu orientasi (Veeramachaeni, 2014). Pengunjung harus mempunyai orientasi dasar pada poin-poin krusial di sepanjang ruang sirkulasi seperti

signage yang berhubungan dengan

kebutuhan pengunjung (Veeramachaeni, 2014). Pada Mall Kelapa Gading 3 tidak disediakan directory, hanya terdapat beberapa signage pada area sirkulasi publik yang mengarahkan pengunjung ke beberapa

tenant dan beberapa fasilitas publik seperti

yang terlihat pada gambar 5.

Pada Mall Kelapa Gading 3 jenis-jenis

tenant berbeda diletakkan di lantai yang

berbeda. Tenant sejenis dan berhubungan dapat dikelompokkan dan diletakkan di lantai yang sama. Lantai dasar didominasi F&B tenant berupa restaurant row, fashion dan lifestyle tenant internasional, serta

homes tenant. Pada lantai 1 didominasi fashion dan lifestyle tenant internasional.

Pada lantai 2 didominasi children’s tenant,

local fashion tenant, dan entertainment tenant. Lantai 3 didominasi F&B tenant (foodcourt) seperti yang terlihat pada

gambar 6.

Anchor tenant mudah dikenali sesuai dengan

hasil penelitian Jonson (2017) dan Wijaya

Gambar 6. Foodcourt MKG 3 (Sumber: www.google.com) Gambar 5.

Signage toilet dan nursery room (Sumber: dokumentasi pribadi)

(8)

(2019) karena mempunyai ukuran yang lebih besar dibandingkan retail biasa.

Anchor tenant sebagai magnet sebuah mall

(Andyono, 2006) dapat menjadi penanda untuk orientasi pengunjung. Pada Mall Kelapa Gading 3, anchor tenant diletakkan di perbatasan antara MKG 2 dan MKG 3, pada lantai dasar terdapat anchor tenant berupa supermarket (Food Hall) dan pada lantai-lantai atasnya berupa department

store (SOGO Departement Store) seperti

pada gambar 7, dan pada lantai paling atas terdapat anchor tenant yang dapat dikategorikan juga sebagai entertainment

tenant yaitu Cinema XXI.

Fasilitas publik yang disediakan di Mall Kelapa Gading 3 adalah toilet, mushola,

nursery room, tempat duduk, kidsplay area,

dan ATM center. Fasilitas publik tersebut dapat dijadikan penanda orientasi sirkulasi pengunjung di dalam mall serupa dengan hasil penelitian Jonson (2017) dan Wijaya (2019). Tempat duduk, kidsplay area, dan

ATM center yang bersifat publik langsung

terlihat dari koridor dan mudah ditemukan.

ATM center terletak lantai dasar dan lantai 1,

sedangkan area tempat hanya disediakan di

food court berdampingan dengan kidsplay area (gambar 8).

Seperti yang dikatakan Andyono (2006) sebelumnya fasilitas publik seperti toilet, mushola, dan nursery room tidak terlihat langsung dari koridor karena diletakkan di belakang pertokoan. Hal ini dilakukan karena ruang-ruang tersebut merupakan fasilitas publik yang bersifat privat. Disediakan signage pada area sirkulasi publik yang mengarah pada fasilitas-fasilitas tersebut agar pengunjung mudah menemukannya.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan, orientasi yang baik bagi pengunjung dapat diberikan jika terdapat:

1. Identitas area sirkulasi

Sirkulasi yang mempunyai identitas akan lebih mudah diingat dan mempermudah orientasi pengunjung. Identitas area sirkulasi yang dimaksud adalah seperti layout, bentuk koridor, elemen interior, atrium, dan signage.

2. Zonasi tenant

Mengelompokkan jenis-jenis tenant yang sama dan berhubungan untuk

mempermudah pengunjung

menemukan tenant dan sebagai penanda orientasi pengunjung.

Gambar 8.

Tempat duduk dan kidsplay area (Sumber: www.google.com)

Gambar 7.

SOGO Department Store (Anchor Tenant) (Sumber: www.mallkelapagading.com)

(9)

Mahardhika: Upaya Desain Untuk Meminimalisir Disorientasi Pengunjung Pada Rancangan New Mall One Kelapa Gading (88-97)

96

3. Keberadaan anchor tenant

Kehadiran Anchor tenant di dalam

mall dapat mudah dikenali pengunjung

karena ukurannya yang jauh lebih besar dibandingkan dengan retail

tenant lainnya sehingga dapat

dijadikan penanda orientasi oleh pengunjung.

4. Keberadaan Fasilitas publik

Adanya fasilitas publik di sepanjang area sirkulasi dapat menjadi penanda orientasi pengunjung di dalam mall. Disorientasi pengunjung dapat diminimalisir dengan mempertimbangkan konsep ini sebagai kriteria desain rancangan ruang dalam New Mall One Kelapa Gading,

DAFTAR RUJUKAN

Ali, Lana & Ali, Ansam & Muhammed, Shna. Design Elements Affecting the Using of

Atriums in Shopping Malls in Erbil City.

Sulaimani Journal For Engineering Sciences Vol. 4, No. 15, (2017): 26-41.

Andyono, Yuli, Ferihan Aditya, dan Widya Suharnoko. Indonesia Shopping Centers. Griya Asri Prima. Jakarta. 2006.

Bitgood, S. Problems in Visitor Orientation

and Circulation. In S. Bitgood, J. Roper, &

A. Benefield (Eds.), Visitor studies-1988: Theory, research, and practice. Jacksonville, AL: Center for Social Design. (1988): PP. 155-170.

Ching, Francis D.K. Arsitektur: Bentuk, Ruang, dan Tatanan. Erlangga. Jakarta. 2007.

Coleman, Peter. Shopping Environments

Evolution, Planning and Design.

Architectural Press. Burlington. 2006

Dogu, Ufuk & Erkip, Feyzan. Spatial Factors

Affecting Wayfinding and Orientation: A Case Study in a Shopping Mall. Environment

and Behavior Vol. 32, No. 6, (2000): 731-755.

International Council of Shopping Centers. “Asia Shopping-Centre Classification and

Typical Characteristics” Dalam icsc.com

(Diakses pada Maret 2020)

International Council of Shopping Centers. “Asia-Pacific Shopping Centre Classification” Dalam icsc.com (Diakses

pada Maret 2020)

International Council of Shopping Centers. “Design Principles and Practices” Dalam icsc.com (Diakses pada Maret 2020)

International Council of Shopping Centers. “First Steps Toward a Shopping Center

Typology for Southeast Asia, Asia Pacific and Beyond” Dalam icsc.com (Diakses pada

Maret 2020)

Jonson, Jennifer, Sriti M. Sari, dan Dodi Wondo. “Aplikasi Sirkulasi Kualitatif Pada Interior Pasar Atom Mall di Surabaya”. JURNAL INTRA Vol. 5, No. 2, (2017): 230-236

Kliment, Stephen. Building Type Basics for

Retail and Mixed-Use Facilities. John Wiley

(10)

Kompas. “Ini Lima Mall Terbesar di Indonesia, yang Mana Nomor Satu?” Dalam properti.kompas.com (Diakses pada April 2020)

Kusumowidagdo, A., Sachari, A., & Widodo, P. The Important Factors of Corridors

Settings in Shopping Center Design: A Study

of Indonesian Shopping Centers.

Architecture Science No. 11, (2015):1-27.

Rahmat, Pupu. S. Penelitian Kualitatif. Equilibrium, 5.9 (Januari–Juni 2009): 1-8.

Sari, Sriti M., Dwi Marianto, dan Suastiwi. “Qualitative Circulation Space Application

at the Tunjungan Plaza Shopping Mall in Surabaya.” International Journal of Creative

and Arts Studies 1.2 (Juli 2014):1-5.

Syoufa, A., & Hapsari, H. “Pengaruh Pola Sirkulasi Pusat Perbelanjaan Mal Terhadap Pola Penyebaran Pengunjung, Studi kasus: Margocity, Depok”. Jurnal Ilmiah Desain & Konstruksi, Vol. 13 No. 2 (Desember 2014): 46-57.

Veeramachaneni, Meghana. "Wayfinding For

The Blind In A Retail Setting". Graduate

Theses and Dissertations. 2014. 14252.

Wijaya, Laurensia D., Sriti M. Sari, dan Dodi Wondo. “Aplikasi Sirkulasi Kualitatif Pada Interior Ciputra World Mall Surabaya”. JURNAL INTRA Vol. 7 No. 2, (2019):10-17.

Wright, P., Lickorish, A., & Hull, A. J.

Navigating in a hospital outpatients

department: The merits of maps and wall signs. Journal of Architectural and Planning

Referensi

Dokumen terkait

Terlepas dari penderitaan fisik dan psykis yang dilakukan oleh kaum kolonial terhadap kaum pribumi seperti yang sudah dijelaskan di atas, namun pemerintah kolonial juga

Pada uji hubungan variabel sikap didapatkan hasil p value 0,552 sehingga menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Sikap Petugas Kesehatan dengan

Besaran inflasi/deflasi pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut; kelompok bahan makanan sebesar -0,82 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok &

Sesuai dengan permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kompetensi guru-guru sains (biologi) Sekolah

Penelitian ini menggunakan faktor-faktor yang akan diamati dan sebelumnya telah dijelaskan hipotesis dari faktor-faktor tersebut, antara lain keputusan migrasi sirkuler

Namun, berbeda dengan yang dikemukakan oleh Achmad dan Setiawan (2007) pada penelitiannya kupon tidak berpengaruh terhadap perubahan harga obligasi. Berdasarkan

Puji syukur yang teramat dalam saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Segala, atas percikan kasih, hidayat, dan taufiq-Nya sehingga Skripsi dengan judul

yang dicari dan dikembalikan berupa file dokumen pada media penyimpanan komputer non-volatile memory yaitu Solid State Drive (SSD) , pengambilan bukti digital