• Tidak ada hasil yang ditemukan

SULOLIPU p-issn X Vol.17 No.1 (Juni 2017)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SULOLIPU p-issn X Vol.17 No.1 (Juni 2017)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

SURVAI ANGKA KUMAN PADA RUMAH PENDERITA ISPA DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS DUNGINGI KOTA

GORONTALO

Ekawaty Prasetya

Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo

ekawaty8144@yahoo.com

ABSTRACT

The number of colonies of microorganisms in the air depend on the activity in the room as well as the amount of dust and other impurities. The dirty rooms have the air which contains microorganisms than clean room. Sources causes of indoor air pollution associated with the building itself, the fixtures in the building (carpeting, air conditioning, etc.), the condition of the buildings, temperature, humidity, ventilation, and matters relating to the behavior of those who were in the room.This one iscause the high incidence of respiratory disease in Puskesmas Dungingi where the disease is the highest position in the health centers.This study aims to determine the number of bacteria found in the homes of people in a room ISPA. Research carried out by media PCA (Plate Count Agar) and to count the number of colonies of germs by using Colony counter type of research is analytic survey to check the total number of germs in the home with ARI located in Puskesmas Dungingi. Technical analysis of the data used is analytic survey with the examination number of bacteria in the air and then lays out the results with Minister of Health Decree No.1405 / Menkes / SK / XI / 2002 concerning the quality of indoor air. The average total number of germs in the home with ARI in Puskesmas Dungingi was 57.3 colonies by the total number of germs that most of the 180 colonies and the number of bacteria that is at least that amount to 12 colonies. 53 air samples or 91.37% of air samples in the homes of people ISPA in Puskesmas Dungingi which has a number of bacteria that exceed the limits required by the WHO which is not more than 20 colonies in a petri dish.It is advisable for the institution, especially Puskesmas Dungingi for more attention to the quality of air in homes that may be realized in the implementation of community health centers program for prevention against diseases caused by air contamination.

(2)

ABSTRAK

Jumlah koloni mikroorganisme di udara tergantung pada aktifitas dalam ruangan serta banyaknya debu dan kotoran lain. Ruangan yang kotorakan berisi udara yang banyak mengandung mikroorganisme pada ruangan yang bersih. Sumber penyebab polusi udara dalam ruangan berhubungan dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam bangunan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi bangunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di dalam ruangan. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab tingginya angka kejadian penyakit ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi dimana penyakit ini menempati posisi tertinggi di puskesmas tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui angka kuman yang terdapat pada rumah penderita ISPA dalam suatu ruangan. Penelitian dilakukan dengan media PCA (Plate Count Agar) dan untuk menghitung jumlah koloni kuman dengan menggunakan Colony counter Jenis penelitian ini adalah survey analitik dengan memeriksa jumlah angka kuman pada rumah penderita ISPA yang berada di wilayah kerja Puskesmas Dungingi. Tehnik analisis data yang digunakan adalah survey analitik dengan pemeriksaan angka kuman di udara kemudian menjabarkan hasilnya dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 mengenai kualitas udara dalam ruang. Rata-rata jumlah angka kuman di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi adalah 57,3 koloni dengan jumlah angka kuman yang paling banyakyakni 180 koloni dan angka kuman yang paling sedikit yakni berjumlah 12 koloni. 53 sampel udara atau 91,37% sampel udara dalam rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi yang memiliki angka kuman yang melebihi batas yang dipersyaratkan oleh WHO yakni tidak lebih dari 20 koloni dalam satu cawan petri. Disarankan bagi institusi khususnya Puskesmas Dungingi agar lebih memperhatikan kualitas udara di rumah-rumah penduduk yang dapat direalisasi dalam implementasi program puskesmas sebagai upaya pencegahan terhadap penyakit-penyakit akibat kontaminasi udara.

Katakunci : angka kuman, penyakit ISPA

PENDAHULUAN

Jumlah koloni mikroorganisme di udara tergantung pada aktifitas dalam ruangan serta banyaknya debu dan kotoran lain. Ruangan yang kotor akan berisi udara yang banyak mengandung mikroorganisme dari pada ruangan yang bersih (Moerdjoko, 2004).

Sumber penyebab polusi udara dalam ruangan berhubungan dengan bangunan itu sendiri, perlengkapan dalam bangunan (karpet, AC, dan sebagainya), kondisi angunan, suhu, kelembaban, pertukaran udara, dan hal-hal yang berhubungan dengan perilaku orang-orang yang berada di

(3)

dalam ruangan, misalnya merokok. Sumber polusi udara dalam ruang selain dapat berasal dari bahan-bahan sintetis

dan beberapa bahan alamiah yang digunakan untuk karpet, busa, pelapis dinding, dan perabotan rumah tangga (asbestos, formaldehid, VOC), juga dapat berasal dari produk konsumsi (pengkilap perabot, perekat, kosmetik, pestisida/insektisida) (Fitria, 2009).

Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) merupakan masalah yang perlu mendapat perhatian karena akan berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Timbulnya kualitas udara dalam ruangan umumnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kurangnya ventilasi udara (52%) adanya sumber kontaminasi di dalam ruangan (16%) kontaminasi dari luar ruangan (10%), mikroba (5%), bahan material bangunan (4%) ,lain-lain (13%). Sumber pencemaran udara dapat pula berasal dari aktifitas rumah tangga dari dapur yang berupa asap, Menurut beberapa penelitian pencemaran udara yang bersumber dari dapur telah memberikan kontribusi yang besar terhadap penyakit ISPA.

Puskesmas Dungingi berada di Kelurahan Huangobotu tepatnya di depan Sektor Dungingi. yang terdiri atas lima 5 Kelurahan yakni kelurahan Tuladenggi, Kelurahan Libuo, Kelurahan Huangobotu, Kelurahan Tomulabutao Selatan, dan Kelurahan Tomulabutao induk dengan luas wilayah adalah 41.041 Km2.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Dungingi Kota Gorontalo penyakit ISPA selalu menduduki urutan pertama dari data 10 besar penyakit di 3 (Tiga) tahun terakhir, Kejadian ISPA merupakan infeksi saluran pernafasan atas pada balita usia nol sampai lima tahun yang di tandai dengan batuk pilek, demam, sakit telinga (otitis media), dan radang tenggorokan(faringitis), pada bulan Januari sampai bulan Agustus 2015 berjumlah 832 balita, dan rata rata perbulanya adalah 142 balita.

Jumlah koloni bakteri dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya kebiasaan merokok, aktivitas dalam ruangan, kelembaban, suhu dan lain sebagainya merupakan salah satu pencetus tingginya angka kejadian penyakit ISPA. Sehingga dianggap perlu dilakukan pemeriksaan angka kuman pada rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi agar dapat dijadikan acuan sebagai data hasil pengukuran untuk berbagai kepentingan, diantaranya untuk mengetahui tingkat pencemaran udara di indoor pollution agar bisa ditemukan langkah-langkah program pengendalian pencemaran udara sedini mungkin.

METODE PENELITIAN

1. LokasiPenelitian

Pengambilan sampel udara dilakukan di rumah-rumah penduduk yang pernah berkunjung ke Puskesmas Dungingi dan didiagnosa menderita ISPA oleh dokter. Sedangkan pemeriksaanangka kuman dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo.

2. DesaindanVariabelPenelitian

(4)

membandingkan jumlah angka kuman di udara pada rumah penderita ISPA dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1405 / MENKES/SK/XI/2002, dimana dinyatakan bahwa Angka kuman kurang dari 700 koloni/ udara. Tehnik pengambilan sampel dilakukan accidental sampling.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah rumah penduduk dimana penghuninya pernah berkunjung dan berobat yang terdaftar dalam registrasi di wilayah Puskesmas Dungingi dalam kurun waktu penelitian, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah rumah pengunjung yang berkunjungdan berobat ke wilayah Puskesmas Dungingi dan didiagnosa oleh dokter sebagaipenderita ISPA.

4. Analisis Data

Hasil penelitiandijabarkansecara deskriptif yang meliputi variabel-variabel yang diteliti dengan melakukan pengukuran secara langsung kualitas udara di dalam ruangan termasuk angka kuman di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi.

HASIL PENELITIAN

1. Hasil Identifikasi Angka Kuman pada Penderita ISPA di WilayahKerja Puskesmas Dungingi

Hasil pengukuran angka kuman dan kualitas fisik udara di rumah penderitaISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi dapat dilihat pada tabel dibawahini:

Tabel 1

Angka Kuman dan Kualitas Fisik Udara di Rumah Penderita ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas

No Indikator Min Max Rata-Rata

1. Angka Kuman 12 180 57,3

2. Kelembaban 64,7 97 79,7

3. Pencahayaan 12,7 201 108,1

4. Suhu 30 33 31,6

Sumber : Data Primer 2015

Berdasarkan tabeldiatas diketahui bahwa menunjukkan terdapat bakteri di salah satu rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi, dengan hasil penangkapan bakteri menggunakan media Nutrien

agar, rata-rata jumlah angka kuman adalah 57,3 koloni dengan jumlah

angka kuman yang paling banyak yakni 180 ditemukan di salah satu rumah penderita ISPA yang berada di Kelurahan Huangobotu. Sedangkan hasil identifikasi angka kuman yang paling sedikit yakni berjumlah 12 dirumah salah satu penderita ISPA di Kelurahan Libuo.

(5)

Hasil ini masih di bawah standar atau sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1405/MENKES/SK/XI/2002 yang mensyaratkan angka kuman kurang dari 700/udara. Namun, menurut WHO dalam Moerjoko (2009) Batas jumlah koloni yang digunakan sebagai standar kualitatif banyak-sedikit adalah 20 koloni dalam satu cawan petri, sesuai dengan ketentuan yang umum digunakan oleh WHO untuk mikroorganisme udara.

Selain, mengidentifikasi angka kuman di udara pada rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi juga diidentifikasi kualitas fisik udara yang ada di dalam rumah.

Parameter kualitas fisik udara yang diidentifikasi meliputi kelembaban, pencahayaan, dan suhu. Dimana, diketahui bahwa suhu, kelembaban, dan pencahayaan juga berpengaruh pada jumlah angka kuman di udara. Hasil pengkuran diketahui bahwa rata-rata tingkat kelembaban relatif udara di rumah penderita ISPA yakni 79,7%, dengan kelembaban yang paling tinggi yang terukur yakni mencapai 97%, sedangkan kelembaban udara yang terendah yang terukur pada saat penelitian yakni 64,7 %. Nilai kelembaban rata-rata dan beberapa sampel udara di rumah penderita ISPA belum memenuhi syarat kualitas udara berdasarkan PerMenKes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah yang mensyaratkan kelembaban udara di dalam ruamah 40%-70%.

Pada hasil pengukuran kualitas fisik udara di dalam rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi yang digambarkan pada tabel 1 juga dapat diketahui indikator kualitas fisik udara yakni pencehayaan. Dimana pencahayaan dalam ruang di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi rata-rata 108,1 Lux, dengan tingkat pencahayaan yang paling tinggi yakni 201 Lux dan tingkat pencahayaan yang paling rendah yakni hanya 12,7 Lux. Nilai rata-rata untuk tingkat pencahyaan dalam ruangan di dalam rumah penderita ISPA wilayah kerja Pusekesmas Dungingi telah sesuai dengan, PerMenKes RI No.1077/ Menkes/Per/V/2011 yaitu sebesar minimal 60 Lux dan tidak menyilaukan mata.Tetapi untuk beberapa sampel belum memenuhi tingkat pencahayaan yang dipersyaratkan.

Hasil pengukuran suhu udara dalam ruangan di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi diketahui, bahwa suhu udara dalam rumah rata-rata 31,620C. Nilai rata-rata suhu udara di rumah penderita ISPA belum memenuhi syarat kualitas udara berdasarkan PerMenKes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah yang mensyaratkan suhu udara berkisar antara 180C - 300C. Suhu yang paling rendah yang terukur yakni 300C dan suhu yang tertinggi yakni 330C

(6)

Tabel 2

Distribusi dan Frekuensi Angka Kuman dan Kualitas Fisik Udara di Rumah Penderita ISPA di Wilayah Kerja Puskesmas Dungingi

Frekuensi

No. Indikator

Memenuhi

Syarat Tidak Memenuhi Syarat

n % n %

1. Angka Kuman 5 8,62 53 91,37

2. Kelembaban 10 17,24 48 82,75

3. Pencahayaan 49 84,48 9 15,51

4. Suhu 6 10,34 52 89,65

Sumber: Data Sekunder 2015

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat 53 sampel atau 91,37% sampel udara dalam rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi belum memenuhi syarat kualitas mikrobiologi udara, karena berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah koloni bakteri dikketahui telah melebihi batas koloni bakteri yang dipersyaratkan WHO dalam Moerjoko (2009).

Angka kuman melebihi standar yang didapat di hampir seluruh sampel penelitian, kemungkinan besar juga dipengaruhi oleh kualitas fisik yang tidak

memenuhi standar dan mendukung perkembangan bakteri di lingkungan rumah penderita ISPA. Dimana terdapat 48 sampel udara dalam rumah atau 82,7 % sampel udara di rumah penderita ISPA tidak memenuhi standar kelembaban udara sesuai dengan PerMenKes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah dan sampel yang memenuhi standar hanya 17,24% atau 10 sampel udara.

Berdasarkan data pada tabel2 juga dapat diketahui bahwa terdapat 52 sampel udara atau 89,65% sampel udara di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi belum memenuhi syarat dan sampel udara yang memenuhi syarat hanya 6 sampel udara atau 10,34% sampel udara, sesuai dengan PerMenKes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah.

Tetapi untuk untuk kualitas fisik udara pada indikator tingkat pencahayaan telah memenuhi standar, dimana hampir sebagian besar sampel yakni 48 Sampel (84,48%) telah memenuhi standar dan hanya 9 sampel (15,51%) yang belum memenuhi standar

(7)

PEMBAHASAN

Bakteri atau kuman adalah jenis kontaminan mikrobiologis di udara. Bakteri yang tersebar bersama-sama dengan aerosol yang ada di udara. Berdasarkan hasil penangkapan bakteri atau kuman di udara di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi, dengan menggunakan media Nutrien agar, diketahui bahwa rata-rata jumlah angka kuman adalah 57,3 koloni dengan jumlah angka kuman yang paling banyak yakni 180 ditemukan di salah satu rumah penderitaISPA yang berada di Kelurahan Huangobotu. Sedangkan hasil identifikasi angka kuman yang paling sedikit yakni berjumlah 12 dirumah salah satu penderita ISPA di Kelurahan Libuo. Menurut WHO dalam Moerjoko (2009) Batas jumlah koloni yang digunakan sebagai standar kualitatif banyak-sedikit adalah 20 koloni dalam satu cawan petri, sesuai dengan ketentuan yang umum digunakan oleh WHO untuk mikroorganisme udara. Berdasarkan standar tersebut dapat diketahui bahwa 53 sampel atau 91,37% sampel udara dalam rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi memiliki angka kuman yang telah melebihi batas koloni kuman atau bakteri yang dipersyaratkan.

Hasil perhitungan angka koloni kuman atau bakeri yang melebihi batas yang dipersyaratkan adalah indikator yang menunjukkan bahwa buruknya kualitas udara di dalam rumah penderita ISPA wilayah kerja Puskesmas Dungingi. Kontaminasi udara yang disebabkan oleh adanya bakteri menjadi salah satu penyebab adanya infeksi saluran pernafasan yang dialami oleh penghuni rumah Gangguan kesehatan yang dapat dialami oleh penghuni rumah bervariasi tergantung jenis dan rute pajanan. Gangguan kesehatan yang dialami oleh sebagian besar penghuni

rumah yang dijadikan sampel pada penelitian tergolong pada ISPA non pnemonia yang hanya mencakup batuk pilek dan bukan pneumonia.

Hal ini didukung oleh studi di beberapa negara berkembang menunjukan bahwa terdapat hubungan antara keterpaparan polusi dalam rumah (indoor

airpolutan) dengan penyakit pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas,

dan infeksitelinga tengah (WHO dalam Halim fitria, 2012).

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi potensi mikroorganisme yang dapat menimbulkan penyakit yaitu tempat masuknya mikroorganisme, jumlahnya cukup banyak, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru dan kemampuan berpindah pada Host yang baru. Potensi juga masih bergantung pada pathogenesitas mikroba dan daya tahan tubuh Host.

Angka kuman yang melebihi batas yang dipersyaratkan yang tersebar di 91,37% sampel dalam penelitian didukung oleh dua indikator kualitas fisik udara yang ada di dalam rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi yakni temperatur udara dalam rumah atau suhu, dan kelembaban yang tidak memenuhi syarat kualitas udara untuk rumah tinggal. Diketahui bahwa perkembangan mikroorganisme sangat ditentukan oleh kondisi suhu atau temperatur udara pada tingkat tertentu. Pada suhu yang tepat (optimum) sebuah sel bakteri dapat tumbuh memperbanyak dirinya dan tumbuh semakin cepat.“Habitat ideal mikroorganisma ialah tempat-tempat yang mengandung nutrien, kelembaban dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangbiakannya” Hartoyo (2009).

(8)

Hasil pengukuran suhu udara dalam ruangan di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi diketahui, bahwa suhu udara dalam rumah rata-rata 31,620C. Nilai rata-rata suhu udara di rumah penderita ISPA belum memenuhi syarat kualitas udara berdasarkan PerMenKes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah yang mensyaratkan suhu udara berkisar antara 180C - 300C. Dimana terdapat 52 sampel udara dalam

rumah atau 89,65% sampel udara di rumah penderita ISPA tidak memenuhi standar suhu udara yang dipersyaratkan.

Suhu atau temperatur udara di hunian penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi yang rata-rata lebih dari 300C, merupakan suhu yang optimal bagi pertumbuhan bakteri pada umumnya dan jenis bakteri tertentu. Suhu di dalam ruangan ini juga tidak dapat dikontrol oleh karena rata-rata hunian belum memiliki AC atau pengontrol suhu dalam ruangan. Sehingga dengan keadaan lingkungan yang seperti ini memungkinkan bakteri berkembang dengan cepat dan pada jumlah yang melebihi baku mutu yang dipersyaratkan dapat menjadi sumber kontaminasi udara di dalam rumah.

Berdasarkan penelitian Wulandari (2013) suhu ruangan yang lebih dari 300C merupakan suhu yang baik atau optimum bagi perkembangbiakan bakteri jenisStreptococcus. Diketahui bahwa standar suhu optimum pertumbuhanStreptococcus yaitu 30o-37oC.

Selain suhu atau temperatur udara, kelembaban relatif juga ikut berpengaruh pada tingginya jumlah koloni bakteri yang mengkontaminasi udara dalam ruang di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi. Rata-rata tingkat kelembaban relatif udara di rumah penderita ISPA yakni 82,75%, dengan kelembaban yang paling tinggi yang terukur yakni mencapai 97%, sedangkan kelembaban udara yang terendah yang terukur pada saat penelitian yakni 64,7 %. Nilai kelembaban rata-rata dan beberapa sampel udara di rumah penderita ISPA belum memenuhi syarat kualitas udara berdasarkan PerMenKes No. 1077 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyehatan Udara Dalam Ruang Rumah yangmensyaratkan kelembaban udara 40%-70%. Dimana, terdapat 48 sampel udara dalam rumah atau 82,75% sampel udara di rumah penderita ISPA tidak memenuhi standar kelembaban udara yang dipersyaratkan.

Kelembaban dalam ruangan atau rumah tinggal yang cukup tinggi akan mempermudah berkembangbiaknya mikroorganisme termasuk kuman ataupun bakteri. Kondisi udara dalam ruangan yang mengandung banyak uap air merupakan media yang baik untuk mendukung pertumbuhan bakteri.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2012) yang bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman spesies bakteri dan perbedaan angka bakteri udara dalam ruang kelas SMK Theresiana Semarang, menyimpulkan bahwa, terdapat hubungan yang signifikan antara suhu dan kelembaban dengan angka bakteri udara.

Kelembaban dan suhu udara dalam rumah yang tinggi dan tidak sesuai standar juga dipengaruhi oleh kondisi rumah penderita ISPA, dimana hampir semua rumah yang dijadikan sampel penelitian belum hanya mengandalkan

(9)

ventilasi alami dalam mensirkulasikan udara sehingga sangat sulit mengontrol suhu di dalam ruangan. Panas yang dihasilkan oleh pengguna ruangan, peralatan elektronik (Televisi) serta distribusi panas yang datang dari luar ruangan dapat berakibat temperatur udara di dalam ruangan meningkat dengan cepat dan selalu tidak bisa dikontrol.

Suhu udara yang melebihi standar pada saat pengukuran dilakukan di sangat mempengaruhi proses penguapan yang berasal dari berbagai sumber seperti penguapan yang berasal dari tanah atau saluran air di dekat rumah.Suhu udara yang tinggi mampu mempercepat penguapan. Saat temperatur udara tinggimaka mengandung udara lembab yang lebih banyak dibandingkan dengan suhu udara yang rendah. Ketika suhu udara turun maka uap air ini akan mengalami pengembunan. Sehingga menurut Machine Applications Corporation, (2011)“kelembaban relatif sangat ditentukan oleh suhu udara”.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Rata-rata jumlah angka kuman di rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi adalah 57,3 koloni dengan jumlah angka kuman yang paling banyak yakni 180 koloni dan angka kuman yang paling sedikit yakni berjumlah 12 koloni.

2. Angka kuman di rumah Penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi masih di bawah standar Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1405 / MENKES/SK/XI/2002 yang mensyaratkan angka kuman kurang dari 700/udara. Namun, menurut WHO dalam Moerjoko (2009) angka kuman telah melebihi batas yang ditentukan yakni 20 koloni dalam satu cawan petri 53 sampel udara atau 91,37% sampel udara dalam rumah penderita ISPA di wilayah kerja Puskesmas Dungingi memiliki angka kuman yang melebihi batas yang dipersyaratkan oleh WHO yakni tidak lebih dari 20 koloni dalam satu cawan petri

Saran

1. Disarankan bagi institusi khususnya Puskesmas Dungingi agar lebih memperhatikan kualitas udara udara di rumah-rumah penduduk yang dapat direalisasi dalam implementasi program puskesmas sebagai upayapencegahan terhadap penyakit-penyakit akibat kontaminasi udara danmenular lewat udara.

2. Disarankan bagi masyarat agar lebih menjaga kebersihan dan sanitasi dilingkungan perumahannya yang dapat menjadi sumber kontaminan atau pencemaran udara.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz S. Polusi air dan udara.Yogyakarta: Kanisius; 1992.

Fitria, L. , Ririn Arminsih Wulandari, Ema Hermawati, Dewi Susanna. 2009.

Kualitas Udara Dalam Ruang Perpustakaan Universitas ”X” DitinjauDari Kualitas Biologi, Fisik, Dan Kimiawi .Makara,

Kesehatan, Vol. 12,No. 2, Desember 2009: 76-82.

Juarsih. 2013. Pengaruh Kualitas Fisik Udara Dalam Ruangan Ber Ac

TerhadapKejadian Sick Building Syndrome (Sbs)Pada Pegawai Di Gedung Pusat Teknologi Informasi Dan Komunikasi (Pustikom).

Universitas NegeriGorontalo.

Machine Applications Corporation. 2011. The Humidity/Moisture Handbook Menteri Kesehatan Republik Indonesia.Keputusan Menteri Kesehatan

RepublikIndonesia Nomor 1405/Menkes/Sk/Xi/2002 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran Dan Industri

Moerdjoko, 2004. Kaitan Sistem Ventllasi Bangunan Dengan KeberadaanMikroorganisme Udara. Dimensi Teknik Arsitektur Vol.

32, No. 1, Juli2004: 89 – 94.

Gesti. 2013. Hubungan Perilaku Merokok dengan Derajat Keparahan

InfeksiSaluran Pernapasan Akut (ISPA) pada remaja SMKN 2 Malang.Jurnal.FKUB.

Lestari, P. 2012. Keanekaragaman Spesies Bakteri dan Perbedaan Angka

BakteriUdara Dalam Ruang Kelas di SMK Theresiana Semarang.

SkripsiUniversitas Muhamadiyah Semarang

Mukono. H.J. 2003. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya terhadapGangguan Saluran Pernapasan. Surabaya : Airlangga University Press.2003.

Mukono, H.J. 2005. Toksikologi Lingkungan . Surabaya : Airlangga UniversityPress.

Notoatmodjo,Soekidjo 2005. Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Nurhidayati,Istiana. 2009. Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian

PenyakitISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puseksmas Karangnongko Kabupaten Klaten 2009.Jurnal.

FKUB(http://.www.jurnal.stikesmukla.ac.id/index.php/motorik/article/downl

oad/45/41. diakses 11 Mei 2015)

Wulandari, E. 2013. Faktor Yang Berhubungan Dengan Keberadaan

StreptococcusDi Udara Pada Rumah Susun Kelurahan Bandarharjo Kota Semarang Tahun 2013.Unnes Journal of Public Health.

Referensi

Dokumen terkait

bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004 tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah terakhir

BODY IMAGE PADA REMAJA PUTRI PENGGEMAR GIRL BAND K-POP.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Sistem pengukuran kinerja BSC yang menggunakan beragam ukuran baik keuangan maupun non keuangan menunjukkan adanya target dan sasaran khusus yang lebih jelas untuk dicapai

McLeod, Jr., (2001: 15) menyatakan bahwa data terdiri dari fakta- fakta dan angka-angka yang relatif tidak berarti bagi pemakai. Sebagai contoh, jumlah jam kerja pegawai,

Merakit (pemasangan setiap komponen, handle, poros pemutar, dudukan handle alas atas bawah, dan saringan).. Mengelas (wadah dengan alas atas, saringan, handle, dan

Pertama , penjelasan isi dari ayat 9-26 dalam surah Al-Kahfi tentang nilai- nilai pendidikan Islam dalam kisah Aṣḥābul Kahfi dalam Alquran yaitu : ayat 9

merupakan salah satu jenis ikan kakap yang banyak dicari oleh konsumen. sebagai bahan konsumsi masyarakat yaitu sebagai lauk-pauk harian