• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM... i. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUMError! Bookmark not defined.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. HALAMAN SAMPUL DALAM... i. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUMError! Bookmark not defined."

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DALAM ... i

HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUMError! Bookmark not defined. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSIError! Bookmark not defined. HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI ... 4

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN KATA PENGANTAR ... Error! Bookmark not defined. HALAMAN DAFTAR ISI ... 1

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... ..1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Ruang Lingkup Masalah. ... 6

1.4 Orisinalitas Penelitian ... 7 1.5 Tujuan Penelitian ... 8 a. Tujuan Umum ... 8 b. Tujuan Khusus ... 9 1.6 Manfaat Penelitian ... 9 a. Manfaat Teoritis ... 10

(2)

b. Manfaat Praktis ... 10

1.7 Landasan Teoritis ... .... 10

1.8 Metode Penelitian ... 18

1.8.1 Jenis Penelitian... 18

1.8.2 Jenis Pendekatan ... 18

1.8.3 Sumber Bahan Hukum ... 19

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 20

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum ... 20

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN 2.1Pengertian Pangan dan Pangan Tradisional ... 22

2.1.1. Pangan ... 22

2.1.2. Pangan Tradisional ... 26

2.2 Pengertian Standarisasi Mutu dan Gizi Pangan ... 28

2.2.1. Standarisasi Mutu Pangan ... 28

2.2.2. Gizi Pangan ... 33

BAB III PENGATURAN MENGENAI STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN TERHADAP MAKANAN YANG BEREDAR DI PASARAN

3.1 Bentuk dan Substansi Pengaturan mengenai Standarisasi, Mutu dan Gizi Pangan 41

ix

(3)

3.2 Syarat-Syarat Standarisasi, Mutu dan Gizi Pangan terhadap makanan yang beredar di Pasaran ... 50

BAB IV PEREDARAN PANGAN TRADISIONAL BALI DI PASARAN BERDASARKAN STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN

4.1 Bentuk Pengawasan terhadap peredaran makanan yang tidak memenuhi Standarisasi, Mutu dan Gizi Pangan... 60

4.2 Jenis-jenis bahan berbahaya yang ditemukan dalam Pangan Tradisional Bali sehingga tidak memenuhi Standarisasi, Mutu dan Gizi Pangan ... 69

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 82 5.2 Saran ... 83 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR INFORMAN LAMPIRAN - LAMPIRAN RINGKASAN SKRIPSI ABSTRAK xi

(4)

Kini banyak pelaku usaha yang menjual produk pangan tradisional bali yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi. Dalam hal ini konsumen yang akan mengalami kerugian akibat mengkonsumsi pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan gizi karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan. Sudah cukup banyak peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan. Akan tetapi, berdasarkan fakta dilapangan masih banyak ditemukan pangan tradisional bali yang mengandung bahan berbahaya sehingga tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaturan mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan terhadap makanan yang beredar dipasaran? dan apakah pangan tradisional bali yang beredar dipasaran sudah memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan berdasarkan peraturan yang berlaku?.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan fakta dan pendekatan perundang-undangan. Bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama, bahan hukum sekunder berupa literatur yang berkaitan dengan permasalahan dan bahan hukum tersier berupa kamus hukum. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Dan analisis bahan hukum dengan menggunakan informasi dari lapangan kemudian dianalisis dengan teknik kualitatif dan disajikan secara deskriptif dan sistematisasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap permasalahan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengaturan mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan antara lain keamanan pangan, ketentuan mutu dan gizi pangan serta label dan iklan pangan sebagai suatu sistem standarisasi pangan dan secara lebih spesifik dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang pada intinya didalam ketentuan tersebut menjelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan. Dan Berdasarkan laporan tahunan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Kota Denpasar tahun 2012 – 2015 diketahui bahwa masih banyak pangan tradisional bali yang ditemukan mengandung bahan berbahaya, dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 terus mengalami peningkatan sehingga pangan tradisional bali yang beredar dipasaran dapat dikatakan belum memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan sesuai dengan peraturan yang berlaku, karena masih banyak ditemukan mengandung bahan berbahaya.

Kata Kunci: Pengaturan, Standarisasi Mutu, Gizi Pangan, Produk Pangan Tradisional Bali.

ABSTRACT

Many entrepreneurs who sell Balinese food product do not meet the standard of the food quality and nutrition. In this case, consumer who will suffer losses as a result of consuming which do not comply the standards. When the food consumed, it will have side effect either directly or in long term. It harms the consumer from the aspect of safety, health and environment. Many of laws which regulate the standards of the food quality and nutrition, but at

(5)

the fact that still a lot of Balinese traditional food contains harmful ingredients which do not meet the standards.

The problem of this study is how the regulation of the food quality and nutrition with food on the markets? And whether Balinese traditional food which on the markets has meted the standards of food quality and nutrition based on the laws?

The research type of this study is empirical legal research by using facts and laws approach. Legal materials which used are Primary legal materials such as legislation and data obtained directly from primary resources, secondary legal materials such as literatures which related to the study, and tertiary legal materials such as legal dictionary. The data collection in this study used document study and interview technical. The legal analysis used the information of the field then will analyzed by qualitative and presented descriptively and systematization.

Based on the results of a study of the problem, it can be concluded that the arrangements regarding the standardization of quality and nutrition regulated in Law Number 18 of 2012 on Food, among others, food security, the provision of quality and nutrition as well as the labeling and advertising of food as a system of standardization of food and more specifically described in Government Regulation No. 28 of 2004 on food Safety, quality and Nutrition which is essentially in the provision explains that every person who produce and trade food shall meet the standards of food safety and food quality. And According to the annual report the Center for Food and Drug Administration in Denpasar years 2012 - 2015 it is known that there are still many traditional food bali found to contain hazardous materials, from 2012 until 2015 continued to increase so that the traditional food of Bali on the market can be said yet standardized quality and nutrition in accordance with applicable regulations, because they are found to contain hazardous materials.

Keywords: Regulation, Quality standardization, Food nutrition, Balinese traditional food.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup jumlah dan mutunya, manusia

(6)

tidak akan produktif dalam melakukan aktivitasnya. “Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik jasmani maupun rohani”.1

Pesatnya pembangunan dan perkembangan perekonomian nasional telah menghasilkan variasi produk barang atau jasa yang dapat dikonsumsi. Aktivitas masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup meliputi kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi merupakan suatu kehidupan ekonomi yang tidak dapat dilepaskan. “Pembangunan pangan dan perbaikan gizi adalah suatu upaya pembangunan yang bersifat lintas bidang dan lintas sektor yang saling berkaitan, yang ditujukan untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat secara adil dan merata baik dalam jumlah maupun mutu gizinya”.2 Masyarakat harus lebih konsumtif dalam memilih kebutuhan hidupnya, dalam kehidupan sekarang tidak sedikit konsumen yang menginginkan kualitas makanan yang mengandung mutu dan gizi yang baik. “Konsumen tidak lagi sekedar pembeli tetapi semua orang yang mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Yang paling penting adalah terjadinya suatu transaksi konsumen berupa peralihan barang dan/atau jasa serta peralihan kenikmatan dalam menggunakannya”.3

Masalah keamanan pangan sangat penting bagi industri pangan. Tuntutan persyaratan keamanan pangan terus berkembang sesuai permintaan konsumen yang juga terus meningkat. Pelaku bisnis dalam industri pangan mulai menyadari bahwa produk yang aman hanya dapat diperoleh jika bahan baku yang digunakan bermutu, penanganan dan proses pengolahan sesuai, serta transportasi maupun distribusi yang memadai.

Manusia dalam mensejahterakan hidupnya memerlukan makanan. “Kebutuhan akan makanan yang diperlukan tidak hanya sekedar makanan akan tetapi dari sejumlah besar

1

Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan Ketiga, Sinar Grafika, Jakarta, hlm.169.

2 Sagung Seto, 2001, Pangan dan Gizi Ilmu Teknologi Industri dan Perdagangan, Sagung Seto, Bogor, hlm.1.

3 Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Grasindo, Jakarta, hlm.6. 1

(7)

makanan-makanan tersebut harus mengandung zat-zat tertentu sebagai pemenuhan gizi sehingga makanan yang dikonsumsi dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan”.4

Produk pangan yang dipasarkan harus terjamin mutunya dan aman untuk dikonsumsi. Jaminan mutu dan keamanan pangan merupakan usaha nyata, sungguh-sungguh, dan terus-menerus dilakukan oleh perusahaan dalam meningkatan mutu produk untuk memberikan kepuasan dan mendapatkan kepercayaan konsumen.

Masyarakat sebagai konsumen tidak sadar akan hak-haknya sebagai konsumen, konsumen dengan mudahnya bisa dikelabui oleh para produsen yang seringkali tidak jujur dalam memasarkan produknya. Seperti contoh, pangan tradisional bali yang ditemukan banyak mengandung bahan berbahaya sehingga tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan. Tentu hal ini sangat meresahkan karena apabila dikonsumsi, pangan ini akan mempunyai efek samping, baik secara langsung maupun dalam jangka panjang, yang merugikan konsumen dari aspek keamanan, keselamatan, kesehatan dan lingkungan (K3L). “Timbullah pergesekan dengan hak-hak konsumen seperti hak konsumen untuk tidak terganggu kesehatannya akibat mengkonsumsi makanan dan kehalalannya”.5

Dalam hal ini konsumen yang mengalami kerugian akibat mengkonsumsi pangan yang tidak memenuhi standarisasi mutu pangan bukan semata kesalahan konsumen sendiri, tetapi juga ikut terlibat didalamnya adalah pelaku usaha itu sendiri (perusahaan makanan, pedagang kaki lima, toko-toko, supermarket) karena sebagai pihak penjual seharusnya mengerti bahwa makanan yang dijual tersebut tidak memenuhi standar mutu dan gizi yang baik sehingga ditarik dari peredaran agar masyarakat yang awam tidak membeli dan mengkonsumsi produk makanan tersebut. “Gizi merupakan faktor penting karena secara langsung berpengaruh terhadap kualitas

4 Soekidjo Notoadmojo, 2003, Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta Cetakan Kedua, Jakarta, hlm. 195.

5 Shidarta, Ibid, hlm. 16

(8)

sumber daya manusia (SDM), oleh karena itu perlu pelayanan terhadap gizi yang berkualitas pada individu dan masyarakat”.6

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (selanjutnya ditulis UUPK) diharapkan dapat menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang jujur tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen baik selaku pengguna, pemanfaat, maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Tentang kewajiban pelaku usaha Pasal 7 UUPK huruf d yaitu “menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku”, salah satu bentuk wujud kewajiban pelaku usaha agar konsumen terhindar dari adanya kerugian membeli barang dan jasa yang akan dikonsumsi.

Begitu banyak dapat dibaca di berita-berita yang mengungkapkan perbuatan curang pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi konsumen. Seperti berita tentang pangan tradisional bali yang banyak ditemukan mengandung zat berbahaya (misalnya rhodamin B, boraks, formalin, metanyl yellow). Badan Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya disingkat dengan BPOM sebagai badan pengawas peredaran produk makanan dan obat-obatan di Indonesia memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah berkembangnya masalah ini. BPOM diberikan kewenangan untuk mengawasi bahan obat makanan dan minuman yang beredar dalam masyarakat, berbagai upaya dilakukan oleh BPOM diantaranya melakukan uji sampel secara periodik dan secara acak.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan berbagai upaya meliputi upaya preventif dan revresif, upaya preventif yaitu mencegah terjadinya peredaran pangan tradisional

6 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2014, Pedoman Proses Asupan Gizi Terstandar (PAGT), Jakarta, h.1.

(9)

bali yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan sedangkan upaya revresif melakukan sidak dan apabila terbukti pelaku usaha menjual produk pangan tersebut, pihak BPOM akan memberikan peringatan keras kepada pelaku usaha.

Peredaran produk pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan komposisi masih banyak pula ditemukan. Sebagai contoh jelang Hari Raya Galungan, Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Provinsi Bali bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan serta Dinas Kesehatan Kota Denpasar melakukan uji lab terhadap sample makanan dan daging dari pedagang yang berjualan di Pasar Badung (Eks Tiara Grosi),

Dari 50 item yang diuji tersebut, ditemukan 12 makanan positif mengandung bahan pewarna tekstile (Rhodamin B) seperti jaja abug, bendu kering, gipang merah, jaja uli, dan jaja begina. Sementara yang mengandung formalin diantaranya, kolang kaling, tahu, ikan sudang, teri medan, dan ikan peda.7Sesuai dengan pasal 86 angka 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (selanjutnya disebut UU Pangan) menyebutkan bahwa, “Setiap orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar keamanan pangan dan mutu pangan”. Jika dikaitkan dengan standar dan mutu pangan dapat dilihat dalam pasal 1 angka 21 dan 22 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (selanjutnya disebut PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan) yang menentukan bahwa mutu pangan adalah “Nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman”, standar adalah “Spesifikasi atau persyaratan teknis yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan

7

Nusa Bali, 2016, “http://www.nusabali.com/berita/7289/ditemukan-jaja-bali-mengandung-pewarna-tekstil, Diakses Tanggal 3 November 2016.

(10)

teknologi, serta pengalaman perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

Di dalam pelanggaran hak-hak konsumen tersebut, perlu diatasi dengan peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen serta meningkatkan kesadaran pengetahuan, kepedulian, kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuhkembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggung jawab dalam memperdagangkan produk makanan terutama pangan tradisional bali, diharapkan pelaku usaha memperhatikan standar keamanan dan mutu pangan tersebut sehingga hasil produksinya tetap aman dan sehat untuk dikonsumsi.

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan diharapkan dapat menciptakan kegiatan usaha perdagangan yang jujur tidak hanya bagi kalangan pelaku usaha melainkan secara langsung untuk kepentingan konsumen baik selaku pengguna, pemanfaat maupun pemakai barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh pelaku usaha.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkatnya menjadi suatu karya ilmiah yang berjudul : “PELAKSANAAN DAN REALITAS STANDARISASI MUTU

DAN GIZI PANGAN PRODUK PANGAN TRADISIONAL BALI “

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 6

(11)

1. Bagaimana pengaturan mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan terhadap makanan yang beredar di pasaran ?

2. Apakah pangan tradisional bali yang beredar di pasaran sudah memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan bedasarkan peraturan yang berlaku ?

1.3. Ruang Lingkup Masalah

Untuk mendapatkan uraian yang lebih terarah dan sistematis terhadap pokok bahasan, maka ruang lingkup masalah dibatasi yang secara umum pembahasan disini adalah untuk mendapatkan jawaban mengenai bagaimanana pengaturan mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan terhadap makanan yang beredar di pasaran serta apakah pangan tradisional bali yang beredar di pasaran sudah memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan berdasarkan peraturan yang berlaku.

1.4. Orisinalitas Penelitian

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul PELAKSANAAN DAN REALITAS STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN PRODUK PANGAN TRADISIONAL BALI adalah sepenuhnya hasil pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut :

No. Judul Penulis Rumusan Masalah

1 PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP BAHAN-BAHAN KIMIA BERBAHAYA Risma Qumilaila (Mahasiswa Fakultas Syahri’ah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga 1. Bagaimana perlindungan konsumen terhadap penggunaan bahan kimia berbahaya pada makanan 8

(12)

PADA MAKANAN (Studi Komprasi Hukum Islam dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen)

Yogyakarta) menurut hukum

islam dan UUPK ? 2. Apakah sanksi bagi

pelaku pengguna bahan kimia berbahaya pada makanan dalam hukum islam dan UUPK ? 3. Bagaimanakah persamaan dan perbedaan dalam kedua system hukum tersebut ? 2 KETENTUAN PENGGUNAAN BAHAN TAMBAHAN MAKANAN (BTM) PEWARNA SEHUBUNGAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP KONSUMEN

Desak Agung Diah Adnya Dewi ( Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana ) 1. Bagaimana ketentuan penggunaan Bahan Tambahan Makanan (pewarna) pada produk makanan berdasarkan peraturan yang ada ? 2. Apakah bentuk perlindungan hukum yang diberikan terhadap konsumen yang dirugikan akibat adanya pelanggaran 9

(13)

ketentuan

penggunaan Bahan Tambahan

Makanan (pewarna) yang dilakukan oleh pelaku usaha

(produsen) ?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini yang meliputi tujuan umum dan tujuan khusus yaitu: a. Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan pemikirann mengenai bahaya pangan yang tidak memenuhi standar mutu dan gizi pangan mengingat banyaknya pangan seperti pangan tradisional bali yang beredar di pasaran tidak memenuhi standar mutu dan gizi pangan. Selain itu, penelitian ini juga dimaksudkan untuk menyumbang pikiran berkenaan dengan peredaran pangan tradisional bali yang ditemukan mengandung zat berbahaya, sehingga nantinya diharapkan pelaku usaha memperhatikan standar keamanan dan mutu pangan tersebut agar hasil produksinya tetap aman dan sehat untuk dikonsumsi.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus meliputi :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan terhadap makanan yang beredar di pasaran.

2. Untuk mengetahui apakah pangan tradisional bali yang beredar di pasaran sudah memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan sesuai peraturan yang berlaku.

(14)

1.6. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penulisan karya ilmiah ada beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian yang dilakukan. Adapun manfaat dari penelitian ini dapat diklasifikasikan atas dua hal, baik yang bersifat teoritis maupun bersifat praktis, yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Seluruh hasil penulisan penelitian ini dapat dijadikan sebagai sebuah bahan penelitian kembali bagi lembaga Fakultas Hukum Universitas Udayana dan sebagai bahan referensi pada perpustakaan.

b. Manfaat Praktis

Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar serta melakukan penelitian bagi mahasiswa demi mengetahui praktek hukum di dalam masyarakat secara langsung.

1.7. Landasan Teoritis

Pemberian Perlindungan hukum tidak akan pernah lepas dari negara hukum. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim yang dimaksud negara hukum adalah “Negara yang berdiri diatas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya.”8

Perlindungan hukum merupakan suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi

8 Moh. Kusnardi dan Harmaily Y. Ibrahim, 1983, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Sinar Bakti, Jakarta, hlm.155.

(15)

individu dengan menyerasikan hubungan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang menjelma dalam sikap dan tindakan menciptakan adanya ketertiban dalam hidup antar sesama.9

Perlindungan hukum adalah suatu hal yang melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:10

a. Perlindungan Hukum Preventif

Perlindungan yang diberikan oleh Pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasan-batasan dalam melakukan suatu kewajiban.

b. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.

Menurut Hans W. Micklitz bahwa secara garis besar dalam hukum perlindungan konsumen dapat ditempuh dua model kebijakan, yang pertama adalah kebijakan komplementer yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku usaha untuk memberikan informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi). Kedua adalah kebijakan kompensatoris yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen (hak atas kesehatan dan keamanan).11

Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen menentukan bahwa konsumen adalah “Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi

9 Muchsin, 2003, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Magister Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm.14.

10 Ibid, hlm.20.

11 Yusuf Shopie, 2000, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.60

12

(16)

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Perlindungan terhadap konsumen merupakan masalah kepentingan manusia, oleh karenanya menjadi harapan bagi semua bangsa di dunia untuk dapat mewujudkannya. Mewujudkan perlindungan konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain mempunyai keterkaitan dan saling ketergantungan antara konsumen, pengusaha, dan pemerintah.12

Black’s Law Dictionary mendefinisikan konsumen sebagai berikut “a person who buys

goods or service for personal, family, or house hold use, with no intention or resale; a natural person who use products for personal rather than business purpose”.13

Artinya bahwa konsumen adalah orang yang membeli barang atau jasa untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau rumah tangganya, dengan tidak ada niat atau dijual kembali; orang pribadi yang menggunakan produk untuk pribadi daripada tujuan bisnis.

Hukum tentang perlindungan konsumen menjadi sangat penting di era globalisasi. Hukum tentang perlindungan konsumen mempersoalkan perlindungan hukum yang diberikan konsumen dalam usahanya memperoleh barang atau jasa dari kemungkinan timbulnya kerugian karena penggunaannya, maka hukum perlindungan konsumen dapat dikatakan sebagai hukum yang mengatur tentang pemberian perlindungan kepada konsumen dalam rangka pemenuhan kebutuhannya sebagai konsumen. Dengan demikian, hukum perlindungan konsumen mengatur hak dan kewajiban konsumen, hak dan kewajiban produsen, serta cara-cara mempertahankan hak dan menjalankan kewajiban itu.14

12

Erman Raja Guguk et. al., 2003, Hukum Perlindungan Konsumen, Mandar Maju, Jakarta, hlm.7.

13Bryan A. Garner, 2004, Black’s Law Dictionary, Eight Edition, West Publishing, St. Paul Minnesota, hlm. 335.

(17)

Di Indonesia mengenai hak-hak konsumen diatur dalam Pasal 4 UUPK. Adapun hak-hak konsumen tersebut ialah:

a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;

b. hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa;

d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;

e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;

f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;

g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;

i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari hak-hak konsumen yang telah dijabarkan diatas jika dikaitkan dengan permasalahan perlindungan konsumen terhadap beredarnya pangan tradisional bali yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan, maka terlihat adanya hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha. Seharusnya merupakan kewajiban pelaku usaha agar terpenuhinya hak-hak konsumen tersebut. Konsumen berhak untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan lengkap mengenai hal-hal yang diperlukannya mengenai pangan yang beredar di pasar. Sehingga konsumen juga memperoleh rasa nyaman, aman dan selamat dalam mengkonsumsi produk pangan yang ada.

Dalam ketentuan pasal 2 UUPK diuraikan, bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional yaitu:

14

(18)

1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.

3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsikan atau digunakan.

5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.

Bagi konsumen informasi tentang barang dan/atau jasa memiliki arti yang sangat penting. Menurut Troelstrup, konsumen pada saat ini membutuhkan lebih banyak informasi yang lebih relevan dibandingkan lima puluh tahun lalu, karena pada saat ini terdapat lebih banyak produk, merek dan tentu saja penjualnya, saat ini daya beli konsumen makin meningkat, saat ini lebih banyak variasi pangan yang beredar di pasaran, sehingga belum banyak diketahui semua orang, saat ini model-model produk lebih cepat berubah, transportasi dan komunikasi lebih mudah sehingga akses yang lebih besar kepada bermacam-macam produsen atau penjual.15

15 Erman Raja Guguket. al., ibid, hlm.2.

(19)

Pasal 8 ayat (1) huruf a UUPK menentukan bahwa “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Pada produk pangan, standar yang dimaksud adalah pangan yang diperdagangkan harus sesuai pada standar mutu dan gizi pangan.

Ketentuan lebih lanjut terkait dengan standar mutu dan gizi pangan dapat dilihat pada UU Pangan. Pasal 86 UU Pangan menentukan bahwa:

(1) Pemerintah menetapkan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(2) Setiap Orang yang memproduksi dan memperdagangkan Pangan wajib memenuhi standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(3) Pemenuhan standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui penerapan sistem jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(4) Pemerintah dan/atau lembaga sertifikasi yang terakreditasi oleh Pemerintah dapat memberikan sertifikat Jaminan Keamanan Pangan dan Mutu Pangan.

(5) Pemberian sertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan secara bertahap sesuai dengan jenis Pangan dan/atau skala usaha.

(6) Ketentuan mengenai standar Keamanan Pangan dan Mutu Pangan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Dalam pasal 111 ayat 1 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (selanjutnya disebut UU Kesehatan) menentukan bahwa “Makanan dan minuman yang dipergunakan untuk masyarakat harus didasarkan pada standar dan/atau persyaratan kesehatan”.

Selanjutnya dapat dilihat pula pada Pasal 2 PP Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan yang menentukan bahwa:

(1) Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan kegiatan pada rantai pangan yang meliputi proses produksi, penyimpanan, pengangkutan, dan peredaran pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Persyaratan sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang kesehatan yang meliputi antara lain :

a. sarana dan/atau prasarana; b. penyelenggaraan kegiatan; dan c. orang perseorangan.

(20)

Dan dalam Pasal 2 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yang menentukan bahwa:

(1) Makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan.

(2) Persyaratan keamanan makanan harus dipenuhi untuk mencegah makanan dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia.

1.8. Metode Penelitian a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini ialah penelitian yuridis empiris. Metode yuridis yaitu suatu metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum, literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu metode dengan melakukan penelitian secara langsung ke lapangan guna mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan penulisan ini.16

b. Jenis Pendekatan

Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis empiris dengan menggunakan pendekatan:

1. Pendekatan fakta (the fact approach)

Pendekatan ini merupakan pendekatan yang dilakukan dengan cara mengadakan penelitian berupa data-data dan wawancara langsung pada suatu instansi atau lembaga yang menjadi obyek penelitian, yaitu dengan adanya fakta beredarnya pangan

16 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian ilmu Hukum, Mandar Maju, Badung, hlm.3. 18

(21)

tradisional bali yang tidak memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan berdasarkan peraturan yang berlaku.

2. Pendekatan perundang-undangan (the statue approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang dihadapi, yaitu untuk dapat menjelaskan bagaimana pengaturan mengenai standarisasi mutu dan gizi pangan terhadap makanan yang beredar di pasaran, serta apakah pangan tradisional bali yang beredar dipasaran sudah memenuhi standarisasi mutu dan gizi pangan berdasarkan peraturan yang berlaku.

c. Data dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Penelitian Kepustakaan (library reasearch), sebagai data sekunder yang bersumber dari:

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat,17 yaitu berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan permasalah yang diteliti dan data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yaitu meliputi dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian, yang berwujud laporan dan sebagainya.18 Disamping itu, juga dipergunakan bahan-bahan hukum yang diperoleh melalui

17

Soerjono Soekanto & Sri Mahmmudji, 1988, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press,Jakarta, hlm. 34.

18 Amiruddin dan H.Zainal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.Rajagrafindo Persada, Jakarta, hlm.30.

(22)

electronic research yaitu melalui internet dengan jalan mengcopy (download)

bahan hukum yang diperlukan.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, mencakup bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus hukum.

2. Penelitian Lapangan (field reaserch), yaitu data yang diperoleh dengan cara mengadakan atau melakukan penelitian langsung ke lapangan.

d. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah teknik studi dokumen dan teknik wawancara. Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian normatif maupun dalam penelitian hukum empiris. Karena meskipun aspeknya berbeda namun keduanya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan penelitian. Sedangkan teknik wawancara merupakan teknik yang lazim digunakan dalam penelitian hukum empiris. Dalam kegiatan ilmiah wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan.

e. Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling yang penarikan sampelnya dilakukan berdasarkan tujuan tertentu, yaitu sampel dipilih atau ditentukan

20

(23)

sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utama dari populasinya.

f. Pengolahan dan Analisis Data

Dari data dan informasi dari lapangan yang berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, diolah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif atau yang juga sering dikenal dengan analisis deskriptif kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun data sekunder, akan diolah dan dianalisis dengan cara mengolah atau menyusun data secara sistematis. Digolongkan dalam pola dan thema, diklasifikasikan, dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi untuk memahami makna data dengan data lainnya. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif kualitatif dan sistematis.

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah , menguraikan penjelasannya mengenai upah yakni “suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha

23 Roeslan Saleh, 1983, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana (Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana), Cet.. Indikatornya adalah perbuatan tersebut melawan hukum

2) Oleh karena nyata-nyata telah terbukti secara sah menurut hukum Termohon I, Termohon II dan Termohon III mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya

Penentuan kualifikasi bahan baku yang digunakan dalam produksi sangat berpengaruh terhadap hasil produksi, adanya permasalahan yang muncul berkaitan dengan

Lembar kerja hasil penyelesaian perhitungan tegangan normal dan tegangan geser Ketepatan hasil penyelesain masalah / tugas 15 1,2,3,4,5 9-11 Menerapkan perangkat lunak

Berdasarkan kandungan fosil Foraminifera planktonik yakni dengan hadirnya Globorotalia acostaensis untuk pertama kalinya pada sampel PS2, di bagian atas Formasi Ledok,

koperasi tersebut di atas di Persidangan Negeri Perak 2021 yang akan diadakan pada 17 Mac 2021 (Rabu). Bersama-sama ini disertakan pengesahan saya sebagai wakil

Tulisan ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan analisis konsep hukum dan pendekatan kasus yang akan