• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEBIASAAN SARAPAN, AKTIVITAS FISIK, DAN STATUS GIZI MAHASISWA MAYOR ILMU GIZI DAN MAYOR KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA IPB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEBIASAAN SARAPAN, AKTIVITAS FISIK, DAN STATUS GIZI MAHASISWA MAYOR ILMU GIZI DAN MAYOR KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA IPB"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

NURLAELY FITRIANA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRACT

NURLAELY FITRIANA. Breakfast Habits, Physical Activity, and Nutritional Status of Students Majoring in Nutritional Sciences and Forest Resources Conservation and Ecotourism Bogor Agricultural University. Under the direction of SITI MADANIJAH.

A Nutrition requirement needs can not be met from just one or two meals a day, especially students who have a solid physical activity. Therefore, to be able to perform daily physical activity, breakfast is highly recommended. The purpose of this study was to determine the relationship between breakfast habits, physical activity, and nutritional status of students majoring in Nutritional Sciences and Forest Resources Conservation and Ecotourism (KSH) Bogor Agricultural University. The study design was cross sectional. Data was collected in March - April 2011. The sampling technique that was used was stratified random sampling with proportional allocation (layered random sampling technique with proportional allocation). Respondents of the study were students majoring in Nutritional Sciences (32 students) and KSH (28 students) who entered IPB in 2008. The result showed that students of Nutritional Sciences consume breakfast more frequent than KSH students. Physical activity levels the two of groups are in the light category with the average of both groups relatively the same. Nutritional status the two of groups is categorized normal with a relatively similar average of BMI. There are statistically significant differences (p<0.05) between parent’s income, poverty levels, family size, and the energy consumption of breakfast in both groups. Pearson correlation test results showed that there was a significant relationship between parent’s income with allowance (p=0.002; r=0.400). However, there is no significant relationship (p>0.05) between the habit of breakfast with nutritional status, physical activity with nutritional status, food intake with nutritional status, and physical activity with food intake of students.

Keywords: breakfast habits, physical activity, nutritional status, student.

(3)

RINGKASAN

NURLAELY FITRIANA. Kebiasaan Sarapan, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB. Dibawah bimbingan Siti Madanijah.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSH) IPB. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) mengetahui karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, pengeluaran untuk pangan) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua, dan besar keluarga) mahasiswa kedua kelompok, 2) membandingkan kebiasaan sarapan mahasiswa kedua kelompok, 3) membandingkan aktivitas fisik mahasiswa kedua kelompok, 4) membandingkan status gizi mahasiswa kedua kelompok, 5) menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan individu dengan kebiasaan sarapan mahasiswa, 6) menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi mahasiswa, 7) menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan asupan zat gizi dengan status gizi mahasiswa.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan teknik wawancara yang dilaksanakan pada bulan Maret - April 2011 di lingkungan Kampus IPB. Contoh adalah mahasiswa angkatan 2008 dari Mayor Ilmu Gizi dan KSH IPB berjumlah 60 orang yang diambil secara acak berlapis dengan alokasi proporsional, tinggal di Bogor secara mandiri, dan tidak mengambil mata kuliah minor/supporting course Gizi Masyarakat. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, dan pengeluaran untuk pangan) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua, dan besar keluarga), kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu dan tempat, dan jenis makanan sarapan), asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, Fe, vitamin A, dan vitamin C), aktivitas fisik (jenis aktivitas dan durasi), dan data antropometri (berat badan dan tinggi badan). Data sekunder yang dikumpulkan meliputi database mahasiswa dan karakteristik mayor. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia (uji beda t dan korelasi Pearson) menggunakan perangkat program komputer Microsoft Excel 2007 dan SPSS 16.0 for Windows.

Contoh berjumlah 60 orang terdiri dari 32 mahasiswa Ilmu Gizi dan 28 KSH dengan 29 orang laki-laki dan 31 orang perempuan yang berusia antara 19-22 tahun. Rata-rata uang saku mahasiswa KSH (Rp 916.071 ± 434.625) lebih tinggi daripada Ilmu Gizi (Rp 895.312 ± 335.001), namun rata-rata pengeluaran untuk pangan mahasiswa Ilmu Gizi (Rp 511.875 ± 134.030) relatif lebih tinggi daripada KSH (Rp 502.143 ± 139.240).

Tingkat pendidikan ayah mahasiswa KSH lebih tinggi daripada Ilmu Gizi, hal ini terlihat dari sebanyak 46.4% (KSH) mencapai pendidikan Sarjana/Pascasarjana dan 43.8% (Ilmu Gizi) mencapai pendidikan SMA, sedangkan pendidikan ibu mahasiswa Ilmu Gizi lebih tinggi daripada KSH, ditunjukkan dari sebanyak 37.5% (Ilmu Gizi) mencapai pendidikan Sarjana/Pascasarjana dan 39.3% (KSH) mencapai pendidikan SMA. Ayah mahasiswa Ilmu Gizi (46.9%) dan KSH (35.7%) sama-sama bekerja sebagai PNS/ABRI/POLRI. Sebanyak 46.9% ibu mahasiswa Ilmu Gizi bekerja sebagai PNS/ABRI/POLRI dan 32.1% ibu mahasiswa KSH sebagai ibu rumah tangga. Rata-rata pendapatan orang tua mahasiswa Ilmu Gizi (Rp 3.935.938 ± 2.171.265) lebih tinggi daripada KSH (Rp 2.783.929 ± 1.437.014). Sebanyak

(4)

51.7% (Ilmu Gizi) dan 68.0% (KSH) yang memiliki besar keluarga 5-7 orang (keluarga sedang) termasuk dalam kategori tidak miskin.

Mahasiswa Ilmu Gizi lebih sering sarapan dibandingkan KSH, ditunjukkan dari sebanyak 81.3% (Ilmu Gizi) dan 64.3% (KSH) termasuk sering sarapan. Sebagian besar mahasiswa KSH (94.0%) lebih banyak melakukan sarapan pada pukul 07.00-10.00 WIB daripada Ilmu Gizi (79.9%), selain itu sekitar 45.4% (Ilmu Gizi) dan 44.0% (KSH) melakukannya di tempat kos, serta sebanyak 95.7% (Ilmu Gizi) dan 89.4% (KSH) memperolehnya dengan cara pembelian. Makanan camilan merupakan makanan sarapan yang banyak dikonsumsi oleh mahasiswa Ilmu Gizi (47.3%) dan KSH (32.1%).

Asupan energi mahasiswa Ilmu Gizi (1398 ± 236 kkal/hari) lebih tinggi daripada KSH (1330 ± 246 kkal/hari), sedangkan asupan proteinnya (40.8 ± 9.1 g/hari) lebih rendah daripada KSH (43.3 ± 11.4 g/hari). Asupan zat besi mahasiswa Ilmu Gizi (11.5 ± 4.5 mg/hari) relatif sama dengan KSH (11.6 ± 5.4 mg/hari). Asupan vitamin A mahasiswa Ilmu Gizi (2359.1 ± 1258.5 RE/hari) lebih tinggi daripada KSH (2187.6 ± 421.4 RE/hari), namun berbeda dengan asupan vitamin C mahasiswa KSH (34.4 ± 30.6 mg/hari) yang lebih tinggi daripada Ilmu Gizi (30.0 ± 19.9 mg/hari).

Makanan sarapan memberikan kontribusi energi, protein, Fe, vitamin A, dan vitamin C terhadap kecukupan gizi mahasiswa Ilmu Gizi berturut-turut sebesar 12.4%, 12.8%, 14.3%, 68.0%, dan 3.7%. Pada mahasiswa KSH, makanan sarapan dapat memberikan kontribusi energi, protein, Fe, vitamin A, dan vitamin C terhadap kecukupan gizi berturut-turut sebesar 9.6%, 10.1%, 11.4%, 67.4%, dan 2.2%.

Tingkat aktivitas fisik mahasiswa Ilmu Gizi (81.3%) dan KSH (71.4%) termasuk kategori ringan dengan rata-rata tingkat aktivitas fisik mahasiswa Ilmu Gizi (1.58 ± 0.13) relatif sama dengan KSH (1.54 ± 0.18). Status gizi mahasiswa Ilmu Gizi (75.0%) dan KSH (78.6%) termasuk kategori normal dengan rata-rata IMT mahasiswa Ilmu Gizi (21.6 ± 3.5 kg/m2) sama dengan KSH (21.6 ± 3.0 kg/m2).

Berdasarkan hasil uji beda t, terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan orang tua, tingkat kemiskinan, besar keluarga, dan asupan energi makanan sarapan mahasiswa kedua kelompok. Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendapatan orang tua dengan uang saku per bulan mahasiswa, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendapatan orang tua dengan frekuensi sarapan mahasiswa, serta antara uang saku per bulan dengan frekuensi sarapan mahasiswa. Hasil uji korelasi Pearson juga menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara kebiasaan sarapan dengan status gizi, antara aktivitas fisik dengan status gizi, dan antara asupan zat gizi (energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C) dengan status gizi, serta antara aktivitas fisik dengan asupan zat gizi (energi, protein, zat besi, vitamin A, dan vitamin C) mahasiswa.

Saran yang dapat diberikan adalah sebaiknya mahasiswa mengkonsumsi makanan sarapan sesuai dengan menu seimbang. Mengingat pentingnya sarapan, perlu diadakan program atau kegiatan oleh pemerintah atau perguruan tinggi baik melalui seminar, penyuluhan gizi, ataupun konsultasi gizi. Selain itu mahasiswa hendaknya meningkatkan aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan yang bergizi, beragam, serta berimbang agar dapat mengatasi defisit tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan kebiasaan sarapan dengan peningkatan prestasi kuliah mahasiswa karena salah satu manfaat sarapan adalah meningkatkan kadar gula darah yang akan meningkatkan konsentrasi dan prestasi belajar mahasiswa.

(5)

KEBIASAAN SARAPAN, AKTIVITAS FISIK, DAN STATUS GIZI

MAHASISWA MAYOR ILMU GIZI DAN MAYOR KONSERVASI

SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA IPB

NURLAELY FITRIANA

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Kebiasaan Sarapan, Aktivitas fisik, dan Status Gizi Mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB

Nama Mahasiswa : Nurlaely Fitriana

NIM : I14070035

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS NIP. 19491130 197603 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Kebiasaan Sarapan, Aktivitas fisik, dan Status Gizi Mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata IPB”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Berbagai pihak telah membantu dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Siti Madanijah, MS, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, saran, kritik, dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Leily Amalia, STP, M.Si, selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik.

3. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS, selaku dosen pembimbing akademik.

4. Orang tuaku tercinta (Drs. Thoyib Thohirin dan Dra. Sri Rokhyatusunah), Adik-adikku tersayang (Rizqi, Yuni, dan Nova), serta seluruh keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, nasehat, dan semangat. 5. Adik-adik GM 45 dan KSH 45 yang telah bersedia menjadi responden,

khususnya kepada Cii dan Didik (GM 45), Sari dan Arya (KSH 45), serta seluruh dosen dan staf GM.

6. Sahabat-sahabatku tercinta: Sumi, Rindu&Gugum, Linda, Yulia, Meri, Ari, Setya, Umi, Supe, Stefany, Aomi, Anita, Rina, Novi, Novi L, Tina, Caesar, Nonly, Diana, Chaca, Puput, GM44, mba Arini, Mawi, Desri, & Fitri atas semangat, bantuan, dan nasehat yang telah diberikan kepada penulis. 7. Teman-teman Doi’ers tersayang: Alim, Dini, Desi, De Ulfa, De Mila, De

Uci, Kipo, Melin, Yeni, dan Mba Reyta atas semangat yang diberikan. 8. Seseorang yang telah memberikan semangat, bantuan, dukungan, serta

saran dan kritik kepada penulis.

9. Pihak lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu dalam membantu penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Brebes pada tanggal 6 Desember 1989 sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Drs. Thoyib Thohirin dan Ibu Dra. Sri Rokhyatusunah. Pendidikan formal pernah dijalani penulis berawal dari TK Nurul Ulum Pasarbatang Brebes (1993-1995), MI Raudhatuth Tholibin (1995-2001), SMP Negeri 1 Wanasari Brebes (2001-2004), dan SMA Negeri 1 Brebes (2004-2007).

Pada tahun 2007 penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat. Selain belajar mata kuliah mayor, penulis juga mengambil mata kuliah Minor Komunikasi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat hingga lulus pada tahun 2011.

Penulis telah melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor pada tahun 2010 dan Internship Dietetik (ID) di Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta pada tahun 2011. Selama kuliah penulis pernah menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) pada klub Kebijakan Pangan dan Gizi pada tahun 2009/2010 dan anggota klub Kulinari dan Gizi pada tahun 2010/2011, serta menjadi anggota Keluarga Perhimpunan Mahasiswa Daerah Brebes (KPMDB) pada tahun 2007/2008. Penulis juga pernah mengikuti berbagai macam kepantiaan dan seminar, antara lain kepanitiaan seminar SENZATIONAL (tugas mata kuliah Konsultasi) pada divisi danus tahun 2010, Masa Perkenalan Departemen Gizi Masyarakat (Nutrient45) pada divisi logstran tahun 2009, dan Espent (Ecology Sport Event) pada divisi medis tahun 2009. Seminar yang pernah diikuti diantaranya, seminar KASIH, seminar Keprofesian Gizi pada tahun 2009 dan tahun 2010, serta seminar FRESH. Penulis juga pernah mendapatkan beasiswa BBM (Bantuan Bagi Mahasiswa) pada tahun 2010 dan tahun 2011.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan ... 3 Hipotesis ... 3 Kegunaan Penelitian ... 3 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Remaja dan Mahasiswa ... 5

Kebiasaan Makan ... 6

Kebiasaan Sarapan ... 7

Peranan dan Manfaat Sarapan ... 7

Makanan Sarapan ... 8

Konsumsi Pangan ... 9

Kecukupan Energi dan Zat Gizi ... 11

Aktivitas fisik ... 14

Status Gizi ... 16

Faktor Sosial Ekonomi ... 17

KERANGKA PEMIKIRAN ... 21

METODE ... 23

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ... 23

Teknik Penarikan Contoh... 23

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 24

Pengolahan dan Analisis Data ... 24

Definisi Operasional ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32

Karakteristik Mayor ... 32

Karakteristik Individu ... 32

Uang Saku ... 32

Pengeluaran untuk Pangan ... 33

Karakteristik Keluarga Contoh ... 34

Pendidikan Orang Tua ... 34

Pekerjaan Orang Tua ... 35

Pendapatan Orang Tua ... 36

Besar Keluarga ... 37

Kebiasaan Sarapan ... 37

Frekuensi Sarapan ... 37

Waktu Sarapan ... 38

Tempat Sarapan ... 38

Cara Memperoleh Sarapan ... 39

Jenis Makanan Sarapan ... 39

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan ... 40

Energi ... 43

(10)

Zat Besi (Fe) ... 44

Vitamin A ... 45

Vitamin C ... 45

Asupan dan Kontribusi Makanan Sarapan ... 46

Aktivitas fisik ... 47

Jenis Aktivitas dan Durasi ... 48

Tingkat Aktivitas fisik ... 49

Status Gizi ... 49

Hubungan Antar Variabel... 50

Hubungan antara Karakteristik Keluarga dan Individu dengan kebiasaan Sarapan ... 50

Hubungan antara Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi ... 51

Hubungan antara Aktivitas fisik dan Asupan Zat Gizi dengan Status Gizi ... 51

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

Kesimpulan ... 53

Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 55

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan gizi sarapan per 100 g ... 9

2 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja dan dewasa awal ... 12

3 Status gizi menurut WHO (2007) ... 17

4 Proporsi ukuran contoh tiap mayor ... 24

5 Pengkategorian variabel penelitian ... 29

6 Sebaran mahasiswa berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 32

7 Sebaran mahasiswa berdasarkan uang saku/bulan ... 33

8 Sebaran mahasiswa berdasarkan pengeluaran untuk pangan ... 34

9 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu ... 34

10 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis pekerjaan ayah dan ibu ... 35

11 Sebaran mahasiswa berdasarkan pendapatan orang tua ... 36

12 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kemiskinan dan besar keluarga . 37

13 Sebaran mahasiswa berdasarkan frekuensi sarapan ... 38

14 Sebaran mahasiswa berdasarkan waktu sarapan ... 38

15 Sebaran mahasiswa berdasarkan tempat sarapan ... 39

16 Sebaran mahasiswa berdasarkan cara memperoleh sarapan ... 39

17 Sebaran mahasiswa berdasarkan jenis makanan sarapan ... 40

18 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi mahasiswa ... 41

19 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan Energi ... 43

20 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan Protein ... 44

21 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan Fe ... 44

22 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A ... 45

23 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C ... 45

24 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap asupan dan kecukupan mahasiswa... 46

25 Rata-rata alokasi waktu berdasarkan Mayor ... 48

26 Sebaran mahasiswa berdasarkan tingkat aktivitas fisik ... 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa ... 22

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Penelitian ... 59 2 Korelasi Pearson antara karakteristik keluarga dan individu dengan

kebiasaan sarapan mahasiswa ... 69 3 Korelasi Pearson antara kebiasaan sarapan dengan status gizi mahasiswa 69 4 Korelasi Pearson antara aktivitas fisik dan asupan zat gizi dengan status gizi

mahasiswa ... 69 5 Dokumentasi penelitian ... 70

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Remaja merupakan sumberdaya manusia bagi pembangunan di masa datang. Untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, banyak faktor yang harus diperhatikan antara lain faktor pangan (unsur gizi), kesehatan, pendidikan, informasi, teknologi, dan lain-lain (Amelia 2008).

Derajat kesehatan yang tinggi diperlukan, dimana salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan derajat kesehatan adalah status gizi yang baik. Status gizi yang baik dapat tercapai apabila didukung dengan konsumsi pangan yang baik dan beragam, terutama pentingnya kebiasaan sarapan bagi remaja.

Remaja merupakan salah satu periode dalam kehidupan antara pubertas dan maturitas penuh (10-21 tahun), juga suatu proses pematangan fisik dan perkembangan dari anak-anak sampai dewasa. Perkembangan remaja dibagi menjadi tiga periode, yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun) (Indrawagita 2009). Mahasiswa dapat dikatakan sebagai remaja, dengan kisaran umur antara 17-22 tahun.

Kebutuhan gizi seseorang tidak mungkin terpenuhi hanya dari satu atau dua kali makan sehari, khususnya pada mahasiswa yang mempunyai aktivitas fisik yang padat. Aktivitas remaja didefinisikan sebagai kegiatan yang biasa dilakukan oleh remaja sehari-hari dan akan membentuk pola aktivitas fisik. Remaja biasanya mengalokasikan waktunya selama 24 jam dalam kehidupan sehari-hari untuk melakukan kegiatan rutin dan berulang-ulang (Nur’aini 2009).

Pembagian waktu makan utama dalam sehari meliputi makan pagi (sarapan), siang, dan malam. Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari, serta melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian (Khomsan 2002).

Penelitian yang dipublikasikan oleh Nutrition Journal tahun 2006 yang dilakukan pada sejumlah siswa SMA di Norwegia membuktikan bahwa kelompok siswa yang diberi intervensi sarapan memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi menunjukkan adanya peningkatan perilaku sosial serta perhatian yang lebih baik terhadap mata pelajaran yang diberikan oleh para guru. Sedangkan frekuensi asupan makan

(15)

siang pada kelompok kontrol khususnya laki-laki, mengalami peningkatan karena melewatkan sarapan (Anne et al. 2006).

Cho et al. (2003) menyatakan bahwa orang dewasa yang melakukan sarapan memiliki status gizi yang lebih baik dibandingkan dengan yang melewatkan sarapan. Kelalaian sarapan akan mengakibatkan konsumsi energi dan non-energi yang lebih besar. Sarapan juga dapat menurunkan diet Energy Density (ED) dari asupan harian (Ashima et al. 2008). Sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah dan memberikan kontribusi untuk meningkatkan konsentrasi belajar serta meningkatkan kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari (Khomsan 2002).

Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan selain produksi pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga, dan ketersediaan pangan (Suhardjo 1989). Mahasiswa yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik maka akan mempunyai kemampuan untuk menerapkan pengetahuan gizinya terkait dengan pangan yang dikonsumsi sehingga dapat memenuhi kebutuhan.

Mahasiswa Mayor Ilmu Gizi mempunyai kompetensi pada bidang pangan, gizi, dan kesehatan, serta dianggap mempunyai pengetahuan gizi yang baik khususnya mengenai kebiasaan sarapan. Sedangkan, mahasiswa Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSH) tidak mempunyai kompetensi pada bidang pangan, gizi, dan kesehatan, namun kompetensi mereka pada konservasi sumberdaya hutan dan ekowisata jasa lingkungan sehingga mereka dianggap tidak memiliki pengetahuan gizi yang baik mengenai kebiasaan sarapan, serta mereka juga dianggap memiliki aktivitas fisik yang padat. Konsumsi pangan termasuk kebiasaan sarapan merupakan salah satu faktor langsung yang mempengaruhi status gizi (Riyadi 2006). Konsumsi pangan yang bergizi, beragam, dan berimbang akan membantu seseorang untuk dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari dengan baik. Penelitian ini ingin melihat pengetahuan gizi yang dimiliki oleh mahasiswa Ilmu Gizi terealisasikan dengan baik dalam praktek kebiasaan sarapan dan status gizi yang dimiliki lebih baik daripada KSH serta ingin melihat mahasiswa KSH yang dianggap sering melakukan praktikum lapang di luar kampus mempunyai aktivitas fisik yang lebih tinggi daripada mahasiswa Ilmu Gizi.

(16)

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan sarapan dan aktivitas fisik dengan status gizi Mayor Ilmu Gizi dan Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSH) IPB.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut:

1. Mengetahui karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, dan pengeluaran untuk pangan) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua, dan besar keluarga) mahasiswa kedua kelompok.

2. Membandingkan kebiasaan sarapan mahasiswa kedua kelompok. 3. Membandingkan aktivitas fisik mahasiswa kedua kelompok. 4. Membandingkan status gizi mahasiswa kedua kelompok.

5. Menganalisis hubungan antara karakteristik keluarga dan individu dengan kebiasaan sarapan mahasiswa.

6. Menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi mahasiswa.

7. Menganalisis hubungan antara aktivitas fisik dan asupan zat gizi dengan status gizi mahasiswa.

Hipotesis

Terdapat beberapa hipotesis yang mendasari penelitian ini, yaitu:

1. Kebiasaan sarapan mahasiswa Mayor Ilmu Gizi lebih tinggi daripada kebiasaan sarapan Mayor KSH IPB.

2. Aktivitas fisik mahasiswa Mayor KSH lebih tinggi daripada aktivitas fisik Mayor Ilmu Gizi IPB.

3. Status gizi mahasiswa Mayor Ilmu Gizi lebih baik daripada status gizi Mayor KSH IPB.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan Mayor KSH IPB. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat membantu orang tua dan remaja khusunya mahasiswa dalam membangun kebiasaan sarapan secara teratur yang dapat menunjang aktivitas fisik dan status gizi. Bagi pemerintah, informasi ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu program kebijakan dalam pangan dan gizi bagi remaja dalam rangka meningkatkan kualitas sumber

(17)

daya manusia. Bagi perguruan tinggi diharapkan juga sebagai perwujudan Tri Darma perguruan tinggi, yaitu pendidikan, pengembangan penelitian, dan pengabdian masyarakat.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Remaja dan Mahasiswa

Istilah remaja adolescence berasal dari kata adolescere yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa” (Hurlock 1998). Masa remaja dimulai pada saat anak perempuan mengalami menstruasi yang pertama atau menarche, sedangkan pada anak laki-laki yaitu pada saat keluarnya cairan semen. Waktu terjadi proses kematangan seksual pada laki-laki dan perempuan berbeda, hal ini dipengaruhi oleh asupan zat gizi pada saat anak-anak. Kematangan seksual di negara miskin berjalan lebih lama daripada di negara yang lebih maju. Hal ini dipengaruhi oleh status sosial ekonomi di masing-masing negara (Arisman 2004).

Remaja merupakan salah satu periode dalam kehidupan antara pubertas dan maturitas penuh (10-21 tahun), juga suatu proses pematangan fisik dan perkembangan dari anak-anak sampai dewasa. Beberapa perubahan penting terjadi pada masa remaja. Kebutuhan pada remaja dianggap sebagai bagian yang paling unik dari siklus kehidupan. Perubahan biologi, sosial, psikologi, dan kognitif yang terjadi selama remaja dapat berdampak terhadap status gizi. Pertumbuhan fisik yang cepat mengakibatkan peningkatan kebutuhan energi dan zat gizi. Gizi yang baik diperlukan oleh remaja untuk pertumbuhan dan kesehatan (Heryanti 2009).

Remaja merupakan kelompok usia yang sedang berada dalam fase pertumbuhan yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena pada masa inilah perhatian untuk olahraga sedang tinggi-tingginya seperti atletik, mendaki gunung, sepak bola, hiking, dan sebagainya. Bila konsumsi berbagai sumber zat gizi tidak ditingkatkan, mungkin terjadi defisiensi terutama defisiensi vitamin-vitamin. Defisiensi sumber energi akan menyebabkan kelompok remaja langsing bahkan kurus (Sediaoetama 2006).

Mahasiswa merupakan orang yang belajar di perguruan tinggi. Berdasarkan kisaran umur remaja diketahui bahwa mahasiswa termasuk remaja akhir menuju dewasa awal. Jika dilihat dari segi kesehatan, masa remaja merupakan masa yang paling sehat selama kehidupan. Mahasiswa adalah kalangan muda yang berumur 19-28 tahun yang memang dalam usia tersebut mengalami suatu peralihan dari tahap remaja ke tahap dewasa. Sosok mahasiswa kental dengan nuansa kedinamisan dan sikap keilmuannya yang

(19)

dalam melihat sesuatu berdasarkan kenyataan objektif, sistematis, dan rasional. Mahasiswa (youth) adalah suatu periode yang disebutnya dengan “studenthood” (masa belajar) yang terjadi hanya pada individu yang memasuki post secondary education dan sebelum masuk kedalam dunia kerja yang menetap (Morgan dkk 1986 dalam Rahmawati 2006).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan didefinisikan sebagai pola perilaku yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi secara berulang-ulang. Sedangkan kebiasaan makan merupakan suatu pola perilaku konsumsi pangan yang dilakukan secara berulang-ulang atau biasa disebut food consumption behavior. Namun, ada juga yang mendefinisikan sebagai tindakan manusia (what people do or what people practice) terhadap makan dan makanan yang dipengaruhi pengetahuan (what people think), dan perasaan yang dirasakan (what people feel), serta persepsi tentang suatu hal (Khumaidi 1989).

Menurut Suhardjo (1989) kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan makan, tata krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan, pantangan, distribusi makanan di dalam anggota keluarga, preferensi terhadap makanan, dan cara-cara memilih bahan makanan. Kebiasaan makan seseorang merupakan kebiasaan keluarganya karena individu tersebut selama tinggal dalam keluarganya mengalami proses belajar. Proses belajar yang menghasilkan kebiasaan makan ini terjadi seumur hidup, sejak anak lahir, sampai menjadi dewasa dan masih terus berlangsung selama hidupnya. Oleh karena itu, kebiasaan makan seseorang akan sangat kuat bertahan terhadap pengaruh yang mungkin dapat mengubahnya.

Kebiasaan makan terbentuk dari empat komponen, yaitu (1) konsumsi makanan (pola makan) meliputi jumlah, jenis, frekuensi, dan proporsi makanan yang dikonsumsi atau komposisi makanan; (2) preferensi terhadap makanan, mencakup sikap terhadap makanan (suka atau tidak suka dan pangan yang belum pernah dikonsumsi); (3) ideologi atau pengetahuan terhadap makanan, terdiri atas kepercayaan dan tabu terhadap makanan; dan (4) sosial budaya makanan meliputi umur, asal, pendidikan, kebiasaan membaca, besar keluarga, susunan keluarga, mata pencaharian atau pekerjaan, luas pemilikan lahan, dan ketersediaan makanan (Sanjur 1982).

(20)

Kebiasaan Sarapan Peranan dan Manfaat Sarapan

Seseorang sebaiknya makan utama beberapa kali dalam sehari. Secara kuantitas dan kualitas rasanya sulit untuk memenuhi kebutuhan gizi apabila hanya dari satu atau dua kali makan sehari. Keterbatasan volume lambung menyebabkan tidak bisa makan sekaligus dalam jumlah banyak. Hal inilah yang menyebabkan makan dilakukan secara frekuentif yakni 3 kali sehari termasuk makan pagi (Khomsan 2002). Pembagian waktu makan utama dalam sehari meliputi makan pagi (sarapan), siang, dan malam.

Sarapan adalah suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari. Melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian (Khomsan 2002).

Ketika tidur di dalam tubuh tetap berlangsung oksidasi untuk menghasilkan tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan jantung, paru-paru, dan alat-alat tubuh lainnya. Oksidasi ini akan mempengaruhi kadar glukosa di dalam darah sehingga ketika bangun di pagi hari kadar glukosa darah sudah berkurang. Untuk menaikkan kadar glukosa darah, maka tubuh akan mengambil cadangan hidrat arang dan bila cadangan tersebut habis, maka tubuh akan mengambil dari cadangan lemak. Dalam keadaan seperti ini tubuh tidak akan melakukan pekerjaan dengan baik, sehingga sarapan sangat dianjurkan (Suhardjo 1989).

Khomsan (2002) menyatakan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00, namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi hari. Sarapan sangat bermanfaat bagi setiap orang. Bagi orang dewasa, sarapan dapat memelihara ketahanan fisik, mempertahankan daya tahan saat bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja. Sarapan juga dapat meningkatkan konsentrasi belajar, menyerap pelajaran sehingga prestasi belajarnya pun menjadi lebih baik (Depkes 1996).

Menurut Khomsan (2002) terdapat dua manfaat dari sarapan. Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah, sehingga tenaga dan konsentrasi menjadi lebih baik. Kedua, sarapan memberikan kontribusi zat gizi seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral dari

(21)

beragam pangan yang dikonsumsi saat sarapan. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh.

Proporsi asupan pangan pagi hari berkorelasi negatif dengan asupan pangan total selama sehari. Asupan makanan yang banyak pada malam hari akan berakibat pada meningkatnya glukosa yang disimpan sebagai glikogen. Aktivitas fisik pada malam hari yang rendah menyebabkan glikogen disimpan dalam bentuk lemak (Kusumaningsih 2007).

Penelitian yang dilakukan pada Sekolah Menengah Atas di sebuah distrik pedesaan di bagian selatan Norwegia yang dipublikasikan pada Nutrition Journal tanggal 7 Desember 2006. Penelitian diikuti oleh 54 responden berusia 15 tahun dibagi menjadi dua kelompok terdiri dari kelompok kontrol (kelompok yang tidak diberi intervensi sarapan di sekolah selama 4 bulan) dan kelompok intervensi (kelompok yang diberi intervensi sarapan di sekolah selama 4 bulan), hasilnya adalah kelompok intervensi memiliki Indeks Massa Tubuh (status gizi) yang lebih baik setelah diberi intervensi sarapan dibandingkan dengan kelompok kontrol, selain itu frekuensi asupan makan siang pada kelompok kontrol khususnya laki-laki mengalami kenaikan, dan para guru melaporkan pada kelompok intervensi perilaku sosial serta perhatian terhadap mata pelajaran yang diberikan mengalami peningkatan. Hal ini berarti bahwa kebiasaan sarapan memiliki dampak besar terhadap kesehatan (Anne et al. 2006).

Makanan Sarapan

Jenis makanan untuk sarapan dapat dipilih dan disusun sesuai dengan keadaan dan akan lebih baik bila terdiri dari makanan sumber tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur dalam jumlah yang seimbang (Depkes 1996). Makan pagi seyogyanya mengandung unsur empat sehat lima sempurna. Ini berarti kita benar-benar telah mempersiapkan diri untuk menghadapi segala aktivitas dengan nutrisi yang lengkap. Hanya saja masalahnya seringkali sayur tidak bisa tersedia secara instan, sehingga makan pagi yang disediakan tanpa sayuran. Namun hal ini tidak menjadi masalah karena fungsi sayuran sebagai penyumbang vitamin dan mineral bisa digantikan oleh buah (Khomsan 2002).

Minum susu di pagi hari sangat baik karena susu selain sebagai sumber vitamin dan mineral juga kaya akan lemak, apabila kita mengkonsumsi lemak maka akan relatif lebih tahan lapar. Di dalam tubuh lemak dicerna lebih lama daripada karbohidrat dan protein. Sarapan dengan aneka ragam pangan yang terdiri dari nasi, sayur/buah, lauk pauk dan susu, dapat memenuhi kebutuhan

(22)

akan vitamin dan mineral. Berikut disajikan daftar kandungan gizi beberapa jenis makanan sarapan (Khomsan 2002).

Tabel 1 Kandungan gizi sarapan per 100 g

Sarapan Energi (kkal) Protein (g)

Beras 335 6.2 Mie 339 10.0 Ayam goreng 300 34.2 Abon 212 18.0 Telur dadar 251 16.3 Burger 276 12.8 Kornet 241 16.0 Sosis 452 14.5 Tahu 68 7.8 Tempe 149 18.3

Pada saat sarapan sebaiknya mengkonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Menurut Depkes (2001) konsep makan pagi yang mengacu pada gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagi berikut:

1) Sumber karbohidrat, yaitu nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong, dan ubi.

2) Sumber protein, yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.

3) Sumber vitamin dan mineral, yaitu dari sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu siam, buncis, buah-buahan: misalnya pepaya, jambu biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain.

Fungsi-fungsi dari zat gizi antara lain sebagai berikut (Depkes 2001): 1) Karbohidrat berfungsi sebagai sumber tenaga,

2) Protein berfungsi sebagai sumber pembangun,

3) Lemak berfungsi sebagai sumber tenaga dan pelarut vitamin A, D, E, dan K, 4) Vitamin berfungsi sebagai sumber pengatur,

5) Mineral berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun, 6) Air berfungsi dalam proses pencernaan makanan.

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi.

(23)

Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2009).

Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang tergantung pada lingkungan baik masyarakat maupun keluarga. Konsumsi pangan keluarga dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitasnya. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah zat gizi yang dianjurkan, sedangkan aspek kualitas berkaitan dengan keragaman dan jenis konsumsi pangan dan nilai mutu gizinya (Suhardjo 1989). Menurut Sediaoetama (2006) konsumsi makanan adalah faktor yang berpengaruh langsung terhadap keadaan gizi seseorang. Konsumsi makanan yang tidak memadai kebutuhan tubuh baik kuantitas maupun kualitas akan menyebabkan masalah gizi (Sanjur 1982).

Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2006) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi, informasi tentang jenis pangan yang dikonsumsi dan jumlah pangan yang dikonsumsi merupakan hal yang penting. Batasan ini menunjukkan bahwa konsumsi pangan dapat ditinjau berdasarkan aspek jenis pangan dan jumlah pangan yang dikonsumsi.

Survei diet atau penilaian konsumsi makanan adalah salah satu metode yang digunakan dalam penentuan status gizi perorangan atau kelompok (Supariasa et al. 2001). Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi, yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan. Frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah-Masak (DKMM), dan Daftar Peyerapan Minyak (Supariasa et al. 2001).

Salah satu metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu yang bersifat kuantitatif adalah metode mengingat-ingat 24 jam (recall method). Prinsip

(24)

dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam lalu. Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu (Supariasa et al. 2001). Metode food recall adalah metode penilaian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam, dan selingan atau makanan kecil di luar waktu makan. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2006).

Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena biasanya pada umur inilah perhatian untuk olahraga sedang tinggi-tingginya seperti atletik, mendaki gunung, sepak bola, hiking, dan sebagainya (Sediaoetama 2006).

Pada saat remaja kebutuhan zat gizi meningkat karena terjadinya proses pertumbuhan yang cepat dan aktivitas fisik yang tinggi (Almatsier 2009). Oleh karena itu, kebutuhan gizi harus tercukupi secara baik. Tingkat kecukupan zat gizi individu dapat diketahui dengan cara membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi oleh individu dengan angka kecukupannya. Kecukupan zat gizi secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut ini.

(25)

Tabel 2 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja dan dewasa awal

Zat Gizi Perempuan (tahun) Laki-laki (tahun) 13-15 16-18 19-29 13-15 16-18 19-29 Energi (kkal) 2350 2200 1900 2400 2600 2550 Protein (g) 57 55 50 60 65 60 Kalsium (mg) 1000 1000 800 1000 1000 800 Besi (mg) 26 26 26 19 15 13 Vit A (RE) 600 600 500 600 600 600 Vit E (mg) 15 15 15 15 15 15 Vit B1 (mg) 1.1 1.1 1.0 1.2 1.3 1.3 Vit C (mg) 65 75 75 75 90 90 Folat (mg) 400 400 400 400 400 400

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) Energi

Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Selain itu, energi juga diperlukan untuk fungsi lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan (Soekirman 2000). Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Tubuh akan mengalami keseimbangan energi negatif. Gejala yang ditimbulkan adalah kurang perhatian, gelisah, lemah, cengeng, kurang bersemangat, dan penurunan daya tahan terhadap penyakit infeksi. Kelebihan energi dapat menyebabkan kegemukan dan menyababkan gangguan dalam fungsi tubuh. Makanan sumber energi diantaranya didapatkan dari sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2009). Protein

Protein adalah salah satu sumber energi bersama-sama dengan karbohidrat dan lemak. Protein berfungsi sebagai zat pembangun, berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, menggantikan sel-sel yang mati (Sediaoetama 2006). Kekurangan protein biasanya diikuti dengan kekurangan energi. Dibutuhkan peningkatan konsumsi bahan makanan hewani dan nabati sumber protein yang baik seperti telur, daging, ikan, kerang, dan kacang-kacangan. Makanan yang tinggi protein biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas (Almatsier 2009). Menurut Khumaidi (1989) kecukupan protein akan terpenuhi apabila kecukupan energi telah terpenuhi karena

(26)

sebanyak apapun protein akan dibakar menjadi panas dan tenaga apabila cadangan energi masih dibawah kebutuhan.

Besi

Zat besi (Fe) merupakan mikroelemen yang essensial bagi tubuh. Zat besi terutama diperlukan dalam hemopobesis (pembentukan darah) yaitu dalam sintesa hemoglobin (Hb) (Sediaoetama 2006). Kekurangan zat besi dapat menurunkan kekebalan individu, sehingga sangat peka terhadap serangan bibit penyakit. Hal ini berhubungan erat dengan menurunnya fungsi enzim pembentuk antibodi (Suhardjo & Kusharto 1988). Kekurangan zat besi juga dapat berpengaruh negatif terhadap fungsi otak yaitu menurunnya daya konsentrasi atau daya ingat. Sumber zat besi diperoleh dari makanan hewani seperti daging, ayam, ikan, telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau, dan beberapa jenis buah (Almatsier 2009).

Vitamin A

Sumber vitamin A terdapat di dalam pangan hewani seperti hati, kuning telur, susu (di dalam lemaknya) dan mentega, sedangkan karoten terdapat di dalam sayuran berwarna hijau tua dan buah-buahan seperti pepaya, nangka masak, dan jeruk. Vitamin A termasuk kedalam vitamin larut lemak yang berfungsi dalam proses penglihatan, metabolisme umum, dan proses reproduksi. Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, berperan dalam pembentukan sel darah merah yang kemungkinan melalui interaksi dengan besi (Almatsier 2009). Vitamin A dibutuhkan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan tulang gigi. Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan Xerophtalmia yaitu sekresi air mata berhenti sehingga bola mata menjadi kering (Suhardjo & Kusharto 1988).

Vitamin C

Vitamin C termasuk kedalam vitamin larut air yang berfungsi dalam mekanisme imunitas dalam rangka daya tahan tubuh terhadap berbagai serangan penyakit dan toksin. Pada umumnya tubuh menahan vitamin C sangat sedikit. Kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Salah satu fungsi vitamin C berkaitan dengan pembentukan kolagen yang berperan dalam penyembuhan luka, patah tulang, perdarahan di bawah kulit, dan perdarahan gusi. Sumber vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam diantaranya jeruk, nenas, pepaya, dan tomat (Almatsier 2009). Kekurangan vitamin C menyebabkan timbulnya penyakit

(27)

skorbut yang ditandai dengan gusi bengkak dan berdarah, rasa sakit dan kaku pada sendi-sendi, tulang rapuh, pendarahan lapisan di bawah kulit, dan kelemahan otot-otot (Suhardjo & Kusharto 1988).

Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik atau disebut juga aktivitas eksternal adalah kegiatan yang menggunakan tenaga atau energi untuk melakukan berbagai kegiatan fisik seperti berjalan, berlari, berolahraga, dan lain-lain. Setiap kegiatan fisik menentukan energi yang berbeda menurut lamanya intensitas dan sifat kerja otot (FKM-UI 2007). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik seperti berjalan kaki, berenang, dan naik sepeda pada dasarnya memberikan pengaruh melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulang karena pertambahan umur (Kosnayani 2007).

Wirakusumah (2003) menyatakan bahwa berolahraga secara teratur dengan memperhatikan kontinuitas, frekuensi (sebaiknya 3-4 kali seminggu), durasi (30-45 menit setiap kali berolahraga), intensitas (olahraga harus menghasilkan keringat tanpa terengah-engah serta tidak menimbulkan perasaan lelah tetapi menimbulkan perasaan segar), gerakan (kombinasi gerakan yang dinamis yang tidak telampau cepat, regangan/stretching, gerakan melayukan lengan, serta menggeletarkan jari-jari tangan serta gerakan pernapasan), dan jenis olahraga (renang atau bersepeda secara perlahan-lahan, treadmill atau jogging, dan senam). Biasakan berlari kaki sedikitnya 3 kali seminggu selama paling sedikit 30 menit.

Kendala saat memulai berolahraga biasanya adalah adanya perasaan malu atau tidak terbiasa karena di sekitar rumah jarang orang yang melakukan aktivitas olahraga. Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang (Wirakusumah 2003). Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur mempunyai dampak positif yang dapat dikategorikan menjadi: 1) Fisiologi/Biologi, yaitu pengaturan dan pengurangan berat badan dan lemak tubuh, pemeliharaan lean musle mass, pengontrolan tekanan darah, perbaikan profil lipid darah, pengontrolan glukosa darah, peningkatan kapasitas respirasi dan kardiovaskuler, dan perbaikan lainnya yang terkait dengan penurunan massa tulang; 2) Psikososial, yaitu meningkatnya image dan harga diri, turunnya depresi, stress, dan insomnia, penurunan konsumsi obat, dan peningkatan sosialisasi dalam populasi; 3) Kognitif, yaitu memberikan hasil yang lebih baik dalam berkonsentrasi, daya ingat, respon, dan

(28)

aspek kognitif keseluruhan, serta penurunan resiko penyakit Parkinson’s dementia, senile dementia dan Alzheimer’s; 4) Industri dan pekerjaan, yaitu penurunan dan pergantian pekerja, peningkatan image perusahaan, dan penurunan biaya perawatan kesehatan, absensi kerja, serta stress karena kerja, 5) Sekolah, yaitu perbaikan aspek akademik dan hubungan antara orangtua dan guru, turunnya absensi dan resiko gangguan perilaku, pencegahan terhadap kenakalan anak, alkoholik, dan penyalahgunaan zat kimia, serta peningkatan rasa tanggung jawab (Freire 2005 dalam Armandi 2010).

Menurut FAO/WHO/UNU (2001) aktivitas fisik adalah variabel utama setelah Angka Metabolisme Basal (AMB) atau basal metabolic rate (BMR) dalam penghitungan pengeluaran energi. Menurut Almatsier (2009) AMB dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, berat badan, dan tinggi badan. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam tingkat aktivitas fisik atau physical activity (PAL) yang merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus (FAO/WHO/UNU 2001) sebagai berikut:

PAL = ∑(PAR x alokasi waktu tiap aktivitas)/24 jam Keterangan : PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR : Physical activity ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikategorikan sebagai berikut : 1) Sangat ringan dengan nilai PAL <1.4; 2) Ringan dengan nilai PAL 1.40-1.69; 3) Sedang dengan nilai PAL 1.70-1.99; 4) Berat dengan nilai PAL >1.99 (FAO/WHO/UNU 2001).

Seseorang dikatakan beraktivitas ringan (sedentary) bila tidak banyak melakukan kerja fisik, tidak dianjurkan berjalan jauh, umumnya menggunakan alat transportasi, tidak latihan atau berolahraga secara teratur, menghabiskan waktu senggangnya dengan duduk dan berdiri dengan sedikit bergerak. Pada kategori sedang adalah orang yang tidak terlalu banyak menggunakan energi, namun lebih banyak mengeluarkan energi daripada yang beraktivitas ringan. Kemungkinan juga adalah orang yang tergolong beraktivitas ringan namun memiliki waktu untuk beraktivitas sedang hingga berat yang teratur seperti jogging, berlari, dan aerobik yang dapat meningkatkan PAL dari 1.55 (ringan) menjadi 1.75 (sedang). Kategori berat adalah orang yang tergolong beraktivitas berat bila orang tersebut dalam kesehariannya melakukan aktivitas yang

(29)

mengeluarkan banyak energi seperti berenang dan menari selama 2 jam, mencangkul, berjalan kaki dengan beban yang berat (FAO/WHO/UNU 2001).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorpsi), dan penggunaan (utilization) zat gizi makanan. Status gizi seseorang tersebut bisa diukur dan dinilai. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Riyadi 2006).

Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Status gizi dipengaruhi oleh faktor langsung seperti intake makanan dan status kesehatan. Kedua faktor tersebut saling tergantung satu sama lainnya. Kemudian determinan tidak langsung dari status gizi, yaitu ketahanan pangan, perawatan ibu dan anak, dan lingkungan kesehatan yang tepat termasuk akses terhadap pelayanan kesehatan (Riyadi 2001).

Menurut Supariasa et al. (2001) ada beberapa cara yang digunakan untuk menilai status gizi, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung, yaitu penilaian antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung, yaitu survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi.

IMT (Indeks Massa Tubuh) atau status gizi berdasarkan umur direkomendasikan sebagai indikator terbaik yang dapat digunakan pada remaja. Keuntungan mendapatkan IMT berdasarkan umur yaitu dapat digunakan untuk remaja muda. IMT berhubungan dengan kesehatan dan dapat dibandingkan dengan baik terhadap hasil pemeriksaan laboratorium atau pengukuran lemak tubuh. Selain menggabungkan indeks BB/TB dengan umur, indikator ini juga telah divalidasi sebagai indikator lemak tubuh total bagi mereka yang berada di atas persentil yang normal. Indikator ini juga memberikan data dengan kualitas tinggi dan berkesinambungan dengan indikator yang direkomendasikan untuk dewasa (Heryanti 2009). Indeks massa tubuh (IMT) diperoleh berdasarkan perhitungan berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) kuadrat, sehingga diperoleh satuan untuk IMT adalah kg/m2.

(30)

Secara umum status gizi diukur secara antropometri yang artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi (Supariasa et al. 2001).

Tabel 3 Status gizi menurut WHO (2007)

IMT (kg/m2) Status gizi

<18.5 Kurus

18.5-24.9 Normal 25.0-29.9 Gizi lebih

30.0-39.9 Obes

>40.0 Sangat Obes

Peningkatan IMT berhubungan dengan penurunan aktivitas fisik jangka panjang, dimana antara IMT dan aktivitas fisik memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan IMT. Peningkatan IMT juga berhubungan dengan peningkatan resiko dari kondisi orthopaedic, CVD (cardiovaskuler disease), dan diabetes tipe II yang dapat menurunkan kemampuan untuk beraktivitas/latihan (Weiss et al. 2007).

Faktor Sosial Ekonomi Jenis Kelamin

Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga ada hubungan antara jenis kelamin dan status gizi. Perbedaan jenis kelamin memiliki peran dalam perilaku penurunan berat badan. Remaja putri lebih aktif dalam perilaku penurunan berat badan dibandingkan dengan remaja putra. Banyak remaja putri menganggap dirinya kegemukan sehingga melakukan penurunan berat badan dengan cara yang tidak sehat seperti diet yang berlebihan, puasa menggunakan laksatif, dan memuntahkan makanan (Shills et al. 2006).

Uang Saku

Pada remaja yang memiliki uang saku, Mardayanti (2008) menyatakan bahwa remaja yang telah diberi kepercayaan untuk mengelola uang sakunya sendiri untuk memiliki kebebasan untuk mengatur sendiri keuangannya dan lebih bebas untuk menentukan apa yang dimakan. Rata-rata uang saku yang diterima untuk makanan sebesar 34.7%, untuk bukan makanan sebesar 60.7%, dan sisanya 4.6%. Pengeluaran untuk pangan yang lebih banyak tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan karena kadang-kadang perubahan yang terjadi pada kebiasaan makan adalah harga pangan yang tinggi (Suhardjo 1989).

(31)

Alokasi uang saku yang dikeluarkan bukan untuk makanan tetapi untuk transportasi, membeli hadiah, buku, dan pakaian. Semakin besar uang saku yang diterima tidak mempengaruhi konsumsi energi dan zat gizi (Mardayanti 2008). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabandari (2010) tentang alokasi uang saku pada mahasiswa menyimpulkan bahwa semakin besar pendapatan keluarga maka semakin besar uang saku yang diterima oleh mahasiswa.

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan merupakan salah satu sumber daya yang penting bagi keluarga untuk mendukung pengetahuan seseorang dalam menerima informasi yang pada akhirnya dapat membentuk perilakunya dan merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Rahmawati (2006) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. Pendidikan dapat berpengaruh terhadap kualitas hidup dalam berbagai hal. Misalkan pekerjaan tersedia, seseorang yang memiliki pendidikan biasanya dapat masuk ke golongan pekerjaan yang diupah lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak memiliki pendidikan (Suhardjo 1989).

Tingkat pendidikan yang tinggi akan mempermudah seseorang untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi khususnya tentang makanan yang baik untuk kesehatan. Tetapi pendidikan yang tinggi tidak selalu diikuti dengan pengetahuan yang memadai tentang gizi (Suhardjo 1989). Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Selain itu, menurut Madanijah (2004) terdapat hubungan positif antara pendidikan ibu dengan pengetahuan gizi, kesehatan, dan pengasuhan anak yang baik.

Pekerjaan Orang Tua

Jenis pekerjaan berhubungan erat dengan pendapatan yang diterima. Jenis pekerjaan yang dimiliki seseorang merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas makanan karena jenis pekerjaan memiliki hubungan dengan pendapatan yang diterima. Ibu yang bekerja tidak lagi memiliki waktu untuk mempersiapkan makanan bagi keluarga. Peranan ibu dalam pembentukan kebiasaan sarapan pada anak sangat menentukan karena ibu terlibat langsung dalam penyediaan makanan rumah tangga. Faktor kesibukan

(32)

ibu, khususnya yang bekerja seringkali mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuat sarapan (Suhardjo 1989).

Penelitian yang dilakukan Rohayati (2001) pada anak sekolah di propinsi NTT, diketahui bahwa pekerjaan ibu mempengaruhi frekuensi sarapan anak. Hal ini disebabkan karena ibu terlibat langsung dalam kegiatan rumah tangga khususnya penyelenggaraan makan keluarga, termasuk dalam pemilihan jenis pangan dan penyusunan menu untuk keluarga.

Pendapatan Orang Tua

Martianto dan Ariani (2004) menjelaskan bahwa tingkat pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsinya. Sesuai dengan Hukum Bennet, semakin tinggi pendapatan maka kualitas bahan pangan yang dikonsumsi pun semakin baik yang tercermin dari perubahan pembelian bahan pangan yang harganya murah menjadi bahan pangan yang harganya lebih mahal dengan kualitas yang lebih baik. Sebaliknya, rendahnya pendapatan yang dimiliki oleh seseorang akan mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan makan yang tercermin dari pengurangan frekuensi makan dari tiga kali menjadi dua kali dalam sehari. Selain itu, masyarakat berpendapatan rendah juga akan mengkonsumsi pangan dalam jumlah dan jenis yang beragam untuk memenuhi kebutuhan gizi yang seimbang seperti mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti daging.

Pendapatan menentukan faktor yang menentukan kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar peluang untuk memilih pangan yang baik. Meningkatnya pendapatan perorangan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Menurut Firlie (2001) pendapatan keluarga akan menentukan alokasi pengeluaran pangan dan non pangan sehingga apabila pendapatan keluarga rendah maka akan mengakibatkan penurunan daya beli.

Besar Keluarga

Menurut Berg (1986) besar keluarga mempunyai pengaruh pada konsumsi pangan, jumlah anak yang menderita kelaparan pada keluarga besar empat kali lebih besar jika daripada pada keluarga kecil. Pada keluarga dengan ekonomi kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian pada anak, juga kebutuhan primer seperti pangan, sandang, dan perumahan pun tidak terpenuhi. Sediaoetama (2006)

(33)

menyatakan bahwa pengaturan pengeluaran untuk pangan sehari-hari akan lebih sulit jika jumlah anggota keluarga banyak. Hal ini menyebabkan kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsi anggota keluarga tidak mencukupi kebutuhan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapatan perkapita dan pengeluaran pangan menurun dengan peningkatan besar keluarga (Sanjur 1982). Besar kecilnya anggota keluarga dapat mempengaruhi pemenuhan gizi anggota keluarga terutama keluarga miskin. Suhardjo et al. (1988) menyatakan bahwa pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi dari keluarga tersebut.

(34)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perubahan biologi, sosial, psikologi, dan kognitif yang terjadi selama remaja dapat berdampak terhadap status gizi. Status gizi merupakan hasil masukan zat gizi dan pemanfaatannya dalam tubuh. Status gizi yang baik dapat dicapai dengan pangan yang mengandung cukup zat gizi, aman untuk dikonsumsi, dan dapat memenuhi kebutuhan.

Status gizi dipengaruhi oleh aktivitas fisik, karakteristik individu, konsumsi pangan, dan status kesehatan. Menurut kajian penelitian, kurang aktivitas fisik dapat meningkatkan status gizi. Peningkatan status gizi ini juga berhubungan dengan peningkatan risiko penyakit pada seseorang. Faktor pangan dan gizi juga dapat mempengaruhi status kesehatan. Oleh karena itu, remaja perlu mendapat perhatian dalam hal konsumsi pangannya. Konsumsi pangan seseorang yang kurang akan menyebabkan keadaan status gizinya menjadi kurang.

Kebiasaan sarapan mempengaruhi asupan zat gizi dimana sarapan merupakan suatu kegiatan penting sebelum melakukan aktivitas fisik pada hari tersebut, mengingat tubuh tidak mendapatkan makanan selama sekitar 10 jam sejak malam hari, serta melakukan sarapan dapat menyumbang 25% dari kebutuhan total energi harian disamping konsumsi makan siang dan malam.

Beberapa faktor yang diduga mempengaruhi kebiasaan sarapan, yaitu aktivitas fisik, karakteristik individu, karakteristik keluarga, info pangan, dan teman sebaya. Aktivitas fisik seseorang memerlukan konsumsi pangan yang baik dan teratur. Salah satunya dengan kebiasaan sarapan secara teratur. Kebiasaan sarapan semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Bagi mahasiswa atau pelajar, sarapan berperan penting dalam meningkatkan konsentrasi belajar. Kebiasaan sarapan juga dapat menghemat uang saku dengan mengurangi kemungkinan jajan di kampus.

Berdasarkan penelitian, pekerjaan seorang ibu mempengaruhi frekuensi sarapan anak. Faktor kesibukan ibu, khususnya yang bekerja mengakibatkan ibu tidak sempat untuk membuat sarapan. Besar keluarga mempengaruhi konsumsi energi dan protein seorang anak, dimana semakin besar keluarga maka semakin kecil peluang terpenuhinya kebutuhan seorang individu. Kebiasaan sarapan secara teratur pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi mahasiswa. Pada penelitian ini, pengaruh info pangan dan teman sebaya terhadap kebiasaan sarapan, dan pengaruh status kesehatan terhadap status gizi mahasiswa tidak diteliti.

(35)

Keterangan :

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

= hubungan yang dianalisis

= hubungan yang tidak dianalisis

Gambar 1 Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan sarapan, aktivitas fisik, dan status gizi mahasiswa

Aktivitas fisik :  Jenis aktivitas  Durasi Karakteristik individu :  Usia  Jenis kelamin  Uang saku  Pengeluaran untuk pangan Karakteristik keluarga :  Pekerjaan orang tua  Pendidikan orang tua  Pendapatan orang tua  Besar keluarga

Kebiasaan sarapan :  Frekuensi

 Waktu dan tempat  Jenis makanan

sarapan

Asupan zat gizi :  Tingkat kecukupan E,

P, Fe, Vit A, dan Vit C.

Status gizi :  BB dan TB Info pangan Teman sebaya Status kesehatan

(36)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study yaitu pengamatan yang dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - April 2011 di lingkungan Kampus IPB (Institut Pertanian Bogor) Darmaga. Pemilihan tempat dilakukan secara purposive dengan alasan sebagian besar aktivitas mahasiswa Mayor Ilmu Gizi dan KSH berlangsung di lingkungan kampus.

Teknik Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2008 dari Mayor Ilmu Gizi dan KSH IPB yang tinggal di Bogor secara mandiri dan tidak mengambil mata kuliah minor/supporting course Gizi Masyarakat. Ukuran contoh adalah 60 mahasiswa yang berasal dari campuran antara Mayor Ilmu Gizi dan KSH IPB dimana jumlah contoh dari masing-masing mayor dihitung dengan ukuran proporsi berdasarkan jumlah mahasiswa masing-masing mayor yang memenuhi kriteria dan diambil secara acak. Ukuran contoh untuk masing-masing mayor adalah 30 sampel. Menurut Singarimbun dan Effendi (2006) jumlah sampel untuk membandingkan antar kelompok seperti t-test minimal harus 30 sampel. Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah stratified random sampling with proportional allocation (teknik penarikan contoh acak berlapis dengan alokasi proporsional).

Perhitungan ukuran contoh:

Keterangan:

1 = Mayor Ilmu Gizi

2 = Mayor Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata n = Ukuran contoh dari Mayor tertentu

N= Jumlah mahasiswa dari mayor tertentu yang tinggal mandiri (kos, kontrak, asrama) dan tidak mengambil mata kuliah minor atau supporting course Gizi Masyarakat.

M= Jumlah mahasiswa dari kedua mayor yang tinggal mandiri (kos, kontrak, asrama) dan tidak mengambil mata kuliah minor atau supporting course Gizi Masyarakat (populasi).

(37)

Tabel 4 Proporsi ukuran contoh tiap mayor

Mayor Jumlah

mahasiswa

Jumlah mahasiswa yang

memenuhi kriteria (populasi) Ukuran contoh

Ilmu Gizi 94 72 32

KSH 91 63 28

Total 185 135 60

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik individu (usia, jenis kelamin, uang saku, dan pengeluaran untuk pangan) dan keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan orang tua, dan besar keluarga), kebiasaan sarapan (frekuensi, waktu dan tempat, dan jenis makanan sarapan), asupan zat gizi (tingkat kecukupan energi, protein, Fe, vitamin A, dan vitamin C), aktivitas fisik (jenis aktivitas dan durasi), dan data antropometri (berat badan dan tinggi badan).

Data kebiasaan sarapan meliputi frekuensi, waktu dan tempat, dan jenis makanan sarapan diperoleh melalui Food Record selama 1 minggu. Data frekuensi sarapan digambarkan dengan frekuensi sarapan contoh dalam satu minggu. Data asupan zat gizi diperoleh dengan metode recall 1x24 jam yang dilakukan dua hari, yaitu hari kuliah dan hari libur. Data aktivitas fisik yang diperoleh adalah jenis kegiatan dan durasi waktu setiap kegiatan. Jenis kegiatan contoh dikelompokkan menjadi lima kegiatan (Hardinsyah & Martianto 1992). Data tingkat aktivitas fisik contoh diperoleh melalui metode recall 1x24 jam yang dilakukan dua hari, yaitu hari kuliah dan hari libur. Jenis dan durasi waktu merupakan hal utama yang akan di-recall. Aktivitas yang di-recall adalah seluruh aktivitas mulai bangun pagi hingga tidur malam. Hal ini didasari metode analisis dengan PAL (Physical Activity Level) sesuai dengan FAO/WHO/UNU (2001). Data antropometri meliputi berat badan dan tinggi badan contoh diperoleh melalui pengukuran secara langsung. Data berat badan diperoleh menggunakan timbangan dengan ketelitian 0.1 kg dan data tinggi badan diukur menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data sekunder diperoleh dari database mahasiswa dan Buku Panduan Program Sarjana IPB edisi 2010 berupa gambaran karakteristik Mayor Ilmu Gizi dan KSH.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar informasi yang diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian. Tahapan pengolahan data dimulai dari verifikasi, coding, entri, cleaning, dan selanjutnya dianalisis. Verifikasi

Gambar

Tabel 1 Kandungan gizi sarapan per 100 g
Tabel 2 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja dan dewasa awal
Gambar  1  Kerangka  pemikiran  faktor-faktor  yang  mempengaruhi  kebiasaan      sarapan, aktivitas fisik, dan  status gizi mahasiswa
Tabel 4 Proporsi ukuran contoh tiap mayor
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut sejalan dengan pernyataan bahwa langkah-langkah dari model Discovery Learning dapat mengembangkan sikap ilmiah, rasa ingin tahu, pemahaman konsep, dan

Tahap implementasi pem- belajaran berdesain ICARE dil- akukan dengan pendekatan ek- sperimen. Pada tahap ini dikaji tentang keterlaksanaan desain pembelajaran ICARE

Berdasarkan Berita Acara Penetapan Hasil Kualifikasi nomor BA-10/BC.015/ULP/POKJA.INSW/2017 tanggal 28 Februari 2017, dengan ini Kelompok Kerja Khusus ULP Kantor Pusat

sebagai Pribadi yang berbeda dengan manusia akan senatiasa berada dalam hubungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar kewirausahaan pada kelompok eksperimen 1 yaitu 72,95 sedangkan rata-rata hasil belajar

Terdiri atas pusat-pusat permukiman, baik yang bersifat desa urban dan desa rural yang terletak di wilayah bagian timur Kabupaten Sarolangun, yang akan berorientasi ke kota Pauh

Sementara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan