• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENENTUAN LUAS HUTAN KOTA BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) DI PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU HERMI APRIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENENTUAN LUAS HUTAN KOTA BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO 2 ) DI PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU PROPINSI RIAU HERMI APRIANI"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

PENENTUAN LUAS HUTAN KOTA

BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO

2

)

DI PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU

PROPINSI RIAU

HERMI APRIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENENTUAN LUAS HUTAN KOTA

BERDASARKAN PENYERAPAN KARBONDIOKSIDA (CO

2

)

DI PASIR PENGARAIAN KABUPATEN ROKAN HULU

PROPINSI RIAU

Karya Ilmiah Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kehutanan

Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

HERMI APRIANI

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN

DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

SUMMARY

HERMI APRIANI. Determination Of Urban Forest Base On The Absorbtion Of Carbon Dioxyde in Pasir Pengaraian The Regency of Rokan Hulu Riau Province. Under supervision of Dr. Ir. Endes N Dahlan MS and Ir. Siti Badriyah Rushayati M,Si.

Town is the center of people activity and concentration place of resident experiencing of growth from time to time. Growth of town is marked at the height of development new settlement, office centre, shopping centre, industrial, the motor vehicle increase, and increase total populasi of resident . Pasir Pengaraian is the capital regency of Rokan Hulu which is expanding causing the happening of change in various area. Density in Pasir Pengaraian in the year 2005 is 0,79/m2 while in the year 2007 is 0,9/m2. Growth of this Development bring negative impact to environmental quality. This matter can be marked with more and more it’s pop out environmental problem in urban like as improvement of temperature and mount pollution of air marked progressively is abundant produce of carbon dioxyde ( CO2) and decrease produse oxygen (O2) on the air. Applying conception urban forest in planning of urban arrangement will overcome problem degradation of environmental quality. According To Governmental Regulation No 63 Year 2002, urban forest is a carpet of farm which spring up compact tree and close in region of good urban at goverment land and also groundland of rights specified by official functionary as urban forest. Intention of this research is to determine wide of urban forest to be develop builded in Pasir Pengaraian in 2008 and estimation of the wide urban forest until 2020. The obtained data in the form of resident amount, sum up consumption of BBM (gasoline, diesel fuel and kerosene) and LPG processed with the capability carbon dioxide sinks by plant so that obtained a wide of urban forest to absorbtion carbon dioxyde. Wide of urban forest to be develop builded in Pasir Pengaraian of pursuant to Governmental Regulation of No 63 Year 2002 is 10 % from wide of town of Pasir Pengaraian ( 39.665 Ha) is 3.967 Ha, while wide of urban forest to be develop builded pursuant to absorbtion of carbon dioxyde of year 2008 is 3.095,99 Ha or 7,81 % from wide of town and in the year 2020 is 8.059,99 Ha or 20,32 % from wide of town of Pasir Pengaraian.

Keywords : Town, Carbon Dioxide, Wide of Urban Forest, and Pasir Pengaraian

(4)

RINGKASAN

HERMI APRIANI. Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Propinsi

Riau. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Endes N Dahlan MS dan Ir. Siti Badriyah Rushayati M,Si.

Kota merupakan pusat aktivitas manusia dan tempat konsentrasi penduduk yang mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Pesatnya perkembangan kota ditandai dengan meningkatnya pembangunan pemukiman baru,perkantoran, pusat perbelanjaan, industri, jumlah kendaraan bermotor, dan pertambahan jumlah penduduk. Pasir Pengaraian merupakan ibukota Kabupaten Rokan Hulu yang sedang berkembang yang menyebabkan terjadinya perubahan di berbagai bidang. Kepadatan penduduk di Pasir Pengaraian pada tahun 2005 adalah 0,79/m2 sedangkan pada tahun 2007 adalah 0,9/m2. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Hal ini dapat ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan masalah lingkungan di perkotaan seperti peningkatan suhu dan tingkat polusi udara yang ditandai dengan semakin berlimpahnya produksi karbondioksida (CO2) dan berkurangnya produksi oksigen (O2) di udara. Penerapan konsep hutan kota di dalam perencanaan tata kota akan mengatasi masalah penurunan kualitas lingkungan. Menurut Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002, hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai hutan kota. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan luas hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida (CO2) di Pasir Pengaraian tahun 2008 dan memprediksi luas hutan kota yang akan dibangun sampai tahun 2020 berdasarkan kemampuannya dalam menyerap karbondioksida. Data yang diperoleh berupa jumlah penduduk, jumlah konsumsi BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG diolah berdasarkan penyerapan karbondioksida menurut Prabang (2009) sehingga diperoleh suatu luas hutan kota yang dibutuhkan berdasarkan penyerapan karbondioksida. Luas hutan kota yang akan dibangun di Pasir Pengaraian berdasarkan Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 adalah 10 % dari luas kota Pasir Pengaraian (39.665 Ha) adalah seluas 3.967 Ha, sedangkan luas hutan kota yang akan dibangun berdasarkan penyerapan karbondioksida tahun 2008 adalah 3.095,99 Ha atau 7,81 % dari luas kota dan pada tahun 2020 adalah 8.059,99 Ha atau 20,32 % dari luas kota Pasir Pengaraian.

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Kota Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau.

Skripsi ditulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi program pendidikan sarjana pada Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Dr. Ir. Endes N Dahlan MS dan Ibu Ir. Siti badriyah Rushayati M,Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia memberikan bimbingan kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir Heri Purnomo M.Comp dan Ibu Dr Lina Karlina Sari S,hut M,Si selaku dossen penguji dari Departemen Manajemen Hutan dan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

3. Alm Papa, Ibu, Uni Henni Widyastuti S,Pi dan Bang Arisman, Uda Heri Ardiansyah SE dan Kak Mimi Lestari SE, Mami dan Papi, Mama, Umi, Mak Andan dan Amai, Kak Endang Purnama Sari S,Pi M,Si, Kak Ade, Ari, Yayat, Alm Nenek dan Unyang serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan, doa, kasih sayang, dan semangat yang tiada putus kepada penulis. 4. Bapak Ir. Asril Tamam selaku Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan

Kabupaten Rokan Hulu beserta staf yang telah membantu dalam penyediaan data untuk kepentingan penulisan skripsi kepada penulis .

5. Pertamina Unit Pemasaran Pekanbaru yang telah memberikan dukungan berupa penyediaan data.

6. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Rokan Hulu yang telah memberikan bantuan dalam penyediaan data.

7. Chevron Indonesia (Darmasiswa Caltex Riau) yang telah memberikan bantuan berupa materil selama penulis menyelesaikan pendidikan.

(6)

8. Keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, terkhusus buat teman-teman KSH 41, terimakasih banyak bantuan dan kehadirannya setiap hari serta semua semangat dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi.

9. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis ucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Februari 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasir Pengaraian Rokan Hulu Riau pada tanggal 16 April 1986 dari pasangan Bapak (Alm) Syahrial T dan Ibu Armina. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara.

Penulis menempuh pendidikan SD di SDN 001 Rambah pada tahun 1992 - 1997, kemudian penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 1 Rambah Rokan Hulu pada tahun 2001. Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Rambah Rokan Hulu pada tahun 2004.

Penulis diterima di IPB sebagai mahasiswa Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur USMI (undangan Seleksi masuk IPB)

Pada tahun 2005 hingga 2007 penulis aktif sebagai pengurus di organisasi mahasiswa daerah Riau (OMDA RIAU). Selanjutnya pada tahun 2007 penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cilacap-Baturaden dan Praktek Pengelolaan Hutan di Getas Ngawi. Penulis melakukan praktek kerja lapang profesi (PKLP) di Taman Nasional Gunung Merapi.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB, pada akhir masa studi penulis menyusun skripsi dari hasil penelitian yang berjudul Penentuan Luas Hutan Kota berdasarkan Penyerapan Karbondioksida (CO2) di Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau di bawah bimbingan Dr. Ir. Endes N Dahlan MS dan Ir Siti Badriyah Rushayati M,Si.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i DAFTAR GAMBAR ... ii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 1.3 Manfaat ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karbondioksida (CO2) ... 3

2.2 Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO2) ... 4

2.3 Kebutuhan Luasan Hutan Kota ... 5

2.4 Luas Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida di Beberapa Kota ... 7

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu Penelitian ... 9

3.2 Bahan dan alat ... 9

3.3 Metode Pengumpulan data ... 9

3.3.1 Pengumpulan data ... 9

3.3.2 Pengolahan data ... 10

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi fisik ... 12

4.1.1 Letak dan Luas ... 12

4.1.2 Iklim ... 13

4.1.3 Topografi ... 13

4.2 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 13

4.2.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk ... 13

4.2.2 Mata pencaharian ... 13

4.2.3 Pendidikan ... 13

4.2.4 Agama dan budaya ... 14

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kebutuhan luas Hutan Kota ... 15

(9)

5.1.1 Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Peraturan

Pemerintah No 63 Tahun 2002 ... 15 5.1.2 Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Fungsi

Sebagai Penyerap karbondioksida ... 16 5.1.2.1 Karbondioksida yang Dihasilkan oleh Penduduk

Pasir Pengaraian ... 16 5.1.2.2 Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG ... 17 5.2 Analisis Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan fungsi

sebagai penyerap Karbondioksida ... 18 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan ... 22 6.2 Saran ... 22 DAFTAR PUSTAKA ... 23

(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Luas Hutan Kota di Palembang Tahun 2005-2020 ... 7

2. Luas Hutan Kota di Bogor Tahun 2005-2020 ... 8

3. Luas dan Sebaran Ruang Terbuka di Pasir Pengaraian... 15

4. Jumlah Penduduk Pasir Pengaraian tahun 2005-2007 ... 16

5. Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk Pasir Pengaraian tahun 2008-2020 ... 17

6. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Pasir Pengaraian Tahun 2005-2007 ... 17

7. Tingkat Pemakaian BBM dan LPG di Pasir Pengaraian Tahun 2008-2020 ... 18

8. Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan Dari Pembakaran BBM dan LPG di Pasir Pengaraian Tahun 2008-2020 ... 18

9. Luas Hutan Kota di Pasir Pengaraian tahun 2008-2020 ... 19

(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta Kabupaten Rokan Hulu ... 12 2. Lokasi Taman Kota Yang Akan Dibangun di Pinggiran Sungai Rokan ... 20 3. Lokasi yang Akan Ditanam Peneduh Jalan di Jalan Tuanku Tambusai ... 21

(12)

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Kota merupakan pusat berbagai aktivitas manusia dan tempat konsentrasi penduduk yang terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Sebuah kota mempunyai fungsi majemuk, dapat sebagai pusat populasi, perdagangan, pemerintahan industri maupun pusat budaya dari suatu wilayah (Irwan 1997). Pusatnya perkembangan di wilayah perkotaan ditandai dengan meningkatnya pembangunan pemukiman-pemukiman baru, perkantoran, pusat perbelanjaan, industri dan jumlah kendaraan bermotor.

Pembangunan kota yang ditandai dengan pembangunan berbagai sarana dan prasaran fisik sebagai penunjang aktivitas penduduk kota di satu sisi merupakan simbol kemajuan penduduk kota yang cenderung mengikuti perkembangan zaman, namun di sisi lain pembangunan lingkungan perkotaan yang telah dan sedang dilakukan pada saat ini juga menimbulkan berbagai dampak negatif yang pada akhirnya dapat mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Hal ini dapat ditandai dengan semakin banyaknya bermunculan masalah lingkungan di perkotaan seperti peningkatan suhu dan tingat polusi udara yang ditandai dengan semakin berlimpahnya produksi karbondioksida (CO2) dan berkurangnya produsi oksigen (O2) di udara.

Pasir Pengaraian merupakan ibukota Kabupaten Rokan Hulu yang sedang berkembang yang menyebabkan terjadinya banyak perubahan dalam berbagai bidang. Pasir Pengaraian sebagai daerah baru yang dimekarkan merupakan daya tarik bagi penduduk luar daerah untuk berdatangan ke daerah tersebut. Kepadatan penduduk tahun 2005 adalah 0,79/m2 dan pada tahun 2007 adalah 0,9/m2. Perkembangan pembangunan ini membawa dampak negatif terhadap lingkungan. Dengan semakin banyaknya ruang terbuka hijau yang dikonversi menyebabkan pasokan oksigen yang dihasilkan tumbuhan semakin berkurang, sebaliknya keberadaan karbondioksida semakin meningkat di udara.

(13)

Penerapan konsep hutan kota di dalam perencanaan tata kota akan mengatasi masalah penurunan kualitas lingkungan tersebut. Dengan adanya komponen hutan kota berupa jalur hijau, taman kota, tanaman pekarangan dan keberadaan ruang terbuka hijau lainnya diharapkan dapat meningkatkan produksi oksigen di udara, menyaring partikel debu dan partikel-partikel pencemar lainnya sehingga akan meningkatkan kualitas lingkungan di wilayah perkotaan.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai studi pengembangan hutan kota di Pasir Pengaraian untuk menjaga kualitas lingkungan perkotaan terutama dalam hal penyerapan karbondioksida (CO2) dan kenyaman bagi penduduk kota dalam berbagai aktivitas yang dilakukan serta sebagai salah satu alternatif dalam mengatasi pencemaran udara yang terus meningkat.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan luasan hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida (CO2) di Kota Pasir Pengaraian tahun 2008 dan memprediksi luas hutan kota yang sebaiknya dibangun di Pasir Pengaraian sampai tahun 2020.

1.3. Manfaat

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan informasi kepada Pemerintah daerah Kabupaten Rokan Hulu mengenai kebutuhan hutan kota di Pasir Pengaraian.

2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hulu untuk menentukan luas dan lokasi pembangunan hutan kota.

(14)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karbondioksida (CO2)

Karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dengan rumus kimia CO2 dimana molekulnya terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen, yang merupakan bahan pembentuk udara paling banyak keempat (Neiburger 1995).

Prawirowardoyo (1996) menyatakan bahwa karbondioksida yang masuk ke atmosfer dapat berasal dari dua sumber yaitu :

1. Sumber alami

Sumber alami yang paling penting adalah proses pernapasan mahluk hidup, baik di darat maupun di lautan dan perubahan bahan organik.

2. Sumber buatan

Sumber buatan adalah karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil, industri semen, pembakaran hutan dan perubahan tata guna lahan. Dahlan (2004) menyatakan bahwa kegiatan di perkotaan baik bergerak maupun yang tidak bergerak seperti: kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin, solar, minyak tanah dan batubara, dimana pembakaran ini akan menghasilkan karbondioksida.

Menurut DEFRA (2007) jumlah emisi gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar antara lain :

1. Bensin menghasilkan 2,31 kg/l emisi karbondioksida 2. Solar menghasilkan 2,63 kg/l emisi karbondioksida

3. Minyak tanah menghasilkan 2,52 kg/l emisi karbondioksida 4. LPG menghasilkan 1,50 kg/kgemisi karbondioksida 5. LNG menghasilkan 1,78 kg/m3 emisi karbondioksida

(15)

Menurut White, Handler dan Smith dalam Wisesa (1988) seorang manusia mengoksidasi 300 kalori/hari dari makanannya dan menggunakan sekitar 600 liter oksigen dan memproduksi 480 liter karbondioksida atau 968 g CO2 (40,33 g CO2/jam). Menurut Goth (2005) manusia menghasilkan emisi karbondioksida sebesar 39,69 g/jam. Rerata manusia bernafas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak sebanyak 12-18 kali/menit yang banyaknya sekitar 500 ml udara pada setiap tarikan napas (Http://www/msnencarta/respiratorysystem.mhl 2005 dalam Dahlan 2007).

2.2. Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO2)

Menurut Dahlan (2004) berbagai kegiatan di perkotaan baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak seperti kendaraan bermotor, rumah tangga, hotel, industri, dan kegiatan lainnya membutuhkan energi penggerak dan pemanas yang sebagian diperoleh dari pembakaran bahan bakar fosil seperti solar, minyak tanah dan batu bara. Proses pembakaran akan menghasilkan gas CO2. Keberadaan gas CO2 di perkotaan akhir-akhir ini mengalami peningkatan konsentrasi di udara ambien yang sangat berarti. Bahaya paling utama dari peningkatan CO2 di udara adalah terjadinya peningkatan suhu udara bumi secara global melalui efek rumah kaca.

Ogawa (1991) dalam Gusmalina (1995) melaporkan bahwa konsentrasi CO2 selama 250 tahun terakhir (sejak tahun 1974) naik dari 280 ppm sampai 350 ppm, dan diperkirakan dalam 100 tahun mendatang (sekitar tahun 2090) terjadi kenaikan konsentrasi CO2 dua kali lipat akan mengakibatkan peningkatan suhu permukaan bumi yang pada akhirnya akan mengakibatkan mencairkan es sehingga meningkatkan volume air laut. Penambahan volume ini berkisar antara 50-80 cm. Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di khatulistiwa tidak akan terlepas dari pengaruh pemanasan global dan perubahan iklim tersebut. Pengaruh itu akan dirasakan di daerah delta yang rendah, daerah pasang surut, kota-kota yang permukaan tanahnya rendah serta yang terletak di pinggiran pantai.

(16)

Menurut Branch (1995) dalam Herdiansah (2006) kota diartikan sebagai tempat tinggal dari beberapa ribu penduduk atau lebih. Perkotaan diartikan sebagai area terbangun dengan struktur dan jalan-jalan sebagai suatu pemukiman yang terpusat pada suatu area dengan kepadatan tertentu yang membutuhkan saranan dan pelayanan pendukung yang lengkap dibandingkan yang dibutuhkan di pedesaan.

Hutan kota merupakan penyerap CO2 yang cukup penting tumbuhan yang ada di samudera. Tanaman hutan kota baik di dalam maupun di luar kota akan menyerap gas CO2 melalui fotosintesis. Fotosintesis adalah suatu proses penangkapan energi sinar matahari oleh klorofil dan kemudian diubah menjadi energi kimia (Fakuara 1987). Proses utama dari fotosintesis adalah terbentuknya karbohidrat yang merupakan energi bagi proses-proses fisiologis tanaman. Selain itu dihasilkannya O2 yang sangat diperlukan oleh seluruh makhluk hidup di dunia pernapasan.

Menurut Salisbury dan Cleon (1995) jumlah karbon yang ditambat melalui proses fotosintesis tiap tahunnya diperkirakan berkisar antara 70-120 trilyun ton dan diperkirakan sekitar duapertiga dari produktuvitas ini terjadi di daratan, dan sepertiga terjadi di laut dan samudera. Dengan demikian keberadaan tumbuhan di wilayah perkotaan sangat diperlukan dalam menyerap gas CO2 dan mengatasi efek rumah kaca.

2.3. Kebutuhan Luasan Hutan Kota

Penetapan besarnya luasan hutan kota sangatlah diperlukan karena fungsi hutan kota akan terasa jika luasan hutan kota cukup untuk mengoptimalkan dari fungsi hutan kota tersebut.

Menurut Dahlan (2004) penentuan luasan hutan kota dapat dilakukan melalui pendekatan parsial dan pendekatan global.

1. Pendekatan Parsial

Pendekatan parsial yaitu menyisihkan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota. Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya yakni berdasarkan perhitungan: persentase, luasan perkapita, berdasarkan isu penting yang muncul di perkotaan tersebut.

(17)

a. Berdasarkan Persen Luas

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No.14 Tahun 1988, luasan ruang terbuka hijau (RTH) kota sebesar 40 %, sementara Peraturan Pemerintah (PP) No.63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota menyatakan luasan hutan kota sekurang-kurangnya 10% dari luasan kotaa. Luasan lahan untuk hutan kota selama ini merupakan sisa dari berbagai peruntukan. Misalnya Keputusan Presiden No. 53 Tahun 1989 dalam Dahlan (2004) tentang Kawasan Industri menetapkan 70% lahan untuk industri, 10% untuk jaringan lahan, 5% untuk jaringan utilitas, 5% untuk jaringan umum dan 10% untuk ruang terbuka hijau. Sedangkan di kawasan pemukiman digunakan pendekatan Koefisien Dasar Bangunan (KBD). Bangunan sebesar 60-70%, prasarana antara 15-20%, sarana berkisar antara 20-25% yang terdiri dari: sarana lingkungan seperti peribadatan, pendidikan, olahraga, dan perbelanjaan. Sisanya sebesar 8-10% untuk penghijauan.

b. Berdasarkan luasan perkapita

Pendekatan yang kedua yaitu penentuan luasan hutan kota dihitung berdasarkan jumlah penduduk. Menurut Soesono (1993) dalam Dahlan (2004) menetapkan 40 m2/penduduk kota. Sementara Keputusan Menteri Pekerjaan Umum (PU) No. 378 tahun 1987 menetapkan luasan ruang terbuka hijau (RTH) kota untuk fasilitas umum adalah 2,53%/jiwa dan untuk penyangga lingkungan kota sebesar 15 m2/jiwa.

c. Berdasarkan isu penting

Kota dengan penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor serta industri yang tinggi, maka luasan hutan kota yang dibangun harus berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap dan menjerap polutan, sedangkan kota yang kurang dipengaruhi oleh angin darat dan laut sementara jumlah kendaraan, industri besar, menengah dan kecilnya sangat banyak yang kesemuanya menghasilkan karbondioksida, maka penetapan luasan hutan kota harus berdasarkan analisis penyerapan karbondioksida. Perhitungan luas hutan kota berdasarkan pendekatan penyerapan karbondioksida menurut Prabang (2009). Rumus : K eZ dY cX bW aV L 6

(18)

Keterangan :

L : Luasan hutan kota (ha)

a : CO2 yang dihasilkan seorang manusia (g/jam) b : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bensin (g/l) c : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran solar (g/l)

d : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran minyak tanah (g/l) e : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran LPG (g/l)

V : Jumlah penduduk (jiwa)

W : Jumlah konsumsi bensin (l/jam) X : Jumlah konsumsi solar (l/jam)

Y : Jumlah Konsumsi minyak tanah (l/jam) Z : Jumlah konsumsi LPG (g/jam)

K : Kemampuan hutan dalam menyerap karbondioksida (8.000 g/jam/ha) (Prabang 2009).

2. Pendekatan Global

Pendekatan ini menganggap bahwa semua wilayah administratif kota dan kabupaten sebagai areal wilayah hutan kota dan penggunaan lahan seperti : pemukiman, industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan, olahraga, dan kesenian serta keperluan lainnya dianggap sebagai enclave yang harus dihijaukan agar fungsi hutan kota dapat terwujud dengan nyata.

2.4. Luas Hutan Kota Berdasarkan Penyerapan Karbondioksida di Beberapa Kota.

Penelitian mengenai penentuan luas hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida telah dilakukan di beberapa kota. Berdasarkan hasil penelitian Rosa (2005 ) luas hutan kota yang akan dibangun di Palembang tahun 2005-2020 seperti yang tertera pada tabel 1.

Tabel 1. Luas hutan kota di Palembang tahun 2005-2020

Tahun Luas Hutan Kota (ha) Persentase Luas Hutan Kota (%) 2005 2.465,88 6,16 2010 2.796,04 6,98 2015 3.126,20 7,81 2020 3.456,36 8,63 7

(19)

Berdasarkan hasil penelitian Herdiansah (2006) luas hutan kota yang dibangun tahun 2005-2020 seperti yang tertera pada tabel 2.

Tabel 2. Luas hutan kota di Bogor tahun 2005-2020

Tahun Luas Hutan Kota (ha) Persentase Luas Hutan Kota (%) 2005 1.970,97 16,63 2010 2.350,01 19,83 2015 2.729,04 23,03 2020 3.108,08 26,23 8

(20)

III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Pasir Pengaraian Kabupaten Rokan Hulu Propinsi Riau. Studi tentang penentuan luas hutan kota berdasarkan penyerapan karbondioksida (CO2) ini dilakukan selama dua bulan yaitu dari bulan Mei - Juni 2008.

3.2. Bahan dan Alat

Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Kamera Digital untuk mendokumentasikan bentuk dan tipe hutan kota yang ada dan seperangkat PC komputer yang digunakan dalam proses penyusunan skripsi.

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data tata guna lahan Kota Pasir Pengaraian, jumlah konsumsi energi yang meliputi konsumsi minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar serta pemanfaatan LPG.

3.3. Metode Penelitian

Metode dalam penelitian ini meliputi pengumpulan data-data dan informasi yang diperlukan serta menganalisis data sesuai dengan yaitu perencanaan pembangunan hutan kota. Tahapannya adalah sebagai berikut :

3.3.1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan untuk memperoleh gambaran nyata tentang biofisik, terutama mengenai lokasi-lokasi taman kota, jalur hijau, kebun atau pekarangan dan bentuk hutan kota lainnya, pusat-pusat keramaian dan lokasi pencemaran udara, bau serta kebisingan. Data-data sekunder diperoleh dari berbagai instansi dan studi literatur, terdiri dari :

a) Data tata guna lahan Kota Pasir Pengaraian.

b) Tingkat konsumsi minyak tanah, bahan bakar bensin dan solar serta LPG diperoleh dari PT. Pertamina Unit Pemasaran Pekanbaru Propinsi Riau. c) Jumlah penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

(21)

d) Jumlah kendaraan bermotor diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Rokan Hulu.

e) Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) Pasir Pengaraian untuk kawasan terbuka hijau tahun 2007 yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Rokan Hulu.

f) Jumlah bangunan tempat tinggal penduduk Pasir Pengaraian yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Rokan Hulu.

g) Bentuk, luas dan jumlah hutan kota yang ada di Pasir Pengaraian yang diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu.

3.3.2. Pengolahan data

Analisa data digunakan untuk mengetahui apakah luasan hutan kota yang ada di Pasir pengaraian saat ini telah memenuhi terutama berdasarkan kebutuhan kawasan yang harus dilindungi (dihijaukan) berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan kebutuhan oksigen oleh manusia dan kendaraan bermotor. a. Penentuan Luas Hutan Kota berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002

Analisa kebutuhan luas hutan kota dapat dilakukan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan kota . Dalam kebijakan tersebut dilihat berapa luas hutan kota yang harus tersedia di lingkungan perkotaan dan ditetapkan dalam 10 % persen dari total luas areal kota yang bersangkutan. b. Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Fungsi sebagai Penyerap

Karbondoksida (CO2).

Analisis data dilakukan berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menyerap CO2 yang dihasilkan oleh penduduk dan pembakaran BBM (bensin, solar dan minyak tanah) dan LPG. Untuk menghitung pendugaan populasi penduduk dan tingkat pemakaian konsumsi BBM dan LPG sampai tahun 2020 digunakan Rumus: Rumus: K eZ dY cX bW aV L Keterangan :

L : Luasan hutan kota (ha)

a : CO2 yang dihasilkan seorang manusia (g/jam)

(22)

b : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran bensin (g/l) c : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran solar (g/l)

d : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran minyak tanah (g/l) e : CO2 yang dihasilkan dari pembakaran LPG (g/l)

V : Jumlah penduduk (jiwa)

W : Jumlah konsumsi bensin (l/jam) X : Jumlah konsumsi solar (l/jam)

Y : Jumlah konsumsi minyak tanah (l/jam) Z : Jumlah konsumsi LPG (g/jam)

K : Kemampuan hutan dalam menyerap karbondioksida (8.000 g/jam/ha) (Prabang 2009)

(23)

IV. KONDISI UMUM LAPANGAN 4.1. Kondisi Fisik

Kondisi fisik di kota Pasir Pengaraian ditinjau dari beberapa segi, seperti: letak dan luas, iklim, topografi.

4.1.1. Letak dan luas

Pasir Pengaraian memiliki luas wilayah 39.665 ha yang terdiri dari 12 desa dan 1 Kelurahan seperti yang terlihat dalam gambar 1. Pasir pengaraian terletak pada posisi 100004’50”-100028’50” BT dan 0043,5’28”-0042’28” LU. Secara administratif Pasir Pengaraian merupakan ibukota Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau yang berjarak 180 Km dari Pekanbaru. Pasir Pengaraian dibatasi oleh :

 Sebelah Utara : Kecamatan Rambah Hilir  Sebelah Timur : Kecamatan Rambah Samo

 Sebelah Selatan : Kecamatan Rokan IV Koto dan Sumatera Barat  Sebelah Barat : Propinsi Sumatera Barat

Keterangan :

: Kota Pasir Pengaraian

Gambar 1. Peta Kabupaten Rokan Hulu

(24)

4.1.2. Iklim

Curah hujan per tahun rata-rata 2.559 mm/tahun. Jumlah bulan kering 4-5 bulan dan 7 bulan basah. Rata-rata jumlah hari hujan adalah 12 hari perbulan dan curah hujan maksimum selama 24 jam adalah 36,50 mm.

4.1.3. Topografi

Keadaan topografi Pasir Pengaraian dengan ketinggian 86 mdpl. Sebagian tanahnya merupakan dataran rendah kering dengan rawa-rawa dan dataran tinggi dengan variasi perbukitan bergelombang.

4.2. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya 4.2.1. Jumlah dan kepadatan penduduk

Pola penyebaran penduduk umunya ditentukan oleh besar kecilnya jumlah penduduk atau tingkat kepadatan penduduk pada suatu wilayah tertentu. Berdasarkan data statistik tahun 2006, penduduk Pasir Pengaraian tercatat 32.431 jiwa dengan kepadatan 90 jiwa per km2. Pada tahun 2007 jumlah penduduk Pasir Pengaraian adalah 34.252 jiwa.

4.2.2. Mata Pencaharian

Jenis mata pencaharian penduduk Pasir Pengaraian sangat bervariasi mulai dari bidang pertanian, industri, konstruksi, perdagangan, komunikasi, angkutan, keuangan dan jasa.

4.2.3. Pendidikan

Berdasarkan data yang diperoleh dari Pasir Pengaraian dalam angka (2006) jumlah sekolah untuk tingkat TK sebanyak 9 buah, SD (negeri dan swasta) sebanyak 28 buah, SMP sebanyak 3 buah dan SMA (umum dan kejuruan) sebanyak 4 buah. Jumlah murid yang mengikuti pendidikan di setiap jenjang pendidikan adalah untuk tingkat TK sebanyak 342 orang, SD sebanyak 5.099 orang, tingkat SMP sebanyak 1.332 orang dan SMA (umum dan kejuruan) sebanyak 1.613 orang.

(25)

4.2.4. Agama dan Budaya

Masyarakat kota adalah masyarakat yang majemuk dan pada umumnya sangat heterogenitas termasuk di dalam pengamalan terhadap sang penciptanya. Agama yang resmi dianut oleh masyarakat Pasir Pengaraian adalah Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan dan Budha. Pernyataan ini didukung oleh ditemukannya beberapa tempat beribadah di lingkungan kota yaitu mesjid sebanyak 45 buah, surau/ mushalla sebanyak 63 buah, dan gereja sebanyak 2 buah.

(26)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kebutuhan Luas Hutan Kota

Pasir Pengaraian merupakan ibukota Kabupaten Rokan Hulu yang baru berkembang. Sebagai kabupaten baru, Rokan Hulu belum memiliki suatu kawasan hutan kota. Luas kota Pasir Pengaraian adalah 39.665 ha.

5.1.1. Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.63 Tahun 2002

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 63 Tahun 2002 Pasal 8 ditetapkan bahwa luas hutan kota dalam suatu hamparan yang kompak paling sedikit 0,25 ha. Sedangkan persentase luas hutan kota paling sedikit 10 % dari wilayah perkotaan dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Wilayah kota Pasir Pengaraian saat ini adalah 39.665 ha, jika diperlukan 10 % maka hutan kota yang akan dibangun di Pasir Pengaraian adalah 3.967 ha. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Rokan Hulu (2008), luas kawasan terbangun di Pasir Pengaraian pada tahun 2006 adalah 6.527 Ha atau 16,46 % dari luas kota, sedangkan pada tahun 2007 seluas 8.164 Ha atau 20,58 % dari luas kota. Kawasan terbangun yang ada di Pasir Pengaraian terdiri dari kawasan pemukiman, industri, jasa dan perkantoran. Sedangkan kawasan tidak terbangun terdiri dari perkebunan sawit, semak belukar, rawa, danau dan hutan lahan kering. Untuk rincian detailnya disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Luas sebaran ruang terbuka kota Pasir Pengaraian

No. Klasifikasi Luas (Ha) Persentase (%)

2006 2007 2006 2007 1. Belukar dan Semak 860 690 2,17 1,74 2. Danau 21 21 0,05 0,05 3. Hutan Lahan Kering 19.582 14.874 49,37 37,50 4. Ladang 15 79 0,04 0,20 5. Perkebunan Kelapa Sawit 11.876 15.272 29,94 38,50 6. Terbangun 6.527 8.164 16,46 20,58 7. Rawa 784 565 1,98 1,42 Total 39.665 100

(27)

Luas kawasan yang akan ditetapkan sebagai hutan kota di Pasir Pengaraian pada saat ini adalah 4 ha. Sedangkan luas hutan dan lahan bervegetasi pada tahun 2006 adalah 32.333 ha atau sebesar 81.55 %, sedangkan pada tahun 2007 adalah 30.915 ha atau sebesar 77,94 Ha.

5.1.2. Kebutuhan Luas Hutan Kota Berdasarkan Fungsi Sebagai Penyerap Karbondioksida (CO2).

5.1.2.1. Karbondioksida Yang Dihasilkan Penduduk Kota Pasir Pengaraian.

Menurut Goth (2005) jumlah CO2 yang dihasilkan dari pernafasan manusia dalam satu jam sebanyak 39,6 g CO2.

Tabel 4. Jumlah penduduk Kota Pasir Pengaraian tahun 2005-2007 No Tahun Jumlah penduduk Perkembangan Rata-rata perkembangan pertahun (%) Jumlah % 1. 2005 29.203 3.138 10,7 8,3 2. 2006 32.341 1.911 5,9 3. 2007 34.252 - -

Sumber : Bappeda dan BPS Kabupaten Rokan Hulu (2007).

Berdasarkan data di atas maka diperoleh laju rata-rata pertambahan penduduk pertahun sebesar 8,3 %. Dengan laju pertumbuhan rata-rata ini, dapat diduga jumlah penduduk kota Pasir Pengaraian sampai tahun 2020. Pada tahun 2008 jumlah penduduk kota Pasir Pengaraian adalah 37.095 jiwa, sedangkan tahun 2020 adalah 96.572 jiwa.

Mengacu pada tabel 4, jumlah penduduk Pasir Pengaraian tahun 2007 adalah sebesar 34.252 jiwa. Jika diketahui jumlah penduduk sebesar 34.252 jiwa, maka dapat dihitung jumlah karbondioksida yang dihasilkan oleh penduduk Pasir Pengaraian yaitu : (34.252 jiwa x 39,6) g/jam adalah sebanyak 1.356.379,2 g/jam. Dengan metode yang sama dapat diduga jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari penduduk Pasir Pengaraian sampai tahun 2020 seperti disajikan dalam Tabel 5.

(28)

Tabel 5. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan penduduk Pasir Pengaraian tahun 2008-2020

Tahun Jumlah penduduk (jiwa)

Karbondioksida yang dihasilkan (gram/jam)

2008 37.095 1.468.962

2012 51.030 2.020.788

2016 70.200 2.779.920

2020 96.572 3.824.251

5.1.2.2. Karbondioksida yang dihasilkan dari Proses Pembakaran BBM (Bensin, Solar, Minyak Tanah) dan LPG.

Oksigen merupakan faktor penting dalam proses pembakaran. Hasil dari proses pembakaran itu akan menghasilkan salah satu unsur yaitu karbondioksida. Berdasarkan data yang diperoleh dari PERTAMINA UNIT PEMASARAN Pekanbaru, tingkat penggunaan BBM dan LPG tahun 2005-2007 di Pasir Pengaraian adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Tingkat pemakaian BBM dan LPG di Pasir Pengaraian tahun 2005-2007 Tahun Bensin (Kl) LPG (Ton) Solar (Kl)

Minyak Tanah (Kl)

2005 4.411 94 5.774 2.274

2006 4.570 102 5.342 2.048

2007 5.093 109 5.452 2.053

Sumber : Pertamina Unit Pemasaran Pekanbaru (2008)

Berdasarkan data pada tabel 6, apabila dibagi dengan jumlah penduduk total pada tahun yang bersangkutan maka diperoleh laju kebutuhan rata-rata BBM dan LPG sebesar :

Bensin : 0,147 kl/orang/tahun Solar : 0,173 kl/orang/tahun LPG : 0,003 ton/orang/tahun Minyak Tanah : 0,067 kl/orang/tahun.

Sesuai dengan peningkatan penduduk rata-rata sebesar 8,3 % tiap tahunnya, maka kebutuhan rata-rata BBM dan LPG ini dapat digunakan untuk memprediksi tingkat penggunaan BBM dan LPG sampai tahun 2020.

(29)

Tabel 7. Tingkat pemakaian BBM dan LPG di Pasir Pengaraian tahun 2008-2020 Tahun Bensin (Kl) LPG (ton) Solar (Kl) Minyak Tanah

(Kl)

2008 5.452 111,29 6.417 2.485

2012 7.501 153,09 8.828 3.419

2016 10.319 210,60 12.145 4.703

2020 14.196 289,72 16.707 6.470

Dari data di atas, dapat diketahui jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG seperti yang tertera pada tabel 8.

Tabel 8. Jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran BBM dan LPG di Pasir Pengaraian tahun 2008-2020 (gram/jam)

Tahun Bensin (gram/jam) Solar (gram/jam) Minyak Tanah (gram/jam) LPG (gram/jam) 2008 1.437.939 1.963.325 714.968 19.182.688 2012 1.978.112 2.700.862 983.551 26.388.801 2016 2.721.212 3.715.471 1.353.033 36.302.055 2020 3.743.488 5.111.261 1.861.326 49.939.630

5.2. Analisis Penentuan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Fungsi Sebagai Penyerap Karbondioksida.

Berdasarkan data perkiraan jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari proses metabolisme manusia dan pembakaran BBM dan LPG, maka dengan menggunakan metode kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida diperoleh perhitungan kebutuhan luasan hutan kota pada tahun 2008. Berdasarkan Prabang (2009), karbondioksida dapat terserap sebesar 8.000/jam/ha.

Untuk luasan hutan kota yang dibutuhkan di Pasir Pengaraian pada tahun 2008 adalah sebagai berikut :

L= 1.468.962 + 1.437.939+ 1.963.325+ 714.968+ 19.182.688 (g/jam) 8.000 (g/jam/ha)

= 3.096 ha

Pada tahun 2008 dibutuhkan luasan hutan kota sebesar 3.096 ha atau 7,81 % dari luas wilayah kota Pasir Pengaraian. Untuk tahun-tahun berikutnya dengan cara yang sama akan diperoleh luasan hutan kota seperti yang tertera di Tabel 9.

(30)

Tabel 9. Luas Hutan Kota yang dibutuhkan di Pasir Pengaraian tahun 2008-2020 Tahun Luas hutan kota (Ha) Luas dalam % terhadap

luas kota

2008 3.096 7,81

2012 4.259 10,74

2016 5.859 14,77

2020 8.060 20,32

Widyastama (1991) dalam Dahlan (1992) menyatakan tanaman yang baik sebagai penyerap karbondioksida dan penghasil oksigen adalah Damar (Agathis

alba), Daun Kupu-kupu (Bauhinia purpurea), Lamtoro gung (Leucaena leucochepala), Akasia (Acacia auriculiformis), dan Beringin (Ficus benjamina).

Menurut Sugiharti (1998) Kaliandra (Caliandra sp.), Flamboyan (Delonix regia) dan Kembang merak (Caesalpinia pulcherima) merupakan tanaman yang efektif dalam menyerap karbondioksida dan sekaligus tanaman tersebut relatif kurang terganggu oleh pencemaran udara.

Penutupan lahan dalam bentuk ruang terbuka hijau di Pasir Pengaraian mengalami penyusutan dari tahun 2006-2007 sebesar 3,61 % atau 1.418 ha. Dari nilai penyusutan tersebut, dapat diestimasi luas penutupan lahan berupa lahan terbuka hijau pada tahun 2008 yaitu seluas 29.798,97 Ha dan tahun 2020 seluas 14.200,97 ha atau 35,80 % dari luasan kota. Menurut PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah Negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Luas hutan kota yang akan dibangun berdasarkan PP No 63 Tahun 2008 adalah 3.967 Ha, sedangkan berdasarkan penyerapan karbondioksida luas hutan kota yang akan dibangun pada tahun 2008 adalah 3.096 ha atau 7,81 % dari luasan kota dan sudah tercukupi dengan luas penutupan lahan berupa lahan terbuka hijau di Pasir Pengaraian tahun 2008 yang seluas 29.798,97 ha atau 72,12 % dari luasan kota, akan tetapi luas hutan kota yang akan dibangun berdasarkan penyerapan karbondioksida pada tahun 2020 adalah 8.060 ha atau 20,32 % dari luas kota dan dan sudah tercukupi dengan luas penutupan lahan di Pasir Pengaraian tahun 2020 seluas 14.200,97 ha atau 35,80 % dari luasan kota.

(31)

Pada Pasal 5 ayat 2 dikatakan penunjukan lokasi dan luas hutan kota dilakukan oleh Walikota atau Bupati berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Perkotaan, sehingga dibutuhkan suatu kawasan hutan kota yang ditetapkan oleh bupati Kabupaten Rokan Hulu di Pasir Pengaraian.

Kota Pasir Pengaraian memiliki luas 39.665 Ha. Dari luasan tersebut belum ada yang teridentifikasi sebagai kawasan hutan kota. Jenis-jenis hutan kota yang akan dibangun di Pasir Pengaraian adalah :

1. Hutan

Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu, luas hutan kota yang akan dibangun dalam bentuk hutan adalah sekitar 4 Ha. Kawasan hutan kota ini, akan dibangun pada tahun 2009 dengan jenis tanaman rambutan hutan (Nephelium mutabille) dan mahoni (Switenia

Macrophylla).

2. Taman kota

Taman kota akan dibangun di pinggiran sungai rokan dengan luas 1 Ha (Dinas Tata Marga Kabupaten Rokan Hulu)

Gambar 2. Taman kota yang akan dibangun di pinggiran sungai Rokan. 3. Pohon pelindung/Penghijauan

Untuk memberikan suasana sejuk dan teduh, di sepanjang ruas jalan sisi kiri dan kanan ditanami dengan pohon-pohon pelindung berbagai jenis antara lain : Dadap Merah, Angsana, Mahoni dan Glodokan.

(32)

Gambar 3. Lokasi yang akan ditanam peneduh jalan di Jalan Tuanku Tambusai Pasir Pengaraian.

Untuk memaksimalkan fungsi hutan kota yang akan dibangun di Pasir Pengaraian, maka diperlukan penambahan luas hutan kota dan pengukuhan agar memperoleh kekuatan hukum sehingga sulit untuk dialihfungsikan.

(33)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

1. Estimasi Luas Penutupan Lahan berupa lahan terbuka hijau di Pasir Pengaraian pada tahun 2008 adalah 29.798,97 Ha atau sekitar 75,13 % dari luasan Pasir Pengaraian. Menurut Analisis kemampuan hutan kota dalam menyerap karbondioksida seharusnya pada tahun 2008 luas hutan kota yang akan dibutuhkan adalah 3.096 Ha atau 7,81 % dari luas kota, sedangkan pada tahun 2020 luas hutan kota yang akan dibangun berdasarkan penyerapan karbondioksida adalah 2020 adalah 8.060 ha atau 20,32 % dari luas kota dan sudah tercukupi dengan luas penutupan lahan di Pasir Pengaraian tahun 2020 seluas 14.200,97 ha atau 35,80 % dari luasan kota.

2. Perlu dilakukan penunjukan kawasan hutan kota lainnya serta melakukan pengelolaan hutan kota agar fungsi yang diharapkan dapat maksimal.

B. Saran

1. Untuk lebih meningkatkan fungsi dan manfaat hutan kota di Pasir Pengaraian, pengelolaan hutan kota hendaknya dilakukan secara berkelanjutan.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode yang berbeda sehingga diperoleh perbandingan luasan hutan kota yang maksimum.

(34)

DAFTAR PUSTAKA

[BPS Bappeda Kabupaten Rokan Hulu] Badan Pusat Statistik dan Badan Perencanaan dan Pembangunan, Kabupaten Rokan Hulu. 2007. Pasir

Pengaraian dalam Angka 2007. Pasir Pengaraian.

Dahlan EN. 1992. Hutan Kota Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas

Lingkungan Hidup. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia. Jakarta.

. 2004. Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. IPB PRESS. Bogor.

. 2005. Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota sebagai Sink gas CO2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Sistem Dinamik [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

DEFRA. 2007. Guidelines for Company Reporting on Greenhouse Gas

Emissions. Annex 1-fuel Conversions Factors.

http://defra.gov.uk/environment/business/envrp/gas/07.htm. (17 Januari

2009).

[Depdagri] Departemen Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri No.

14 tentang Luas Ruang terbuka Hijau. Jakarta : Depdagri.

[Dephut] Departemen Kehutanan. 2002. Peraturan Pemerintah No. 63 Tentang

Hutan Kota. Jakarta : Dephut.

[Dishutbun] Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Rokan Hulu. 2008.

Data Tata Guna Lahan Kota Pasir Pengaraian Tahun 2006 dan 2007.

Pasir Pengaraian : Dishutbun.

Fakuara Y. 1987. Konsepsi Pengembangan Hutan Kota. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gusmailina. 1995. Pengukuran Kadar CO2 Udara di dalam Tegakan Beberapa Jenis Hutan Tanaman di Cikole dan Ciwidey, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Goth G. 2005. Magnitudes of Physics.

http://smccd.net/accounts/goth/mainpages/magphys.htm. (17 Januari 2009).

(35)

Herdiansah. 2005. Penentuan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Karbondioksida (CO2) studi kasus Kota Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Irwan ZD. 1997. Tantangan Lingkungan dan Lansekap Hutan Kota. Cidesindo. Jakarta.

Neiburger M. 1995. Memahami Lingkungan Atmosfer Kita. Penterjemah : Ardina Purba. ITB. Bandung.

Prabang S. 2009. Identifikasi Kerawanan Lingkungan Sebagai Basis Manajemen

Bencana di Jawa Tengah. http://pasca.uns.ac.id/?p=92.(17 Februari 2009).

Prawirowardoyo S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung.

[Pertamina] Perusahan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Negara Unit Pemasaran Pekanbaru. 2008. Data Penggunaan BBM dan LPG di Pasir

Pengaraian tahun 2005-2007. Pekanbaru : Pertamina.

Rossa DS. 2005. Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Penyerap CO2 : Studi Kasus Kota Palembang [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Salisbury FB. Dan Cleon WR. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB PRESS. Bandung

Wisesa SPC. 1988. Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Luas hutan kota di Palembang tahun 2005-2020
Tabel 2. Luas hutan kota di Bogor tahun 2005-2020
Gambar 1. Peta Kabupaten Rokan Hulu
Tabel 3. Luas sebaran ruang terbuka kota Pasir Pengaraian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mengatasi kekurangan tersebut penelitian kali ini mencoba melakukan modifikasi sebelum melakukan klasifikasi dalam metode K-NN dengan menggunakan metode clustering

Hasil analisis tersebut mengindikasikan bahwa fairness pada penentuan target akan memberikan dampak yang signifikan terhadap kinerja baik dalam kondisi fair

Pengujian sifat tampak genteng beton, benda uji genteng beton dilakukan pada umur 28 hari, dengan jumlah benda uji 5 buah untuk masing-masing komposisi. Dari pengamatan

APLIKASI e-Planning (SIMU - RKP Prioritas Nasional) APLIKASI Aplikasi SIMU RKP Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tema RKP Prioritas Nasional (PN) Program Prioritas (PP) e

Hasil prosedur yang disusun oleh peserta dinilai sesuai dan mampu telusur terhadap pedoman BNSP 201 tahun 2014 tentang Persyaratan Umum Lembaga Sertifikasi Profesi pada

Uji t digunakan untuk mendeteksi pengaruh variabel bebas secara parsial terhadap variabl tidak bebasnya, dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah secara

Analisis yang dilakukan menyangkut bagaimana sosialisasi yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak mengenai e-faktur, bagaimana tahapan implementasi awal

Unsur pokok terdiri dari: sutradara, naskah, pemain (aktor/aktris) dan penonton, sedangkan unsur pendukung pertunjukan meliputi: tata pakaian, set properti, tata musik,