• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Seiring bertambahnya penduduk Indonesia tentu kebutuhan akan tempat tinggal juga meningkat. Hal ini mengingat sandang, pangan dan papan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Namun, hingga saat ini pemenuhan kebutuhan papan atau perumahan masih menjadi permasalahan sendiri karena tidak setiap keluarga di Indonesia mampu memiliki tempat tinggal yang layak. Untuk itu diperlukan upaya serius untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal yang layak dan terjangkau bagi masyarakat.

Menyadari pentingnya pemenuhan akan kebutuhan perumahan bagi rakyatnya, Pemerintah membuat beberapa pengaturan seperti Undang-undang No. 6 Tahun 1962 Tentang Pokok-pokok Perumahan yang diubah dengan undang No. 1 Tahun 1964 Tentang Penetapan Pemerintah Pengganti

Undang-undang No.6 Tahun 1962 menjadi Undang-Undang-undang, yang kemudian diubah

dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman. Tak berhenti sampai di sini, pada tahun 1985 Pemerintah mengundangkan Undang-undang No.16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun dengan ketentuan pelaksana yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988, hal ini mengingat semakin padatnya wilayah perkotaan sedangkan sangat terbatasnya tanah yang tersedia.1

Selain pengadaan perumahan secara fisik, yang harus mendapat perhatian dari pemerintah adalah masalah pembiayaan untuk mendapat fasilitas perumahan

1

Indonesia (a), Undang-undang Tentang Rumah Susun, UU No. 16 Tahun 1985, LN No. 75, TLN No. 3318, Penjelasan Umum.

(2)

tersebut karena tidak semua masyarakat mampu untuk membeli rumah secara tunai dan sekaligus. Menyangkut pembiayaan perumahan, hingga kini terdapat fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) yang diberikan oleh Bank Pemerintah maupun Bank Swasta Nasional dan Asing. Untuk KPR ada yang berupa KPR bersubsidi diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan antara kurang dari Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 2.500.000,- setiap bulannya, untuk membeli rumah sehat sederhana dari pengembang perumahan.2 Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), terdapat kecenderungan meningkatnya KPR atau KPA setiap tahuannya. Pada tahun 2005 jumlah KPR dan KPA mencapai Rp. 56.034 miliar, tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 72.713 miliar, dan pada tahun 2007 menjadi Rp. 94.253 miliar.3

Melalui KPR yang diberikan oleh Bank, terlihat bahwa peran lembaga keuangan dalam pembiayaan perumahan mutlak diperlukan. Dalam pemberian KPR berjangka panjang oleh Bank umumnya digunakan sumber dana yang berasal dari dana jangka pendek seperti deposito, tabungan atau giro. Bila hal ini berlangsung terus menerus, tentu Bank akan mengalami ketidakcocokan antara sumber dengan penggunaan dananya (mismatch funding). Untuk mengatasi permasalahan ini perlu dilakukan mencarian sumber dana jangka panjang untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan perumahan yang berjangka panjang.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dana jangka panjang bank adalah dengan melakukan sekuritisasi asset atau dalam bidang property dikenal dengan pembiayaan sekunder perumahan atau yang dikenal dengan Secondary Mortgage Facility (SMF).4 Yang dimaksud dengan Sekuritisasi aset adalah transformasi aset yang tidak liquid menjadi liquid dengan cara pembelian Aset Keuangan dan menerbitkan Efek Beragun Aset.5

2

Kementerian Negara Perumahan Rakyat, Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat

Tentang Pengadaan Perumahan dan Pemukiman dengan Fasilitas Subsidi Perumahan Melalui KPR Bersubsidi, Kepmen No. 03/PERMEN/M/2007, Psl. 1 ayat (2) jo. Psl.2 ayat (1).

3

“Data Statistik Bank Indonesia,” http://www.bi.go.id/biweb, diakses tanggal 19 Januari 2009.

4

Indonesia (b), Peraturan Presiden Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 1 Tahun 2008, Penjelasan umum.

(3)

Dengan melakukan sekuritisasi asset akan diperoleh beberapa keuntungan yaitu: Piutang jangka menengah atau jangka panjang yang dijual kepada Penerbit (Issuer) akan dikeluarkan dari neraca Kreditor Asal (Originator) atau merupakan transaksi on-balance sheet, Kreditor Asal dapat meningkatkan likuiditas tanpa melahirkan kewajiban baru, dan Instrumen hasil sekuritisasi mudah diperjualbelikan di Pasar Modal sehingga menjadi sumber pendapatan lain.6 Beberapa Negara telah menerapkan SMF sebagai sumber pembiayaan perumahannya, antara lain: Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Hongkong dan Malaysia.7

Pembiayaan melalui SMF dilakukan dengan melakukan sekuritisasi asset, yaitu penerbitan surat berharga oleh Penerbit Efek Beragun Aset berdasarkan pengalihan asset keuangan dari Kreditor asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun asset kepada Pemodal.8 Sekuritisasi asset dimulai dengan proses penjualan piutang oleh Kreditor Asal sebagai pemilik piutang kepada suatu lembaga yang akan melakukan penawaran umum efek dalam bentuk Efek Beragun Aset.9 Dengan adanya SMF, Piutang KPR dari Kreditor Asal sebagai Bank Penerbit KPR akan dibeli oleh Penerbit (Issuer) untuk kemudian diterbitkan efek yang akan dijual kepada Pemodal dengan jaminan tagihan KPR ditambah dengan hak atas tanah yang dibeli melalui KPR tersebut. Efek hasil transformasi piutang jangka panjang dan menengah tersebut akan menarik para Pemodal karena keuntungan yang diperoleh akan lebih tinggi dari produk investasi perbankan. Sebelum dijual kepada Pemodal, akan

5

Ibid., Pasal 1 ayat (14).

6

Gunawan Widjaja dan E. Paramitha Sapardan, Asset Securitization (Pelaksanaan SMF

di Indonesia), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 15-16.

7

Masakazu Watanabe, ed., New Directions in Asian Housing Fiinance Linking Capital

Markets and Housing Finance, (Japan: International Finance Coorporation, 1998), hal. 22-24.

8

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum, PBI No. 7/4/PBI/2005, LN No. 14 DPNP, TLN No.

4473 DPNP, Psl. 1 ayat (2).

9

Gunawan Widjaja, “Sekuritisasi Aset Dalam Kegiatan Pasar Modal dan Dampak Kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat Terhadap Pasar Sekuritas Global,” Jurnal Hukum Bisnis

(4)

dilakukan Credit enhancement sebagai jaminan bahwa efek yang dikeluarkan akan dibayar, hal ini untuk menaikkan peringkat piutang, kemudian Credit Rating

Agency akan menilai peringkat piutang KPR tersebut, agar memberi kepastian

bagi Investor. 10 Besarnya keuntungan yang didapat dari efek beragun aset, tentu diiringi dengan resiko yang tidak sedikit bagi Pemodal, antara lain berupa resiko aset (piutang dan pembayarannya), resiko Servicer, resiko penjamin, resiko selisih kurs mata uang, resiko kedaulatan negara, resiko bunga dan resiko hukum. 11

Dalam pelaksanaan SMF pada umumnya melibatkan beberapa pihak, yaitu Debitor KPR, Kreditor asal (Originator) sebagai pemilik asset keuangan yang akan dialihkan, Penerbit (Issuer) yang akan menerbitkan Efek Beragun Aset, Penyedia Jasa (Servicer), Credit Rating Agency yang memperingkat piutang yang akan dijual, Credit Enhancement untuk meningkatkan nilai piutang, Underwriter sebagai penjamin efek, Custodian sebagai penyimpan asset dan Investor sebagai Pembeli efek.12 Sedangkan di Indonesia pihak-pihak yang terlibat dalam SMF adalah Kreditor Asal yang mempunyai asset keuangan, Penerbit yang melakukan kegiatan pembiayaan sekunder, Penata Sekuritisasi, Wali amanat yang mewakili kepentingan Pemodal dalam transaksi sekuritisasi, Kustodian sebagai penitipan asset, Pendukung kredit untuk meningkatkan nilai dan kualitas asset, dan Pemberi jasa.13

Ketentuan mengenai Pelaksanaan SMF di Indonesia terdapat dalam beberapa peraturan yaitu Keputusan Menteri Keuangan No. 132/KMK.014/1998 Tentang Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan yang disempurnakan dengan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 Tentang

Pembiayaan Sekunder Perumahan yang kemudian diubah dengan Peraturan

Presiden No. 1 Tahun 2008, Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2005 Tentang

Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perseroan (Persero) Di Bidang Pembiayaan Sekunder Perumahan, selain itu terdapat

10

Widjaja dan Sapardan, op.Cit., hal. 4.

11

Widjaja, op.Cit., hal. 24-25.

12

Ibid., hal. 21-32

13

(5)

Peraturan Bank Indonesia No.7/4/PBI/2005 Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum. Di bidang Pasar Modal terdapat lima

peraturan terkait penerbitan Unit Penyertaan Efek Beragun Aset, yaitu: Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) No. V.G.5. Tentang Fungsi Manager

Investasi Berkaitan Dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities),

Peraturan Bapepam No. VI.A.2. Tentang Fungsi Bank Kustodian Berkaitan

Dengan Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities), Peraturan Bapepam No.

IX.C.9. Tentang Pernyataan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Efek

Beragun Aset (Asset Backed Securities), Peraturan Bapepam No. IX.C.10 Tentang Pedoman Bentuk dan Isi Propektus Dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities), Peraturan Bapepam No. IX.K.I. Tentang Pedoman Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities).

Sebagai realisasi dari Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005 Tentang

Pembiayaan Sekunder Perumahan jo. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2005 Tentang Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia Untuk Pendirian Perseroan (Persero) Di Bidang Pembiayaan Sekunder Perumahan. Pada 22 Juli

2005 dibentuk PT. Sarana Multigriya Finansial (PT. SMF) sebagai Perusahaan pembiayaan sekunder perumahan dengan kegiatan utama meliputi:14 1) Penyaluran Pinjaman jangka menengah atau jangka panjang bagi bank dan lembaga keuangan bukan bank dengan tujuan meningkatkan kemampuan pemberian KPR yang memenuhi kriteria investasi, 2) Melakukan program sekuritisasi piutang KPR, dan 3) Penerbitan surat berharga dalam bentuk obligasi korporasi, Residential Mortgage Backed Securities dan overed mortgage

obligation (CMO). Perkembangan terakhir, melalui kerjasama dengan Bank

Tabungan Negara (BTN), PT. SMF berencana mencatatkan Efek Beragun Aset KPR senilai Rp. 5 miliar pada Februari 2009.15 Rencana ini telah direalisasikan dalam Tahap Pertama pada 12 Februari 2009 dengan nilai emisi Rp 100 milyar (Seratus Miliar Rupiah). Dengan PT. Danareksa Investment Management (DIM) sebagai Manager Investasi dan Bank Rakyat Indonesia (BRI) sebagai Bank

14

<http://www.smf-indonesia.co.id/ind_html/content_ind/0301000000.html>, diakses tanggal 18 Januari 2009.

15

(6)

Kustodian. Portofolio DSMF01 tersebut terdiri dari piutang KPR Bank Tabungan Negara (BTN) dari 5.060 debitur BTN dengan Nilai emisi efek sebesar Rp. 100 miliar. Investor yang membeli efek akan mendapat hak pokok tagihan dan bunga sebesar 13% (tiga belas persen) setiap tahunnya yang dibayarkan setiap kuartal. Pada saat pasar perdana terdapat tiga investor yang membeli efek ini, yaitu Dana Pensiun BTN, Dana Pensiun BRI dan PT. Sarana Multigriya Financial.16

Adanya berbagai ketentuan yang mengatur mengenai SMF dan terbentuknya PT. SMF bukan berarti pelaksanaannya dapat berjalan lancar. Karena dalam SMF melibatkan jaminan berupa tanah dan bangunan obyek KPR, maka pelaksanaannya tidak dapat dilepaskan dari hukum jaminan yang berlaku di Indonesia. Menurut hukum jaminan di Indonesia, untuk tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah jaminan yang digunakan adalah Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah atau disebut Hak Tanggungan.17 Oleh sebab itu pengalihan piutang dalam SMF harus memperhatikan kesesuaian dengan ketentuan pengalihan Hak Tanggungan dan ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Dalam pelaksanaan SMF, harus diperhatikan apakah konsep Hak Tanggungan dan pengalihannya dapat digunakan dalam proses SMF, hal ini mengingat jaminan yang digunakan dalam SMF di negara lain menggunakan konsep yang berbeda berupa Mortgage yang didefinisikan sebagai a conveyance of tittle to property

that is given as security for the payment of a debt or the performance of a duty and will become void upon payment or performance according to stipulated term.18

Permasalahan lain yang harus mendapat perhatian dalam pelaksanaan SMF adalah kelengkapan struktur, substansi dan budaya hukumnya sebagai suatu

16

Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), “KIK EBA, Produk Teranyar,” Forum Kustodian Sentral Efek (Fokuss), (edisi 2 tahun 2009):1-3.

17

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria jo Undang-undang No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda

Yang berkaitan dengan Tanah.

18

Hendri Champbell Black, Black;s Law Dictionary 8th edition, (St. Paul, Minn,: West

(7)

sistem hukum yang baru diterapkan dalam rangka mencari alternatif pembiayaan dana KPR.

Uraian-uraian tersebut diataslah yang melatarbelakangi penulisan tesis tentang “Pelaksanaan Secondary Mortgage Facility (SMF) Sebagai Alternatif Penyediaan Dana Kredit Pemilikan Rumah (KPR) melalui Sekuritisasi Aset.”

B. POKOK MASALAH

Berdasarkan latar belakang penulisan diatas, muncul permasalahan yang menjadi pokok kajian dalam penulisan ini, yaitu:

1. Apakah pelaksanaan Sekuritisasi Aset KPR sudah sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia khususnya mengenai hukum jaminan? 2. Apakah kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Sekuritisasi Aset di

Indonesia?

3. Apakah Sekuritisasi Aset KPR dapat menjadi alternatif pembiayaan KPR?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. 1. Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan sekuritisasi asset dan kesesuaian pelaksanaan SMF di Indonesia dengan ketentuan yang ada.

2. Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis dan mengetahui apakah pelaksanaan SMF sudah sesuai dengan ketentuan hukum di Indonesia,khususnya ketentuan Hukum Jaminan;

b. Untuk menganalisis dan mengetahui berbagai kendala yang mungkin timbul dalam pelaksanaan SMF;

(8)

c. Untuk mengetahui bahwa SMF dapat menjadi alternatif pembiayaan KPR.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sekuritisasi asset pada umumnya dan Secondary Mortgage Facility (SMF) sebagai salah satu bentuk sekuritisasi aset. Selain itu Melalui penulisan ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu hukum. Secara teoritis, penulisan ini dapat digunakan untuk melengkapi literatur yang membahas mengenai Sekuritisasi aset pada umumnya dan Secondary Mortgage Facility (SMF) pada khususnya.

Sedangkan secara praktis, diharapkan setelah membaca penulisan ini para pihak yang akan mengikatkan diri atau berkepentingan dengan pelaksanaan SMF di Indonesia dapat menyadari bahwa tindakan tersebut mengandung unsur jaminan sehingga untuk sahnya memerlukan pelaksanaan sekuritisasi aset diperlukan harmonisasi antara pengaturan tentang SMF dan jaminan yang berlaku di Indonesia.

E. KERANGKA TEORI

Meningkatnya permintaan kredit untuk kepemilikan rumah dalam bentuk KPR dan KPA, membuat bank harus mencari sumber pembiayaan jangka panjang agar tidak terjadi kesenjangan antara sumber dana dengan penggunaannya (mismatch funding). Selama ini bank menggunakan sumber dana jangka pendek atau menengah untuk membiayai kredit perumahan yang berjangka panjang. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi terjadinya mismatch funding adalah dengan melakukan sekuritisasi aset. Dalam bidang perumahan, sekuritisasi aset dapat dilakukan melalui Secondary Mortgage Facility (SMF) atau pembiayaan sekunder perumahan. 19

(9)

Bila SMF dilaksanakan di Indonesia, maka SMF menempatkan diri sebagai suatu sistem hukum. Sebagai suatu sistem hukum, SMF harus memenuhi tiga unsur yaitu Structure, substance dan legal culture.20 Structure atau struktur

adalah lembaga-lembaga atau instansi-instansi yang akan menjalankan proses penegakan hukum tersebut atau menyangkut pada penerapan hukum.21 Dalam SMF yang menjadi struktur antara lain Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan, Departemen Keuangan, Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan (Bapepam-LK).

Unsur kedua berupa substance atau substansi hukum adalah aturan-aturan atau norma dan pola prilaku nyata manusia yang berada dalam sistem hukum yang dikenal sebagai hukum. Substansi menyangkut aturan hukumnya atau produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum22 atau hukum positifnya apakah sudah sesuai atau belum dengan kebutuhan.

Dalam SMF akan terjadi jual beli tagihan KPR dari Kreditor Asal kepada Penerbit. Jual beli merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk menyerahkan hak milik atas suatu benda dan pihak lain membayar harga yang telah dijanjikan.23 Yang harus diserahkan oleh Pemilik adalah Hak milik atas benda dan bukan hanya kekuasaan atas barang karena menurut konsep jual beli dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Perjanjian Jual beli hanya bersifat obligatoir saja yang memberikan hak dan kewajiban bagi para pihak. Pemindahan hak milik baru terjadi setelah ada penyerahan

19

Indonesia (b), Peraturan Presiden Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 1 Tahun 2008, Penjelasan umum.

20

Lawrence M. Friedman (a), American Law, (New York: W.W. Norton and Company, 1984), hal. 7.

21

Lili Rasjidi, Kumpulan Tulisan Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Program Pasca Sarjana FHUI, 2006).

22

Lawrence M. Friedman (b), American Law An Introduction Second Edition (Hukum

Amerika Sebuah Pengantar), diterjemahkan oleh Wishnu Basuki, (Jakarta: PT.Tatanusa, 2001),

hal 7.

23

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Edisi Revisi (Burgerlijk Wetboek), diterjemahkan oleh R.Subekti dan R. Tjitrosudibio, cet XXVIII, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1996), Psl. 1457.

(10)

(levering).24 Penyerahan mempunyai dua arti yaitu perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan saja (feitelijke levering) dan berupa perbuatan yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang lain (juridische levering).25 Penyerahan yuridis ada tiga macam berdasarkan jenis bendanya. Untuk benda bergerak penyerahan dilakukan secara nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 612 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Penyerahan benda tak bergerak dilakukan dengan pengutipan Akta transport dalam register tanah. Setelah berlakunya Undang-undang No. 5 Tahun 1996 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria, penyerahan dilakukan dengan Akta Jual Beli yang dibuat oleh Pejabat

Pembuat Akta Tanah (PPAT). Sedangkan untuk penyerahan piutang atas nama dengan pembuatan Akta cessie dan pemberitahuan kepada Debitur sebagaimana diatur dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.26

Adanya jual beli piutang KPR dalam SMF menyebabkan turut beralihnya Hak Tanggungan. Pengalihan Hak Tanggungan sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 ayat (1) dan (2) Undang-undang Tentang Hak Tanggungan yang mengatur:

“(1) Jika Piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada Kreditor yang baru;

(2) Beralihnya Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didaftarkan oleh Kreditor yang baru pada Kantor Pertanahan.”

Hal ini karena hak tanggungan bersifat accesoir yang mengikuti perjanjian pokoknya.27 Mengenai peralihan piutangnya, dalam Pasal 613 Kitab Undang-undang Hukum Perdata untuk peralihan dengan cessie dilakukan dengan akta

24

Subekti (a), Hukum Perjanjian, cet. XIX (Jakarta: PT.Intermasa, 2002), hal. 79-80.

25

Subekti (b), Pokok-Pokok Hukum Perdata, cet. XXVIII, (Jakarta: PT. Intermasa, 1996), hal. 71-72.

26

Subekti (a), op. Cit., hal. 79.

27

Indonesia (c ), Undang-undang Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta

Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah, UU No. 4, LN No. 42 Tahun 1996, TLN No. 3632, Psl 16

(11)

otentik atau dibawah tangan mengenai peralihan hak tersebut. Peralihan tersebut harus diberitahukan kepada Debitor agar mempunyai akibat terhadapnya.

Sedangkan definisi subrogasi diatur dalam Pasal 1400 yaitu penggantian hak-hak Kreditor oleh seorang Pihak Ketiga yang membayar utang Debitor. Pihak Ketiga tersebut akan menggantikan segala hak, gugatan, hak istimewa dan jaminan yang dipunyai Kreditor atas Debitor. Subrogasi harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan pada saat pembayaran.28

Selain ketentuan diatas, dalam penelitian ini akan dikaji apakah ketentuan yang mengatur mengenai SMF seperti Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2005

Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan sebagaimana telah diubah dengan

Perpres No. 1 Tahun 2008, Peraturan Bank Indonesia No. 7/4/PBI/2005 Tentang

Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum,

Keputusan Menteri Keuangan No. 132/KMK.014/1998 Tentang Perusahaan

Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan, dan peraturan terkait yang berlaku

saat ini di Indonesia sudah sesuai dengan konsep SMF ini. Hal ini mengingat SMF umumnya diberlakukan di Negara yang bersistem hukum Common Law.

Dalam sistem hukum Common Law, Pengalihan hak milik atas piutang dikenal dalam beberapa cara, yaitu melalui Novasi dan Assignment (pengalihan) dalam sistem Common Law atau dalam sistem Eropa Kontinental disebut Penyerahan dan penunjukan (Levering). Novasi atau pembaruan hutang pada prinsipnya sama untuk kedua sistem hukum tersebut. Sedangkan untuk

Assignment (pengalihan) dalam Common Law dapat dilakukan melalui dua

bentuk, yaitu legal assignment dan beneficial assignment. Legal assignment atau pengalihan hak milik secara hukum harus memenuhi empat syarat, yaitu absolute

assignment berupa pengalihan seluruh hak yang melekat pada harta benda yang

dialihkan atau piutang beserta semua hak yang melekat didalamnya termasuk jaminan. Syarat kedua harus dalam bentuk tertulis (in writing) agar memiliki akibat hukum, ketiga berupa pengalihan seluruh piutang (is of the whole of the

debt) dan syarat keempat, harus diberitahukan secara tertulis kepada debitor (is

28

Kitab Undang-undang Hukum Perdata Edisi Revisi (Burgerlijk Wetboek), op. Cit., Psl. 1401.

(12)

notified expressly in writing to the underlying debtor).29 Pengalihan dalam

beneficiary assignment mengakibatkan terjadi dualisme kepemilikan dalam

hukum yaitu legal owner atau pemilik yang tercatat sebagai pemilik piutang yang dialihkan) dan beneficiary owner sebagai orang yang menikmati penghasilan dari piutang yang dialihkan.

Unsur lainnya yang harus ada dalam suatu sistem hukum adalah budaya hukum. Budaya hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum yang berupa kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapannya. Dengan kata lain budaya hukum merupakan suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan.30 Dalam penelitian akan dibahas bagaimana masyarakat merespon SMF dan peralihan jaminannya, apakah dapat menerima dan menjalankannya dalam masyarakat atau sebaliknya merasa tidak sesuai dengan sistem tersebut.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari perbedaan penafsiran dan salah pengertian terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, berikut definisi operasional yang akan digunakan, yaitu:

1. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.31

2. Bank Kustodian adalah Bank yang memberikan jasa penitipan EBA dan harta serta jasa lain yang berkaitan dengan Sekuritisasi Asset sesuai dengan ketentuan yang berlaku.32

29

Thomas W. Albrecht dan Sarah J. Smith, “Corporate Loan Securitization: Selected

Legal and Regulatory Issues,” 8 Duke J. of Comp. Int’l Law, hal.434.

30

Friedman (b), op. Cit., hal 8.

31

Indonesia (d), Undang-undang Tentang Perbankan, UU No. 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan UU No.10 tahun 1998, TLN No. 182, TLN No. 3790, Psl. 1 ayat (2).

32

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Aktivitas Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum, PBI No. 7/4/PBI/2005, LN No. 14 DPNP, TLN No.

(13)

3. Efek Beragun Aset (EBA) adalah Efek yang diterbitkan oleh Kontak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang portofolionya terdiri dari asset keuangan berupa tagihan yang timbul di kemudian hari (future receivables), pemberian kredit termasuk kredit kepemilikan Rumah atau aparteman, Efek bersifat hutang yang dijamin oleh Pemerintah, Sarana Peningkatan Kredit (Credit

Enhancement)/ Arus Kas (Cash Flow), serta asset keuangan setara

dan asset keuangan lain yang berkaitan dengan asset keuangan tersebut.33

4. Fasilitas Likuiditas (Liquidity Facility) adalah fasilitas talangan yang diberikan kepada Penerbit berdasarkan asset keuangan yang dialihkan dalam rangka pembayaran kepada Pemodal.34

5. Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah atau Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.35

6. Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) adalah kontrak antara Manager Investasi dan Bank Kustodian yang mengikat pemegang Efek Beragun Aset dimana Manager Investasi diberi kewenangan untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan Penitipan Kolektif.36

33

Bapepam, Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Tentang Pedoman Kontrak

Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (Asset Backed Securities), Peraturan Nomor IX.K.1, Psl.1

huruf (b).

34

Ibid., Psl. 1 ayat (11).

35

(14)

7. Kreditor Asal (Originator) adalah setiap Bank atau lembaga keuangan yang mempunyai Aset keuangan dan mengalihkannya kepada Penerbit.37

8. Kredit Pendukung (Credit Enhancement) adalah fasilitas yang diberikan kepada Penerbit untuk meningkatkan kualitas asset keuangan yang dialihkan dalam rangka pembayaran kepada pemodal.38

9. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah Pinjaman dari Bank untuk pembelian atau pendirian rumah tinggal.39

10. Kumpulan Piutang adalah keseluruhan asset keuangan yang dibeli Penerbit dari Kreditor Asal.40

11. Kustodian adalah Pihak yang memberikan jasa penitipan Efek dan harta lain yang berkaitan dengan Efek serta jasa lain, termasuk menerima deviden, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi Efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.41

12. Mortgage adalah a conveyance of tittle to property that is given as

security for the payment of a debt or the performance of a duty and that will become void upon payment or performance according to stipulated term.42

36

Bapepam, op. Cit., Psl.1 huruf (a).

37

Indonesia (b), Peraturan Presiden Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005, LN No. 21, TLN No. 20, Psl 1 ayat (7) sebagaimana telah diubah oleh Perpres No. 1 Tahun 2008 jo Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam Aktivitas

Sekuritisasi Aset bagi Bank Umum, PBI No. 7/4/PBI/2005, LN No. 14 DPNP, TLN No. 4473

DPNP, Psl. 1 ayat (6).

38

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum, PBI No. 7/4/PBI/2005, LN No. 14 Tahun 2005, TLN

No. 4473, Psl. 1 ayat (10).

39

Departemen Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Tentang Perusahaan

Pembiayaan Sekunder Perumahan, KMK No. 1132/KMK.014/1998, Psl.1 ayat (4).

40

Indonesia (b), op. Cit., Psl.1 ayat (8).

41

Indonesia (e), Undang-undang Tentang Pasar Modal , UU No. 8 Tahun 1995, LN No. 64, TLN No. 3608, Psl. 1 ayat (8).

(15)

13. Pembiayaan Sekunder Perumahan (Secondary Mortgage Facility) adalah penyelenggaraan kegiatan penyaluran dana jangka menengah dan/atau panjang kepada Kreditor Asal dengan melakukan Sekuritisasi. 43

14. Perusahaan Fasilitas Pembiayaan Sekunder Perumahan (PFPSP) adalah lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha di bidang pembiayaan sekunder perumahan.44

15. Pemodal (Investor) adalah pihak yang membeli efek beragun asset.45

16. Penerbit Efek Beragun Aset (Issuer) adalah badan hukum, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA) atau bentuk lain sesuai ketentuan yang berlaku, yang mempunyai tujuan khusus melakukan aktivitas Sekuritisasi Aset berupa penerbitan Efek Beragun Aset.46

17. Penyedia Jasa (Servicer) adalah pihak yang menatausahakan, memproses, mengawasi, dan melakukan tindakan-tindakan lainnya dalam rangka mengupayakan kelancaran arus kas aset keuangan yang dialihkan kepada Penerbit sesuai perjanjian antara pihak tersebut dengan Penerbit, termasuk memberikan peringatan kepada Debitur apabila terjadi keterlambatan pembayaran, melakukan negosiasi dan menyelesaikan tuntutan. 47

42

Hendri Champbell Black, Black;s Law Dictionary 8th edition, West Publishing CO, St.

Paul –Minn, USA, 2004, hal. 1031.

43

Indonesia (b), Peraturan Presiden Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Perores No. 1 Tahun 2008, LN No. 21, TLN No. 20, Psl 1 ayat (11).

44

Departemen Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan Tentang Perusahaan Fasilitas

Pembiayaan Sekunder Perumahan, KMK No. 1132/KMK.014/1998, Psl.1ayat (2).

45

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum, PBI No. 7/4/PBI/2005, LN No. 14 Tahun 2005, TLN

No. 4473, Psl. 1 ayat (14).

46

Ibid., Psl 1 ayat (5) jo Indonesia (b), op.Cit., Psl. 1 ayat (13).

47

(16)

18. Sekuritisasi Aset adalah penerbitan surat berharga oleh penerbit efek beragun asset yang didasarkan pada pengalihan asset keuangan dari kreditor asal yang diikuti dengan pembayaran yang berasal dari hasil penjualan efek beragun asset kepada pemodal.48 19. Special Purpose Vehicle (SPV) adalah perseroan terbatas yang

ditunjuk oleh lembaga keuangan yang melaksanakan kegiatan Pembiayaan Sekunder Perumahan yang khusus didirikan untuk membeli Aset keuangan dan sekaligus menerbitkan Efek Beragun Aset. 49

20. Surat Partisipasi adalah bukti pemilikan secara proporsional atas Kumpulan Piutang yang dimiliki bersama oleh sejumlah Pemodal yang diterbitkan oleh Penerbit.50

21. Surat Utang adalah bukti utang yang dikeluarkan oleh Penerbit yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk memperoleh pembayaran sebagai Pemodal.51

22. Wali Amanat adalah Pihak yang mewakili kepentingan pemodal dalam transaksi sekuritisasi dan terdaftar di Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan.52

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan pendekatan sinkronisasi peraturan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan hukum karena dilakukan

48

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Tentang Prinsip Kehati-hatian Dalam

Aktivitas Sekuritisasi Aset Bagi Bank Umum, PBI No. 7/4/PBI/2005, LN No. 14 Tahun 2005, TLN

No. 4473, Psl. 1 ayat (2).

49

Indonesia (b), Peraturan Presiden Tentang Pembiayaan Sekunder Perumahan, Perpres No. 19 Tahun 2005, LN No. 21, TLN No. 20, Psl. 1ayat (15).

50

Ibid., Psl 1 ayat (16).

51

Ibid., Pasal 1 ayat (17).

52

Indonesia (e), Undang-undang Tentang Pasar Modal , UU No. 8 Tahun 1995, LN No. 64 TLN No. 3608, Psl. 1 ayat (30).

(17)

penelitian terhadap hukum positif tertulis53 mengenai pelaksanaan SMF di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber, yaitu:

1. Bahan hukum primer sebagai landasan hukum dalam penelitian berupa Undang-undang, Peraturan Presiden, Peraturan Bank Indonesia, Keputusan Menteri Keuangan, Peraturan Bidang Pasar Modal, Peraturan Badan Pengawas Pasal Modal (Bapepam) yang terkait Secondary Mortgage Facility.

2. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, makalah, artikel dan jurnal hukum yang membahas mengenai pelaksanaan Secondary

Mortgage Facility sebagai perbandingan dengan tulisan yang telah

ada sekaligus menambah pemahaman atas lingkup penelitian;

3. Bahan hukum tertier digunakan kamus umum maupun kamus yang memuat istilah hukum. Penggunaan bahan hukum tertier untuk mendapatkan definisi dari kata atau istilah- istilah yang digunakan dalam penelitian.

Selain penelitian kepustakaan juga dilakukan wawancara dengan nara sumber untuk mendapat informasi tambahan terkait pelaksanaan SMF sebagai alternatif pembiayaan KPR.

H. Sistematika Penulisan

Penulisan terdiri dari lima bab yang masing-masing membahas permasalahan tersendiri. Bab satu sebagai Pendahuluan terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, kerangka konsep, metode penelitian, sistematika penulisan dan manfaat penelitian.

Bab Dua merupakan tinjauan umum atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Hak Tanggungan. Pembahasan terkait pada pengertian, obyek, subyek, cara pembebanan, peralihan dan berakhirnya KPR dan Hak Tanggungan menurut ketentuan yang berlaku.

Bab Tiga membahas mengenai tinjauan umum tentang Sekuritisasi Aset. Bab ini membahas pengertian, manfaat, risiko, jenis dan pihak-pihak yang terlibat

53

Sri Mamudji dkk, Metode Penelitian Dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit FHUI, 2005), hal. 9-11.

(18)

dalam sekuritisasi asset, cara melakukan sekuritisasi asset, penjualan piutang, dan produk yang dihasilkan dari sekuritisasi asset. Selain itu membahas mengenai pelaksanaan sekuritisasi asset khususnya sekuritisasi asset KPR di beberapa Negara seperti Malaysia, Inggris dan Amerika.

Bab Empat membahas Sekuritisasi Aset KPR oleh PT. Sarana Multigriya Financial. Pembahasan terbagi dalam beberapa bagian, yaitu dasar hukum, pengertian, tujuan, Pihak-pihak terkait, obyek, mekanisme pelaksanaan Sekuritisasi asset KPR sebagai alternative pembiayaan KPR dan kesesuaian pelaksanaan sekuritisasi asset dengan ketentuan hukum di Indonesia serta kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan sekuritisasi di Indonesia.

Bab Lima merupakan penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran atas pembahasan yang telah dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui nilai rata-rata kuesioner dari 10 responden diselesaikan pada tahapan preproses, lalu untuk mengetahui bobot tiap kriteria dan subkriteria yang

Prinsip kerja dari multistage graph adalah menemukan jalur terpendek dari source ke sink dari beberapa kemungkinan jalur atau menemukan jalur untuk sampai ke sink dengan

Gubernur/Wakil Gubernur, Pimpinan dan Anggota DPRD, Pegawai Negeri Sipil dan Pegawai Tidak Tetap yang melakukan Perjalanan Dinas Luar Daerah, diwajibkan untuk menyerahkan SPPD

Sukun dapat terjadi sepanjang musim, saat bahan pangan lainnya dalam keadaan paceklik karena baru melalui periode musim kemarau, namun pohon sukun tetap berbuah

Salah satu hal yang dapat dikembangkan dalam bidang pariwisata adalah keberagaman budaya. Kawasan situs Trowulan merupakan salah satu pariwisata budaya yang dapat diunggulkan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perlakuan yang baik pembuatan tempe dan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menunjang eksperimen SMA materi bioteknologi dalam

Kecamatan dengan pertumbuhan tenaga kerja sub sektor perikanan di Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2007 hingga tahun 2011 adalah Kecamatan Playen dan yang terendah adalah

adalah (1) kontrol negatif /bibit hanya direndam air steril selama 15 menit dan di tanam pada tanah yang tidak diinokulasikan, (2) Kontrol positif / bibit hanya direndam air