• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA

BERFIKIR DAN HIPOTESIS

(2)

BAB II

LANDASAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis

2.1.1 Hakikat Bela Diri Karate a. Arti Harfiah

Menurut T.Chandra dalam kamus bahasa Jepang-Indonesia (Evergen

Japanese Course, Jakarta 2002) arti kata karate-do adalah sebagai berikut :

KARa (Kosong / hampa / tidak berisi) TE ( Tangan Secara utuh/keseluruhan) DO (Jalan / jalur yang menuju suatu tujuan atau pedoman).

Menurut Chuck Norris dalam A Dictionary of the Matrial Arts (Ohara

Publications Inc., Burbank CA 2003) terminology Karate-do dijabarkan sebagai :

“a kind of oriental martial art” atau dalam bahasa Indonesia “sebuah jenis beladiri dari timur”.

Seni sendiri menurut Plato adalah hasil karya manusia sesuai kejiwaannya

untuk sebuah tiruan alam. Sementara itu, beladiri menurut W.J.S Poerwadarminta adalah sebuah frasa keselamatan jiwa raganya dari pihak lain.

Dari kesimpulan semua penjelasan di atas, saya mendefinisikan Karate-do secara lengkap adalah sebagai :

“Sebuah metode khusus untuk mempertahankan diri melalui penggunaan anggota

tubuh yang terlihat secara baik dan alami yang didasari dan bertujuan sesuai nilai filsafat timur.”

Memang dalam keseharian frasa Karate lebih sering digunakan ketimbang Karate-do, hal ini agaknya lebih disebabkan oleh peran media massa yang mempopulerkan, namun sekaligus melencengkanya dari makna awal. Disamping

(3)

itu badan dunia resmi yang memayunginya pun (WKF “World Karate

Federation”) secara jelas tidak menambahkan KATA do pada nama resminya.

Dengan demikian, bolehlah rasanya kita mengatakan bahwa saat ini istilah KARATE agaknya lebih cocok dipakai untuk mengacu pada penegasan unsure olahraganya saja (Karate is martial sport) dan istilah KARATE-DO lebih cocok dipakai sebagai sebuah penegasan terhadap keseluruhan ruang lingkup yang berkaitan dengan seni beladiri ini (Karate-do is not just a sport, it’s martial art). Peran penting frasa pertama juga patutlah tak dinafihkan begitu saja dalam hal perubahan eksistensinya hingga dapat menjadi ikon sebuah kategori olahraga populer yang sangat professional dan manajerial dewasa ini. Karate juga dapat bersaing dengan jenis olahraga popular lain yang notabene murni bersifat permainan dan hiburan.

b. Identitas

seperti umumnya jenis olahraga / seni bela-diri lain, maka Karate-do juga memiliki unsur-unsur khusus sebagai pembentuk identitas khasnya, dimana unsur tersebut tidak boleh dan tidak harus tersedia. Terdiri tiga unsur pokok dalam karate-do antara lain :

1. Subjek penggerak 2. Sarana penunjang

3. Program-program permanen. b.1. Subjek Penggerak

Semua orang yang terlibat dalam disiplin karate-do baik sebagai instruktur (Shensei) maupun murid (Karate-ka).sementara itu, pengelompokan dalam

(4)

beberapa level dilakukan agar mendorong para karate-ka agar lebih giat berlatih atau mengilangkan kejenuhan, lebih spesipik dijabarkan sebagai berikut.

a. Tingkat Kyu atau Pemula

mereka disebut kohai dan umumnya level ini dimulai dari bilangan besar (10/9) ke kecil (1/ 1/2) sebagai pembeda yang mengacu pada tingkat penguasaan akan substansi teknik dasar perguruannya. Penggunaan ikat pinggang dengan menggunakan berbagai warna yang diadopsi oleh

Gichin Funakhosi dari system Judo oleh Jigoro Kano lazim digunakan

sampai saat ini sebagai pembeda tingkat, dan umumnya dimulai dengan warna putih bagi kohai yang baru memulai latihan.

b. Tingkat Dan atau Lanjutan Akhir

Mereka disebut Yudansha dan umumnya level ini dalam aliran shotokan dimulai dari bilangan kecil (1) ke besar (9/10) sebagai pembeda yang lebih mengacu pada tingkat penguasaan jiwa lewat pemahaman teknik berdasarkan substansi filosofi perguruannya. Warna ikat pinggang yang paling umum dipakai adalah hitam (pada beberapa ryu/aliran ada beberapa variasi warna yang dilakukan). Khususnya Yudansha ada banyak istilah yang lebih spesifik dalam hal penyebutan nama, yaitu sebagai berikut :

1. Sempai, berarti senior dalam bahasa Jepang. Umu mnya di Shotokan digunakan para Kohai untuk memanggil mereka yang memiliki jabatan sebagai asisten pelatih/pelatih biasa dengan kualifikasi Kyu 3 - Dan 3.

(5)

2. Sensei, berarti guru dalam bahasa Jepang. Umumnya digunakan sebagai penyebutan Yudansha dengan kualifikasi Dan IV – V atau pelatih kepala.

3. Renshi, berarti guru ahli/utama dalam bahasa Jepang. Umumnya di Shotokan digunakan untuk penyebutan Yudansha dengan kualifikasi Dan VI – VIII. Istilah lain adalah Dai Sensei atau Kyoshi.

4. Shihan, berarti guru besar/mahaguru dalam bahasa Jepang. Umumnya dishotokan digunakan untuk penyebutan Yudansha dengan kualifikasi Dan IX – X. Istilah lain adalah Hanshi.

5. Beberapa varian lain untuk pemimpin tertinggi perguruan dalam seni beladiri Jepang adalah : Menkyo, Kaiden, Osho, Soke, Doshu, Taisho,

Sosho, O Sensei, Kaiso, Shodai, Kaicho, Kancho, Meijin. (dalam majalah Jurus no : 07 tahun 1999, halaman 20-21)

b.2. Sarana Penunjang

Sarana penunjang meliputi beberapa hal berikut. a. Pakaian

Pada awalnya di Okinawa tidak ada pakaian khusus untuk berlatih ilmu bela diri apapun, bahkan dalam beberapa foto dokumentasi dari abad ke-19 terlihat para praktisi ilmu beladiri hanya mengenakan celana saja tanpa baju.

Gambar 2.1

Chojun Miyagi (Kiri) & Juhatsu Kiyoda (Kanan)

(6)

dalam sebuah foto demo teknik tote di penhujung abad ke – 19. (A.Wahid ; Shotokan 2007.7)

baru setelah mereka berinteraksi dengan disiplin ilmu beladiri Jepang lainnya di awal abad ke – 20 (dipelopori Gichin Funakoshi yang mengunjungi Dojo Kodokan milik Jigoro Kano) hal tersebut dapat diseragamkan hingga kini dengan memodifikasi seragam Judo yang telah ada.

Pakaian untuk berlatih ini disebut sebagai karate-gi atau Do-gi atau

Keiko-gi, terbuat dari semacam jaket berlapis dua (Uwagi) dan celana panjang longgar

(Zubon) yang berwarna putih, serta sebuat ikat pinggang tebal dari kain yang dijahit rangkap (Obi) yang dililitkan dua kali dan berwarna sesuai tingkat yang dicapai pennyandangnya.

b. Tempat

Tempat dalam olahraga seni beladiri Karate/Karate-do disebut Dojo (Tempat untuk mempelajari) dalam bahasa Jepang, dan pada zaman lampau berarti aula untuk bermeditasi dalam kuil. Dalam Dojo di jepang ada banyak aturan yang sangat mengikat dan penuh tatakrama, seperti penempatan altar dan

Kamiza (tempat duduk khusus untuk guru) serta tempat Tatami (matras) dan Zori (sandal khusus dari kayu dan jerami). Inilah yang menjadi dasar kesakralan

sebuah Dojo secara mistis religious bagi para penganut paham karate tradisional yang konservatif pada akar budaya Sino-Jepang,.

(7)

c. Alat

Tidak ada suatu jenis alat khusus apapun yang harus dipakai dalam sebuah latihan karate. Penggunaan alat tradisional Jepang seperti Makirawa (semacam

samsak). Terbukti saat ini sangat banyak model alat yang sangat sukses dipakai

sebagai penunjang program latihan yang menekankan pada penerapan fungsi ilmu faal dan anatomi tubuh secara tepat dengan inovasi yang berteknologi modern dan telah teruji.

c. Program-program permanen

Program-program permanen yang dimaksudkan di sini adalah rangkaian proses kegiatan yang harus ada dan berlangsung secara berurutan dalam sebuah latihan karate/karate-do dalam Dojo. Sesuai aslinya yang berdasarkan prinsip dasar ajaran Budo (Seni beladiri Jepang), maka minimal ada delapan buah prinsip wajib dalam sebuah latihan formal dalam seni beladiri karate/karate-do. Prinsip wajib tersebut adalah :

1. Rei-Shiki/Upacara/tradisi penghormatan pembuka 2. Taiso/senam/stretching pembuka

3. Kihon 4. KATA 5. Kumite

6. Mondo/diskusi tentang materi latihan 7. Taiso penutup

(8)

c.1. Rei-Shiki pembuka dan penutup

Keduanya sama bentuknya, peserta duduk dengan posisi Sei-za/Za-zen (

di Jepang orang lebuh mengutamakan posisi duduk ala tukang jahit “duduk diatas kedua tumit yang dilipat ke belakang” karena dianggap lebih sopan disbanding posisi duduk ala bunga teratai “salah satu kaki di lipat ke belakang dan satunya lagi telapak kaki berada didepan”) dalam beberapa lajur sesuai

tingKATAn. Kemudian diawali dengan pembacaan Dojo-Kun dan Niju-Kun (di

Indonesia diganti dengan sumpah karate), melaksanakan Mokuto

(Mengheningkan/ mengosentrasikan fikiran/berdo’a) dan terakhir melakukan

Shomen-Ni-Rei (penghormatan kepada seluruh yang berada di Dojo tersebut).

c.2. Taiso

Taiso dapat diterjemahkan secara keolahragaan umum sebagai perenggangan/pelemasan (stretching) dan pemanasan (warming-up) yang melengkapi sebuah proses latihan olahraga. Dari sudut pandang Budo ia lebih diartikan sebagai persiapan seluruh anggota tubuh seoptimal mungkin sebelum maupun sesudah pelaksanaan rangkaian teknik-teknik yang menjadi substansi dasar dari seni beladiri tersebut. Dan di karate/karate-do pelaksanaan taiso dilaksanakan sebelum dan sesudah proses teknik-teknik pokok (Kihon,KATA, Kumite) dilaksanakan.

c.3. Kihon

Secara harfiah berarti pondasi/awal/akar dalam bahasa Jepang. Dari sudut pandang Budo ia diartikan sebagai unsure terkecil yang menjadi dasar pembentuk sebuah teknik yang biasanya berupa rangkaian dari beberapa buah teknik terkecil

(9)

tersebut. Dalam pencak silat mungkin kihon bias dianggap sama dengan jurus tunggal.

Dalam karate/karate-do sendiri Kihon lebih berarti sebagai bentuk-bentuk baku yang menjadi acuan dasar dari semua teknik/gambaran yang mungkin dilakukan dalam KATA maupun kumite. Kihon yang benar akan selalu berprinsip Ai yang selalu berputar dengan sebuah titik sebagai pusat pengendalian gerakan pada saat akan melalui sebuah kihon apapun seluruh anggota tubuh haruslah dalam posisi dan kondisi Shizentai tanpa ketegangan sedikitpun.

Masatoshi Nakayama dalam sebuah bukunya pernah memasukan dua buah perhitungan ilmiah terhadap analisis Kihon yang dikaji menuru sudut ilmu pasti. Ia menyebutkan bahwa sebuah pukulan Janis Gyaku-Tsuki yang sempurna dari seseorang Karateka yang terlatih sangat baik setara dengan kecepatan sekitar 13m/detik dan berbobot setara 700 kg joul.

c.4. Kata

Secara harfiah kata berarti bentuk/rupa/potongan/corak. Dalam Budo kata lebih diartikan sebagai bentuk latihan khusus yang menjadi intisari sebuah jenis beladiri yang ditampilkan dalam rangkaian beberapa buah Kihon yang disusun sedemikian rupa yang memiliki nilai keindahan, arti filosofis yang tinggi, serta diatur dalam sebuah standarisasi

Menurut Nakayama ada tiga hal yang menjadi esensi pokok dalam memainkan sebuah kata, antara lain adalah :

Tenaga, dicapai dengan pemahaman yang mendalam tentang Kihon secara utuh yang dipoles secara sempurna dengan bantuan pernapasan yang benar

(10)

agar dapat menghasilkan sebuah keluaran (Output) tenaga yang semaksimum mungkin.

Irama, dicapai dengan menguasai total pengaturan kecepatan dan kelambatan (Tempo) pergerakan dalam sebuah kata yang bersumber pada Embusen (garis arah baku dari pergerakan sebuah kata).

Keindahan, dicapai lewat peneguhan diri akan dua spirit yang wajib diketahui. Pertama adalah spirit “dalam”, yaitu pemahaman mendalam tentang historis-filosofis dari kata yang dimainkan dan ditampilkan dalam bentuk ekspresi yang mempertegas tentang hal yang dimaksud dan mampu memancarkan aura tersendiri bagi mereka yang menyaksikan. Spirit “luar”, yaitu bahasa tubuh yang harus mampu menarik perhatian karena mampu mendukung esensi yang hendak dicapai oleh seseorang yang memainkan kata.

c.5. Kumite

Secara harfiah Kumite berarti tangan-tangan yang bersilangan/beradu. Dalm pemhaman Karate-do murni yang berlndaskan Zen ia tidak dianggap sebagai sebuah bentuk pertarungan, namun didefinisikan lebih jauh sebagai sebuah bentuk latihan dimana dua orang yang saling berhadapan dalam sebuah arena, berusha secara keras dan sportif untuk saling menunjukan teknik terbaik mereka kepada lawannya dengan tetap tunduk dalam aturan yang sangat ketat.

Karena bersumber dan berpatokan pada Budo, otomatis dalm pemahaman secara keseluruhan kumite bersandar pada lima konsef filosofis trdisional Zen, yaitu :

(11)

c.5.1 Ma’ai

Ma’ai adalah konsep jarak yang dianggap penting sekali bagi orang Jepang bahkan dalam aspek kehidupan sehari-hari. Seorang yang memahami konsep ini akan mampu menembus sebuah cela yang paling kecil sekalipun karena ia dapt memeanfaatkan peluang waktu yang sangat tepat. Beberapa Ma’ai adalah sebagai berikut :

a. To-ma, (Jarak yang terlalu jauh dengan lawan) b. Juban no ma, (Jarak yang sempurna dengan lawan) c. Chika-ma, (Jarak yang terlalu dekat dengan lawan) c.5.2 Tsukuri

Adala konsep kesiapan fisik tubuh secara total dengan penerapan utama dalam hal melakukan serangan, serangan balik, maupun memindahkan tubuh.

c.5.3 Kake

Kake adalah konsep yang menekankan pentingnya factor variasi dalam melakukan teknik pada sebuah serangn.

c.5.4 Kuzushi

adalah konsep yang menggambarkan keadaan pikiran yang bebas dari seluruh perasaan yang tertekan sehingga memudahkan seseorang memanfatkan kekuatan maupun posisi tubuh lawannya dalam melakukan serangan yang efisien.

(12)

Adalah konsep tentang strategi pertarungan yang berdasarkan inisiatif/insting. Ada beberapa model yang dikenal yang biasanya menjadikan seorang seseorang bertipe tertentu dalam model komite modern.

2.1.2 Sejarah Karate (Teori Yunani, Asia - FORKI) a. Teori Yunani dan Asia

Ada banyak buku yang ditulis oleh para pakar sejarah Karate/Karate-Do yang mengulas tentang keaslian asal-usul Karate/Karate-do. Ada beberapa teori yang cukup “menghebohkan” yang dicetuskan oleh Robin L. Rielly beliau menyatakan bahwa kemungkinan besar karate berasal dari kebudayaan Yunani Kuno. Ia berani menyatakan teori tersebut berdasarken temuan arkeologis berupa vas creat kuno dari abad ke-16 SM yang berisikan fragmen dua orang yang sedang tinju dan gulat ala Yunani Kuno. Terakhir beliau menepis teori tentang india sebagai asal karate dengan alasan hal itu lebih banyak diperoleh lewat legenda dan penyampaian lisan semata tanpa ada bukti arkeologis sebagai penguat kenyataan ilmiah.

Abdul Wahid; 2011.20. Lebih dari 4.000 tahun yang lalu (sebelum abad ke-20 SM), bangsa/ras Aria yang berasal dari suku-suku yang buas, namun cerdas di daerah padang rumput Eropa Timur dan Asia. Tengah melakukan penyerbuan kearah selatan yang lebih subur. Persia serta anak benua Hindustan di Asi (kini

India dan Pakistan) yang makmur adalah sasaran utamanya. Dengan kemampuan

teknik berperang yang tinggi dan penuh disiplin dalam tempo sekejap mereka berhasil menakluknnya lalu mendirikan negara dengan golongan mereka sebagi

(13)

kaum penguasa yang mengatur kehidupan bangsa/ras Dravida yang merupakan penduduk asli. Inilah yang menjadi cikal bakal system kasta dalam agama Hindu di India sampai saat ini. Ras Aria umumnya memosisikan dirinya dalam kasta Ksatrya (kaum bangsawan militer) karena hal itu sesuai dengan keahlin turun-temurun yang mereka bawa.

Di penghujung abad ke-10 SM terjadi banyak peperangan di antara sesame kerajaan ras Aria di wilayah barat India yang diabadikan dalam dua epos besar, yaitu Mahabrat-Bhratayuda dan Ramayana. Dalam dua epos ini banyak sekali di paparkan secara mendetail mengenai teknik maupun nasihat moralitas dalam medan laga yang dipakai para Ksatrya dalam pertempuran yang mereka jalani.

Sekte/Zen mulai dikenal di Jepang ± pada abad ke – 14 dibawa dari Cina lewat semenanjung Korea maupun pulau Okinawa. Di Korea jejak transformasi chu’an-fa Shaolin yang merupakan produk Zen bias ditemui sampai saat ini dalam bentuk Tae Kwon Do, sedangkan di Okinawa sendiri chu’an-fa Shaolin bertranspormasi menjadi Te/Tote/Tode (Transliterasi kata Chin-te dari bahasa Cina yang berarti pukulan tangan Cina kedalam dialek khas Okinawa) setelh dikombinasikan dengan teknik perkelahian kuno local yang dipengauhi teknik pertarungan kalangan Samurai Jepang yang disebut Bu-gei, dan untuk teknik tanpa senjata disebut Yawara/Bu-justu. Tote kadang-kadang disebut sebagai Okinawa-te atau Ryukyu Kempo/Kenpo.

Di kemudian hari Bu-jutsu bertransformasi sesuai urutan perkembangannya menjadi Ju-Jutsu, Judo, dan Aikido. Okinawa sendiri

(14)

merupakan sebuah pulau yang termasuk dalam rangkaian kepuluan Ryukyu, yang menjadi pelabuhan transit penghubung Jepang dengan dunia luar pada zamn kuno. Di perempat tarakhir abad ke – 19 munculah nama-nama yang dianggap sebagai para perintis yang merenovasi Tote untuk menjadi apa yang kita kenal sebagai Karate/Karate-Do. Mereka di antaranya adalah Ankichi Arakaki, Chojun Miyagi, Kenwa Mabuni, Kanbun Uechi, Shoshin Nagamine, dan GICHIN

FUNAKOSHI. Sehubungan dengan focus penelitian ini adalah pada aliran

Shotokan maka untuk kelanjutan perkembangan sejarah karate pada awal abad ke – 20.

Gambar 2.2 Gambar 2.3

Gichin Fhunasoki Dojo Karate Gichin Fhunasoki

(Sumber A.Wahid;Shotokan. 2007:23-30)

Pencetus Karate Gichin Funkhosi lahir dari kalangan shizoku (keluarga bangsawan) di kota Shuri Okinawa pada tahun 1868. Masa pendidikannya di usia anak-anak hingga modern Jepang, periode Restorasi Meiji. Dengan demikian, hal ini sangat mungkin member warna tersendiri bagi perkembangan wawasan pemikiran dan kejiwaannya dalam menyebarluaskan Karate di kemudian hari.

(15)

Dibidang sastra ia diketahui ia banyak menulis Kaligrafi dan menghasilkan beberapa buah buku penting tentang beladiri (khususnya Karate-do), yaitu :

Ryukyu Kempo : Tode (1922)

Rentan Goshin Karate Jutsu (1925)

Karate-do Kyohan (1936)

Karate-do Nyumon (1939)

Karate-do My Way Of Live (1949)

Pada tahun 1903 Gichin bersama Itosu untuk pertama kalinya secara resmi memperkenalkan Tote pada Shintaro Ogawa, seorang pejabat pemerintah Jepang yang menjabat sebagai kepala sekolah kerajaan tingkat menengah pertama di Naha Okinaw. Sang kepala sekolah tertarik dengan beladiri ini sehingga beliau memasukan beladiri dalam kurikulum wajib mata pelajaran pendidikan jasmani de sekolahnya.

Pada tahun 1917 atas permintaan Departemen Pendidikan Jepang, maka Direktorat Pendidikan Jasmani pun mempromosikan Gichin untuk mendemonstrasikan Tote dalam pembuka kejuaraan Atlitik Nasional di Tokyo. Kemudian pada tahun 1922 Gichin hijrah sendiri ke Tokyo dalam rangka menyebarluaskan tote sesuai amanat terakhir Itoshu yang meninggal pada tahun 1915. Dan pada tahun 1932 Ghichin membuka dojo resmi pertamanya di Meishojuku, Tokyo. Namun, keberhasilan yang baru dimulai ini mulai mendapat cobaan, diawali dengan kematian mendadak Takeshi Shimoda pada tahun 1934, orang yang sangat diharapkan menjadi penerus Gichin Funakoshi. Belum selesai rasa kehilangan Gichin juga dikejutkan dengan pengunduran diri Hironori Otsuka.

(16)

dan pada tahun 1937-1940 tercatat sebagai tahun atau zaman keemasan yang pertama bagi shotokan.

b. Teori Sejarah Karate Indonesia (PORKI)

Karate masuk ke Indonesia bukanlah atas jasa tentara Jepang, melainkan dibawah oleh para mahasiswa Indonesia pada awal tahun 1960-an yang telah selesai menempuh studinya di Jepang dalam rangka beasiswa program P4J (Proyek Pampasan Perang Pemerintah Jepang) bagi bekas Negara-negara jajahanya pada perang dunia ke II di Asia. Tahun 1963 beberapa mahasiswa Indonesia antara lain Alm. Drs. Baud Adikusumo (Pendiri INKADO), Muchtar, dan Drs. Karyanto Djojonegoro mendirikan Dojo di Jakarta. Mereka inilah yang mula-mula mendirikan dan memperkenalkan Karate/Karate-do (aliran shotokan) di Indonesia dan selanjutnya mereka membentuk wadah yang mereka namakan PORKI (persatuan olahraga karate-do Indonesia) umumnya mereka kuliah di Kejo University dan berlatih pada Dojo JKA (Japan Krate Assosiation) di Universitas tersebut yang dikepalai oleh Isao Obata, salah seorang murid Gichin Funakoshi yang bernaung dibawah JKA, (Www.Hindokarate.ca//. Sejarah Karate Indonesia. diunduh tgl 16 Feb. 2013).

Disamping alumni mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas. Banyak juga orang Jepang yang datang langsung ke Indonesia dalam rangka studi maupun usaha, ikut juga memberikan warna bagi perkembangan Karate/Karate-do di Indonesia. Mereka ini antara lain : Matsuzaki (KKI-1966), Ishishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971), dan Oyama (Kyokushinkai – 1967).

(17)

4 Mahasiswa yang membawa Karate masuk ke Indonesia.

2.1.3 Hakikat Mae Geri Chudan

Geri atau teknik tendangan adalah salah satu teknik dasar wajib

dalam cabang olahraga karate. Geri sendiri memiliki banyak ragam berakannya namun yang akan menjadi pokok penelitian adalah keterampilan teknik Geri (Chudan). Untuk lebih jelasnya akan coba ditampilkan dalam gambar berikut :

 Mae Geri Chudan,

Gambar 2.20 Gambar 2.21 Chudan Geri Zhenkuchu Dachi

Gambar 2.22 Gambar 2.23 Tapak Kaki (Oshi) Lutut Diangkat

(18)

Posisi Ken-Shei Kepalan tangan ancang-ancang di kepal dengan kepalan Shei dengan posisi kedua tangan di depan dada.

Posisi kuda-kuda (dachi) bias dilakukan dengan kuda-kuda Giba

Dachi, Zhenkuchu Dachi, Heiko Dachi.

Posisi telapak kaki, telapak kaki bagian depan (Oshi). Posisi kaki duduk tahyat akhir.

Arah tendangan ke dada lawan.

 Dapat dilakukan dengan melangkah ke depan, melangkah ke belakang, dan diam di tempat.

2.2 Hakikat pembelajaran Discovery 2.2.1 Pengertian pembelajaran Discovery

Metode pembelajaran discovery (penemuan) adalah metode mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri (Herdian.; 2010). Dalam pembelajaran

discovery (penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang dirancang sedemikian

rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.

Metode discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi. Sedangkan Bruner 2010, menyatakan bahwa anak harus berperan

(19)

aktif didalam belajar. Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang disebut discovery. Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya, diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip.

Dijelaskan kembali oleh J. Richard dengan menggunakan metode pembelajran discovery, ialah suatu cara mengajar yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, diskusi, seminar, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri. ( Roestiyah, N.K : 2008 : 20).

Oleh karena itu, Discovery ialah proses mental dimana siswa mampu mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip. Proses mental yang dimaksud antara lain: mengamati, mencerna, mengerti, menggolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya.

Dengan teknik ini siswa dibiarkan menemukan sendiri atau mengalami proses mental sendiri, guru hanya membimbing dan memberikan instruksi. Dengan demikian pembelajaran discovery ialah suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam proses kegiatan mental melalui tukar pendapat, dengan berdiskusi, membaca sendiri dan mencoba sendiri, agar anak dapat belajar sendiri.

Tiga ciri utama belajar menemukan yaitu:

(1) mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;

(2) berpusat pada siswa;

(3) kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.

(20)

Pembelajaran Discovery sangat perlu dilakukan pada siswa di sekolah di sekolah, hal ini disebabkan karena metode ini:

(1) merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif;

(2) dengan menemukan dan menyelidiki sendiri konsep yang dipelajari, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan dan tidak mudah dilupakan siswa;

(3) pengertian yang ditemukan sendiri merupakan pengertian yang betul- betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain; (4) dengan menggunakan strategi discovery anak belajar menguasai salah

satu metode ilmiah yang akan dapat dikembangkan sendiri;

(5) siswa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan problema yang dihadapi sendiri, kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan nyata.

Beberapa keunggulan metode penemuan juga diungkapkan oleh (Suherman, dkk 2001: 179) sebagai berikut:

1. siswa aktif dalam kegiatan belajar, sebab ia berpikir dan menggunakan kemampuan untuk menemukan hasil akhir;

2. siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat;

(21)

3. menemukan sendiri menimbulkan rasa puas. Kepuasan batin ini mendorong ingin melakukan penemuan lagi sehingga minat belajarnya meningkat;

4. siswa yang memperoleh pengetahuan dengan metode penemuan akan lebih mampu mentransfer pengetahuannya ke berbagai konteks;

5. metode ini melatih siswa untuk lebih banyak belajar sendiri.

2.2.2 Langkah – Langkah Pembelajaran Discovery

Pengaruh metode pembelajaran discovery dalam upaya meningkatkan keterampilan teknik dasar karate sebagai mana yang dijelaskan dalam rumusan masalah diatas, menurut (Mohamad Takdir Ilahi 2012 : 83-86) dapat dilakukan dengan mengikuti prosedur sebagai berikuk :

1. Adanya masalah yang akan dipecahkan

Materi yang disajikan yakni cabang olahraga beladiri karate, substansi dari pembelajaran karate adalah keterampilan teknik dasar (Geri). Materi disajikan dalam bentuk peragaan.

2. Sesuai dengan tingkat kemampuan kognitif anak didik

Untu dapat memeahami pembelajaran dengan metode discovery, tidak hanya berbekal kemampuan fisik saja yang dibutuhkan, akan tetapi tingkat pengetahuan anak didik terhadap materi yang disajikan.

3. Konsep atau prinsip yang ditemukan harus ditulis secara jelas

Setiap persoalan yang disajikan dalam penerapan metode pembelajaran

(22)

dimaksud agar penerapan metode ini dapat berjalan sesuai dengan kebutuhan kita.

4. Harus tersedia alat dan bahan yang diperlukan

Penerapan metode discovery yang diterapkan di sekolah pada dasarnya membutuhkan alat dan bahan yang sesuai dengan tingkat kebutuhan anak didik.

5. Suasana kelas harus diatur sedemikian rupa

Suasana kelas yang mendukung akan mempermudah keterlibatan arus berfikir anak didik dalam kegiatan belajar-mengajar.

6. Guru memberikan kesempatan pada anak didik

Langkah ini sejatinya sangat berpengaruh penting bagi proses pengetahuan anak didik dalam menerima materi yang diberikan guru.

Dr. Muhamad Amin pernah mengatakan bahwa penerapan metode pengajaran discovery harus meliputi pengalaman-pengalaman belajar untuk menjamin bahwa para anak didik dapat mengembangkan proses discovery. Dengan kata lain, pengajaran discovery harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menemukan konsep atau prinsip-prinsip mentalnya dengan mengamati, mengukur, menduga, menggolongkan, mengambil kesimpulan, dan lain sebagainya. Mohamad Takdir Ilahi (2012 : 89).

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan kajian toritis yang telah diuraikan di atas, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut “ Penerapan metode pembelajaran

(23)

discovery dapat meningkatkan keterampilan dasar mae geri chudan pada cabang olahraga karate”.

Referensi

Dokumen terkait

- SNI 04-6629.4-2006, Kabel berinsulasi PVC dengan tegangan pengenal sampai dengan 450/750 V - Bagian 4: Kabel berselubung untuk perkawatan magun”, diadopsi secara identik

Setelah penelitian, mutu biji kakao yang difermentasi oleh petani telah sesuai dengan SNI yang termasuk pada mutu kelas III, karena persentase biji tidak

biota kecuali nitrat dan laju sedimen berpengaruh negatif terhadap tutupan karang 5 Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup karang Acropora formosa Joni, Irawan

Kunci tersebut akan digunakan untuk menentukan apakah client yang terhubung saat ini adalah client yang benar dan berhak untuk mengirim dan menerima informasi dalam

Dilihat dari asal negara yang di pilih konsumen ialah negara belgia sebanyak 25 orang, kemudian konsumen melakukan pembelian ulang karena harga buahnya sebanyak 20

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan Hidayah-nya karena berkah dan rahmat penulis dapat menyelesaikan laporan akhir yang berjudul Analisis Kombinasi

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa apabila terjadi kesalahan atau penyimpangan, maka manajer melakukan koreksi atau evaluasi terhadap permasalahan. Hal

Metode yang digunakan unktu menyusun bisnis ini yaitu menggunakan Bisnis Model Canvas (BMC). BMC merupakan sebuah model bisnis yang menggambarkan bagaimana sebuah