• Tidak ada hasil yang ditemukan

PNMHII XXV PANDUAN JOINT STATEMENT FORUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PNMHII XXV PANDUAN JOINT STATEMENT FORUM"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PNMHII

(2)

PANDUAN JOINT STATEMENT FORUM

Pertemuan Nasional Mahasiswa Hubungan Internasional se-Indonesia XXV

I. INFORMASI UMUM dan DESKRIPSI KEGIATAN

Joint Statement Forum (selanjutnya disebut sebagai JSF) merupakan salah satu mata

acara dalam rangkaian kegiatan PNMHII. Keberadaan JSF sebagai salah satu mata acara dalam PNMHII secara jelas disebutkan dalam Garis Besar Haluan FKMHII. JSF menjadi suatu forum khusus untuk merumuskan pernyataan sikap bersama peserta PNMHII, yang nantinya akan dirilis sebagai hasil pelaksanan rangkaian kegiatan PNMHII. Sebagaimana tema besar PNMHII XXV pada tahun ini yaitu “Upholding the Pledge: Nationalism in

Indonesian Foreign Policy”, alur perumusan(pembahasan) penyataan sikap bersama

dalam forum JSF PNMHII XXV akan menekankan pada konsepsi nasionalisme dalam pelaksanaan kebijakan luar negeri Indonesia.

Pada pelaksanaan JSF PNMHII tahun ini, peserta akan dibagi kedalam tiga tema besar yang selama ini menjadi pilar nasionalisme kebijakan Luar Negeri Indonesia, yakni:

national integrity, national prosperity, dan national identity. Peserta diwajibkan untuk

membawa draft komunike yang sebelumnya telah disusun untuk kemudian didiskusikan dalam masing-masing “group discussion” yang akan difasilitasi oleh dosen pemandu dalam masing-masing bidang. Delegasi JSF pada akhirnya diharapkan dapat menyusun komunike yang berkesesuaian dengan diskusi pada saat group discussion. Interaksi ideasional konstruktif antar peserta PNMHII pada saat group discussion inilah yang kemudian akan dijadikan sebagai rumusan komunike pernyataan sikap bersama PNMHII, sehingga komunike yang nantinya dirilis merupakan komunike yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis. Perwakilan peserta JSF pada tiap group discussion akan mempresentasikan komunike yang telah disusunnya pada sidang pleno bersama yang akan disaksikan seluruh peserta PNMHII, untuk kemudian dilakukan proses kompilasi dan finalisasi hingga dirilis sebagai hasil akhir dari rangkaian kegiatan PNMHII. Hasil akhir yang akan diajukan pula sebagai bahan rekomendasi alternatif kepada stakeholder pemangku kebijakan luar negeri Republik Indonesia, baik itu unsur pemerintah, legislatif, maupun lembaga-lembaga terkait lainnya.

I. TUJUAN KEGIATAN

a. Mendorong pemikiran kritis dan pengejawantahan pengetahuan konseptual mengenai interpretasi nasionalisme dalam kebijakan luar negeri secara praktis.

(3)

b. Memfasilitasi tercapainya kesepakatan bersama oleh peserta PNMHII dalam merefleksikan rumusan kebijakan luar negeri Indonesia kontemporer berdasar asas nasionalisme.

II. TEMA KEGIATAN

Dengan melandaskan diri pada bahasan asas nasionalisme dalam kebijakan luar negeri. Joint Statement Forum PNMHII XXV akan mengangkat tiga tema besar, yaitu:

National Integrity (Integritas Nasional)

Pada bagian pilar politik-keamanan (national integrity), topik yang di angkat adalah permasalahan Papua, permasalahan keamanan maritim, dan industri pertahanan nasional. Dalam konteks situasi terkini, ketiga bahasan tersebut merupakan bahasan utama dalam kajian keamanan nasional yang mendasarkan diri pada refleksi terhadap keadaan domestik yang menjadi key mark dalam pengambilan kebijakan politik-keamanan Indonesia.

Tinjauan geopolitik dan implikasi politik bagi pengambilan sikap di Papua menjadi salah satu isu kunci yang bukan hanya akan menjadi prekursor bagi penanganan kasus-kasus serupa di Indonesia, melainkan juga bagi potensi masuknya kontestasi kekuatan asing di Indonesia.

Di sisi lain, permasalahan keamanan maritim juga menjadi perdebatan panjang atas tinjauan signifikansinya bagi formulasi sistem pertahanan Indonesia yang secara alamiah merupakan negara kepulauan yang didukung dan dibatasi oleh berbagai sifat negara kelautan. Identifikasi terhadap permasalahan tersebut akan menjadi suatu rumusan signifikan bagi perkembangan pertahanan dan keamanan Indonesia berdasarkan potensi alamiahnya tersebut. Semangat nasionalisme diharapkan memberi masukan bagi terwujudnya sistem hankam yang nasionalis – yang mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan yang rasional bagi negara.

Selain kedua permasalahan di atas, bahasan mengenai industri pertahanan nasional turut mewarnai perdebatan pertahanan dan keamanan dalam negeri melihat potensi signifikansinya yang demikian besar. Memasukkan bahasan atas industri pertahanan nasional akan memberikan masukan atas pengelolaan sistem hankam yang berlandaskan nasionalisme sebagai bagian dari strategi defense economy.

(4)

Dalam bahasan atas pilar ekonomi, keterlibatan Indonesia dalam forum ekonomi internasional seperti G20 dan APEC menjadi sorotan utama beserta potensi Indonesia dalam pengembangan ekonomi kreatif sebagai upaya bagi katalisasi proses pertumbuhan ekonomi nasional.

G20 telah tumbuh sebagai kekuatan baru ekonomi negara-negara berkembang dan diproyeksikan menjadi forum konsolidasi negara-negara berkembang dalam membangun pasar dan segmentasi ekonominya. Keterlibatan Indonesia dalam G20 merupakan suatu domain tersendiri sebagai bahasan atas bagaimana signifikansi G20 bagi Indonesia dan evaluasi keterlibatan Indonesia dalam G20, mengingat keterlibatan tersebut tidak lepas dari anasir politik yang berkisar dalam lingkungan internasional.

APEC menjadi sorotan tersendiri dalam bahasan pilar ekonomi sebagai institusi ekonomi (trans)regional yang memegang peranan signifikan di Asia Pasifik. Perkembangan rezim perdagangan internasional, telah menempatkan forum-forum regional sebagai fron terdepan bagi perhelatan persaingan antar negara, dan lebih jauh antar region dalam aliran ekonomi global. Dengan terpilihnya Indonesia sebagai penyelenggara konferensi APEC melalui konsepsi atas “regional resilience”, hal ini mengindikasikan adanya gestur penataan arsitektur ekonomi regional yang hendak dicapai berdasarkan rumusan tersebut. Evaluasi atas peran Indonesia dan APEC diharapkan memberikan kontribusi garis besar gambaran tatanan arsitektur ekonomi politik internasional Indonesia.

Selain dalam forum internasional, usaha pengembangan pertumbuhan ekonomi juga berusaha dicapai pada front domestik dengan mengoptimalkan potensi ekonomi kreatif sebagai faktor pendorong perekonomian. Dengan adanya penyerapan kerja sebesar 90% pada sektor non-formal bagi perekonomian Indonesia, ekonomi kreatif menjadi suatu nafas baru bagi usaha pemberian “added value” bagi produksi komoditas-komoditas nasional yang dapat meningkatkan daya saing komparatif di tingkat global. Identifikasi dan evaluasi terhadap sektor ekonomi kreatif diharapkan memberikan cara pandang baru melihat nasionalisme ekonomi Indonesia.

National Identity (Identitas Nasional)

Pada bahasan atas pilar sosial-budaya, permasalahan multikulturalisme beserta dengan peran diaspora dan industri kebudayaan (cultural industry) menjadi sorotan utama. Pendekatan-pendekatan sentral yang digunakan dalam melihat bahasan-bahasan ini adalah melalui peninjauan kembali makna dan semangat multikulturalisme serta analisis atas identitas.

(5)

Multikulturalisme telah menjadi ciri fundamental bagi bangsa Indonesia yang tegak di atas keyakinan atas bhinneka tunggal ika. Keberagaman yang merupakan suatu potensi dalam konteks ini seringkali menjadi tantangan bagi kehidupan berbangsa akibat adanya konflik berdasarkan atas pertentangan identitas. Melihat hal ini, mengelola multikulturalitas menjadi sebuah urgensi tersendiri untuk dapat mencapai ketahanan sosial.

Bahasan lain dalam pilar sosial-budaya adalah mengenai peran diaspora Indonesia dalam menjadi “citizen diplomat” yang turut berperan serta dalam upaya konsolidasi sosial. Bahasan ini menjadi penting untuk dapat mengevaluasi diskursus yang sedang berkembang dan turut serta memberikan pandangan atas signifikansinya bagi perkembangan nasionalisme.

Bahasan terakhir adalah mengenai cultural industry yang tidak saja menjadi sebuah keunggulan komparatif suatu produk budaya sebuah negara dalam konteks ekonomi, melainkan juga menjadi refleksi atas pengelolaan kebudayaan sebuah negara. Dengan berbagai potensi industri kebudayaan, bahasan atas hal ini akan memberikan pandangan atas bagaimana konsepsi kebudayaan nasional dan pengelolaan produk-produk kebudayaan nasional dilakukan.

III. KETENTUAN DAN PANDUAN PEMBUATAN KOMUNIKE

 Panitia akan menetapkan dan membagi peserta JSF kedalam sembilan medium diskusi. Sembilan medium ini ditentukan berdasarkan tiga tema besar, National Integrity (Integritas Nasional), National Prosperity (Kesejahteraan Nasional), dan National Identity (Identitas Nasional).

 Sembilan Medium dalam pembahasan forum JSF: 1. Permasalahan Papua,

2. Permasalahan keamanan maritim 3. Industri pertahanan nasional. 4. Keterlibatan Indonesia dalam G 20 5. Keterlibatan Indonesia dalam APEC 6. Pengembangan perekonomian kreatif 7. Permasalahan multikulturalisme 8. Peran Diaspora

(6)

9. Industri Kebudayaan

 Peserta diwajibkan untuk membuat draft komunike berdasarkan medium masing-masing yang telah ditetapkan oleh panitia pada saat pra-acara dan membawanya pada hari H acara PNMHII XXV berlangsung.

Pengumpulan draft komunike pra acara dilakukan pada H-7 Pelaksanaan PNMHII

XXV UI. Pengumpulan dilakukan dengan cara mengirimkan lampiran softcopy

berbentuk MsWord File 2003 dengan format title email Universitas_Nama Delegasi_Draft Komunike dikirimkan pada alamat surel ginengpps@gmail.com dan cc: afiat.anang@gmail.com

Contoh: UMY_Aditya Prasatyo_Draft Komunike ; UNHAS_Andi Arrahman_Draft Komunike

Sementara pada saat Hari H pelaksanaan acara, peserta diwajibkan membawa 8

rangkap print-out draft komunike.

 Poin pertama, tujuan dari JSF adalah menghasilkan rekomendasi konstruktif bagi pemerintah (GBHFKMHII, BAB IV, Poin 4.2.1). Poin kedua, satu-satunya hasil riil dari rangkaian proses pelaksanaan PNMHII(Opening Ceremony, Diskusi Ilmiah,

Short Diplomatic Course, City Tour, Closing Ceremony dsb) adalah komunike Joint Statement Forum(Pernyataan Sikap Bersama) yang dirilis pada akhir pelaksanaan

PNMHII. Dengan menimbang pada kedua hal tersebut, hasil dari pelaksanaan JSF berupa komunike harus diatur secara komprehensif, sistematis, mendetail dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

 Mekanisme Penulisan Komunike:

Komunike adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh suatu institusi/forum dalam pembahasan suatu isu/masalah tertentu. Komunike berisi opini mengenai suatu situasi tertentu dan rekomendasi sikap dan/atau tindakan yang harus diambil dalam menyikapi isu/masalah tertentu. Komunike disusun melalui kompilasi draft komunike delegasi(peserta JSF), serta dengan mempertimbangkan hasil pembahasan dari group

discussion masing-masing. Peserta JSF berhak untuk mengubah subtansi beserta

redaksional kata dalam draft komunike pasca pelaksanaan group discussion sampai dengan pelaksanaan sidang forum. Draft final komunike akan diajukan pada sidang forum untuk direvisi dan pada akhirnya disetujui oleh peserta PNMHII sebagai komunike JSF.

(7)

a. Komunike disusun secara sistematis dengan melalui pertimbangan seluruh anggota FKMHII yang terdaftar mengikuti proses berjalannya perumusan resolusi JSF PNMHII XXV.

b. Komunike JSF PNMHII XXV akan disusun menggunakan poin sebagai ayat utama, serta sub poin sebagai pasal-pasal penjelas.

c. Komunike JSF PNMHII XXV berisi klausa yang menjadi fondasi struktur penulisan komunike. Klausa akan dituliskan dalam bentuk poin sebagai argumen utama, serta sub poin sebagai penjelasan.

Tata bahasa dalam draft komunike yang diajukan oleh peserta harus jelas dan padat menjelaskan aspek substansi. Gagasan yang jelas melalui tata bahasa yang baik akan mendorong kemungkinan ketercapaian konsensus peserta PNMHII.

Mengingat posisi penting dari komunike. Terdapat beberapa aspek yang perlu

dipahami secara komprehensif oleh peserta dalam menyusun draft komunike PNMHII XXV:

1. Gagasan substansi dalam draft komunike disusun berdasarkan pertimbangan atas penafsiran situasi riil yang terjadi dalam kebijakan luar negeri Indonesia. 2. Draft Komunike disusun berdasarkan pertimbangan atas dokumen legal yang

berlaku di Indonesia. Contoh: UUD, UU, Peraturan Pemerintah, dsb.

3. Draft Komunike disusun berdasarkan pertimbangan atas yurisdiksi legal perjanjian internasional yang mengikat Indonesia.

4. Draft Komunike harus mampu merumuskan secara jelas langkah operasional atas pilihan sikap yang diajukan.

5. Draft Komunike mampu menjelaskan secara jelas rumusan teknis, gambaran yang lebih detail atas suatu sikap/ide/solusi yang diajukan. Poin ini memiliki relasi yang kuat dengan poin 2 dan 3 diatas. Apakah rumusan teknis-gamabaran detail tersebut bertentangan dengan instrumen legal nasional maupun internasional yang sedang berlaku.

Contoh: Delegasi mengajukan gagasan pembentukan organisasi X sebagai solusi menyelesaikan permasalahan People Smuggling ke Australia. Akan tetapi, ternyata asas pendirian organisasi X ini bertentangan dengan UU no.12 thn. 2012 dan kovenan HAM PBB yang diratifikasi Indonesia. (Tidak

diperbolehkan diajukan sebagai draft komunike)

6. Sikap dan gagasan yang diajukan dalam draft komunike harus memberikan penjelasan secara komprehensif mengenai alasan pertimbangan, mengapa

(8)

mendorong suatu kebijakan tertentu, mengapa kebijakan yang diajukan tersebut urgent untuk dilaksanakan dsb.

AMANDEMEN

Mengenai perubahan substansi maupun tata bahasa draf komunike yang disebut dengan amandemen. Terdapat dua jenis amandemen yang juga telah disebutkan dalam aturan prosedural:

1) Amandemen Non Substansial; Koreksi atas tata bahasa, ejaan, atau kesalahan format penulisan akan diadopsi tanpa voting oleh majelis, dengan persetujuan dari pimpinan.

2) Amandemen Substansial; perubahan sehubungan dengan substansi/definisi dari komunike harus disetujui secara keseluruhan oleh anggota sidang.

Pada saat hari H pelaksanaan PNMHII, draf Komunike dapat diamandemen sesuai dengan masukan-masukan yang diterima, terutama dari hasil diskusi yang terjadi pada masing-masing group discussion. Ataupun hasil masukan konstruktif dari delegasi(peserta) lainnya. Pasca pelaksanaan group discussion. Masing-masing perwakilan group discussion akan mempresentasikan draft final komunike. Untuk kemudian sekali lagi mengalami proses kompilasi dan amandemen terakhir pada sidang pleno bersama(sidang forum). Hasil kompilasi draft komunike pasca sidang pleno bersama akan dirilis oleh anggota FKMHII peserta PNMHII XXV sebagai komunike JSF mahasiswa HI se-Indonesia.

(9)

IV. CONTOH KOMUNIKE JOINT STATEMENT FORUM CONTOH SATU:

DISEC

Draf Resolusi 1

Topik: Perlucutan Senjata Negara

Memperhatikan kebutuhan dari perlucutan senjata yang mungkin saja terjadi.

Mengungkapkan keprihatinan atas proliferasi persenjataan nuklir, biologi, kimia, dan radiologis yang sangat cepat

Memperhatikan kebutuhan atas suatu kebijakan perlucutan senjata yang koheren untuk PBB. Menyadari adanya kebutuhan atas suatu kebijakan perlucutan senjata yang koheren untuk PBB.

Dipandu oleh prinsip dari piagam PBB dan prinsip kedaulatan negara yang diekspresikan didalamnya

Memperhatikan kebutuhan untuk dukungan PBB pada kondisi pasca-konflik suatu negara. Mengakui keberadaan dari negara-negara non compliant pada rezim perlucutan senjata Internasional dan ancaman terhadap keamanan internasional.

Mendukung dengan kuat resolusi PBB 1540 dan kerangka kerjanya untuk penguatan peran UNSC dalam menciptakan langkah-langkah kriminalisasi pada proliferasi persenjataan non konvensional CBRN dan misil balistik.

Menekankan penerapan peraturan IAEA untuk perlindungan melawan terorisme nuklir melalui langkah-langkah yang ditujukan guna meningkatkan keamanan dan keselamatan sumber-sumber radioaktif.

Dipandu oleh Treaty of Non Proliferation Nuclear Weapon melalui Konferensi Review NPT 2005, yang menjamin kepatuhan dengan kewajiban non proliferasi, menghindari

penyalahgunaan energi nuklir yang bertujuan damai untuk kepentingan militer, dan mempromosikan perlucutan senjata nuklir sejalan dengan konferensi NPT 2000.

Mengakui bahwa opsi militer harus digunakan ketika semua opsi lainnya gagal dan ketika kurangnya penggunaaan kekuatan militer justru akan menyebabkan kerugian hilangnya nyawa yang lebih besar.

1. Memutuskan bahwa suatu negara akan dianggap sebagai concern dari resolusi ini apabila:

1.1 Diperkirakan oleh Dewan Keamanan melakukan pelanggaran dari perjanjian perlucutan senjata internasional pada NPT, CCW, CWG, BWC, ABM, MBT, atau CTBT

1.2 Diperkirakan oleh Dewan Keamanan memiliki senjata nuklir, biologi, kimia, ataupun radiologis dan menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan

(10)

1.3 Dewan Keamanan menduga adanya persenjataan senjata terhadap aktor negara ataupun non-negara yang melanggar perjanjian internasional.

2. Menganjurkan negara anggota untuk mendorong negara lainnya. Bukan hanya negara yang menjadi concern, akan tetapi negara yang belum berpartisipasi dalam CWC, BWC, NPT, CCW untuk meratifikasi perjanjian tersebut.

3. Merekomendasikan dimasukkanya negara non penandatangan NPT Talks Mei dan berusaha melibatkan mereka sebagai pihak yang signifikan.

4. Mendorong pembicaraan regional dan multilateral dalam rangka melucuti semua pemilik baru dari WMD.

5. Memutuskan bahwa negara yang menjadi concern dianggap telah mematuhi

guidelines PBB apabila:

5.1 Berkomitmen untuk melakukan perlucutan senjata dan mematuhi semua perjanjian perlucutan senjata yang relevan dan resolusi Dewan Keamanan

5.2 Mengizinkan badan yang representatif dari PBB untuk memverikasi komitmen ini. Termasuk akses terhadap situs-situs yang diperkirakan memiliki kemampuan persenjataan nuklir.

5.3 Memenuhi kriteria lain sebagaimana yang nantinya disyaratkan oleh Dewan Keamanan melihat situasi yang berkembang.

6. Merekomendasikan bahwa kepatuhan ditentukan oleh inspektur sesuai dengan peraturan atau resolusi yang dilanggar. Seperti Inspektor dari IAEA, Pusat perlucutan senjata regional OPCW, atau inspeksi dari misi spesifik yang dibuat sesuai kebutuhan oleh Dewan Keamanan.

7. Merekomendasikan bahwa apabila suatu negara melakukan tindakan ketidakpatuhan (non-compliant). Dewan Keamanan akan menggunakan informasi yang disediakan oleh negara, inspektor, dan ahli lainnya untuk menentukan apakah negara tersebut bersifat:

7.1 Immediate Threat; Negara yang bertindak non compliant dan memperlihatkan ancaman yang bersifat nyata dan segera pada perdamaian dan keamanan

internasional

7.2 Imminent threat; Negara yang bertindak non compliant dan akan segera memperlihatkan ancaman pada perdamaian dan keamanan internasional. 7.3 Potential threat; Negara yang bertindak non compliant, akan tetapi tidak memperlihatkan ancaman langsung terhadap perdamaian dan keamanan internasional.

8. Mendorong pelaksanaan tindakan dalam kasus immediate threat, komunitas internnasional melakukan langkah sebagai berikut:

(11)

8.2 Terlibat dalam pembicaraan multilateral dengan memberi penekanan pada organisasi regional.

8.3 Menjatuhkan opsi sanksi ekonomi

8.4 Menjatuhkan sanksi diplomasi, seperti pengusiran diplomat dan penolakan visa diplomatik.

9. Merekomendaasikan setelah empat bulan Dewan Keamanan meninjau efektivitas tindakan dan menentukan langkah aksi selanjutnya.

10.Mendorong pelaksanaan tindakan dalam kasus imminent threat:

10.1 PBB harus mensponsori pembicaraan darurat yang bersifat multilateral antara negara yang menjadi concern dengan negara-negara lain yang terlibat.

10. Apabila pembicaraan diatas mengalami kegagalan, Dewan Keamanan harus membentuk sanksi pada negara anggota yang melakukan aktivitas perdagangan ekspor impor teknologi sensitif kepada negara yang menjadi concern. Dan hal ini harus didiskusikan setiap enam bulan sampai dengan Dewan Keamanan menyatakan bahwa embargo senjata dan kontrol impor/ekspor tidak efektif

10.3 Apabila pola yang diterapkan diatas tidak efektif. Dewan Keamanan membentuk rezim sanksi eonomi terhadap negara yang menjadi concern dengan mentarget semua macam jenis barang. Dengan tetap memastikan barang

kemanusiaan dan kebutuhan dasar dapat mencapai negara tersebut melalui NGO. 10.4 Dewan Keamanan harus mengutuk negara yang melakukan tindakan

pelanggaran atas hukum dan keamanan international.

10.5 Apabila semua opsi diatas mencapai kegagalan, maka negara tersebut harus diputuskan sebagai immediate threat.

11.Merekomendasikan dalam kasus ancaman jangka panjang (potential threats) melakukan langkah tindakan berikut:

11.1 Serangkaian pembicaraan level regional yang dievaluasi ulang setiap enam bulan sekali oleh Dewan Keamanan untuk ditentukan keefektifannya.

11.2 Serangkaian pembicaraan level multilateral dengan melibatkan semua pihak negara yang terlibat, dimulai dengan melihat aspek kebutuhan Dewan Keamanan. 11.3 Kecaman politik terhadap semua negara yang mengambil sikap non compliant. 11.4 Pemeriksaan kembali atas tekanan politik dan sanksi yang diterapkan.

11.5 Apabila opsi diatas gagal mencapai tujuan, maka status negara concern berubah menjadi imminent threat.

12. Menganjurkan bahwa PBB, dalam kasus dimana aksi militer menerima mandat dari Dewan Keamanan harus melakukan langkah tindakan berikut:

(12)

12.1 Menempatkan kekuatan pasukan multinasional yang terdiri dari kontingen negara yang berminat dan mampu melakukan tindakan perlucutan senjata negara yang menjadi concern. Dengan dibawah mandat Dewan Keamanan.

12.2 Tujuan dan Metode utama pasukan Multinasional adalah untuk memusnahkan situs kunci dan menggunakan Close Air Support atau metode presisi target.

12.3 Perhatian khusus harus diberikan untuk memastikan bahwa kerusakan dan korban jiwa pihak sipil dapt diminimalisir

12.4 Untuk mlegitimasi bahwa kekuatan multinasional bukanlah kelompok

invasi.Setelah perlucutan senjata pasukan multinasional harus ditarik dari area ketika Dewan Keamanan menganggap hal tersebut perlu. Kekuatan kecil pasukan

multinasional yang bertugas mengembalikan stabilitas mungkin akan bertahan dibawah diskresi Dewan Keamanan.

12.5 Pasca proses aksi militer, PBB akan mensponsori upaya rekonstruksi di negara yang menjadi concern. Dan akan secara simultan mengangkat bentuk sanksi

ekonomi maupun politik. Agensi PBB seperti UNICEF, UNDP, dan NGO seperti Palang Merah Internasional dan Oxfam harus didorong untuk membangun ulang infrastruktur yang mengalami kerusakan dan menyediakan bantuan kemanusiaan yang dibutuhkan.

12.6 Mengenai kasus pelemahan stabilitas politik negara yang menjadi concern resolusi ini sebagai dampak dari terjadinya intervensi militer. PBB dibawah diskresi Dewan Keamanan harus menyediakan segala bentuk bantuan yang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi dan pemerintahan yang stabil. Hal ini sejalan dengan prinsip yang termaktub dalam piagam PBB.

13. Mendukung pemanfaatan dari organisasi regional untuk bekerja sama dengan PBB, IAEA, serta badan-badan lain yang relevan untuk berusaha mencari solusi

penyelesaian masalah, dengan penekanan khusus pada implikasi regional yang terjadi seperti:

13.1 Definisi terkait perlucutan senjata seperti: a. Rogue State

b. Non Compliance

c. Terminologi senjata spesifik

d. Insentif ekonomi terkkait perlucutan senjata e. Insentif Keamanan terkait perlucutan senjata f. Arsenal Nuklir

g. Zona bebas Senjata Nuklir h. Persenjataan Konvensional i. Persenjataan Biologi

j. Kepatuhan terhadap konvensi dan resolusi perlucutan senjata PBB yang relevan

k. Hubungan dengan organisasi inisiatif perlucutan senjata regional lainnya

l. Hal lain yang dianggap relevan oleh organisasi regional masing-masing

(13)

m. Pembentukan pusat perlucutan senjata regional yang terdiri dari ahli perlucutan senjata. Yang akan salaing berbagi informasi, memberikan konsultasi, dan memantau kemajuan dari perlucutan senjata di regional tersebut

14. Mendesak badan-badan PBB seperti UNESCO untuk mempromosikan nilai-nilai dari perlucutan senjata melalui program pendidikan di regional-regional yang berbahaya.

(14)

CONTOH DUA:

The G20 Labour and Employment and Finance Ministers' Communiqué Moscow, July 19, 2013

1.Kami, menteri tenaga kerja dan ketenagakerjaan G20 dan menteri keuangan G20, bertemu di Moskow pada 19 Juli 2013 untuk mendiskusikan strategi dalam rangka mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang melalui penyediaan pekerjaan yang berkualitas, serta peningkatan produktivitas;

2. Meskipun risiko penurunan ekonomi telah mereda sejak tahun lalu, namun pertumbuhan ekonomi masih terlalu lemah bagi negara-negara G20 dalam meningkatkan kuantitas pekerjaan dan mengurangi pengangguran/kekurangan pekerjaan (underemployment), serta pertumbuhan global memperkirakan potensi pertumbuhan ekonomi sedang. Menyediakan pekerjaan yang berkualitas bagi masyarakat merupakan agenda utama kami. Beberapa negara G20 menghadapi tingkat pengangguran yang tinggi, khususnya diantara para pemuda, dan pihak-pihak lemah lainnya. Dalam banyak negara, tingkat pengangguran didorong oleh faktor siklis, namun bahkan di negara-negara dengan tingkat penggangguran yang rendah, ketenagakerjaan informal (informal employment) dan produktivitas yang lemah masih menjadi isu yang krusial. Sebagai hasilnya, semua ekonomi G20 tengah menghadapi tantangan dalam bentuk produktivitas, pekerjaan, kemampuan, pelatihan, kondisi pekerjaan, dan standar hidup.

3. Para pemimpin kami telah bersatu dalam mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan pekerjaan yang berkualitas dan produktif. Kebijakan-kebijakan makroekonomi yang terkalibrasi/tersesuaikan, keuangan publik yang berkelanjutan, reformasi struktural yang pro-pertumbuhan ekonomi, dan regulasi-regulasi yang dapat dipercaya menjadi sangat esensial dalam mencapai tujuan tersebut. Kami telah mengambil beberapa tindakan, baik jangka waktu dekat maupun jauh, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan memperkuat stabilitas finansial, dalam rangka untuk mengembangkan penyediaan pekerjaan dengan kualitas tinggi dan kesempatan bagi masyarakat kami. Kami akan meningkatkan usaha kami untuk mencapai taraf ketenagakerjaan yang tinggi (high employment), dan sebuah penurunan gradual pada ptingkat pengangguran dan kekuarangan pekerjaan (underemployment).

4. Kami mengakui bahwa pengembangan investasi pada pekerjaan-pekerjaan yang berkualitas dengan rasa hormat yang tinggi pada ‘Prinsip-Prinsip Fundamental dan Hak Bekerja’ sangat penting, karena hal ini berperan besar pada pertumbuhan ekonomi yang stabil, pengembangan inklusi sosial, dan pengurangan kemiskinan. Kami juga mengakui pentingnya peran dialog sosial dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut dalam kondisi nasional.

5. Kami berkomitmen untuk memperkuat usaha kami dalam membidik investasi pada program-program ketenagakerjaan, pembelajaran sepanjang hidup (life-long learning) dan program aktivasi tenaga kerja yang meningkatkan ketenagakerjaan pemuda, menyelesaikan permasalahan pekerja yang menganggur, dan membantu meningkatkan partisipasi kelompok angkatan kerja yang akan berhadapan dengan rintangan tenaga kerja pasar spesifik. Langkah-langkah yang diambil harus dikombinasikan dengan kebijakan makroekonomi yang tepat dan kebijakan tenaga kerja dalam menjamin pekerjaan yang pantas, dan peningkatan produktivitas. Kami juga berkomitmen untuk mengimplementasikan kebijakan yang dapat

(15)

memperkuat inovasi, meningkatkan perbekalan kemampuan (skill supply), memperbaiki mobilitas tenaga kerja pasar, dan mengurangi informalitas.

6. Kebijakan publik yang terkoordinasi dan terintegrasi sangat penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang, dan memulihkan kepercayaan diri dalam perekonomian global. Kami mendukung secara penuh usaha-usaha yang telah dilakukan untuk menemukan keseimbangan yang tepat diantara permintaan dan penawaran tenaga kerja, serta mennjamin proteksi sosial yang cukup melalui paket kebijakan yang komprehensif dan koheren. Mengingat relevansi yang tinggi antara investasi jangka panjang dan ketenagakerjaan, maka kami mendukung langkah-langkah untuk menyediakan akses yang lebih baik bagi aktor-aktor keuangan, yakni perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah, yang disesuaikan dengan kemampuan masing-masing negara.

7. Kami akan menjaga lingkungan makroekonomi yang suportif, dalam bentuk penyediaan pekerjaan yang kondusif, investasi, dan pengembangan bisnis, sehingga sektor privat dapat memainkan perannya sebagai supir ketenagakerjaan (a driver of employment) dan pertumbuhan ekonomi. Rintangan utama yang memengaruhi pertumbuhan sektor privat berbeda pada setiap negara, namun dapat dihubungkan dengan beberapa faktor, seperti iklim investasi, akses finansial, infrastruktur, teknologi baru, dan kemampuan (skill). Kami menegaskan kembali peran penting dari pemerintahan kami dalam memformulasikan kebijakan yang terintegrasi sehingga dapat mengatur iklim lingkungan bagi para tenaga kerja untuk bekerja secara efektif dan lebih dinamis.

8. Perbedaan keadaan negara, secara tidak dapat dihindari, dapat berarti bahwa sebuah campuran kebijakan yang tepat dan dapat disesuaikan dengan kondisi negara tersebut secara spesifik menjadi sangat penting, dan tidak terdapat satu jawaban tunggal tentang bagaimana cara terbaik untuk mempromosikan pertumbuhan ekonomi dan pekerjaan. Meskipun demikian, kami setuju bahwa pada level yang lebih luas, kebijakan-kebijakan berikut menjadi prioritas utama bagi kami dalam rangak meningkatakan pertumbuhan ekonomi di negara kami:

8.1. Kebijakan makroekonomi yang terintegrasi, kebijakan finasial, dan kebijakan tenaga kerja pasar yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan tingkat ketenagakerjaan;

8.2 Memperkuat iklim investasi dometik dan bisnis yang dapat dipercaya, khususnya bagi perusahaan-perusahaan skala kecil, pemula, dan venture business;

8.3. Menyalurkan reformasi untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan penyediaan pekerjaan, menyelesaikan segmentasi tenaga kerja pasar, mengurangi informalitas, dan mempromosikan pasar tenaga keja inklusif, serta pada saat yang bersamaan menghargai secara penuh hak dan proteksi sosial pekerja;

8.4. Mengimplementasikan kebijakan-kebijakan untuk meningktakan partisipasi angkatan tenaga kerja, termasuk diantaranya adalah pemuda, wanita, pekerja lanjut usia, dan orang-orang penyandang cacat, juga mengurangi pengangguran struktural, pengangguran sepanjang hidup, kekuarangan pekerjaan (underemployment), dan informalitas pekerjaan;

8.5 Mengimplementasikan kebijakan tenaga kerja pasar dan investasi sosial yang dapat menyokong permintaan agregat dan mengurangi inekualitas/ketidaksamaan, seperti peningkatan produktivitas, proteksi sosial bertaget, penetapan upah minimum pekerja dengan

(16)

menghargai sistem upah nasional, pengaturan dagang kolektif nasional, dan kebijakan-kebijakan lainnya dalam memperkuat hubungan antara produktivitas, upah, dan ketenagakerjaan;

8.6. Mempromosikan program aktivasi tenaga kerja upah efektif dan efisien, yang berfokus pada peningkatan dan pelatihan kemampuan, khususnya bagi kelompok-kelompok masyarakat yang lemah, dan memperkuat ketengakerjaan pemuda, termasuk dengan pendekatan garansi pemuda, mempromosikan pelatihan kejuruan dan magang, dan memfasilitasi pertukaran parktek-praktek terbaik diantara negara-negara G20 dan partner sosial dalam kebijakan aktivasinya.

9. Kami memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai produktivitas yang lebih tinggi dan memperbaiki standar hidup melalui kebijakan makroekonomi dan tenaga kerja pasar iyang tepat. Investasi pada sumber daya manusia dan proteksi sosial yang cukup menjadi satu agenda setral kami. Kami juga mengakui pentingnya dalam membangun landasan proteksi sosial secara nasional dan pemodernisasian sistem proteksi sosial untuk meningkatkan cakupan, efektivitas, efisiensi, kecukupan, dan kelanjutan mereka. Kebiajakan proteksi sosial kami harus mengintensifkan pada pekerjaan bagi mereka yang mampu, mendukung mereka untuk menemukan dan tinggal pada tingkat ketenagakerjaan tersebut.

10. Kami akan berjuang untuk menjamin komitmen masa depan kami dalam menyediakan pertumbuhan eknomi yang kuat, berkelanjutan, dans seimbang akan terefleksi pada pandangan bersama kami mengenai kebijakan-kebijakan ketengakerjaan, tenga kerja, dan sosial, dan juga kebutuhan untuk mengintegrasikannya dengan kebijakan makroekonomi kami dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Akhirnya, kami akan memperkuat kerjasama kami untuk menjamin konsistensi diantara kebijakan-kebijakan ini.

Referensi

Dokumen terkait

B PELAYANAN JASA INPUT PRODUKSI PELAYANAN JASA TEKNOLOGI USAHA IKAN PELAYANAN JASA BISNIS INDUSTRI PERIKANAN PELAYANAN JASA PEMASARAN •Saprokan •Alsinkan •Pasca

bahwa dalam rangka menindaklanjuti beberapa ketentuan perubahan pengaturan terkait Perangkat Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2019

Imam Sodikun – 104.14.024 Pusat Latihan Sepak Bola PSSI | 23 Pelaku pada Kelompok Kegiatan dan kebutuhan ruang Publik Bangunan Asrama Putra/Putri terdiri dari : Tamu yang

Perkembangan bioskop di Magelang dimulai pada tahun 1919, masa itu pemerintah Belanda yang berada di Kota Magelang mulai menyusun perencanaan pembangunan gedung bioskop di

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat memberikan dan hidayahnya-Nya, serta memberikan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

Telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk menentukan jenis, kadar dan distribusi logam berat pada cuplikan sedimen serta tumbuhan di Sungai

(a) Peta percepatan di batuan dasar akibat kombinasi ketiga sumber gempa untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 50 tahun di Propinsi Sumatera Barat yang dibuat dalam studi ini,

Selanjutnya yang dilakukan adalah dengan melihat signfikansi antara hubungan varibel dengan dimensi atau sub variabelnya, yang menunjukkan bahwa semua hubungan antar dimensi