• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Performa Chiller Terhadap Kegagalan Ganda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisa Performa Chiller Terhadap Kegagalan Ganda"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Analisa Performa Chiller Terhadap Kegagalan Ganda

Rifki Arief Munandar1; Nofirman2; Prayudi3, Halim Rusjdi4

1 Mahasiswa Program Studi DIII Teknik Mesin 2, 3, 4 Dosen Program Studi Teknik Mesin

1, 2, 3, 4 Institut Teknologi PLN 1 rifkiam.ram@gmail.com

2 nofirman@itpln.ac.id ABSTRACT

Chiller is one source of electricity consumption in buildings. For this reason, keeping the performance of the chiller always at optimum is necessary to limit excessive energy consumption. This paper aims to analyze the performance of the chiller against multiple failures, namely the reduction in condenser and evaporator water that occurs simultaneously (Multiple faults). Secondly, knowing the effectiveness of operating parameters that can detect these multiple failures. In conducting the analysis, we use experimental data conducted by Comstock. The data will be processed and then one variable regression equation will be sought to see the effect of multiple failures on chiller performance and chiller operating parameters to detect multiple failures. From the regression equation for multiple failures we compare it to the normal conditions of the chiller. The results show that for some load ranges, chiller performance drops, while in other ranges chiller performance is better. While the parameters (TCO-TCI) and (TEI-TEO) can detect this multiple failure for the entire load

Keywords: Chiller performance, Chiller faults diagnosis, Chiller FDD ABSTRAK

Chiller merupakan salah satu sumber konsumsi listrik di bangunan. Untuk itu, menjaga kinerja chiller selalu optimum sangat diperlukan untuk membatasi pemakaian energi yang berlebihan. Paper ini bertujuan untuk menganalisa performa chiller terhadap kegagalan ganda yaitu berkurangnya air kondensor dan evaporator yang terjadi secara bersamaan (Multiple faults). Yang kedua, mengetahui efektivitas parameter operasi yang dapat mendeteksi kegagalan ganda tersebut. Dalam melakukan analisa, kami menggunakan data eksperimental yang dilakukan oleh Comstock. Data tersebut akan diolah kemudian akan dicari persamaan regresi satu variable untuk melihat pengaruh kegagalan ganda terhadap performa chiller dan parameter operasi chiller untuk mendeteksi kegagalan ganda. Dari persamaan regresi untuk kegagalan ganda kami bandingkan dengan kondisi normal chiller. Hasil menunjukkan bahwa untuk pada beberapa rentang beban, performa chiller turun, sedangkan pada rentang yang lain performa chiller lebih baik. Sedangkan parameter (TCO-TCI) dan (TEI-TEO) bisa mendeteksi terjadinya kegagalan ganda ini untuk seluruh beban.

(2)

1. PENDAHULUAN

Pada bangunan komersial mesin pendingin berupa chiller membutuhkan konsumsi energi listrik paling besar. Untuk beroperasi, konsumsi energi listrik chiller dapat mencapai 40-50% dari total konsumsi energi listrik pada gedung komersial [1]. Sama seperti peralatan lainnya, kinerja

chiller semakin lama semakin menurun seiring dengan pemakaiannya, penurunan kinerja ini ditandai

dengan semakin meningkatnya konsumsi energi yang dibutuhkan oleh chiller pada pembebanan pendinginan yang sama [2]. Perbaikan kinerja akan membantu penghematan konsumsi energi chiller secara signifikan. Salah satu cara untuk mengembalikan performa dari chiller adalah dengan melakukan tindakan pemeliharaan. Tindakan pemeliharaan yang tepat dapat memperpanjang lifetime dan secara jangka panjang dapat menghemat serta mengendalikan konsumsi daya chiller [2]. Tindakan pemeliharaan yang tepat hanya dapat dilaksanaan jika pemelihara mengetahui apa yang harus dipelihara serta kapan melakukannya.

Ada berbagai kegagalan yang dapat terjadi pada sistem chiller baik berupa kegagalan dari sistem elektrikal, kontrol, instrumentasi, air, refrigeran, alat bantu, dan lain sebagainya. Comstock telah melakukan survey kegagalan pada chiller berdasarkan data sejarah kegagalan yang didapat dari beberapa manufaktur chiller di Amerika Serikat [3]. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk memetakan jenis-jenis kegagalan yang paling sering terjadi serta biaya relatif yang dibutuhkan untuk melaksankan perbaikan pada masing-masing jenis kegagalan tersebut [3].

Berdasarkan survey yang telah Comstock lakukan [3], Comstock membagi kegagalan menjadi dua kategori yaitu hard failure dan soft failure [8]. Kegagalan jenis hard failure lebih ,mudah terdeteksi dikarenakan kegagalan jenis ini menyebabkan chiller berhenti beroperasi atau menghilangkan kemampuan dari chiller untuk menghasilkan air dingin (chilled water) [8]. Salah satu contoh dari hard failure adalah kerusakan pada bagian motor penggerak kompressor yang mengakibatkan sirkulasi refrigeran terhenti yang pada akhirnya menyebabkan proses pendinginan tidak dapat berjalan[8]. Sedangkan soft failure cenderung lebih sulit terdeteksi dikarenakan chiller masih tetap beroprasi walaupun performanya menurun. Contoh dari soft failure diantaranya fouling pada kondensor dan atau kebocoran kecil pada sistem refrigeran yang menyebabkan berkurangnya refrigeran secara perlahan [8] [9].

Dari survey yang telah dilakukan, Comstock selanjutnya menyeleksi kembali soft failure yang didapat pada survey tersebut menjadi delapan jenis kegagalan yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja chiller, delapan jenis kegagalan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 [4] [5].

Tabel 1. Jenis Kegagalan yang Umum Terjadi [4] Dan [5]

No Jenis Kegagalan 1 Berkurangnya air kondensor 2 Berkurangnya air evaporator 3 Kebocoran refigeran 4 Refrigeran berlebihan 5 Minyak pelumas berlebihan

6 Pengotoran pada kondensor (fouling) 7 Non-condensable gas

8 Kerusakan katup ekspansi

Selanjutnya Comstock melakukan kajian ekperimental untuk kedelapan jenis kegagalan tersebut pada chiller berkapasitas 90 Ton Refrigeration (TR) [5].data hasil ekperimen yang didapatkan digunakan sebagai bank data dalam pengembangan dan memvalidasi metode untuk pendeteksian dan diagnosa kegagalan yang terjadi pada chiller, yang dikenal dengan istilah failure

(3)

Data experimen tersebut banyak digunakan oleh para peneliti dalam pengembangan metode FDD. Dari data experimen tersebut Comstock melakukan uji kesensitifan parameter-parameter operasi chiller yang berjumah 13 parameter [4] [6]. Tiga belas parameter tersebut adalah daya kompressor (kW), tekanan kondensor (PRC), temperatur subcooling kondensor (TRC), temperatur

superheat masuk kompressor (Tshsuc), temperatur superheat keluar kompressor (Tshdis),

temperatur approach evaporator (TEA), temperatur approach kondensor (TCA), perbedaan temperatur keluar dan masuk kondensor (TCO-TCI), perbedaan temperatur masuk dan keluar evaporator (TEI-TEO), kinerja chiller (kW/TON), temperatur oli (TO), dan temperatur oli masuk (TOfeed), seperti yang diperlihatkan pada tabel 2. Parameter diatas dievaluasi menggunakan metode regresi 3 vairabel seperti persamaan (1). Tiga variabel yang digunakan sebagai input regresi tersebut adalah temperatur air keluar evaporator (TEO), temperatur air masuk kondensor, dan beban evaporator dalam ton refrigeration (TR) yang selanjutnya disebut sebagai EvapTons. Sedangkan y adalah parameter operasi yang akan dicari. Parameter operasi yang ingindicari dengan persamaan (1) bisa dilihat pada tabel 2. Untuk keterangan lokasi pengukuran parameter operasi chiller dapat dilihat pada gambar 1.

𝑦 = 𝑎0+ 𝑎1∙ 𝑇𝐸𝑂 + 𝑎2∙ 𝑇𝐶𝐼 + 𝑎3∙ 𝐸𝑣𝑎𝑝𝑇𝑜𝑛𝑠 + 𝑎4∙ 𝑇𝐸𝑂 ∙ 𝐸𝑣𝑎𝑝𝑇𝑜𝑛𝑠 + 𝑎5∙ 𝑇𝐶𝐼 ∙

𝐸𝑣𝑎𝑝𝑇𝑜𝑛𝑠 + 𝑎6∙ 𝐸𝑣𝑎𝑝𝑇𝑜𝑛𝑠2 (1)

Dengan ketiga input tersebut, regresi untuk mencari nilai dari varibel y dapat dilakukan. Hasil regresi digunakan untuk meluhat pengaruh dari masing parameter operasi terhadap masing-masing parameter dari jenis kegagalan dan tingkat kegagalan.

Gambar 1. Posisi Alat Ukur pada Sistem Chiller

Pada penelitian sebelumnya (Pengaruh masing-masing jenis kegagalan terhadap 13 parameter operasi. Untuk pengaruh berkurangnya debit air kondensor terhadap perbedaan temperatur air kondensor (TCO-TCI)) konstanta hasil regresi tersebut dihitung kembali masing masing jenis kegagalan dan dibuatkan grafiknya (gambar 2) dengan input temperatur air keluar evaporator (TEO) dengan suhu 45oF, temperatur air masuk dengan suhu 65oF kemudian dengan cara yang sama nilai variablenya divariasikan menjadi 75oF dan 85 oF untuk TCI sedangakan TCO tetap. Dari hasil tersebut dibuatlah grafik yang dapat dilihat pada gambar 2

Kecenderungan perubahan nilai yang terjadi pada masing-masing parameter operasi terhadap masing-masing jenis kegagalan yang terjadi dapat dilihat pada tabel 2 dengan tanda panah berjumlah 1, 2, atau 3 buah sebagai indikator kecenderungan kenaikan atau penurunan nilai variabel

(4)

masing-masing paarameter opeasi, sedangkan simbol titik mengambarkan tidak adanya perubahan nilai variable atau perubahan nilai yang berarti (relatif konstan). Dari hasil tersebut Comstock membuat pedomen untuk aplikasi ruled-based diagnostician (RBD) yang dapat dilihat pada tabel 2.

Gambar 2. Deviasi Perbedaan Temperatur Air Kondensor Akibat Berkurangnya Debit Air Kondensor Tabel 2. Pedoman Untuk Aplikasi RBD [4]

Pada aplikasi lapangan, metode regresi tiga variabel ini memiliki kekurangan yaitu nilai dari TEO dan TCI ditentukan terlebih dahulu dan bukan berasal dari data operasi nyata seperti yang ditunjukan pada gambar 2, meskipun pada kenyataanya nilai dari variabel TEO dan TCI sangat bervariasi. Metode regresi tiga variabel ini juga relatif sulit untuk diaplikasikan khususnya untuk aplikasi secara manual, hal ini berhubungan pada latar belakang pendidikan dari operator chiller kebanyakan adalah SMK sederajat. Sedangkan kelebihan dari metode regresi tiga variabel ini adalah dapat lebih akurat dalam memprediksi masing masing nilai dari variabel parameter operasi berdasarkan nilai R2 (coefficient of determination) yang didapatkan.

Dengan pertimbangan kekurangan tersebut, Nofirman dan kawan-kawan [7] mengaplikasikan metode regresi satu variabel pada RBD pada data yang sama dengan yang Comstock gunakan karena proses pengaplikasiannya yang lebih sederhana serta lebih mudah untuk diajarkan pada operator / pengguna chiller. Dari perbandingan nilai korelasi, metode regresi tiga variabel yang digagas

(5)

Comstock dengan metode satu variabel yang digagas Nofirman didapati bahwa nilai korelasi kedua metode tersebut tidak jauh berbeda kecuali pada parameter temperatur oli (TO) dan temperatur approach kondensor. (TCA) Perbandingan nilai korelasi pada tiap kegagalan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan Nilai Korelasi Untuk Kegagalan

Parameter operasi Korelasi (R) Regresi 1 variabel Korelasi (R) Regresi 3 Variabel TCO-TCI 0,9686 0,9996 TEO-TEI 0,9994 0,9999 TRC 0,9895 0,9869 TRC 0,9742 0,9919 TO 0,7176 0,9910 TCA 0,9772 0,9929 TCA 0,9909 0,9948 TCA 0,4959 0,9936

Karena nilai dari korelasi yang tidak berbeda jauh maka analisa performa dari chiller dapat dilakukan dengan metode regresi satu variabel, analisa performa dilakukan berdasarkan data yang didapatkan oleh Comstock pada chiller dengan spesifikasi 90 Ton Refrigeration (TR) pada kondisi kegagalan ganda.

Beberapa penelitian pernah dilakukan untuk kegagalan ganda yang lebih dari dua tipe kegagalan yang terjadi secara bersamaan, seperti yang dilakukan oleh Zhao [9] [11] [12], dan Han[10].

Untuk kegagalan ganda, analisa yang pernah dilakukan adalah menggunakan regresi tiga variabel, sedangkan analisa menggunakan regresi satu variable belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, paper ini akan menggunakan regresi satu variable untuk analisa pengaruh kegagalan ganda terhadap performa chiller, dan parameter operasi yang dapat digunakan sebagai FDD untuk kegagalan ganda ini.

2. METODE/PERANCANGAN PENELITIAN

Langkah pertama yang harus dilakukan pada penelitian ini adalah pemilihan parameter yang akan dilihat hubungannya dengan performa pada chiller, parameter yang dilihat pada penelitian ini adalah pada perbedaan temperatur keluar dan masuk kondensor (TCO-TCI), perbedaan temperatur masuk dan keluar evaporator (TEI-TEO), dan temperatur subcooling kondensor (TRC) terhadap kinerja chiller (kW/TON) serta coeficient of performance (COP).

Untuk mencari persamaanya dengan menggunakan Microsoft Excell salah satunya dapat dilakukan dengan cara berikut:

1. Kita anggap “y” adalah variabel bebas yang akan dicari hubungannya dengan variabel terikat, misalnya perbedaan temperatur masuk dan keluar evaporator yang tertera pada data eksperimen Comstock (TEI-TEO) (sumbu y).

2. Gunakan nilai variabel beban evaporator (EvapTons) yang tertera pada data eksperimen Comstock sebagai variabel terikat (sumbu x).

3. Buatlah grafik scatter dari kedua variabel tersebut. 4. Pada menu quick layout pilih layout 9.

5. Pada menu trendline option pastikan centang “display equation on chart” dan “display

(6)

6. Pilih salah satu jenis trendline (exponential, linear, logarithmic, polynominal, atau

power), pilihlah trendline yang memiliki nilai R2 paling besar.

7. Lakukan metode tersebut pada data normal chiller dan data kegagalan ganda.

8. Hitung persamaan yang didapat, isi variabel “x” pada persamaan dengan beban evaporasi yang akan dicari.

9. Dari hasil perhitungan persamaan yang didapat buatlah grafik untuk membandingkan kedua hasil perhitungan terhadap beban evaporasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk melihat bagaimana performa chiller pada kondisi normal dan pada keadaan kegagalan ganda maka dibuatlah grafik beban evaporasi terhadap kinerja chiller (kW/TON) (gambar 3) dan grafik beban evaporasi terhadap coeficient of performance (COP) (gambar 4). Kegagalan ganda yang dihadapi pada percobaan ini adalah berkurangnya flowrate air pada sisi kondensor dan sisi evaporator, maka bisa dilihat pada gambar 3 dan 4 adanya penurunan konsumsi daya per ton evaporasi dan kenaikan performa pada kegagalan ganda(berkurangnya flowrate air pada sisi kondensor dan sisi evaporator).

Tabel 4. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Parameter Kegagalan Terhadap Beban Evaporasi

Parameter Normal Multi Faults kW/TON 0,789 0,8225

COP 0,752 0,798

TEI-TEO 1 1

TCO-TCI 0,998 0,9965

TRC 0,974 0,9449

Gambar 3. Beban Evap Terhadap kW/Ton

0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 kW /T o n

Evaporator Load (Ton)

Normal 2 Multi Faults

(7)

Gambar 4. Beban Evap Terhadap COP

Dari gambar 3 dan 4 kita dapat mengindikasikan bahwa kinerja optimum dari sebuah chiller tidak selalu pada kondisi normalnya, pada nilai beban evaporasi tertentu konsumsi daya per ton evaporasi dari kondensor justru menurun saat flowrate dari kondensor dan evaporator dikurangi lalu konsumsi daya per ton evaporasi kembali naik saat mendekati beban evaporasi maksimumnya.

Gambar 5. Beban Evap Terhadap TEI-TEO

Gambar 6.Beban Evap Terhadap TCO-TCI

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TE I-TE O (° C)

Evaporator Load (Ton)

Normal 2 Multi Faults 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 COP

Evaporator Load (Ton)

Normal 2 Multi Faults 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TCO -T CI (° C)

Evaporator Load (Ton)

Normal 2 Multi Faults

(8)

Gambar 7.Beban Evap Terhadap TRC

Untuk parameter perbedaan suhu evaporator, perbedaan suhu kondensor, dan temperatur

subcooling kondensor trend data yang didapat cenderung “normal” dengan nilai suhu pada

kegagalan ganda selalu lebih panas jika dibandingkan dengan keadaan normalnya. 4. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan grafik yang didapatkan dari metode regresi satu variabel, performa optimum

chiller tidak selalu pada kondisi normalnya, melainkan pada rentang pembebanan evaporasi tertentu

justru pengurangan debit air kondensor dan evaporator mampu meningkatkan kinerja chiller, hal ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan penghematan pada gedung yang menggunakan chiller tetapi tidak selalu dalam keadaan maksimumnya seperti hotel, apartemen, dan lain sebagainya. hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut dikarenakan nilai dari koeisien determinasi pada parameter kinerja dan performa relatif tidak besar, tidak seperti parameter lain yang bernilai 0,9 lebih. Kemudian parameter operasi seperti (TCO-TCI), (TEI-TEO), dan TRC mampu mendeteksi kegagalan ganda dari persamaan regresi satu variabel.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. R. Saidur, M. Hasanuzzaman, T.M.I. Mahlia, N.A. Rahim, H.A. Mohammed.(2011) “Chillers energy consumption, energy savings and emission analysis in an institutional buildings”.Energy,Volume 36, Issue 8.

[2]. Firdaus, Nofirman. Prasetyo, Bambang Teguh. Luciana, Thomas. (2016).” Chiller: Performance Deterioration and Maintenance”. Energy Engineering, 113:4, 55-80

[3]. Comstock, MC. Braun, James E. Groll, EA. (2002). “ A Survey of common faults for chillers”. ASHRAE Transaction, 108, pp 819.

[4]. Mathew C. Comstock. James E. Braun. EA, Groll (2001).”The Sensitivity of Chiller Performance to CommonFaults”. HVAC&R Research, 7:3, 263-279

[5]. Mathew C. Comstock. James E. Braun. (1999). “Experimental data from fault detection and diagnostic studies on a centrifugal chiller”. ASHRAE Research project 1043-RP. HL 99-18, Report #4036-1

[6]. Mathew C. Comstock. James E. Braun. (1999). “Development of analysis tools for the evaluation of faults detection and diagnostics for chillers”. ASHRAE Research project 1043-RP. HL 99-20,Report #4036-3

[7]. Firdaus, Nofirman. Prasetyo, Bambang Teguh. Rasyid, Yusuf. Hidayatullah, Maha. (2018). “ Diagnosi kegagalan chiller menggunakan analisa parameter operasi”. M.P.I. Vol.12, No 2, 67-78. -20.00 -15.00 -10.00 -5.00 0.00 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 TRC ( °C)

Evaporator Load (Ton)

Normal 2 Multi Faults

(9)

[8]. Saththasivam, J.,Ng, K.C. (2008). “Predictive and diagnostic methods for centrifugal chillers”. ASHRAE Transactions 114 PART 1 : 282-287

[9]. Zhao, Xinzhi, (2015).” Lab test of three fault detection and diagnostic methods’ capability of diagnosing multiple simultaneous faults in chillers”.Energy and buildings:94. 43-51

[10]. Han, Hua. Gu, Bo. Jia Kang, YH. (2011).” Automated FDD of multiple-simultaneous faults (MSF) and the application to building chillers”. Energy and buildings, 43. 2524-2532

[11]. Zhao, Xinzhi, Mo Yang, and Haorong Li.(2011). “Decoupling Features for Fault Detection and Diagnosis on Centrifugal Chillers (1486-RP).” HVAC and R Research 17, no. 1: 86–106. [12]. Zhao, Xinzhi, Mo Yang, and Haorong Li.b(2012). “Development, Evaluation, and Validation of a Robust Virtual Sensing Method for Determining Water Flow Rate in Chillers.” HVAC and R Research 18, no. 5: 874–89

[13]. Wu, Shaomin, Celements-Croome, D. (2007). “ Ratio of operating and maintenance cost to initial cost of building services systems. Cost engineering, 49:12, 3-30

[14]. Li, Haorong, Daihong Yu, and James E. Braun. “A Review of Virtual Sensing Technology and Application in Building Systems.” HVAC and R Research, 2011.

[15]. Song, Li, Ik Seong Joo, and Gang Wang. “Uncertainty Analysis of a Virtual Water Flow Measurement in Building Energy Consumption Monitoring.” HVAC and R Research 18, no. 5 (2012): 997–1010

Gambar

Gambar 1. Posisi Alat Ukur pada Sistem Chiller
Gambar 2. Deviasi Perbedaan Temperatur Air Kondensor Akibat Berkurangnya Debit Air Kondensor  Tabel 2
Tabel 3. Perbandingan Nilai Korelasi Untuk Kegagalan Parameter  operasi  Korelasi (R)  Regresi 1 variabel  Korelasi (R)  Regresi 3 Variabel  TCO-TCI  0,9686  0,9996  TEO-TEI  0,9994  0,9999  TRC  0,9895  0,9869  TRC  0,9742  0,9919  TO  0,7176  0,9910  TCA
Tabel 4. Nilai Koefisien Determinasi (R2) Parameter Kegagalan Terhadap Beban Evaporasi Parameter  Normal  Multi Faults
+3

Referensi

Dokumen terkait

Kelas S3 : Lahan mempuyai faktor pembatas yang sedang, lebih dari satu faktor dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, faktor pembatas

Dalam pembuatan alat ukur Kepuasan Kerja dan Motivasi berprestasi berdasarkan teori yang digunakan, peneliti juga melakukan diskusi dengan dosen pembimbing untuk

Hasil peramalan ragam untuk bulan Juni 2009, model EGARCH memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan model GARCH jika dilihat dari nilai

Apabila saya terpilih sebagai calon pimpinan Baznas Kabupaten Kuantan Singingi Periode 2021-2026, Surat Pernyataan ini akan dibuktikan dengan Surat Keterangan dari

Melaksanakan dharma pengabdian kepada masyarakat untuk menerapkan nilai-nilai luhur, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan olahraga, dalam rangkapemberdayaan masyarakat..

laevigata memanfaatkan terumbu karang sebagai area untuk mendapatkan makanan yang cukup dari organisme lain yang hidup di sekitar terumbu karang, sehingga tidak jarang

Status Informasi Formal Informasi yang Dikuasai.. Fazhari Irvansyah Sinaga irvansyah_sinaga@apps.ipb.ac.id Permohonan soft copy berkas ijazah dan transkrip nilai.. 300 8 Juli 2020

Media yang digunakan adalah TSA (Tryptic Soy Agar), dibuat dengan cara: 45,7 g serbuk TSA dituangkan ke dalam 1 L aquades mendidih pada labu Erlenmeyer, kemudian