ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
(Studi Kasus Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
Oleh :
NINA PURNAMA SARI A 14105581
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
NINA PURNAMA SARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI.
Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk-produk pangan.
Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Jamur merupakan pangan yang aman untuk dikonsumsi. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain maupun hewan yaitu berkhasiat untuk kesehatan. Keuntungan lain bila dibandingkan antara bahan pangan dan makanan lain dengan beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi adalah nilai gizinya. Protein nabati yang terdapat dalam jamur hampir sebanding atau relatif lebih tinggi dibandingkan protein sayuran, dan memiliki kandungan lemak yang rendah dibandingkan daging sapi demikian juga kalorinya.
Kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” merupakan salah satu kelompok tani yang mengusahakan jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua. Saat ini usahatani jamur tiram putih yang dilakukan kelompok tani tersebut tingkat produktivitasnya rendah. Rendahnya produksi jamur tiram putih berdampak pada pendapatan yang diterima oleh petani. Sebagian besar usaha budidaya jamur tiram putih yang dilakukan petani mengalami keterbatasan dalam hal faktor-faktor produksi. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi usahatani jamur tiram putih adalah bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur, kapas, karet, plastik, cincin paralon, minyak tanah, dan tenaga kerja.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih di daerah penelitian. Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Responden dalam penelitian ini adalah petani yang mengusahakan jamur tiram putih pada kelompok tani ”Kaliwung Kalimuncar” dengan jumlah 30 orang.
Mayoritas petani jamur tiram putih yang ada di kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai mata pencaharian pokok karena dapat menghasilkan pendapatan yang cukup memuaskan, dibandingkan dengan usaha lain seperti dagang dan usahatani lainnya. Usahatani jamur tiram putih ini sudah berkembang sejak tahun 1980. Rata-rata skala usaha pada kelompok tani ini sebanyak 2.000 log per musim tanam.
Pendapatan usahatani jamur tiram putih yang diperoleh petani atas biaya tunai adalah Rp Rp 4.472.095 dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 613.262. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,70 yang artinya untuk setiap rupiah biaya tunai yang dikeluarkan untuk usahatani jamur tiram putih akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,70. Nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,06 yang artinya untuk setiap rupiah biaya total yang dikeluarkan petani jamur tiram putih akan memberikan tambahan penerimaan sebesar Rp 1,06.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, faktor-faktor produksi yang diduga tidak seluruhnya berpengaruh langsung terhadap produksi jamur tiram putih. Penggunaan faktor-faktor produksi bibit (X1), tenaga kerja (X2), kapas (X6), karet (X8), dan minyak tanah (X10) mempunyai korelasi yang tinggi dengan penggunaan faktor produksi serbuk kayu (X3), bekatul (X4), kapur (X5), plastik (X7), dan cincin paralon (X9).
Nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 199,09 signifikan pada taraf nyata satu persen, yang berarti bahwa secara bersama-sama, serbuk kayu (X3), bekatul (X4), kapur (X5), plastik (X7), dan cincin paralon (X9) signifikan terhadap produksi jamur tiram putih. Bibit (X1) dan kapas (X6) tetap diperhitungkan karena setiap peningkatan kedua faktor tersebut dapat meningkatkan produksi jamur tiram putih. Pengujian variabel bebas secara parsial dilakukan dengan uji-t. Hasil ini menunjukkan cincin paralon (X9) berpengaruh pada taraf nyata satu persen, serbuk kayu (X3), kapur (X5), dan plastik (X7) berpengaruh pada taraf nyata lima persen, dan bekatul (X4) berpengaruh nyata pada taraf sepuluh persen.
Nilai koefisien determinasi (R2) diperoleh sebesar 98,4 persen, yang berarti bahwa 98,4 persen variasi produksi jamur tiram putih dapat diterangkan oleh model tersebut yang terdiri dari bibit (X1), serbuk kayu (X3), bekatul (X4), kapur (X5), kapas (X6), plastik (X7), dan cincin paralon (X9), sedangkan sisanya sebesar 1,6 persen diterangkan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
(Studi Kasus Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
Oleh :
NINA PURNAMA SARI A 14105581
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Skripsi : Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor)
Nama : Nina Purnama Sari NRP : A 14105581
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS NIP 131.918.115
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP 131.124.019
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN UNTUK MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU, DAN SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG TELAH DINYATAKAN DALAM NASKAH DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA PADA BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Mei 2008
Nina Purnama Sari
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Oktober 1983 sebagai anak dari Bapak Toyar Sukanda dan Ibu Taty Rukanty. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara.
Penulis memulai pendidikan di SD Negeri Polisi 4 Bogor dan lulus pada tahun 1996. Pendidikan tingkat menengah diselesaikan penulis pada tahun 1999 pada SLTP 2 Bogor. Pendidikan tingkat atas diselesaikan penulis pada tahun 2002 pada SMU Al-Azhar Plus Bogor. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, pada Program Studi Diploma III Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian dan selesai pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Jamur Tiram Putih (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Penelitian ini bertujuan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani jamur tiram putih di kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifanya dapat membangun terutama untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Mei 2008
Nina Purnama Sari
UCAPAN TERIMAKASIH
Syukur Alhamdulillah akhirnya penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Kedua orang tua atas doa, perhatian dan kasih sayang yang tulus serta dukungan moril dan materil yang telah diberikan selama ini.
2. Kakak-kakakku Wulan, Siska, dan Yane yang selalu mendoakan dan memberikan kasih sayangnya.
3. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
4. Ir. Tanti Novianty, MS selaku dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan kritik, saran dan masukan kepada penulis.
5. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama dan Dra. Yusalina, MS sebagai dosen komisi pendidikan atas kritik dan sarannya guna kesempurnaan penelitian ini.
6. Faizal Hadi yang telah mengisi hari-hari penulis selama enam tahun ini serta memberikan dukungan, semangat, dan kasih sayang yang tulus.
7. Kelompok tani ”Kaliwung Kalimuncar” sebagai responden yang telah bersedia memberikan informasi dan data mengenai usahatani jamur tiram putih.
8. Teman-temanku Fristiana M, Nelda Y, Resty D, Novalina P, Ari K, Nusrat N, Santy, Endy S, Rennie C, Zulyan F, dan teman-teman ekstensi MAB lainnya. 9. Semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak
Terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya, semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya, serta membalas segala kebaikannya.
Bogor, Mei 2008
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... . 1
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Kegunaan Penelitian ... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Usaha Jamur di Indonesia ... 7
2.2 Botani Jamur Tiram Putih ... 7
2.3 Budidaya Jamur Tiram Putih ... 8
2.3.1 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih ... 9
2.3.2 Teknik Budidaya ... 9
2.4 Penelitian Terdahulu ... 11
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 14
3.1.1 Fungsi Produksi ... 14
3.1.2 Model Fungsi Produksi ... 17
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 19
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 21
4.2 Jenis dan Sumber Data... 21
4.3 Metode Penarikan Contoh ... 21
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 22
4.4.1 Analisis Fungsi Produksi ... 22
4.4.2 Pengujian Hipotesis ... 26
4.5 Definisi Variabel ... 28
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Keadaan Wilayah Penelitian ... 30
5.2 Gambaran Umum Usahatani Jamur Titam Putih di Desa Tugu Utara ... 31
5.2.1 Pengayakan ... 33 5.2.2 Pencampuran ... 34 5.2.3 Pewadahan ... 34 5.2.4 Sterilisasi ... 34 5.2.5 Inokulasi ... 35 5.2.6 Inkubasi ... 36 5.2.7 Penumbuhan ... 36 5.2.8 Pemanenan ... 38 5.2.9 Tenaga Kerja ... 40
5.3 Karakteristik Petani Responden ... 41
5.3.1 Umur Petani Responden... 41
5.3.2 Tingkat Pendidikan dan Pengalaman Petani Responden .. 42
5.3.3 Alasan Usahatani Jamur Tiram Putih ... 43
5.4 Pendapatan Usahatani ... 44
5.4.1 Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih ... 44
5.4.2 Pendapatan Usahatani Jamur Tiram Putih ... 45
VI. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH 6.1 Analisis Model Fungsi Produksi ... 47
6.2 Analisis Elastisitas Produksi ... 49
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ... 55
7.2 Saran ... 56
DAFTAR PUSTAKA ... 57
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Sayuran Utama di
Indonesia Tahun 2001-2005... 1 2. Nilai Gizi Jamur dan Sayuran dalam 100 gram Bahan... 3 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram Putih di Jawa Tahun 2006 ... 4 4. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per
Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007 ... 5 5. Luas Wilayah Menurut Penggunaannya di Desa Tugu Utara,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Tahun 2006 ... 30 6. Jumlah Fisik dan Harga Satuan Faktor-Faktor Produksi Usahatani
Jamur Tiram Putih Skala Rata-rata 2.000 Log pada Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Tahun 2007 ... 40 7. Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Jamur Tiram Putih Skala 2.000
Log Untuk Satu Musim Tanam pada Kelompok Tani
”Kaliwung Kalimuncar” Tahun 2007 ... 41 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Umur pada Usahatani Jamur
Tiram Putih di Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara Tahun 2007 ... 41 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di
Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara Tahun 2007 ... 42 10. Sebaran Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Jamur
Tiram Putih di Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara Tahun 2007 ... 43 11. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Alasan Berusahatani Jamur
Tiram Putih di Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara Tahun 2007 ... 43 12. Jumlah Biaya-Biaya yang Dikeluarkan Petani Skala 2.000 Log per
Satu Musim Tanam pada Kelompok Tani”Kaliwung Kalimuncar” Tahun 2007 ... 44
13. Rata-Rata Pendapatan Petani Jamur Tiram Putih Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu
Utara Tahun 2007 ... 46 14. Hasil Parameter Penduga Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih
pada Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi ... 17 2. Bagan Kerangka Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani
Jamur Tiram Putih Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar” ... 20 3. Alur Pemasaran Jamur Tiram Putih Kelompok Tani
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 4. Hasil Analisis Regresi Fungsi Produksi Usahatani Jamur
Tiram Putih Setelah Menghilangkan Variabel Bebas
Tenaga Kerja, Karet, dan Minyak Tanah ... 60 5. Data Penggunaan Faktor Produksi Usahatani Jamur Tiram
Putih per Musim Tanam ... 61 6. Produk Jamur Tiram Putih yang Dihasilkan Kelompok Tani
”Kaliwung Kalimuncar” ... 62 7. Alur Proses Budidaya Jamur Tiram Putih ... 63
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada saat ini ditujukan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis memiliki potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk-produk pangan (Tabel 1).
Tabel 1. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Sayuran Utama di Indonesia Tahun 2001- 2005
Tahun Luas Panen (ha) Produktivitas (ton/ha) Produksi (ton) 2001 794.033 8,71 6.919.624 2002 824.361 8,67 7.144.745 2003 913.445 9,39 8.574.870 2004 977.552 9,27 9.059.676 2005 944.695 9,63 9.101.986 Trend Rata-rata (%) 3,6 -1,22 5,86 Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2006
Pada Tabel 1 terlihat bahwa produksi sayuran di Indonesia dari tahun 2001 hingga 2005 menunjukkan peningkatan luas panen dengan trend rata-rata 3,6 persen. Tetapi, pada produktivitas terjadi penurunan dengan trend rata-rata sebesar -1,22, karena produktivitasnya yang rendah.
Meningkatnya kebutuhan sayuran menuntut adanya suatu cara yang mampu menghasilkan sayuran dalam jumlah yang lebih banyak dan dalam waktu yang relatif singkat. Sistem pertanian konvensional yang dicirikan dengan
penggunaan input-input anorganik dan bahan-bahan kimia pertanian dalam proses budidaya ternyata membawa dampak negatif. Akibatnya terjadi masalah baru dalam pertanian sayuran yaitu pencemaran air oleh bahan kimia pertanian, menurunnya kualitas dan produktivitas sayuran, ketergantungan terhadap bahan kimia pertanian, serta gangguan kesehatan yang diakibatkan adanya residu kimia yang terkandung dalam produk sayuran (Dirjen Bina Produksi Holtikultura, 2006).
Penggunaan bahan-bahan kimia (pupuk dan pestisida) memang terbukti dapat melipatgandakan hasil panen produksi pangan dan hortikultura, namun dalam jangka panjang ternyata memberikan dampak negatif seperti menurunkan kesuburan tanah dan merusak lingkungan hidup. Penggunaan pestisida yang berlebihan diperkirakan sebagai salah satu sumber pencemaran lingkungan.
Jamur merupakan salah satu jenis produk hortikultura yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk dapat memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Penggunaan pestisida dalam budidaya jamur relatif sedikit. Oleh karena itu, jamur merupakan pangan yang aman untuk dikonsumsi. Selain itu dengan harga yang relatif murah, maka hampir semua kalangan mampu membelinya. Kebutuhan masyarakat akan pangan yang aman pun dapat terpenuhi.
Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur yang memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan tanaman lain maupun hewan yaitu berkhasiat untuk kesehatan sebagai protein nabati yang tidak mengandung kolesterol, sehingga dapat mencegah timbulnya penyakit darah tinggi, penyakit jantung, mengurangi berat badan, obat diabetes, obat anemia dan sebagai obat anti tumor (Suriawiria, 2006). Keuntungan lain bila dibandingkan antara bahan pangan
dan makanan lain dengan beberapa jenis jamur yang dapat dikonsumsi adalah nilai gizinya. Protein nabati yang terdapat dalam jamur hampir sebanding atau relatif lebih tinggi dibandingkan protein sayuran, dan memiliki kandungan lemak yang rendah dibandingkan daging sapi demikian juga kalorinya.
Tabel 2. Nilai Gizi Jamur dan Sayuran dalam 100 gram Bahan
No. Bahan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Jamur kuping Jamur shitake Jamur tiram Jamur merang Bayam Kacang panjang Kangkung Sawi Tauge Wortel 7.7 17.7 30.4 16.0 3.5 2.7 3.0 2.3 9.0 1.2 0.8 8.0 2.2 0.9 0.5 0.3 0.3 0.3 2.6 0.3 87.6 67.5 57.6 64.5 6.5 7.8 5.4 4.0 6.4 9.3 Sumber : Suriawiria, 2006
Tabel 2 menunjukkan bahwa jamur tiram memiliki kandungan protein relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jamur kuping, jamur shitake, jamur merang, bayam, kacang panjang, kangkung, sawi, tauge, dan wortel. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jamur tiram merupakan bahan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan dalam tubuh.
Daerah sentra produksi jamur tiram putih tersebar di wilayah Indonesia. Jika dilihat dari jumlah produksi maka ada empat propinsi di Indonesia yang merupakan penghasil jamur tiram putih terbanyak. Keempat propinsi tersebut adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta dan Jawa Timur. Data luas panen, produksi, dan produktivitas jamur tiram putih dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jamur Tiram Putih di Jawa Tahun 2006
Propinsi Luas Panen
(Ha) Produktivitas (Ton/Ha) Produksi (Ton)
Jawa Barat 194.91 52.20 10.173.80
Jawa Tengah 15.98 143.00 2285.10
D.I. Yogyakarta 6.09 127.60 777.30
Jawa Timur 80.19 127.60 10.231.61
Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2007
Berdasarkan Tabel 3, Jawa Barat merupakan penghasil jamur tiram putih terbesar dibandingkan dengan Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Salah satu daerah penghasil jamur tiram putih di Jawa Barat adalah kelompok tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
1.2 Perumusan Masalah
Setiap usaha yang dijalankan pada umumnya memiliki tujuan memaksimalkan keuntungan dengan biaya tertentu atau meminimalkan biaya dengan keuntungan tertentu. Dalam mencapai tujuan tersebut dihadapkan pada berbagai kendala diantaranya adalah produktivitas yang rendah, terbatasnya kemampuan petani, dan modal yang sedikit.
Salah satu komoditi hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah jamur tiram putih. Jamur tiram putih memiliki peranan yang cukup penting dalam memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan pemenuhan kebutuhan ekspor maupun domestik. Prospek pengembangan budidaya jamur tiram putih di Indonesia cukup prospektif. Hal ini didukung oleh adanya lahan potensial dan agroklimat yang cocok, tingginya tingkat konsumsi masyarakat
terhadap produk hortikultura, dan tersedia sumberdaya manusia yang dapat dipekerjakan (Dirjen Bina Produksi Hortikultura, 2006).
Salah satu kecamatan yang memproduksi jamur tiram putih dengan jumlah yang cukup banyak adalah Kecamatan Cisarua. Produksi jamur tiram putih per kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah, Produksi, dan Produktivitas Jamur Tiram Putih per Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007
No. Kecamatan Jumlah (log) Produksi (kg) Produktivitas (kg/log) 1. Pamijahan 61.700 8.638 0,18 2. Leuwi Sadeng 20.000 3.000 0,15 2. Rancabungur 34.000 4.420 0,13 3. Tamansari 191.500 38.300 0,20 4. Cijeruk 17.000 2.040 0,12 5. Cisarua 780.000 173.250 0,17 6. Sukaraja 10.000 1.200 0,12 Rata-rata 0,15 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Tahun 2007
Pada tahun 2007 rata-rata tingkat produktivitas di Kecamatan Cisarua adalah 0,17 kg/log (Distanhut, 2007). Kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” merupakan salah satu kelompok tani yang mengusahakan jamur tiram putih di Kecamatan Cisarua. Saat ini usahatani jamur tiram putih yang dilakukan kelompok tani tersebut tingkat produktivitasnya rendah. Hal tersebut menunjukkan tingkat produktivitas di daerah penelitian lebih rendah daripada tingkat produktivitas rata-rata di Kabupaten Bogor. Rendahnya produksi jamur tiram putih berdampak pada pendapatan yang diterima oleh petani.
Sebagian besar usaha budidaya jamur tiram putih yang dilakukan petani mengalami keterbatasan dalam hal faktor-faktor produksi. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi usahatani jamur tiram putih adalah bibit, serbuk kayu,
bekatul, kapur, kapas, karet, plastik, cincin paralon, minyak tanah, dan tenaga kerja. Untuk meningkatkan produktivitas jamur tiram putih maka permasalahan yang ingin dikaji dalam peneltian ini adalah faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih di daerah penelitian.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan-kegunaan :
1. Memberikan informasi yang dapat menambah pengetahuan mengenai pengusahaan jamur tiram putih bagi petani dan masyarakat, pelaku bisnis, serta pihak-pihak lain yang membutuhkan sehingga dapat memberikan daya tarik bagi mereka untuk menanamkan modal pada usaha jamur tiram putih. 2. Sebagai sarana latihan dan pengembangan wawasan bagi penulis dalam
penerapan teori yang penulis peroleh dibangku kuliah.
3. Hasil penelitian ini dapat berguna bagi pembaca sebagai sarana informasi dan sebagai masukan bagi penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Usaha Jamur di Indonesia
Saat ini jamur tiram putih sudah memasyarakat dibandingkan dengan jenis jamur lainnya. Hal ini menyebabkan pasarnya pun tidak berada pada kalangan terbatas saja. Permintaan jamur tiram putih senantiasa meningkat disebabkan karena kebutuhan pasar akan produk kian meluas, tak hanya dalam bentuk segar, tetapi juga olahan. Pasar jamur tiram putih sangat potensial. Rasanya yang enak, selain untuk konsumsi dalam negeri, jamur tiram putih ini juga menembus pasar ekspor. Kebutuhan jamur tiram putih dalam bentuk kering maupun yang telah dikalengkan untuk beberapa negara seperti Singapura, Taiwan, Jepang, Hongkong cukup tinggi. Padahal untuk kebutuhan jamur tiram putih pasar dalam negeri belum semuanya terpenuhi.
Jamur ini tidak hanya dipasarkan dari rumah ke rumah, tetapi juga dipasarkan di toko swalayan. Pada tahun 2007 harga jamur tiram putih di pasaran bervariasi sekitar Rp 1.500 – Rp 2.000 per log. Ada juga yang menjual Rp 10.000 per kg, atau harga eceran hingga Rp 12.000 per kg.1
2.2 Botani Jamur Tiram Putih
Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya jamur tiram disebut juga jamur kayu, karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu
yang sudah lapuk. Karena itu, bentuk tudungnya agak membulat, lonjong dan melengkung seperti cangkang tiram, maka jamur tiram disebut oyster mushroom.
Jamur tiram putih memiliki ciri khusus yaitu warnanya putih bersih, bentuk daun buahnya bulat pada media antara 3 cm-10 cm dan bertangkai. Jamur ini bisa tumbuh dengan baik pada media serbuk gergaji kayu sengon (Albazia Procera) atau kayu jeungling putih (Paraserianthes Falcataria) dengan tingkat kelembaban tinggi. Jamur tiram putih tidak beracun, selain mengandung nilai gizi yang tinggi, pembudidayaannya relatif mudah dan bernilai ekonomi tinggi. Selain rasanya enak, jamur tiram putih juga mengandung sedikit tepung (pati). Oleh karena itu, jamur tiram putih merupakan makanan yang cocok bagi penderita diabetes dan orang yang ingin mengurangi berat badan, kandungan asam folatnya tinggi sehingga dapat mencegah dan menyembuhkan anemia (kekurangan darah).
2.3 Budidaya Jamur Tiram Putih
Budidaya jamur tiram putih dapat dilakukan di dalam rumah dan di luar rumah. Untuk budidaya di dalam rumah, diperlukan bangunan persiapan dan bangunan produksi yang ukurannya tergantung dari modal yang dimiliki. Berdasarkan sifat tumbuh jamur tiram di alam, budidaya jamur tiram putih dapat dilakukan pada media buatan yang mempunyai kandungan hara menyerupai kayu yang sudah lapuk, misalnya dengan menggunakan media serbuk gergaji kayu.
2.3.1 Syarat Tumbuh Jamur Tiram Putih
Syarat tumbuh jamur tiram putih meliputi beberapa parameter, terutama temperatur, kelembaban relatif, waktu, kandungan CO2 dan cahaya. Parameter tersebut memiliki pengaruh yang berbeda terhadap setiap stadium atau tingkatan.
2.3.2 Teknik Budidaya a. Penanaman
Alur proses dalam budidaya jamur tiram putih dimulai dari penyiapan bahan baku yaitu log tanam. Log tanam terdiri dari serbuk gergajian kayu, bekatul dan kapur, ditambah dengan mineral. Langkah-langkah pembuatan log tanam yaitu pencampuran bahan dan pengomposan, pengisian, dan sterilisasi.
b. Pemeliharaan
Bibit jamur yang ditanam pada umumnya masih dalam bentuk serat atau miselia yang pertumbuhannya terbatas. Didalam log tanam, miselia ini akan tumbuh dan berkembang ke segala arah. Jika perkembangan miselia sudah cukup dan kondisi lingkungan memadai, maka dari miselia tersebut akan tumbuh bakal kuncup. Jika kondisi lingkungan memungkinkan, kuncup tersebut akan tumbuh membesar hingga akhirnya membentuk tubuh buah yang disebut batang jamur. Dalam pemeliharaan jamur, masalah-masalah yang berhubungan dengan lingkungan harus benar-benar dikelola secara baik, seperti air, sumber nutrein, temperatur, kelembaban udara, cahaya, nilai dan kontaminan.
c. Panen dan Pascapanen
Selama musim tanam, pemanenan dapat dilakukan antara 4-8 kali, tergantung pada kandungan substrat tanam, bibit jamur, dan lingkungan selama pemeliharaan.
1. Panen
Panen dilakukan jika bentuk dan ukuran tubuh buah jamur sudah memenuhi persyaratan, terutama jika produk tersebut akan dijadikan komoditas perdagangan secara bebas. Panen jamur tiram dapat dilakukan sembarang waktu, baik pagi, siang, atau sore hari, asal jamur sudah memenuhi syarat untuk dipanen, baik berdasarkan bentuk, ukuran ataupun warna tudung/tubuh buah.
Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat/mencabut jamur dari substrat tanaman. Bekas batang jamur dalam substrat tanam harus dibersihkan. Bagian ujung batang yang tertinggal di dalam substrat tanam harus dibersihkan, karena cepat atau lambat ujung batang tersebut akan membusuk. Hasil panen kemudian dibersihkan dan bagian bawah batang dipotong sesuai dengan ukuran yang disyaratkan.
2. Pascapanen
Jamur merupakan komoditas hasil pertanian yang akan cepat layu atau membusuk. Jika disimpan tanpa perlakuan yang benar. Perlakuan ini harus dilakukan segera setelah panen. Agar tidak mendatangkan kerugian yang disebabkan oleh adanya serangga, mikroba pembusuk dan perusak.
d. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang sering merusak substrat tanaman jamur dan merugikan diantaranya adalah rayap, lalat, serangga tanah lainnya, cacing, tikus, dan cecurut. Hama ini bersarang di dalam substrat. Apabila pemeliharaan jamur dilaksanakan dengan baik dan teliti maka pertumbuhan sarang-sarang serangga ataupun binatang lain akan dapat dihindari atau dihambat. Penyakit yang banyak mengganggu substrat tanaman jamur umumnya disebabkan oleh bakteri dan jamur lain. Berbagai jenis jamur dan bakteri cepat tumbuh di dalam substrat tanam sehingga menjadi busuk dan akibatnya jamur tidak dapat tumbuh.
Penanggulangan hama yang dilakukan yaitu dengan cara dilakukannya pengontrolan sedini mungkin secara menyeluruh dan terpadu. Bahan baku untuk substrat, khususnya serbuk gergajian, harus dipilih yang benar-benar baik dan tidak mengandung hama atau penyakit. Setiap bahan yang memungkinkan sumber hama atau penyakit harus dibuang atau dimusnahkan segera. Kebersihan pun harus dijaga, mulai dari peralatan yang digunakan, ruangan tempat pemeliharaan, sampai pada para pengelolanya. Dengan pengontrolan yang ketat, setiap adanya pertumbuhan jamur asing sudah dapat dikenali dan dipisahkan/dibuang sedini mungkin.
2.4 Penelitian Terdahulu
Penelitian Lili (2003) yang berjudul analisis pendapatan usahatani dan efisiensi produksi budidaya jamur tiram putih (studi kasus di Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Jawa Barat), berdasarkan hasil regresi model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode kuadrat terkecil biasa (OLS)
diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 99,6 persen. Berdasarkan hasil analisis regresi dengan komponen utama, menunjukkan bahwa faktor serbuk kayu, bibit, bekatul, plastik, cincin paralon dan tenaga kerja berpengaruh nyata pada produksi pada selang kepercayaan 99 persen, sedangkan penggunaan faktor produksi kapur, kapas, karet dan minyak tanah tidak berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 99 persen.
Verra (2005) melakukan penelitian yang berjudul analisis usahatani padi pestisida dan non pestisida di Desa Purwasari Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor Jawa Barat dengan hasil pendapatan atas biaya tunai dan total usahatani padi non pestisida lebih besar daripada usahatani padi pestisida pada musim kemarau dan hujan. Nilai rasio R/C atas biaya tunai dan total usahatani padi non pestisida juga lebih besar daripada usahatani padi pestisida. Hal ini juga berlaku untuk nilai imbangan penerimaan untuk tiap pekerja, dimana nilai penerimaan untuk pekerja usahatani padi non pesisida lebih besar daripada usahatani padi pestisida.
Penelitian yang dilakukan Ruillah (2006) menganalisis mengenai analisis usahatani jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus)(Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat). Hasil analisis yang diperoleh bahwa faktor produksi bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi. Elastisitas produksi yang terbesar adalah bibit sebesar 0,22 persen. Luas kumbung dalam usahatani jamur tiram putih tidak berpengaruh terhadap produksi, tetapi lebih ditentukan oleh jumlah log yang diproduksi petani.
Suroso (2006) dalam penelitiannya mengenai analisis pendapatan dan faktor-faktor yang mempengaruhi jagung di Desa Ukirsari Kecamatan Grabag Kabupaten Purwprejo, Propinsi Jawa Tengah menghasilkan bahwa hasil estimasi model fungsi dengan menggunakan OLS dan analisis komponen utama menunjukkan bahwa lahan, benih, pupuk urea, pupuk phonska, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi jagung. Jumlah nilai parameter penjelas adalah sebesar 1.517 yang berarti usahatani jagung berada pada skala kenaikan hasil yang bertambah (increasing return to scale). Nilai elastisitas masing-masing faktor produksi yaitu 0.1807 (lahan), 0.2094 (benih), 0.2642 (urea), 0.1810 (pupuk kandang), 0.0962 (phonska), 0.1047 (pestisida), dan 0.3298 (tenaga kerja).
Penelitian yang dilakukan ini menganalisis tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi usahatani jamur tiram putih. Faktor-faktor yang biasa digunakan adalah bibit, tenaga kerja, serbuk kayu, kapur, bekatul, gips, kapas, plastik, karet, pupuk TSP, cincin paralon, minyak tanah. Adapun perbedaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah pada penelitian ini faktor-faktor produksi yang akan digunakan adalah bibit, tenaga kerja, serbuk kayu, kapur, bekatul, kapas, plastik, karet, cincin paralon, dan minyak tanah. Pada daerah penelitian, untuk gips dan pupuk TSP tidak digunakan. Selain itu, lokasi penelitian dan petani yang digunakan sebagai responden pun berbeda.
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Fungsi Produksi
Menurut Soekartawi et al,(1986), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya itu mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Tidak semua masukan dipakai dalam analisis, hal ini tergantung dari penting tidaknya pengaruh masukan itu terhadap produksi. Secara matematis fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut :
Y = f (X1, X2, X3,…,Xn) dimana :
Y = jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi (output) X = faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input) f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi
dalam hasil produksi
Dalam proses produksi pertanian dapat berlaku hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return). Hukum tersebut mempunyai arti bahwa jika suatu faktor produksi ditambah terus dalam suatu proses produksi, sedangkan faktor produksi lainnya tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan faktor produksi pada akhirnya akan menurun. Hukum ini akan menggambarkan adanya kenaikan hasil yang negatif dalam kurva fungsi produksi.
Menurut Soekartawi (2003), untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi, terdapat dua tolak ukur, yaitu : (1) Produk Marjinal (PM) dan (2) Produk Rata-rata (PR). Produk Marjinal adalah perubahan dari produk
total yang disebabkan oleh perubahan satu unit faktor produksi. Sedangkan, Produk Rata-rata adalah produk total per satuan faktor produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
PM = ∂ Y = f’ (Xi) ∂ Xi
PR = Y Xi
Untuk melihat perubahan dari jumlah produksi yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi (Ep). Elastisitas produksi adalah presentase perubahan dari output yang diakibatkan oleh perubahan input sebesar satu persen. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ep = ∂ Y / Y = ∂ Y . Xi = PM ∂ Xi / Xi ∂ Xi Y PR dimana :
Ep = elastisitas produksi ∂ Y = perubahan hasil produksi ∂ Xi = perubahan fakyor produksi ke-i Y = hasil produksi
Xi = jumlah faktor produksi ke-i
Menurut Soekartawi (2003), suatu proses produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah produksi berdasarkan elastisistas produksi dari faktor-faktor produksi yaitu daerah produksi I, daerah produksi II, daerah produksi III (Gambar 1). a. Daerah Produksi I
Daerah ini terletak antara titik asal 0 dan x2, serta terjadi ketika PM lebih besar daripada PR. PR yang mengalami peningkatan sepanjang daerah ini, mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata faktor produksi yang ditransformasikan
menjadi produk meningkat sampai PR mencapai maksimum. Elastisitas produksi pada daerah ini lebih besar dari satu (Ep > 1), yang artinya setiap penambahan satu persen input dalam proporsi yang tetap akan meningkatkan output yang lebih besar dari satu persen. Pada daerah ini, petani masih mampu memperoleh sejumlah produksi yang cukup menguntungkan jika sejumlah faktor produksi masih ditambahkan.
b. Daerah Produksi II
Daerah ini terletak antara titik asal x2 dan x3, dan terjadi ketika PM mengalami penurunan dan lebih kecil dari PR tetapi lebih besar dari nol. Elastisitas produksi pada daerah ini bernilai antara nol dan satu (0<Ep<1), yang artinya setiap penambahan satu persen input dalam proporsi yang tetap akan meningkatkan output diantara nol sampai satu persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang peningkatannya semakin berkurang (diminishing/decreasing returns).
c. Daerah Produksi III
Daerah ini terjadi ketika PM bernilai negatif. Pada situasi produk total (PT) dan produk rata-rata (PR) dalam keadaan menurun. Daerah ini mempunyai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0), yang artinya setiap penambahan satu persen input akan menurunkan output. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor produksi yang berlebihan. Dalam situasi Ep < 0 ini maka setiap upaya untuk menambah sejumlah faktor produksi tetap akan merugikan petani.
3.1.2 Model Fungsi Produksi
Banyaknya produksi yang dihasilkan tergantung pada banyaknya faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang bersangkutan. Besarnya produksi yang dicapai dan tingkat harga output yang berlaku akan mempengaruhi pula pendapatan yang diperoleh. Hubungan kuantitatif antara input dan output dikenal dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1986).
PT
I II III
Ep>1 0<Ep<1 Ep<0 Y X X1 X2 X3 PM PR PM/PR X
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elsatisitas Produksi Sumber : Soekartawi, 2003 Keterangan : PT = Produk Total PM = Produk Marjinal PR = Produk Rata-rata Y = Produksi X = Faktor Produksi
Input seperti pupuk, tanah, tenaga kerja, modal, dan iklim yang mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dari data usahatani jamur tiram dibentuk fungsi produksi berdasarkan faktor-faktor produksi digunakan untuk menguji hipotesis tersebut. Fungsi produksi yang dipakai untuk menjelaskan parameter adalah fungsi Cobb-Douglas (Soekartawi, 2003).
Pemilihan model ini didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan fungsi produksi Cobb-Douglas, antara lain :
a) Fungsi produksi Cobb-Douglas umum digunakan dalam penelitian pertanian dan relatif mudah dalam perhitungannya,
b) Fungsi produksi Cobb-Douglas perhitungannya sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier,
c) Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat mengurangi kemungkinan terjadinya masalah heterokedastisitas,
d) Pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, dan
e) Hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi dalam fungsi produksi menunjukkan kondisi skala usaha.
Menurut Soekartawi (1986), persamaan matematis dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = b0X1b1X2b2X3b3...Xnbneu
dimana :
Y = produksi b0 = intersep
bi = koefisien regresi penduga variabel ke-i Xi = jenis faktor produksi ke-i
e = bilangan natural (e = 2.7182) u = unsur sisa (galat)
Untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor produksi dan hasil produksi digunakan analisis regresi dengan Ordinary Least Square (OLS). Prinsip dasar dengan metode ini adalah meminimumkan jumlah kuadrat simpanan data aktual dan data dugaan. Variabel-variabel dugaan yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi dan penggunaan faktor-faktor usahatani jamur tiram adalah bibit, tenaga kerja, serbuk kayu, kapur, bekatul, kapas, plastik, karet, cincin paralon, dan minyak tanah.
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Kerangka pemikiran operasional ini akan menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi jamur tiram putih yang mengakibatkan produkivitas di daerah penelitian rendah. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh yaitu bibit, tenaga kerja, serbuk kayu, bekatul, kapur, kapas, plastik, karet, cincin paralon, dan minyak tanah. Sebelum dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jamur tiram putih tersebut maka akan dilakukan pendugaan model fungsi produksi terlebih dahulu. Data yang dianalisis berupa data penggunaan faktor yang meliputi bibit, tenaga kerja, serbuk kayu, bekatul, kapur, kapas, plastik, karet, cincin paralon, dan minyak tanah.
Setelah dilakukan pendugaan faktor-faktor produksi jamur tiram putih, maka akan dilakukan pengolahan dan akan diketahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara signifikan terhadap produksi jamur tiram putih pada kelompok tani ”Kaliwung Kalimuncar”. Analisis untuk menentukan model fungsi produksi yang biasa dilakukan dengan menggunakan model Cobb-Douglas. Kerangka pemikiran operasional dapat digambarkan seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usahatani Jamur Tiram Putih Kelompok Tani ”Kaliwung Kalimuncar
Usahatani Jamur Tiram Putih
Faktor-faktor Produksi Diduga: 1. Bibit 2. Tenaga kerja 3. Serbuk kayu 4. Kapur 5. Bekatul 6. Kapas 7. Plastik 8. Karet 9. Cincin paralon 10. Minyak tanah
Petani Jamur Tiram Putih
Produktivitas Jamur Tiram Putih Turun
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produksi
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara purposive (sengaja). Pertimbangannya adalah Kecamatan Cisarua merupakan daerah yang berpotensial untuk mengusahakan jamur tiram putih di daerah Jawa Barat.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2008. Waktu ini digunakan untuk memperoleh data dan keterangan dari petani dan semua pihak yang terkait dalam penelitian ini.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani responden dengan menggunakan kuisioner. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian dan dari berbagai literatur baik buku, skripsi, dan artikel-artikel dari internet.
4.3 Metode Penarikan Contoh
Pengambilan responden untuk petani dilakukan dengan cara mendata nama-nama petani jamur tiram pada kelompok tani ”Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua. Informasi mengenai populasi petani didapat dari
ketua kelompok tani tersebut. Jumlah petani dari seluruh kelompok tani tersebut 120 orang petani yang mengusahakan berbagai jenis sayuran seperti jamur, cabai, kol, dan lotus. Akan tetapi yang mengusahakan jamur tiram putih hanya 30 orang. Berdasarkan populasi petani jamur tiram putih tersebut, maka dilakukan survey kepada 30 orang petani tersebut untuk dijadikan responden.
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan kalkulator, Microsoft Excel, dan program komputer Minitab 15. Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis fungsi produksi.
4.4.1 Analisis Fungsi Produksi
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antar produksi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Fungsi produksi yang dipakai untuk menjelaskan parameter Y dan X adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Analisis fungsi produksi dengan menggunakan Cobb-Douglas dilakukan dengan menetapkan terlebih dahulu faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani jamur tiram putih. Setelah faktor-faktor produksi tersebut ditetapkan, selanjutnya disusun model fungsi produksi untuk menduga hubungan antara faktor-faktor produksi yang digunakan dengan jumlah produksi yang dihasilkan. Faktor-faktor yang digunakan dalam menganalisis usahatani jamur tiram putih adalah bibit, tenaga kerja, serbuk kayu, kapur, bekatul, kapas, plastik, karet, cincin paralon, dan minyak tanah.
Bentuk transfomasi dari fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linier logaritmik, menghasilkan model fungsi produksi yang dapat ditulis sebagai berikut :
LnY = Lnb0 + b1LnX1 + b2LnX2 + ... + b10LnX10 + u
dimana :
Y = Hasil produksi jamur tiram putih b1 = Dugaan parameter
X1 = Bibit (kg) X2 = Tenaga kerja (HOK) X3 = Serbuk kayu (kg) X4 = Bekatul (kg) X5 = Kapur (kg) X6 = Kapas (kg) X7 = Plastik (kg) X8 = Karet (kg)
X9 = Cincin paralon (buah) X10 = Minyak tanah (liter) u = Unsur galat
Dalam menyelesaikan atau menduga koefisien dari fungsi produksi tersebut, maka salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square). Selanjutnya persamaan regresi tersebut dianalisis untuk memperoleh nilai t-hitung, F-hitung, dan R2. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (X) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan (X) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas (Y). Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk melihat sampai sejauh mana
besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter (Y).
Hipotesis : 1. Bibit (X1)
b1 > 0 artinya semakin banyak bibit yang digunakan dalam proses produksi, maka semakin tinggi produksi jamur tiram putih yang dihasilkan. Berpengaruhnya faktor produksi bibit ini dikarenakan dalam budidaya jamur tiram putih bibit merupakan faktor yang utama.
2. Tenaga kerja (X2)
b2 > 0 artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, maka yang jumlah log jamur tiram putih dibuat untuk budidaya akan semakin banyak. Tenaga kerja digunakan pada produksi jamur tiram putih dari mulai proses pengayakan hingga panen.
3. Serbuk kayu (X3)
b3 > 0 artinya semakin banyak jumlah serbuk kayu yang digunakan untuk bahan media tanam, maka semakin tinggi produksi jamur tiram putih. Berpengaruhnya serbuk kayu pada proses produksi jamur tiram putih ini dikarenakan serbuk kayu merupakan bahan baku utama media tanam jamur tiram putih.
4. Bekatul (X4)
b4 > 0 artinya semakin banyak jumlah bekatul yang digunakan untuk bahan campuran media tanam, maka akan semakin tinggi produksi jamur tiram putih. Berpengaruhnya faktor produksi ini karena bekatul berguna untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, karbon, dan
nitrogen. Semakin banyak jumlah bekatul yang digunakan maka hasil yang didapatkan semakin baik.
5. Kapur (X5)
b5 > 0 artinya semakin banyak jumlah kapur yang digunakan untuk bahan campuran media tanam, maka akan semakin tinggi produksi jamur tiram putih. Berpengaruhnya faktor produksi ini pada budidaya jamur tiram putih dikarenakan kapur merupakan salah satu bahan dalam pembuatan media jamur tiram putih. Kapur digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur tiram putih pada pertumbuhannya.
6. Kapas (X6)
b6 > 0 artinya semakin banyak jumlah kapas yang digunakan pada proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Berpengaruhnya kapas pada produksi jamur tiram putih dikarenakan kapas digunakan untuk menutup media tanam jamur tiram putih yang berfungsi sebagai penyaring kotoran.
7. Plastik (X7)
b7 > 0 artinya semakin banyak jumlah plastik yang digunakan, maka akan semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Berpengaruhnya plastik pada produksi jamur tiram putih dikarenakan plastik merupakan wadah untuk media tanam.
8. Karet (X8)
b8 > 0 artinya semakin banyak jumlah karet yang digunakan, maka produksi yang dihasilkan akan semakin tinggi. Berpengaruhnya faktor produksi ini dikarenakan karet digunakan untuk mengikat plastik.
9. Cincin paralon (X9)
b9 > 0 artinya semakin banyak jumlah cincin paralon yang digunakan, maka akan semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Berpengaruhnya cincin paralon ini digunakan untuk menciptakan kondisis yang baik bagi pertumbuhan jamur. 10. Minyak tanah (X10)
b10 > 0 artinya semakin banyak jumlah minyak tanah yang digunakan dalam proses produksi, maka akan semakin tinggi produksi yang dihasilkan. Berpengaruhnya faktor produksi ini dikarenakan minyak tanah sebagai bahan bakar pada proses sterilisasi.
Pada umumnya skala usahatani yang dilakukan petani bervariasi. Untuk mempermudah dalam perhitungan jumlah input-input yang digunakan, maka dilakukan konversi untuk mendapatkan jumlah rata-rata log yang digunakan pada usahatani jamur tiram putih. Rata-rata log yang digunakan sebanyak 2.000 log.
4.4.2 Pengujian Hipotesis
Dalam penelitian ini pengujian-pengujian yang dilakukan adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap koefisien regresi.
1. Pengujian Terhadap Model Penduga
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah semua variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel tak bebas.
Hipotesis :
H0 : b1 = b2 = b3 = ... = b10 = 0 H1 : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ ... ≠ b10 ≠ 0
Uji statistik yang digunakan adalah uji F. F-hitung = R2 / (k-1)
(1-R2) / (n-k)
dimana :
R2 = koefisien determinasi
k = jumlah parameter (peubah bebas) n = jumlah pengamatan (contoh)
Kriteria uji :
F-hitung < F-tabel (k-1 , n-k), terima H0 F-hitung > F-tabel (k-1 , n-k), tolak H0
Jika H0 ditolak berarti paling sedikit ada satu peubah bebas yang digunakan berpengaruh signifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 ditolak, maka garis regresi linear berganda yang bersangkutan dapat digunakan untuk memperkirakan Y. Sebaliknya, jika H0 diterima berarti tidak ada peubah bebas yang digunakan yang berpengaruh signifikan terhadap peubah tak bebas. Apabila H0 diterima, maka garis regresi linear berganda yang bersangkutan tidak dapat digunakan untuk memperkirakan Y.
Untuk memperhitungkan pengujian, dihitung besarnya nilai koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui seberapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang terpilih. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai bereikut :
R2 = Jumlah kuadrat regresi Jumlah kuadrat total 2. Pengujian Koefisien Regresi
Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah setiap variabel bebas berpengaruh signifikan terhadap peubah tidak bebas.
Hipotesis : H0 : b1 = 0
H1 : b1 > 0 ; i = 1,2,3,4,...,10
Uji statistik yang digunakan adalah uji-t. t-hitung = b1
Sb1 dimana :
b1 = koefisien regresi ke-i yang diduga
Sb1 = standar deviasi koefisien regresi ke-i yang diduga
Kriteria uji :
t-hitung > t-tabel ( α/2, n-k ), maka tolak H0 t-hitung < t-tabel ( α/2, n-k), maka terima H0
Jika Ho ditolak artinya peubah bebas X1 berpengaruh signifikan terhadap peubah tak bebas Y. Sebaliknya, jika H0 diterima artinya peubah bebas X1 berpengaruh tidak signifikan terhadap peubah tak bebas Y.
4.5 Definisi Variabel
Peubah atau variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani jamur tiram putih yang diusahakan petani. Dalam menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani jamur tiram putih (fungsi produksi), variabel-variabel yang dianalisis adalah :
1. Produksi (Y) adalah total produksi yang dijual dalam satuan kilogram. 2. Bibit (X1) adalah jumlah bibit yang digunakan (plastik).
3. Tenaga kerja (X2) adalah jumlah tenaga kerja yang digunakan (HOK). 4. Serbuk kayu (X3) adalah jumlah serbuk gergaji yang digunakan (kg). 5. Bekatul (X4) jumlah bekatul yang digunakan (kg).
6. Kapur (X5) adalah jumlah kapur yang digunakan (kg). 7. Kapas (X6) adalah jumlah kapas yang digunakan (kg). 8. Plastik (X7) adalah jumlah plastik yang digunakan (kg). 9. Karet (X8) adalah jumlah karet yang digunakan (kg).
10. Cincin paralon (X9) adalah jumlah cincin paralon yang digunakan (buah). 11. Minyak tanah (X10) adalah jumlah minyak tanah yang digunakan (liter).
BAB V
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1 Keadaan Wilayah Penelitian
Desa Tugu Utara terletak di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Desa Tugu Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Cianjur di sebelah utara dan timur, sedangkan sebelah barat berbatasan dengan Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tugu Selatan, Kecamatan Cisarua.
Luas wilayah Desa Tugu Utara adalah 1.728 hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 10.160 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 5.361 jiwa (52,76 persen) dan jumlah perempuan sebanyak 4.799 jiwa (47,24 persen). Lahan di desa tersebut digunakan untuk pertanian, perkebunan, kehutanan, bangunan, lapangan olah raga, taman rekreasi, jalur hijau, dan pemakaman umum. Perincian luas wilayah desa menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Wilayah Menurut Penggunaannya di Desa Tugu Utara, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor Tahun 2006
Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%)
Pertanian 210,8 12,20
Perkebunan 820,0 47,45
Kehutanan 320,0 18,50
Lapangan Olah Raga 1,5 0,09
Taman Rekreasi 5,0 0,30
Jalur Hijau 250,0 14,47
Pemakaman Umum 2,7 0,16
Bangunan 118,0 6,83
Total 1.728 100,00
Sumber : Desa Tugu Utara, 2006
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa penggunaan lahan desa Tugu Utara paling besar adalah untuk perkebunan sebesar 820,0 ha dan lahan terkecil
digunakan untuk lapangan olah raga sebanyak 0,09 persen. Lahan pertanian yang digunakan di Desa Tugu Utara sebesar 210,8 ha (12,20 persen).
Desa Tugu Utara terletak 3,5 km dari ibukota kecamatan. Jarak desa ke ibukota kabupaten adalah 30 km dengan waktu tempuh lebih kurang satu jam. Sarana transportasi untuk mencapai Desa Tugu Utara sudah sangat baik, baik dari fasilitas jalannya maupun kendaraan yang dapat digunakan untuk sampai di desa tersebut.
Dilihat dari kondisi geografis, Desa Tugu Utara berada pada ketinggian 1200 meter di atas permukaan laut, dengan rata-rata curah hujan 200 mm/bulannya suhu rata-rata harian sekitar 26o C. Tingkat kesuburan tanah di Desa Tugu Utara berada pada golongan tanah sangat subur.
5.2 Gambaran Umum Usahatani Jamur Tiram Putih di Desa Tugu Utara Mayoritas petani jamur tiram putih yang ada di kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai mata pencaharian pokok, karena dapat menghasilkan pendapatan yang cukup memuaskan, dibandingkan dengan usaha lain seperti dagang dan usahatani lainnya. Sebelumnya ada beberapa petani yang bekerja sebagai kuli bangunan, namun karena pendapatan yang dihasilkan tidak memuaskan akhirnya mereka pun beralih berusahatani jamur tiram putih.
Usahatani jamur tiram putih di kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara sudah berkembang sejak tahun 1980 dan ada 30 petani yang mengusahakan jamur tiram putih. Kelompok tani ini memiliki rasa solidaritas yang tinggi. Setiap anggotanya diberikan kemudahan, seperti apabila ada salah
seorang petani yang mengalami kerusakan pada alat sterilisasi, maka petani yang lain meminjamkan alat tersebut. Selain itu, kemudahan lain yang ada di kelompok tani ini apabila ada petani yang mengalami permasalahan dalam budidaya jamur tiram putih, maka ketua kelompok tani tersebut siap membantu dengan memberikan solusi. Rata-rata skala usaha pada kelompok tani ini sebanyak 2.000 log. Kegiatan budidaya ini mulai memasyarakat di Desa Tugu Utara karena selain keuntungan yang ditawarkan dari hasil budidaya cukup memuaskan, cara pembudidayaannya pun relatif tidak sulit terutama dalam hal pengalokasian waktu. Faktor alam pun sangat mendukung seperti suhu. Suhu rata-rata di Desa Tugu Utara sebesar 260C dan curah hujan rata-rata 200 mm/bulannya sehingga kelembaban di Desa Tugu Utara cukup tinggi dan faktor-faktor alam ini sangat mendukung perkembangan jamur tiram putih.
Salah satu faktor yang penting dalam budidaya jamur tiram putih adalah rumah produksi jamur tiram putih yang biasa disebut dengan kumbung jamur. Kumbung jamur tiram putih biasanya dibuat dengan ukuran tertentu, disesuaikan dengan kapasitas dan produksi yang dikehendaki. Semua kumbung yang dimiliki petani jamur tiram putih di lokasi penelitian terbuat dari bilik bambu dengan rak-rak bertingkat yang telah disesuaikan dengan kapasitas kumbung. Jumlah rak-rak dan tingkat tiap raknya bermacam-macam tergantung dari luas dan tinggi bangunan kumbung, tetapi secara umum luas dan tinggi kumbung di lokasi penelitian cukup seragam.
Selain bangunan kumbung perlu dibuat pula rumah persiapan. Fungsi dari rumah persiapan tersebut digunakan dalam proses pembuatan log, menaruh bibit, dan menyimpan bahan dan alat, serta untuk proses pasca panen. Selain itu, ada
juga petani yang mempunyai bangunan untuk ruang inokulasi khusus, yang terpenting adalah tetap dijaga kebersihan bangunannya.
Budidaya jamur tiram putih secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti sekop, timbangan, selang, kompor, hidrometer, semprotan, dan alat sterilisasi. Alat sterilisasi yang digunakan yaitu berupa drum. Sterilisasi merupakan proses yang bertujuan untuk mematikan mikroba baik bakteri, kapang, atau jasad renik lain dengan cara dikukus.
5.2.1 Pengayakan
Persiapan media meliputi pengayakan serbuk kayu dengan tujuan untuk membersihkan sampahnya. Serbuk kayu yang diperoleh dari penggergajian mempunyai tingkat keseragaman yang kurang baik, karena di dalamnya biasanya terdapat potongan-potongan kayu yang cukup besar. Hal ini akan mengakibatkan tingkat pertumbuhan miselium kurang merata dan kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut maka serbuk kayu perlu diayak. Ukuran ayakan yang digunakan sama dengan ukuran ayakan untuk mengayak pasir. Pengayakan dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga kerja manusia. Serbuk kayu mengandung debu kayu, oleh karena itu pada waktu melakukan pengayakan pekerja harus menggunakan masker atau penutup hidung untuk menjaga kesehatannya. Serbuk kayu yang telah diayak ditimbang bersama faktor produksi yang lainnya seperti kapur dan bekatul sesuai dengan kebutuhannya. Untuk ukuran 2.000 log membutuhkan serbuk kayu sebanyak 59,95 kg, sedangkan untuk bekatul sebanyak 37,20 kg dan kapur sebanyak 20,86 kg.
5.2.2 Pencampuran
Faktor produksi yang telah disiapkan sesuai dengan kebutuhan selanjutnya dicampur dengan serbuk kayu yang telah diayak kemudian ditambahkan air sebanyak 50-60 persen dan diaduk secara merata sampai campuran media menggumpal bila dikepal tetapi tidak berair. Setelah itu difermentasi selama satu malam. Proses pencampuran diusahakan tidak terdapat gumpalan, karena dapat mengakibatkan komposisi media yang diperoleh tidak merata. Hal tersebut juga akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Pencampuran media tanam jamur tiram putih ini dilakukan secara manual yaitu dengan tenaga kerja manusia.
5.2.3 Pewadahan
Media yang telah melalui proses pencampuran, selanjutnya dimasukkan ke dalam kantong plastik tahan panas. Ukuran plastik yaitu 18 cm x 30 cm dengan ketebalan 0,5 mm. Berat media tanam per plastiknya adalah delapan ons. Setelah media dimasukkan ke dalam plastik kemudian dipadatkan agar terbentuk log yang baik. Bila log kurang padat atau kurang baik akan menyebabkan hasil panen yang tidak optimal karena media cepat menjadi busuk, sehingga akan menurunkan hasil panen. Plastik yang digunakan untuk usahatani jamur tiram putih dalam skala rata-rata 2.000 log sebanyak 3,98 kg.
5.2.4 Sterilisasi
Setelah media dipadatkan dan terbentuk log yang baik, ujung plastik disatukan dan dipasang cincin paralon kemudian diikat dengan karet tahan panas. Cincin paralon yang digunakan sebanyak 2.000 buah dan karet sebanyak 3,27 kg.
Kantong plastik yang sudah diisi media kemudian disterilisasi dengan cara dipanaskan. Tujuan dilakukan pemanasan adalah untuk menginaktifkan mikroba, baik bakteri maupun kapang yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang di tanam. Sterilisasi dilakukan pada temperatur 900C-1000C selama delapan jam dengan cara mengukus. Bahan bakar yang digunakan untuk mengukus ini adalah minyak tanah sebanyak 32,23 liter.
Media tanam yang telah disterilkan kemudian didinginkan dahulu selama satu malam sebelum dilakukan inokulasi atau pemberian bibit. Pendinginan dilakukan hingga media tanam bertemperatur mencapai 400C. Apabila inokulasi dilakukan pada saat suhu media terlalu tinggi, maka bibit yang ditanam akan mati sehingga miselium tidak tumbuh.
5.2.5 Inokulasi
Inokulasi yang umum dilakukan dengan cara ditabur, yaitu menaburkan bibit ke dalam media tanam yang sudah dingin, dengan cara membuka bagian atas log media tanam yang telah disterilkan dan didinginkan. Setelah itu dihamparkan dua sendok makan bibit jamur dengan menggunakan sendok yang telah disterilkan dengan cara dipanaskan di atas api. Kemudian plastik bagian atas dirapatkan kembali dan diikat dengan karet, isi lubang yang terbentuk dengan kapas. Tujuan penutupan media dengan kapas adalah untuk mencapai kondisi yang baik bagi miselium jamur, karena miselium jamur tumbuh dengan baik pada kondisi tidak terlalu banyak oksigen. Pemakaian bibit untuk skala usaha 2.000 log sebanyak 24,62 kg dan kapas yang digunakan sebanyak 3,30 kg.
Agar inokulasi berhasil dengan baik, maka perlu diperhatikan kebersihan baik alat yang digunakan, tempat, maupun tenaga kerjanya. Dalam hal ini, keberhasilan diukur dari tingkat sterilitasnya. Oleh karena itu, alat dan tempat okulasi disterilkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Sterilisasi alat dilakukan dengan menggunakan alkohol dan lampu bunsen. Semua alat yang digunakan dalam inokulasi dicelupkan dalam larutan alkohol. Alat-alat yang digunakan dalam inokulasi diantaranya adalah pinset dan sendok. Sementara itu sterilisasi tempat dan ruangan dilakukan dengan cara menyemprotkan alkohol. Sebelum melakukan inokulasi, pelaksana inokulasi diharuskan mencuci tangan dengan alkohol.
5.2.6 Inkubasi
Log yang sudah ditanami bibit harus disimpan di tempat yang menunjang pertumbuhan miselium dan tubuh buah. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan miselium adalah 270C-280C. Apabila suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka ruangan tempat inkubasi tersebut harus diatur. Masa inkubasi ini hingga seluruh media tanam berwarna putih merata. Media tanam akan tampak putih merata sekitar 30 hari sejak dilakukan inokulasi.
5.2.7 Penumbuhan
Bangunan untuk menyimpan log ini dibuat permanen di dalamnya terdapat rangka bangunan yang umumnya terbuat dari bambu dengan kelembaban udara 90-96 persen. Log disimpan di atas rak dengan posisi tegak atau miring dengan
jarak penyimpanan diatur sedemikian rupa sehingga tubuh buah yang tumbuh dari satu log tidak bertumpang tindih dengan tubuh buah yang lain.
Setelah miselium tumbuh merata memenuhi media tumbuh jamur, maka media pun sudah siap untuk dilakukan penumbuhan. Penumbuhan dilakukan dengan cara membuka plastik media yang sudah penuh miselia tersebut. Pada prinsipnya pembukaan media bertujuan untuk memberikan oksigen yang cukup bagi pertumbuhan tubuh buah jamur. Pembukaan media dilakukan dengan cara menyobek plastik media dibagian atas. Satu sampai dua minggu setelah media dibuka akan tumbuh tubuh buah. Tubuh buah yang sudah tumbuh tersebut selanjutnya dibiarkan selama dua hingga tiga hari atau sampai tercapai pertumbuhan yang optimal.
Kondisi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh buah adalah pada suhu 160C-220C dengan kelembaban 80-90 persen. Kondisi tersebut harus dipertahankan agar pertumbuhan jamur tetap dalam kondisi yang baik. Apabila suhu terlalu tinggi dan kelembaban terlalu rendah maka perlu dilakukan penyemprotan dengan menggunakan air bersih. Penyemprotan umumnya menggunakan sprayer. Selain kelembaban faktor cahaya juga sangat berpengaruh untuk perkembangan miselium dan tubuh buah. Adanya cahaya langsung maka perkembangan miselium dan tubuh buah akan terhambat. Oleh karena itu, tempat penyimpanan log harus tetap teduh dan sinar matahari tidak masuk secara langsung ke dalam ruangan. Alur proses budidaya jamur tiram putih dapat dilihat pada Lampiran 6.
5.2.8 Pemanenan
Panen dilakukan setelah pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal yaitu cukup besar tetapi belum mekar penuh dengan diameter rata-rata 5-10 cm, karena jamur tiram akan memiliki rasa yang enak dan aroma yang baik jika dipanen pada waktu umur muda. Biasanya panen dilakukan setelah tubuh buah mencapai ukuran maksimal pada 2-3 hari setelah tumbuh tubuh buah. Pemanenan bisa dilakukan pada pagi atau sore hari.
Setiap log jamur tiram putih dapat dipanen hingga tujuh kali. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut seluruh rumpun jamur tiram putih yang ada. Pemanenan tidak dilakukan dengan cara hanya memotong cabang jamur yang ukurannya besar saja, sebab dalam satu rumpun tersebut jamur mempunyai pertumbuhan yang tidak sama. Oleh karenanya, apabila pemanenan hanya dilakukan pada jamur yang ukurannya besar saja, jamur tiram putih yang ukurannya kecil tetap tidak akan bertambah besar malah kemungkinannya akan layu bahkan mati. Jadi pemanenan harus dilakukan dari pangkal batang jamur tiram putih karena jika batangnya tersisa, maka akan terjadi pembusukan pada media tumbuh jamur.
Setelah jamur dipanen, batang tubuh buah dipotong, lalu dilakukan penyortiran dengan cara memisahkan jamur yang rusak dari yang baik. Pembersihan jamur dilakukan dengan cara memotong atau membuang pangkal tangkai jamur bekas menempel pada media tanam dengan menggunakan pisau. Setelah jamur dibersihkan dan disortir selanjutnya dikemas. Pengemasan merupakan suatu cara untuk melindungi produk. Syarat-syarat yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kemasan yang akan digunakan diantaranya
harus melindungi komoditas yang dikemas dan tidak mengandung zat yang dapat mengganggu kesehatan manusia. Tujuan dilakukan pengemasan yaitu untuk menghindari kerusakan mekanis dan fisiologi. Selain itu mutu produk dapat dipertahankan sampai ke tangan konsumen sehingga tidak menurunkan nilai jual dan memudahkan dalam pemasarannya.
Jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara untuk skala 2.000 log adalah 1807,70 kg dan dipasarkan dalam bentuk segar. Untuk mempertahankan kesegaran jamur tiram putih hingga sampai ke tangan konsumen maka pemasarannya harus dilakukan segera mungkin. Hasil panen yang dihasilkan dikumpulkan di bagian pemasaran kelompok tani. Dalam memasarkan produknya rata-rata petani di kelompok tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara menjualnya ke bandar atau tengkulak yang mendatangi kumbung-kumbung petani tiap hari pada masa panen. Setelah itu dijual ke pasar-pasar seperti pasar Cisarua, Ramayana, Anyar, dan Cipanas. Dari pasar-pasar tersebut kemudian dijual ke konsumen. Harga di tingkat petani adalah Rp 6.000 per kg. Alur pemasaran jamur tiram putih dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Alur Pemasaran Jamur Tiram Putih Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara
Faktor-faktor produksi yang biasa digunakan oleh petani jamur tiram putih antara lain bibit, serbuk kayu, bekatul, kapur, kapas, plastik, karet, cincin paralon, dan minyak tanah. Jumlah fisik dan harga satuan dari faktor-faktor produksi dapat diliha pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Fisik dan Harga Satuan Faktor-Faktor Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih Skala Rata-rata 2.000 Log pada Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Tahun 2007
Input Jumlah Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Sarana Produksi : 1. Bibit 2. Serbuk kayu 3. Bekatul 4. Kapur 5.Kapas 6. Plastik 7. Karet 8. Cincin paralon 9. Minyak tanah 10. Alkohol Tenaga kerja 1. TK dalam keluarga 2. TK luar keluarga 24,62 kg (123 plastik) 59,95 kg 37,20 kg 20,86 kg 3,30 kg 3,98 kg 3,27 kg 2.000 buah 32,23 liter 300 ml 14 HOK 234 HOK 3.500 2.500 1.600 1.000 8.000 19.000 32.000 50 3.000 12.000 15.000 15.000 430.500 149.875 59.520 20.860 26.400 75.620 104.640 100.000 96.690 40.000 210.000 3.510.000 Output Panen 1807,70 kg 6.000 Rp 10.846.200 5.2.9 Tenaga Kerja
Tenaga kerja untuk usahatani jamur tiram putih berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja adalah pengayakan, pencampuran, pewadahan, sterilisasi, inokulasi, inkubasi, penumbuhan, dan pemanenan. Tenaga kerja pria dihitung dalam satuan HKP dan tenaga kerja wanita dihitung dalam satuan HKW. Tenaga kerja wanita dikonversi ke dalam hari kerja pria dengan nilai konversi 0,8 HKP. Upah per hari sebesar Rp 15.000.
Kontribusi masing-masing tenaga kerja pada proses usahatani jamur tiram putih yang dilakukan pada skala 2.000 log dapat dilihat pada Tabel 7. Tenaga kerja perempuan digunakan pada kegiatan pengayakan, pencampuran dan pewadahan. Tenaga kerja wanita dikonversi kedalam hari kerja pria dengan nilai konversi 0,8 HKP. Penggunaan tenaga kerja paling banyak digunakan adalah dalam kegiatan penumbuhan yaitu sebanyak 32,26 persen.