• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa dekade terakhir ini masalah. menjadi mengemuka seiring dengan perkembangan ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pada beberapa dekade terakhir ini masalah. menjadi mengemuka seiring dengan perkembangan ilmu"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pada beberapa dekade terakhir ini masalah pertahanan biologi (biodefense) menjadi mengemuka seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama yang berkaitan dengan mikro organisme dan rekayasa genetika serta pergeseran dimensi konflik dan pertahanan. Dari aspek kepentingan militer, pemahaman mengenai pertahanan biologi diarahkan untuk melakukan deteksi dini, identifikasi dan netralisasi terhadap agen biologi, pengembangan vaksin untuk bakteri dan virus, pengembangan antidotum dan antitoksin untuk menangkal racun, toksin mikroba dan aerosol spray untuk toxic biological agents (DaSilva, 1999).

Berbagai pengertian mengenai pertahanan biologi dikemukakan oleh banyak kalangan dan ahli, salah satunya dari Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan yang menyatakan bahwa pertahanan biologi adalah upaya untuk mempertahankan keamanan negara dari kemungkinan ancaman yang berasal dari penyalahgunaan bahan-bahan biologi (Departemen Pertahanan RI, 2010). Pengertian tentang pertahanan biologi seringkali tidak dapat dilepaskan dari adanya ancaman bioweapon dan biological warfare, karena adanya upaya pertahanan biologi merupakan respons kekhawatiran terhadap adanya penggunaan senjata biologi (Miller, 2001).

(2)

Pengertian lain dari pertahanan biologi adalah sekumpulan kegiatan yang diarahkan pada peningkatan pertahanan terhadap kemungkinan ancaman yang berasal dari penggunaan senjata biologi (Departemen Pertahanan RI, 2009). Kegiatan pertahanan biologi melibatkan upaya di bidang kesehatan untuk melindungi masyarakat terhadap agen biologi melalui kegiatan vaksinasi, pengobatan, penelitian bidang kesehatan dan kesiapan untuk menghadapi kemungkinan serangan agen biologi. Menurut Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan Republik Indonesia, senjata biologi adalah senjata yang menggunakan patogen (bakteri, virus, atau organisme penghasil penyakit lainnya) sebagai alat untuk membunuh, melukai, atau melumpuhkan musuh. Senjata ini berbeda dengan senjata kimia yang menggunakan racun atau bahan kimia yang bukan merupakan organisme hidup. Senjata biologi adalah mahluk hidup atau material infektif (material yang dapat dimasukkan ke dalam mahluk hidup lain) dan turunannya yang sengaja dibuat untuk menjangkitkan penyakit atau kematian pada manusia, hewan atau tumbuhan yang efeknya tergantung dari kemampuan memperbanyak diri pada tubuh manusia, hewan atau tumbuhan yang diserangnya (Departemen Pertahanan RI, 2010).

Dalam kaitannya dengan penugasan militer, pertahanan biologi tidak semata mata berhubungan dengan adanya ancaman senjata biologi namun juga berkaitan dengan adanya ancaman penyakit infeksi endemis di daerah operasi. Dalam kancah peperangan atau operasi militer penyakit infeksi endemis di daerah operasi sudah sejak lama diketahui dapat menjadi masalah yang berdampak pada penurunan kekuatan tempur.

(3)

Pada Perang Dunia I malaria dan tipus merupakan ancaman bagi penduduk daerah perang termasuk pada tentara yang melakukan pertempuran (Peterson, 1995). Pada Perang Dunia II, militer yang bertempur di berbagai wilayah selalu bermasalah dengan penyakit infeksi yang ada di lokasi peperangan. Malaria merupakan penyakit yang banyak melumpuhkan kekuatan tentara pada saat itu. (Quin, 1982). Infeksi oleh penyakit endemis daerah operasi juga terjadi pada tentara Amerika yang melaksanakan tugas Pada Perang Teluk (Operasi Desert Shield dan Desert Storm) bulan Agustus 1990 sampai dengan Maret 1991 dengan kasus terbanyak adalah penyakit infeksi saluran cerna dan infeksi saluran napas. Dua faktor utama yang berperan besar pada kasus penyakit infeksi pada militer adalah waktu atau saat penugasan dan lokasi penugasan. Penugasan pada saat musim dingin akan mengurangi jumlah kasus infeksi. Beberapa upaya yang dapat mengurangi terjadinya kasus infeksi yang serius yaitu tindakan medis yang cepat, kegiatan preventif secara luas termasuk vaksinasi, penggunaan krim anti serangga, higiene markas serta pemantauan makanan dan air minum (Hyams, 1995). Kasus infeksi yang terbanyak dijumpai pada pasukan yang melaksanakan pertempuran adalah infeksi pada luka tempur, infeksi yang ditularkan melalui makanan, infeksi yang ditularkan melalui vektor, infeksi seksual serta kemungkinan infeksi oleh agen biologi yang digunakan sebagai senjata (Taxin, 2000).

Indonesia mempunyai sejarah yang cukup panjang dalam pengiriman pasukan keluar negeri bergabung dalam pasukan pemelihara perdamaian PBB. Indonesia pertama kali mengirim pasukan ke Mesir pada tahun 1956, dan

(4)

selanjutnya ke Congo, Vietnam, Kamboja, Bosnia dan Lebanon (Departemen Pertahanan dan Keamanan Republik Indonesia, 1995). Sampai saat ini Indonesia masih mengirimkan pasukan pemelihara perdamaian PBB, yaitu Kontingen Garuda XX di Republik Demokratik Kongo (RDK) sejak tahun 2003 dan Kontingen Garuda XXIII sampai dengan XXVI di Lebanon sejak tahun 2005. Kasus penyakit infeksi terbanyak (30% - 40%) pada anggota selama tugas di Lebanon sejak tahun 2005 sampai dengan 2008 adalah kasus infeksi saluran napas sedangkan untuk penugasan di RDK sejak tahun 2003 sampai dengan 2008 kasus penyakit infeksi terbanyak adalah malaria (40% - 50%). (Pusat Kesehatan TNI 2010, komunikasi pribadi). Kedua daerah tersebut mempunyai kondisi yang amat berbeda dengan Indonesia.

Wilayah Lebanon beriklim mediteranian yang subtropik dengan kasus penyakit terbanyak adalah penyakit vaskuler seperti penyakit jantung iskemi, gangguan peredaran darah di otak dan hipertensi. Sedangkan penyakit infeksi yang masuk dalam 10 besar adalah infeksi saluran nafas dan infeksi ginjal. Laporan dari Kementerian Kesehatan Lebanon menyatakan bahwa hepatitis B merupakan penyakit infeksi dari kelompok penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi yang terbanyak diderita masyarakat (MoH Lebanon, 2008). Daerah penugasan RDK (dahulu bernama Zaire) adalah negara yang berada di bagian barat benua Afrika yang beriklim tropis dengan suhu udara sekitar 33oC. Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama dan pernah dilaporkan beberapa kali terjadi kejadian luar biasa (KLB = outbreak).

(5)

Pada tahun 2005 terjadi KLB Ebola, tahun 2009 demam kuning, dan tahun 2010 polio serta acute haemorhagic fever.

Pada tahun 2008, 5 jenis penyakit yang terbanyak diderita masyarakat setempat adalah malaria (50,7%), infeksi seksual (19,4 %), infeksi saluran napas (13,8 %), infeksi saluran pencernaan (10%), dan influenza (4,6%) (MoH DRC, 2008). Selama bertugas di Lebanon sejak Nopember 2009 sampai dengan Oktober 2010 penyakit yang terbanyak diderita anggota Kontingen Garuda XXIII-D adalah infeksi saluran pernapasan atas (ISPA= 31,4%), gangguan kulit (17,6%), gastritis (8,6%), dan beberapa kasus penyakit lain (Timkes Konga XXIII-D, 2010). Pada waktu yang hampir bersamaan Kontingen Garuda XX-G bertugas di RDK selama 1 tahun. Selama setahun bertugas, penyakit yang terbanyak di derita oleh anggota adalah malaria. Sebanyak 75 orang pernah dirawat dengan diagnosis malaria dan 49 diantaranya dinyatakan positif pada pemeriksaan laboratorium darah (45 orang positif P.falciparum dan 4 orang positif infeksi campuran P.falciparum dan P.vivax). Beberapa orang penderita malaria tersebut pernah mengalami serangan malaria lebih dari satu kali (relapse) selama 1 tahun bertugas (Timkes Konga XX –G, 2010). Pola kesakitan penyakit infeksi pada anggota tersebut sesuai dengan penyakit terbanyak pada masyarakat setempat. Malaria dan penyakit infeksi lain di RDK, serta hepatitis B di Lebanon merupakan penyakit endemis yang harus mendapat perhatian seksama karena dimungkinkan patogen penyebab infeksi di daerah operasi mempunyai karakteristik yang berbeda dengan patogen sejenis di Indonesia yang dapat berdampak negatif pada kesehatan masyarakat.

(6)

Adanya penyakit infeksi endemis dan kemungkinan adanya penggunaan agen biologi sebagai senjata oleh pihak yang konflik dapat membawa risiko tidak hanya terhadap anggota Kontingen Garuda tetapi bahkan dapat menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Risiko tersebut harus dikelola secara seksama sejak saat penyiapan, selama masa tugas, sampai dengan pasca tugas baik pada aspek preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Selama ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh penyakit infeksi endemis dan agen biologi lain terhadap anggota TNI yang melaksanakan tugas operasi di luar negeri. Anggota Kontingen Garuda XX-G dan Kontingen Garuda XXIII-D menjadi subyek penelitian mengingat adanya risiko infeksi penyakit endemis dan agen biologi lain di kedua daerah operasi tersebut. Pertimbangan lain adalah karena pengiriman anggota TNI ke kedua daerah operasi tersebut masih akan berlangsung beberapa tahun lagi. Daerah operasi berbeda dengan jenis konflik berbeda akan terkait dengan penyakit endemis dan kemungkinan adanya agen biologi yang berbeda pula sehingga dalam penyiapan, pencegahan dan pembekalan perlu dilakukan secara spesifik untuk tiap daerah operasi. Upaya penyiapan, pencegahan dan pembekalan mengacu pada Medical Support Manual for United Nations Peacekeeping Operations (United Nation, 1999) yang memuat aturan umum penyiapan anggota militer untuk tugas sebagai pasukan pemelihara perdamaian PBB, dan Buku Petunjuk Pelaksanaan Prosedur Perencanaan Umum Pelibatan Tentara Nasional Indonesia dalam misi PBB dari Markas Besar TNI (Markas Besar TNI, 2010) yang mengatur mekanisme kerja perencanaan umum pelibatan TNI pada misi PBB.

(7)

B. Rumusan masalah

Dari uraian pada latar belakang diatas dapat disimpulkan adanya masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas operasi anggota TNI di luar negeri dari aspek pertahanan biologi yaitu:

1. Apakah ada dampak pajanan penyakit endemis dan kemungkinan pajanan agen biologi terhadap status kesehatan anggota TNI pasca tugas di Lebanon dan RDK ?

2. Apakah upaya penyiapan dan pencegahan yang dilakukan telah mampu melindungi anggota dari risiko infeksi penyakit endemis daerah penugasan khususnya hepatitis B dan malaria?

C. Tujuan penelitian Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aspek pertahanan biologi pada anggota TNI yang melaksanakan tugas operasi di luar negeri terhadap pajanan penyakit endemis dan kemungkinan adanya agen biologi lain di lokasi tugas. Tujuan khusus

1. Mengkaji dampak pajanan penyakit endemis dan kemungkinan pajanan agen biologi terhadap status kesehatan anggota TNI pasca tugas di Lebanon dan RDK.

2. Mengkaji kemampuan upaya penyiapan dan pencegahan yang telah dilakukan untuk melindungi anggota dari risiko infeksi hepatitis B dan malaria.

(8)

D. Manfaat penelitian Bagi TNI

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi penyiapan, pencegahan dan pembekalan anggota TNI untuk melaksanakan tugas operasi diluar negeri maupun dalam negeri agar dapat terhindar dari dampak pajanan penyakit infeksi dan agen biologi di daerah operasi.

Bagi kesehatan masyarakat

Mencegah terjadinya penularan penyakit dan agen biologi yang mungkin di dapat selama tugas kepada masyarakat luas di Indonesia.

Bagi ilmu pengetahuan

Menambah pengetahuan tentang kemampuan dan keterbatasan dari upaya deteksi dan upaya preventif terhadap penyakit infeksi.

E. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai pertahanan biologi telah banyak dilakukan di luar negeri terutama yang berkaitan dengan penelitian virus dan mikro organisme lain serta pengembangan vaksin dan obat untuk pencegahan dan pengobatan terhadap serangan senjata biologi seperti yang dilakukan oleh National Biodefense Analysis and Countermeasures Center di Amerika. Blanck dkk (1995) melakukan penelitian tentang aspek kesehatan pada militer di Perang Teluk dan terhadap keluhan kesehatan dari para veteran perang teluk yang dilakukan sampai dengan 8 tahun pasca tugas yang hasilnya menunjukkan bahwa banyak keluhan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Hyams (1995)

(9)

melakukan penelitian pada tentara Amerika pasca tugas operasi di Perang Teluk (Operasi Desert Shield dan Desert Storm) tahun 1990-1991 yang hasilnya menunjukkan adanya berbagai kasus penyakit yang disebabkan oleh penyakit endemis daerah operasi dan masih berpengaruh terhadap kesehatan prajurit pasca tugas. Van Aken (2001) mempublikasikan penelitian mengenai pertahanan biologi pada tentara Jerman sejak 1995 yang berorientasi pada pertahanan bagi tentaranya yang melakukan tugas operasi di luar negeri. Penelitian ditujukan untuk mengembangkan sistem peringatan dini sebagai proteksi terhadap kemungkinan serangan senjata biologi dan juga pengembangan vaksin botulinum dan tularemia. Zapor (2005) mempublikasikan tentang patogen endemis yang menjadi tantangan pada operasi militer. Di Indonesia belum pernah dilakukan studi mengenai aspek pertahanan biologi pada anggota militer yang melaksanakan tugas operasi di berbagai daerah yang berbeda dengan daerah asalnya, sehingga hasil yang diperoleh diharapkan dapat memberikan landasan ilmiah baru bagi pengelolaan kesehatan pada tugas operasi anggota TNI terutama pada aspek pertahanan biologi.

Referensi

Dokumen terkait

Menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kegiatan Internal Public Relations yang dilaksanakan oleh PT Perkebunan Nusantara IV (Persero) Medan terhadap citra perusahaan PT

Debu merupakan zat pencemar yang akan disebarkan oleh angin pada lahan yang luas atau kosong sedangkan kondisi RW 03 padat dengan perumahan warga serta

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang

Kedua, seperti yang dikatakan oleh Siprianus Sogen 3 dan George Mella 4 , Soe adalah sebuah kota kecil sehingga organisasi tukang ojek yang dibentuk tidak hanya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok usia 18 – 24 tahun sebanyak 33 orang (62,3%) di dukung oleh penelitian herlina

Hasil pengujian adanya hubungan antara supervisi kepala ruangan dengan kepuasan perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna, menunjukkan adanya kemiripan

Hasil penelitian mengenai komunikasi yang dilakukan wanita buruh pabrik untuk dapat saling pengertian dengan keluarganya adalah Komunikasi yang dilakukan wanita

Tahap terakhir adalah proses perhitungan akurasi dilakukan untuk mengukur kinerja dari metode segmentasi yang selanjutnya hasil dari proses tersebut dibandingkan dengan citra