• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Setelah menuliskan beberapa temuan dari bab satu sampai bab empat, dapatlah diambil ikhtisar bahwa konflik Sampang merupakan konflik komunal bernuansa agama yang belum menemukan jalan keluar. Pemerintah daerah yang mempunyai tanggung jawab melindungi warga sipilnya tidak dapat memberikan perlindunganya tersebut dan perananya diambil alih oleh elit-elit lokal informal.

Penyebab awal munculnya konflik Syi’ah di Sampang tidak hanya sebatas perbedaan madzhab di internal keluarga elit lokal di daerah Karanggayam. Melainkan terdapat persoalan ekonomi tentang pembagian hak waris tanah yang digunakan sebagai pembangunan pesantren oleh Tajul. Persoalan pembagian hak waris tanah antara Tajul dengan saudaranya Roies hingga kini belum selesai. Diluar itu terdapat intervensi elit lokal informal (Kiai). Peranan Kiai yang semula mengurusi persoalan-persoalan agama, bergeser ke ruang sosial yang berimbas pada kondisi keamanan kelompok Syi’ah. Intervensi elit lokal (Kiai) semakin menguat setelah Roies keluar dari ajaran/faham Syi’ah. Roies bersaman kalangan Kiai semakin gencar memobilisasi massa dengan menggunakan isu-isu penodaan agama untuk membangun kekuatan kolektif. Tak kalah pentingnya Kiai dan Roies mendapatkan dukungan Bupati Sampang yakni Noer Tjahja yang ketika itu menjadi salah satu kandidat calon kepala daeah Sampang pada pilkada 2009. Penyebab terakhir adanya pandangan sosial mengenai identitas Syi’ah yang terkesan eksklusif karena Tajul dan kelompoknya jarang berinteraksi bersama warga Karanggayam

Tahapan konflik Sampang dapat ditelusuri mulai dari tahun 2004 setelah wafatnya Kiai Makmun, seorang elit local dan pendiri sekaligus pembawa ajaran Syi’ah di

(2)

Karanggayam. Tahun 2006 konfrontasi muncul di permukaan ketika beredarnya isu Tajul dan kelompoknya mengajak masyarakat mengikuti faham/ajaran Syi’ah. Konfrontasi terlihat saat masyarakat mulai tidak menyukai pengajian rutian mingguan setiap malam Selasa dan Jum’at yang diadakan Tajul dan kelompoknya. Memasuki tahun 2009 Tajul dipaksa untuk menandatangani surat pernyataan pemberhentian seluruh aktivitas dakwahnya. Ditahun yang sama terdengar isu para Kiai senang melakukan poligami. Isu muncul lantaran terjadi polemik dengan Roies. Roies sebagai adik kandung Tajul gagal menikahi santriwatinya (Halimah). Tahun 2010 masyarakat dan Kiai Karanggayam Sampang menganggap Tajul telah melanggar perjanjian. Pelanggaran ditemukan setelah Tajul ketahuan tetap melakukan aktivitas pengajian rutin setiap malam Selasa dan Jum’at. Pada 4 April 2011 terjadi pememboikotan acara maulid Nabi kelompok Syi’ah di pesantren Nurul Huda. Keesokan harinya pada 5 April 2011 Tajul dipanggil kalangan Kiai dan pemerintah Sampang. Pertemuan tersebut menghasilkan 3 opsi kesepakatan yang harus dipenuhi Tajul sebagai pemimpin Syi’ah. Tanggal 16 April Tajul direlokasi Polres Sampang ke Malang. Puncaknya 29 Desember 2011 seminggu setelah perayaan Idzul Fitri terjadi penyerangan dan dikenal sebagai kasus Sampang satu, dimana seluruh anggota kelompok diungsikan ke gedung olahraga (GOR) Sampang selama dua minggu. 26 Agustus 2012 terjadi kembali penyerangan atau yang dikenal sebagai kasus Sampang dua. Penyerangan disebabkan anggota kelompok Syi’ah mengantarkan anak-anaknya kembali belajar ke pesantren berfaham Syi’ah ke luar Madura. Pasca penyerangan semua anggota kelompok Syi’ah harus diungsikan kembali ke gedung olahraga (GOR) Sampang selama kurang lebih setahun. Pada bulan Juli 2013 kalangan Kiai, masyarakat dan pemerintah daerah Sampang merelokasi paksa seluruh anggota kelompok Syi’ah yang berada di Gedung Olahraga (GOR) Sampang untuk dipindah ke lokasi pengungsian di luar Madura, tepatnya di rusun Jemundo, Sidoarjo.

(3)

Karanggayam. Dimulai dari kebijkan pemeritah pusat ketika masa Mentri Agama Suryadharma Ali periode 2009-2014 yang menyetujui persyaratan rekonsiliasi melalui jalur tobat. Seluruh anggota kelompok Syi’ah jika ingin pulang ke Desa Karanggayam melalui cara tobat atau mengikuti ajaran Ahlissunnah wal Jama’ah. Berbeda dengan pernyataan pengganti Mentri Agama Lukman Hakim Syaifuddin yang menginginkan rekonsiliasi dilanjutkan dengan pemulangan seluruh anggota kelompok Syi’ah tanpa ada persyaratan apapun. Mengedepankan asas kebebasan beragama dan berkeyakinan serta sikap toleransi dari pihak berkonflik. Adapun kebijakan dari pemerintah provinsi Jawa Timur memberikan bantuan pemukiman rumah susun di Jemundo Sidoarjo dan bantuan dana sebesar 720 rupiah setiap kepala keluarga (KK) per-bulan. Memberikan pendampingan kepada kelompok Syi’ah dengan menempatkan anggota BPBD di lokasi pengungsian. Terkait upaya rekonsiliasi serta pemulangan semua anggota Syi’ah, pihak Pemprov Jatim menyerahkan sepenuhnya kepada Kemenag dan pemerintah daerah Sampang.

Kebijakan pemerintah daerah yang dikeluarkan Denpartemen agama 3 September 2012, membentuk tim penanganan kasus Syi’ah Sampang yang diketuai oleh Ach. Makki sebagai kepala seksi penerangan masyarakat. Penunjukkkan dilandasai surat keputusan No.KD.13.27/6/BA.02/146/SK/2012 merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, mengkoordinasikan kegiatan penanganan konflik Sampang. Langkah yang ditempuh oleh Departeman Agama (Depag) Sampang yakni pada 26 September 2012 mengumpulkan tokoh terlibat konflik dari berbagai kalangan seperti Kiai, kepolisian dan Bakorpakem guna membahas upaya rekonsiliasi serta penyelesaian konflik. Pada 4 Januari 2012 Bakorpakem mengeluarkan surat hasil rapat No: TAR.B-3/0.5.36/Dsp.5/01/2012 ditembuskan ke DPRD Sampang: Ketua PN Sampang: anggota tim Pakem menghentikan ajaran Tajul dan kelompoknya karena terbukti melakukan penodaan agama dan melanggar UU PNPS/1965.

(4)

24 Januari 2014 Polres Sampang melimpahkan penangkangkapan perkara kepada Polda Jatim dengan surat pelimpahan No: B/34/I/2012/Reskrim dan dilanjutkan surat perintah tugas No. SP. Gas/124/I/2012 oleh Polda Jatim dilanjutkan surat penyidikan No: SP/Sidik/47/I/2012/Ditreskrimum tentang dimulainya proses penyidikan. Tanggal 9 sampai 31 Maret 2012 saksi-saksi diperiksa oleh pihak Polda Jatim. Tanggal 15 Maret Polda mengeluarkan surat penetapan tersangka dengan tuduhan pasal 156a KUHAP tentang penodaan agama dan pasal 335 KUHAP tentang perbuatan tidak menyenangkan. Terakhir Polda Jatim melimpahkan perkara kepada kejaksaan tinggi Jawa Timur.

Akibat dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah mengenai kesesatan ajaran Tajul dan kelompoknya rentan menimbulkan kembalinya konflik langsung. Tajul dan kelompoknya kehilangan kemerdekaan dan hak-haknya sebagai warga Karanggayam, selalu mengalami represi dan mengalami pengusiran secara paksa dari Desa Karanggayam. Tajul dan anggota kelompoknya kehilangan pekerjaan sebagai petani. Sebagian besar tanah pertanian dibiarkan kosong, tidak terawat. Paling ironis tidak dapat berkumpul bersama saudara-saudaranya yang berfaham Ahlissunnah wal Jama’ah.

Kiai yang tergabung dalam berbagai organisasi Ulama lebih besar pengaruhnya dalam hal penentuan kebijakan. Peranan Kiai mulai terlihat ketika 26 Oktober 2009, dimana, Kiai beserta masyarakat meminta Tajul menandatangani surat pernyataan untuk menghentikan kegiatan aktivias dakwah Syi’ah. Kedua pada 5 April 2011 Kiai menawarkan tiga opsi untuk menghentikan aktivitas dakwah kelompok Syi’ah dan Tajul dipaksa ke luar Madura. Ketiga Kiai tergabung dalam organisasi MUI Sampang mengeluarkan fatwa sesat pada 1 Januari 2012. Kiai yang bergabung dalam PCNU Sampang mengeluarkan pernyataan sikap No.225/pc/A.2/L-36/I/2012 tentang ajaran/faham Syi’ah yang disebarkan Tajul sesat dan menyesatkan, menimbulkan keresahan masyarakat. Hasil musyawarah Kiai Bassra ketika 3 Januari

(5)

Jawa Timur dan MUI pusat untuk mengeluarkan fatwa sesat tentang keberadaan ajaran/faham Syi’ah.

Tidak hanya persolalan penentuan kesesatan faham atau ajaran kelompok Syi’ah, semua hasil rekonsiliasi yang mempertemukan Kiai, pemerintah dengan kelompok Syi’ah menghasilkan keputusan agar kelompok Syi’ah kembali ke ajaran Ahlissunnah wal Jama’ah sebelum dipulangkan ke Desa Karanggayam. Ketentuan yang ditetapkan Kiai dan pemerintah berhasil memulangkan 2 KK dari sekian banyak anggota kelompok Syi’ah. Sebagaian besar anggota kelompok Syi’ah masih berada di lokasi pengungsian rusun Jemudo Sidoarjo.

Setelah mempelajari konflik dan rekonsilisi Syi’ah Sampang maka secara keseluhan kebijakan Kiai yang tergabung dalam MUI Sampang, PCNU dan Bassra Sampng tidak mengiginkan keberadaan Syi’ah di Madura. Berbagai cara dilakukan untuk melakukan pengusiran agar Tajul dan kelompoknya tidak dapat berdakwah di Karanggayam, Sampang. Melihat realitas sosial konflik Syi’ah Sampang tersebut jika disesuaikan dengan teori analisa konflik dan rekonsiliasi milik Fisher dan Lederach, maka menghasilkan empat poin penting atas refleksi dari masalah penelitian ini, yaitu:.

1. Konflik masih terus berlangsung hingga saat ini meskipun tidak secara terbuka namun semua kebijakan pemerintah dan respon Ulama Sampang terkait persoalan rekonsiliasi tidak dapat diterima oleh mayoritas anggota kelompok Syi’ah

2. Rekonsiliasi dalam konteks konflik Syi’ah Sampang tidak dapat terlaksana secara maksimal hal tersebut dipengaruhi munculnya sikap apatis masyarakat Karanggayam dan kelompok Syi’ah untuk saling bertemu di depan public. Bersama-sama membicarakan tentang kebenaran, keadilan, membangun rasa belas kasih serta mimpi menciptakan suasana damai.

(6)

3. Konsep-konsep dan prinsip rekonsiliasi berdasarkan teori Fisher dan Lederach tidak mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah dan kalangan Kiai Sampang. Pemerintah daerah dan Kiai daerah Sampang mengeluarkan persyaratan rekonsilasi yang bersifat memihak, mendukung kalangan mayoritas yang berfaham Ahlissunnah wal Jama’ah.

4. Rekonsiliasi dapat dilakukan jika seluruh elit formal maupun informal bersama-sama membuat agenda jangka pendek, menengah dan panjang dalam mempertemukan pihak-pihak kelompok Syi’ah dan masyarakat Karanggayam. Meskipun hanya sekedar mendiskusikan keinginan serta tujuan agar dapat menata kehidupan lebih layak daripada sebelumnya, saling mengingatkan masa depan anak dan cucu mereka.

5.2 Rekomendasi

Tulisan ini berkaitan dengan konflik dan rekonsiliasi dalam kurun waktu 2009-2013, tentulah diperlukan beberapa penulisan selanjutnya untuk melihat perkembangan dan melengkapi kekuarangan. Beberapa rekomendasi penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut.

1. Melihat dari sudut pandang berbeda perihal keterlibatan pihak-pihak berkonflik selain dari kalangan MUI, NU dan Bassra. Misalnya organisasi masyarakat Ikatan Jema’ah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) dan Ahlul Bait Indonesia (ABI) agar dapat menemukan relasi-relasi kelompok Syi’ah di tingkat nasional. Kedua organisasi kelompok Syi’ah tersebut setidaknya bersinggungan dengan konflik Syi’ah Sampang

2. Melakukan penelitian lanjutan atas respon Kiai dan berbagai kebijakan pemerintah berkaitan penyelesaian konflik, dalam kurun waktu 2014 dan seterusnya.

(7)

membicarakan point-point khusus perihal rekonsiliasi dan pemulangan seluruh anggota kelompok konflik Syi’ah Sampang. Menggandeng dan melibatkan semua pihak yang mempunyai keterkaiatan dengan konflik Syi’h Sampang, melakukan advokasi dan monitoring secara berkelanjuntan untuk mengetahui perkembangan konflik dan keadaan pengungsi. Selain itu pemerintah diharapakan mampu:

1. Mengusahakan agar kalangan Kiai yang tergabung dalam berbagai organisasi Ulama untuk mencabut fatwa sesat ajaran/faham Syi’ah yang disebarkan oleh Tajul dan kelompoknya.

2. Pemerintah daerah Sampang dan Kiai yang tergabung dalam organisasi Ulama serta pihak keamanan dari kepolisian dan TNI mengkampanyekan isu-isu anti kekerasan. Menumbuhakan sikap toleransi dikalangan masyarakat Karanggayam terhadap semua penganut ajaran/faham Syi’ah atau lainya.

3. Memberikan keterampilan kepada korban konflik agar merek dapat mandiri dan bekerja, tidak menggantungkan bantuan pemerintah serta mencipatakan berbagai lahan pekerjaan untuk kalangan masyarakat Desa Karanggayam. 4. Jika memang rekonsiliasi harus dipaksakan sesuai kehendak elit lokal (Kiai).

Pemerintah daerah Sampang bekerjasama dengan Pemprov Jatim dan pemerintah pusat bertanggung jawab atas status kependudukan semua anggota kelompok Syi’ah di daerah pengungsian. Setidaknya semua anggota kelompoknya Syi’ah mempunyai status kependudukan yang jelas. Apakah pengungsi Syi’ah masih warga Sampang atau berpindah menjadi warga Sidoarjo

Adapun rekomendasi untuk kalangan masyarakat Sampang lebih luasnya Madura yakni:

1. Masyarakat hendaknya menerima kembali keberadaan kelompok Syi’ah. Tanpa harus membicarakan dan mengungkit kembali persoalan-persoalan

(8)

yang menyangkut tentang akidah dan rukun. Artinya kalangan masyarakat tidak mempersoalkan perbedaan-perbedaan yang dianut oleh Syi’ah.

2. Mengadakan acara yang sifatnya “modal sosial” seperti arisan, dan membuka koperasi, bersih desa minimal setiap minggu. Tanpa harus mengedapankan penguatan identitas baik dari kalangan Sunni maupun Syi’ah.

3. Masyarakat Karanggayam, kelompok Syi’ah, pemerintah daerah serta Ulama Sampang gotong royong melakukan pembangunan infrastruktur yang terkena dampak konflik.

4. Semua kegiatan masyarakat dengan kelompok Syi’ah disaksikan oleh pihak pemerintah, Ulama dan media agar dapat menjadi contoh keberhasilan rekonsiliasi yang menghasilkan penyelesaian konflik jangka panjang bagi daerah lainya di Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Upaya untuk mengatasi hal tersebut kami mengikuti sosialisasi BOS ditingkat kecamatan dan meminta bantuan dari UPTD untuk dibimbing dalam pembuatan RKAS sehingga

Evaluasi dan monitoring dilaksanakan seiring dengan pelaksanaan program. Setiap perkembangan pelaksanakan program akan dilaporkan oleh pihak Yayasan Pondok

Lampu LED menunjukkan nilai tegangan terendah pada daya 9 watt sebesar 12.5 volt di tegangan line to neutral dan 21.1 volt di tegangan line to line pada sisi tegangan

ABSTRAK: Pada zaman yang telah modern ini masyarakatnya mulai melupakan budaya setempat dan lebih condong kepada budaya luar dengan alasan budaya setempat sudah ketinggalan zaman

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan pengetahuan Remaja Putri tentang personal hygiene saat menstruasi adalah cukup, namun perlu ditingkatkan agar menjadi

Setelah Bukti Pengeluaran Benda Berharga DPPKA (BPBBD) rangkap 4 dikeluarkan oleh bagian Perporasi dengan bukti Wajib Pajak membawa Surat Permohonan Perporasi rangkap

 Sistem Satelit Lingkungan Operasional Berorbit Polar Nasional adalah suatu sistem satelit yang akan digunakan untuk memantau kondisi lingkungan global, dan

Maka dari model regresi ini dapat disimpul- kan bahwa corporate governance (kepemilikan institusional, kualitas audit, komisaris independen, komite audit), profitabilitas