• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGUJIAN KINERJA NILAI EFIKASI DAN FAKTOR DAYA INISIAL LAMPU LED BULB SWABALAST MENGGUNAKAN STANDAR IEC/PAS 62612:2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGUJIAN KINERJA NILAI EFIKASI DAN FAKTOR DAYA INISIAL LAMPU LED BULB SWABALAST MENGGUNAKAN STANDAR IEC/PAS 62612:2009"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENGUJIAN KINERJA NILAI EFIKASI DAN FAKTOR DAYA

INISIAL LAMPU LED BULB SWABALAST MENGGUNAKAN STANDAR

IEC/PAS 62612:2009

ANALYSIS OF PERFORMANCE TESTING OF INITIAL EFFICACY VALUE

AND POWER FACTOR OF BULB SELF-BALLASTED LAMP BY USING

STANDARD IEC/PAS 62612:2009

Tri Anggono, M.Irsan Pasaribu, Weltis Sasnofia, Khalif Ahadi

Puslitbangtek Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Jl. Ciledug Raya Kav. 109, Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan

anggono_tri@yahoo.com

Abstrak

Perkembangan teknologi sistem penerangan buatan memungkinkan adanya peningkatan penghematan pemakaian energi listrik serta umur pakai yang lebih lama. Namun demikian, tingkat efisiensi serta kualitas dari suatu produk tentunya harus melewati pengujian menggunakan metoda standar yang telah disepakati. Penelitian ini bertujuan untuk dapat memberikan gambaran kualitas awal lampu LED bulb yang beredar di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metoda standar uji IEC/PAS 62612 : 2009. Sampel uji didapat melalui survei pasar di wilayah Jakarta dan sekitarnya dengan daya pengenal antara 2 sampai 13 watt. Pengujian dilakukan menggunakan Integrating Sphere Photometer (ISP) dan Goniophotometer. Analisis terhadap efikasi dan faktor daya lampu LED bulb tersebut dilakukan dengan pendekatan grafik distribusi normal. Sebanyak 30% dari sampel yang diuji menunjukkan adanya ketidaksesuaian daya nyata sebesar ±15% dari daya pengenal pada kemasan. Sebanyak 90% dari populasi sampel menunjukkan nilai efikasi inisial lebih dari 58 lm/w, setara dengan kriteria tanda hemat energi bintang empat lampu fluorescent swabalast dan dapat meningkatkan efisiensi pencahayaan sekitar 29%. Namun demikian, hanya sebesar 3,41% dari sampel yang diuji menunjukkan nilai faktor daya di atas 0,76 sehingga berpotensi dapat mengganggu kinerja jaringan distribusi listrik.

Kata kunci: lampu LED bulb, lampu penerangan, penghematan energi listrik, IEC/PAS 62612: 2009

Abstract

The development of artificial lighting system technology enables improvement of electrical energy efficiency and also service life. Nevertheless, efficiency level and product quality surely have to pass the test of agreed standard method. This study aims to provide an overview of initial quality of LED light bulbs which have been marketed in Indonesia. The study is conducted by using a standard test method, IEC / PAS 62612: 2009. Test samples are obtained through a market survey in Jakarta and its surrounding areas with rated power between 2 into 13 watts. Integrating Sphere Photometer (ISP) and Goniophotometer are used for the testing. Analysis of efficacy and power factor of LED light bulb is done with a normal distribution graph approach. 30 % of total samples tested have ± 15 % deviation between real powers measured and rated power stated on their packaging. 90 % of the sample population is concluded to have initial efficacy value higher than 58 lm / w; equivalent to the four stars of energy-saving criteria for fluorescent self-ballasted lamp, and these lamps can improve the lighting

(2)

efficiency approximately 29 %. However, only 3.41 % of the tested samples have power factor values above 0.76 that it may potentially affect electrical distribution line.

Key words: LED bulb lamps, lighting, electrical energy efficiency, IEC/PAS 62612: 20092009

PENDAHULUAN

Pemakaian energi listrik pada sektor rumah tangga berdasarkan data statistik PT.PLN yang dikeluarkan pada tahun 2011 adalah sebesar 65.111,57 GWh atau sebesar 41,21 persen, lebih besar daripada pemakaian energi listrik pada sektor industri yang hanya sebesar 34,64 persen. Dari nilai tersebut, berdasarkan data hasil survei yang dilakukan oleh UNEP (united nation environment program) melalui program enlighten initiative, konsumsi energi listrik untuk kebutuhan penerangan di Indonesia adalah sebesar 15 persen dari total pemakaian energi listrik. Perkembangan teknologi sistem penerangan buatan telah mengalami beberapa kali perubahan, mulai dari teknologi lampu pijar (incandescent), teknologi lampu fluoresen, dan terakhir teknologi LEDs (light emitting diode). Perkembangan teknologi ini memungkinkan adanya perubahan pemakaian energi listrik yang lebih hemat serta umur pakai yang lebih lama.

Namun demikian, tingkat efisiensi yang dapat menunjukkan pemakaian energi listrik yang lebih hemat serta kualitas dari suatu produk lampu LED tentunya harus melewati pengujian laboratorium dengan menggunakan standar pengujian yang telah disepakati, baik secara nasional maupun internasional. Lampu LED bulb swabalast yang banyak dipergunakan pada sektor rumah tangga dapat

diuji dengan menggunakan standar IEC/PAS 62612 : 2009 untuk dapat mengetahui tingkat kinerjanya. Penelitian ini ditujukan untuk dapat memberikan gambaran kualitas awal lampu LED bulb swabalast yang beredar dipasaran Indonesia untuk dapat menentukan nilai efikasi serta faktor daya dari produk lampu LED bulb swabalast yang menggunakan catu daya arus bolak-balik.

METODOLOGI

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan melakukan uji kinerja lampu LED bulb swabalast menggunakan standar uji IEC/PAS 62612 : 2009. Sampel uji di dapat dengan melakukan survei pasar yang berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya, terkumpul sebanyak 61 model/tipe. Range daya pengenal yang didapat pada sampel uji berkisar antara 2 sampai 13 watt. Pengujian dilakukan dengan menggunakan peralatan Integrating Sphere Photometer (ISP) untuk mengetahui nilai fluks luminus serta parameter kelistrikan lainnya (metode uji komparatif). Dalam melakukan pengujian, lampu sampel dinyalakan terlebih dahulu didalam peralatan ISP selama 30 menit dalam keadaan pintu peralatan ISP tertutup rapat sebelum diambil data pengujiannya berupa nilai fluks luminus (lumen), daya (watt), tegangan (volt), arus (ampere), dan faktor daya. Sebagai catatan, dalam standar IEC/PAS 62612 : 2009 pengambilan data

(3)

dilakukan setelah lampu dinyalakan selama 15 menit (bagian annex A.3.2.), namun dari hasil percobaan yang dilakukan, lampu LED bulb swabalast umumnya berada dalam kondisi stabil menyala setelah 30 menit. Kondisi dalam peralatan ISP dipertahankan suhunya sebesar 24 – 26 0C. Suplai tegangan arus bolak-balik

diatur pada posisi 220 V.

Gambar 1. Diagram Alir Pengujian

Untuk parameter kelistrikan lainnya disesuaikan seperti yang dipersyaratkan dalam standar IEC/PAS 62612:2009. Setiap model/tipe diwakili oleh 3 sampel uji, dimana pengujian terhadap setiap sampel uji dilakukan

pengulangan sebanyak 3 kali. Hasil pengujian yang didapat dari setiap sampel diambil nilai rata-rata untuk setiap model/type lampu LED bulb yang diujikan. Tingkat efisiensi pencahayaan (efikasi) dihitung dengan membagi antara nilai fluks luminus dengan daya nyata terukur. Selain menggunakan peralatan ISP, juga dilakukan pengujian dengan menggunakan peralatan goniophotometer (metode uji absolut) dengan menggunakan satu buah sampel dari setiap model/tipe. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat perbandingan serta kesesuaian dari hasil pengujian yang didapat melalui dua alat yang berbeda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian terhadap parameter nilai unjuk kerja (performance) awal dari lampu LED bulb swabalast yang ada dipasaran Indonesia dilakukan dengan menggunakan dua buah peralatan pengujian, yaitu peralatan goniophotometer (pengukuran absolut) yang dimiliki oleh laboratorium uji KIM-LIPI dan peralatan Integrating Sphere Photometer (pengukuran komparatif) yang dimiliki oleh laboratorium uji P3TKEBTKE. Tujuan dari pengukuran dengan menggunakan kedua peralatan ini adalah untuk mengetahui deviasi perbedaan hasil pengukuran dengan menggunakan dua alat berbeda namun prosedur pengujian yang sama, terutama dalam menentukan waktu kestabilan lampu sebelum dilakukan pengukuran yaitu selama 30 menit. Besar nilai pengukuran yang didapat untuk

Mulai

Persiapan Alat Ukur dan Ruang Uji

Set catu daya pada tegangan 220 V

Set kondisi ruang pada suhu 24 – 25 0C

Pasang lampu uji dalam integrator

Aktifkan peralatan ISP selama 30 menit

Cek suhu dalam bola integrator pada kondisi 24 –

26 0C

Catat hasil pengukuran

Analisis hasil pengujian dengan distribusi normal

Selesai Ya Tidak

(4)

nilai efikasi dan faktor daya dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Perbandingan Hasil Uji Nilai Efikasi Menggunakan Peralatan Gonio dan

ISP

Gambar 2. Perbandingan Hasil Uji Nilai Faktor Daya Menggunakan Peralatan

Gonio dan ISP

Dari Gambar 1 tersebut, terlihat bahwa perbedaan hasil pengujian nilai efikasi minimum adalah sebesar -20 persen, maksimum 42 persen, dengan nilai rata-rata 5 persen. Sedangkan dari Gambar 2, didapatkan perbedaan hasil pengujian nilai faktor daya minimum -9 persen, maksimum 19 persen, dengan nilai rata-rata 2 persen. Meskipun terdapat perbedaan dari setiap hasil pengujian dari kedua peralatan tersebut, namun hampir keseluruhan hasil pengujian dari kedua peralatan tersebut menunjukkan tren data yang

sama. Perbedaan ini dapat disebabkan antara lain, tingkat akurasi peralatan dan kualitas sampel uji produk.

Selain pengukuran terhadap nilai efikasi dan faktor daya, juga dilihat perbedaan hasil pengujian terhadap nilai daya nyata yang dikonsumsi dengan daya nyata pengenal yang tertera pada kemasan produk. Hasil pengujian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Perbandingan Hasil Uji Nilai Daya Nyata Pengenal dan Pengukuran

Dari gambar diatas terlihat bahwa tren hasil pengukuran daya nyata dengan menggunakan peralatan ISP dan gonio memiliki kesamaan. Nilai hasil pengukuran yang dihasilkan memiliki perbedaan dengan daya nyata pengenal yang tertera pada setiap kemasan produk sampel yang diujikan. Perbedaan nilai yang mencapai ± 15 persen terdapat sebanyak 30 persen dari keseluruhan produk yang diuji (standar IEC/PAS 62612 klausul 7, dikatakan bahwa konsumsi daya pengukuran tidak boleh melebihi nilai 15% dari daya pengenalnya). Hal ini menandakan adanya ketidaksesuaian yang dapat merugikan masyarakat dalam hal pembelian lampu LED bulb, dimana pada nilai luminansi (tingkat

(5)

kecerahan cahaya) dari suatu lampu ditentukan oleh besaran daya yang dikonsumsi seperti terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Korelasi Antara Besar Konsumsi Daya Nyata Dengan Luminansi

Nilai efikasi yang dihasilkan dari setiap daya nyata yang sama dikonsumsi dari setiap sampel yang diujikan menghasilkan nilai yang berbeda-beda pula seperti terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Grafik Nilai Efikasi Terhadap Konsumsi Daya Nyata

Sedangkan hasil pengukuran terhadap nilai efikasi dibandingkan fluks luminus yang dihasilkan dari setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Nilai Efikasi Terhadap Fluks Luminus

Nilai efikasi tertinggi yang dihasilkan dari pengujian ini didapatkan sebesar 103 lm/watt dari model lampu LED bulb konsumsi daya nyata sebesar 4,39 watt, sedangkan nilai terendah efikasi didapatkan sebesar 28 lm/w dari model lampu LED bulb konsumsi daya nyata 5,75 watt. Hal ini menandakan bahwa setiap produk yang beredar dipasaran saat ini memiliki kualitas yang berbeda-beda. Konsumsi daya yang besar belum tentu memiliki tingkat efisiensi yang tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya pengaruh pemakaian chip serta komponen driver yang berbeda-beda kualitasnya. Hal ini juga diperlihatkan pada Gambar 6 yang menunjukkan perbandingan antara nilai efikasi dan fluks luminus yang dipancarkan oleh lampu LED bulb. Tingkat kecerahan cahaya yang dihasilkan belum tentu menghasilkan efisiensi yang sama besarnya pula. Pada setiap nilai fluks luminus memiliki nilai efikasi yang berbeda-beda lebih dari 70 persen. Keberagaman ini menunjukkan perlunya ditetapkan suatu standar mutu untuk lampu LED bulb agar para produsen/distributor dapat menjaga kualitas produk yang akan diedarkan

(6)

sehingga masyarakat dapat merasakan penghematan energi yang nyata dengan kualitas cahaya yang baik.

Analisis terhadap tingkat efikasi dan nilai faktor daya lampu LED bulb yang beredar dipasaran saat ini digunakan pendekatan melalui grafik distribusi normal yang ditunjukkan oleh Gambar 7. Dengan grafik tersebut akan diketahui prediksi populasi produk yang akan hilang dari pasaran dengan satuan nilai yang telah ditetapkan.

Gambar 7. Grafik Distribusi Normal Nilai Efikasi

Nilai efikasi lampu LED terendah adalah sebesar 28 lm/w sedangkan tertinggi sebesar 103 lm/w. Frekuensi data terbesar ada pada nilai 87 lm/w dengan nilai frekuensi kemunculan 5 kali. Apabila nilai grafik tersebut diambil 10 persen dari keseluruhan populasi data yang ada, maka populasi produk yang akan hilang sebesar 7,67 persen dengan nilai efikasi minimum sebesar 58 lm/w.

Grafik distribusi normal dari nilai faktor daya pada sampel dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik Distribusi Normal Nilai Faktor Daya

Nilai faktor daya minimum hasil pengukuran berdasarkan grafik distribusi normal adalah sebesar 0,18, sedangkan nilai tertinggi sebesar 0,94. Frekuensi nilai tertinggi faktor daya yang muncul sebesar 0,44 sebanyak 6 kali. Apabila nilai grafik tersebut diambil 10 persen dari keseluruhan populasi data yang ada, maka populasi produk yang akan hilang sebesar 9,48 persen dengan nilai faktor daya minimum sebesar 0,25.

Nilai efikasi hasil pengujian tersebut menunjukkan tingkat efisiensi yang lebih baik dari lampu fluoresen swabalast. Hal ini didasari bahwa dengan mengacu terhadap Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral nomor 6 tahun 2011 pada bagian lampiran (uji lumen) tabel kriteria tanda hemat energi untuk lampu swabalast, disebutkan untuk range daya pengenal 5-9 watt nilai efikasi yang berhak mendapatkan bintang tertinggi (bintang 4) bernilai lebih dari 55 lm/w, dan untuk range daya pengenal 10-15 watt nilai efikasi yang berhak mendapatkan bintang tertinggi bernilai lebih dari 57 lm/w. Pada grafik distribusi normal, 90 persen populasi sampel yang diuji

(7)

bernilai lebih dari 58 lm/w sehingga apabila nilai tersebut dijadikan batasan minimum nilai fluks luminus inisial terhadap lampu LED bulb maka tingkat efisiensinya akan jauh lebih baik dari lampu fluoresen swabalast. Sebagai contoh, untuk nilai daya nyata sebesar 5 watt pada lampu fluoresen swabalast dengan nilai efikasi sebesar 45 lm/w maka besar total nilai fluks luminus yang dipancarkan oleh lampu tersebut hanya sebesar 225 lumen. Sedangkan untuk lampu LED bulb swabalast dengan daya nyata yang sama akan dapat menghasilkan nilai fluks luminus sebesar 290 lumen, sehingga didapatkan kenaikan tingkat efisiensi sebesar ± 29 persen.

Nilai faktor daya minimum hasil pengukuran berdasarkan grafik distribusi normal adalah sebesar 0,18, sedangkan nilai tertinggi sebesar 0,94. Frekuensi nilai tertinggi faktor daya yang muncul sebesar 0,44 sebanyak 6 kali. Apabila nilai grafik tersebut diambil 10 persen dari keseluruhan populasi data yang ada, maka populasi produk yang akan hilang sebesar 9,48 persen dengan nilai faktor daya minimum sebesar 0,25. Faktor daya dengan nilai 0,25 berarti suplai daya (VA) yang harus diberikan kepada lampu tersebut sebanyak 4 kali lebih besar dari konsumsi daya nyatanya (W). Hal ini tentunya akan merugikan dari sistem pembangkitan listrik yang ada. Sebagai ilustrasi, berdasarkan data statistik PT.PLN tahun 2011, jumlah pelanggan sektor rumah tangga adalah sebanyak 42.577.542. Apabila setiap pelanggan menggunakan sedikitnya tiga buah lampu LED bulb dengan konsumsi daya nyata sebesar 10 watt dan

faktor daya 0,25, maka suplai tenaga listrik yang harus disediakan oleh PT. PLN adalah sebesar ± 5.109 MVA. Namun, apabila nilai faktor daya dari setiap lampu LED yang ada sebesar 0,5, maka dengan menggunakan asumsi yang sama seperti pada perhitungan sebelumnya, suplai energi listrik yang harus dibangkitkan adalah sebesar ± 2.554 MVA. Dari 10 persen grafik distribusi normal tertinggi akan didapat nilai faktor daya terendah sebesar 0,76 dimana jumlah populasi yang ada hanya sebanyak 3,41 persen. Dengan meningkatkan batasan nilai faktor daya dari produk LED bulb menjadi 0,5, maka diperkirakan 57 persen dari produk yang beredar dipasaran akan hilang. Penerapan batasan standar mutu ini harus disosialisasikan dan didiskusikan dengan para produsen dalam negeri mengenai kesiapan mereka akan hal tersebut agar nantinya tidak akan merugikan produsen dalam negeri.

Dalam kasus negara lain, New Zealand telah menetapkan nilai faktor daya sebesar 0.7 pada lampu LED dengan daya ≥ 5 watt untuk mendapatkan label ENERGY STAR® yang berlaku mulai 1 Agustus 2011[3]. Sedangkan

pada negara bagian California, Amerika Serikat, penerapan kriteria kinerja lampu LED tahap pertama yang berlaku mulai 1 September 2013[7], nilai faktor daya yang dipersyaratkan

adalah sebesar 0,4 untuk lampu LED dengan daya 2 < P < 5 W, nilai faktor daya sebesar 0,5 untuk lampu LED dengan daya 5 < P < 25 W, dan nilai faktor daya sebesar 0,9 untuk lampu LED dengan daya P > 25 W.

(8)

Umumnya, pengambilan nilai 10 persen dari grafik distribusi normal pada kedua kondisi di atas merupakan asumsi dasar jika pemerintah akan memberlakukan suatu kebijakan pemberlakuan standar mutu minimum (Minimum Energy Performance Standard). Dimana kebijakan tersebut harus menjadi solusi bagi semua pihak, yaitu membantu masyarakat menghemat energi listrik melalui pembelian lampu LED bulb yang berkualitas, mengurangi beban pembangkitan listrik, maupun peningkatan kualitas produk dalam negeri sehingga dapat bersaing dengan produk impor.

KESIMPULAN DAN SARAN

Ketidaksesuaian antara hasil pengukuran dan pengenal daya nyata dari lampu LED bulb sebanyak 30 persen dari model/type sampel yang diuji. Hal ini tentunya dapat merugikan konsumen dalam pemakaian jenis lampu LED bulb nantinya.

Nilai efikasi inisial lampu LED bulb yang ditunjukkan dari hasil perhitungan umumnya jauh lebih besar dari jenis lampu fluoresen swabalast. Dengan membandingkan nilai efikasi yang dihasilkan dari lampu LED bulb dan fluoresen swabalast dengan daya pengenal 5 watt, akan didapatkan kenaikan tingkat efisiensi pencahayaan sebesar ± 29 persen.

Hasil pengujian menunjukkan nilai faktor daya yang dihasilkan oleh lampu LED bulb umumnya berada dibawah 0.76 (90 persen dari populasi distribusi normal). Rendahnya

nilai faktor daya tersebut dapat berpotensi

mengganggu kinerja jaringan distribusi listrik. Tingkat kehandalan dari lampu LED bulb dapat ditunjukkan melalui pengujian lumen maintenance overlife selama 6000 jam. Pengujian ini diusulkan untuk dijadikan penelitian lanjutan agar lampu LED bulb yang beredar dipasaran dapat diketahui tingkat kehandalannya.

DAFTAR PUSTAKA

[1]. IEC/PAS 62612 : 2009, Self-ballasted LED-lamps for general lighting services – Performance Requirements

[2]. Lia Kurniawati, 2008, Pengaruh Pencahayaan LED Terhadap Suasana Ruang Café dan Restoran. Universitas Indonesia

[3]. EECA, 2011, ENERGY STAR® LED light bulbs – Key Product Criteria, New Zealand ENERGY STAR®

[4]. Peraturan Menteri ESDM nomor 6 tahun 2011 tentang Pembubuhan Label Tanda Hemat Energi Untuk Lampu Swabalast [5]. Data Statistik PT.PLN tahun 2011

[6]. N.Fauziah, 2012, LED Performance and Economic Study, The 19th conference of the electric power supply industry. A383 [7]. McGaraghan M., 2013, LED Replacement

Lamps, Response to california energy commission 2013 pre-rulemaking appliace efficiency invitation to participate. 12-AAER-2B; Lighting

Gambar

Gambar 1. Diagram Alir Pengujian
Gambar 1. Perbandingan Hasil Uji Nilai  Efikasi Menggunakan Peralatan Gonio dan
Gambar 4. Korelasi Antara Besar  Konsumsi Daya Nyata Dengan Luminansi
Grafik distribusi normal dari nilai faktor  daya pada sampel dapat dilihat pada Gambar 8

Referensi

Dokumen terkait

Perbup Badung Nomor 38 Tahun 2015 Pasal 3 ayat (2) yaitu penjual minuman beralkohol golongan A untuk diminum langsung di tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal

Adapun pengaruh media film animasi terhadap menulis puisi siswa SMP di kota Praya Lombok Tengah adalah dapat membantu peserta didik dalam berimajinasi dan

Oleh karena itu, Tujuan Penilitian ini adalah (1) Untuk mengetahui nilai Microteaching mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (UNESA) di SMK Taman Siswa Mojokerto (2)

Survey dilakukan dengan melakukan pengukuran bathimetri waduk berdasarkan rute pemeruman yang pernah dilakukan pada studi yang telah dilakukan pada tahun 2012

Meskipun demikian terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas, diantaranya adalah metode estimasi dan teknik pemilihan rute yang

Prosedur penelitian yang digunakan adalah prosedur penelitian pengembangan menurut Borg dan Gall (1983), yang dirinci dalam 5 langkah utama, yakni: (1) Langkah I:

Air dan air limbah – Bagian 6: Cara uji tembaga (Cu) dengan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)-nyala.. Badan Standarisasi

Guillermito dapat mengetahui bahwa aplikasi yang digunakan oleh si ahli komputer adalah Camouflage dengan pertimbangan bahwa hanya sedikit aplikasi steganografi yang