MODUL PERKULIAHAN
PRASANGKA DAN
DISKRIMINASI
Pengertian dan jenis prasangka;
pembentukan, mengatasi prasangka;
Peran stereotipe; Diskriminasi dan
bentuk-bentuk diskriminasi.
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Fakultas Psikologi Psikologi
10
61119 Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.IkomAbstract
Kompetensi
Mendeskripsikan prasangka dan diskriminasi
Mahasiswa mampu memahami dan mengkomunikasikan tentang prasangka dan diskriminasi serta cara untuk mencegahnya
Pengertian Prasangka
Baron dan Byrne menyatakan “Prasangka” atau disebut juga Prejudice adalah sikap negatif terhadap kelompok tertentu atau seseorang yang semata-mata karena keanggotaannya dalam kelompok sosial tertentu.
Dengan kata lain seseorang yang memiliki prasangka terhadap kelompok sosial cenderung mengevaluasi anggotanya dengan cara yang sama (biasanya secara negatif) semata karena mereka anggota kelompok tersebut.
Diskriminasi merujuk pada aksi negatif terhadap kelompok yang menjadi sasaran prasangka.
Ketika prasangka didefinisikan sebagai tipe khusus dari sikap, dua impikasi mengikutinya.
Pertama: Sikap sering sekali berfungsi sebagai skema. Yakni kerangka pikir kognitif untuk mengorganisasi, menginterpretasi, dan mengambil informasi. Individu yang memiliki prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu cenderung memproses informasi tentang kelompok ini secara berbeda dari cara mereka memproses informasi tentang kelompok lain. Prasangka menjadi lingkaran kognitif yang tertetutup dan cenderung bertambah kuat seiring dengan berjalannnya waktu
Kedua: sebagai sebuah sikap, prasangka juga melibatkan perasaan negatif atau emosi terhadap orang yang dikenai prasangka ketika mereka hadir atau hanya dengan memikirkan anggota kelompok yang mereka tidak sukai. Seperti sikap lainnya prasangka juga melibatkan keyakinan dan harapan terhadap anggota berbagai kelompok. Keyakinan ini disebut stereotip
Jenis Prasangka
John E. Farley mengklasifikasikan prasangka ke dalam tiga kategori, sebagai berikut : Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Manusia adalah “Cognitive misers” mereka dalam kebanyakan kondisi menanamkan usaha kognitif sesedikit mungkin. Mengapa orang memiliki prasangka?
Pertama: Secara individu mereka memiliki prasangka karena dengan melakukannya mereka meningkatkan citra diri mereka sendiri. Ketika individu yang berprsangka memandang rendah sebuah kelompok yang dipandangnya negatif, hal ini membuat mereka yakin akan harga diri mereka sendiri.
Kedua: Dengan memiliki prasangka kita dapat menghemat perspektif kognitif. Dalam hal ini stereotip melakukan fungsi ini. Dengan ber stereotip orang tidak perlu berpikir hati-hati dan sistematis.
SUMBER PRASANGKA
TEORI KONFLIK REALISTIK
Teori Konflik Realistik (realistic counflict theory), menurut pandangan ini, prasangka berakar dari kompetisi antar-kelompok sosial, untuk memperoleh komoditas berharga atau kesempatan. Pendeknya prasangka berkembang dari perjuangan untuk memperoleh pekerjaan, perumahan yang layak, sekolah yang baik, dan hasil lain yang diinginkan. Teori tersebut lebih jauh lagi menyatakan bahwa kompetisi seperti itu terus berlanjut, anggota kelompok yang terlibat didalamnya mulai memandang satu sama lain dalam pandangan negative yang terus meningkat (White, 1977), mereka memberi label satu sama lain sebagai “musuh”, memandang kelompok mereka sendiri superior secara moral, dan menarik garis batas antara mereka dan lawan mereka lebih tegas. Hasilnya, apa yang dimulai dengan kompetisi sederhana yang relative bebas dari rasa benci berkembang secara bertahap dalam skala penuh, prasangka dengan dasar emosi.
KONFLIK ANTAR KELOMPOK SEBAGAI SUMBER PRASANGKA
Ketika kelompok-kelompok bersaing satu sama lain untuk memproleh sumber daya yang berharga (contoh: pekerjaan, perumahan, kesempatan, pendidikan) mereka dapat memandang satu sama lain dengan pandangan negatif yang terus meningkat.
Hasilnya dapat berupa perkembangan prasangka etnis atau rasial berskala penuh. Namun sayangnya seringkali diekspresikan secara terbuka, dalam bentuk aksi yang membahayakan dan diarahlan pada mereka yang dipersepsikan sebagai musuh.
PERAN PEMBELAJARAN SOSIAL
Sebuah pandangan bahwa prasangka diperoleh melalui pengalaman langsung dan
vicarious, sebuah cara yang sama dari mana sikap lain diperoleh.
Mengatasi prasangka
Tidak dapat dipungkiri prasangka ada dalam aspek kehidupan , atau bahkan selurih masyarakat. Namun bukan berarti prasangka tidak dapat dicegah. Meski tidak dapat seluruhnya dihilangkan namun prasangka dapat dikurangi dengan cara:
1. Memutuskan siklus prasangka: belajar tidak membenci
Fanatisme merupakan hasil bentukan, dan bukan merupakan bawaan seak lahir. Anak mempelajari prasangka dari orang tuanya, orang dewasa lain dan pengalaman masa kanak-kanak. Atas dasar keyakinan inilah, sebuah teknik untuk dapat mengurangi prasangka adalah dengan mencegah orang tua dan orang dewasa lainnya untuk melatih anak menjadi fanatik.
2. Kontak antar kelompok secara langsung: Keuntungan potensial dari melakukan kontak
Kontak antar kelompok dapat dilakukan secara langsung, ide ini dikenal dengan hipotesis kontak (contact hypothesis), dan ada beberapa alasan bagus untuk memprediksikan bahwa strategi ini dapat dibuktikan keefektifannya. Hipotesis kontak: pandangan bahwa peningkatan kontak antar anggota dari berbagai kelompok sosial dapat efektif mengurangi prasangka diantara mereka. Usaha-usaha tersebut tampaknya berhasil hanya ketika kontak tersebut terjadi di bawah kondisi-kondisi tertentu.
Hipotesis kontak yang diperluas: Sebuah pandangan yang menyatakan bahwa
hanya dengan mengetahui bahwa anggota kelompoknya sendiri telah membentuk persahabatan dengan anggota out group dapat mengurangi prasanga terhadap kelompok tersebut.
3. Kategorisasi ulang: Membuat Ulang batas antara “Kita dan “mereka.
Perubahan dalam batas antara individu in group (“kita”) dan beberapa out group (‘mereka”). Hasil dari kategorisasi ulang tersebut orang yang
sebelumnya dipandang anggota out group sekarang dapat dipandang sebagai bagian dari in-group
4. Intervensi kognitif: memotivasi orang lain untuk tidak berprasangka, pelatihan (belajar untuk mengatakan “tidak” pada stereotype).
5. Pengaruh social untuk mengurangi prasangka.
Peran stereotip
Stereotip memainkan peran penting dalam munculnya prasangka. Stereotip dapat diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa verbal tanpa pernah adanya kontak dengan tujuan/objek stereotip (Brisslin,1993). Stereotip juga dapat diperkuat oleh TV, film, majalah, koran, dan segala macam jenis media massa. Menurut Johnson & Johnson (2000), stereotip dilestarikan dan di kukuhkan dalam empat cara,:
1. Stereotip mempengaruhi apa yang kita rasakan dan kita ingat berkenaan dengan tindakan orang-orang dari kelompok lain.
2. Stereotip membentuk penyederhanaan gambaran secara berlebihan pada anggota kelompok lain. ndividu cenderung untuk begitu saja menyamakan perilaku individu-individu kelompok lain sebagi tipikal sama.
3. Stereotip dapat menimbulkan pengkambinghitaman.
4. Stereotip kadangkala memang memiliki derajat kebenaran yang cukup tinggi, namun sering tidak berdasar sama sekali. Mendasarkan pada stereotip bisa menyesatkan. Lagi pula stereotip biasanya muncul pada orang-orang yang tidak mengenal sungguh-sungguh etnik lain. Apabila kita menjadi akrab dengan etnis bersangkutan maka stereotip tehadap etnik itu biasanya akan menghilang.
Matsumoto (1996) menunjukkan bahwa kita dapat belajar untuk mengurangi stereotip yang kita miliki dengan mengakui tiga poin kunci mengenai stereotip, yaitu: Stereotip didasarkan pada penafsiran yang kita hasilkan atas dasar cara pandang dan latar belakang budaya kita. Stereotip juga dihasilkan dari komunikasi kita dengan pihak-pihak lain, bukan dari sumbernya langsung. Karenanya interpretasi kita mungkin salah, didasarkan atas fakta yang keliru atau tanpa dasar fakta.
Stereotip seringkali diasosiasikan dengan karakteristik yang bisa diidentifikasi. Ciri-ciri yang kita identifikasi seringkali kita seleksi tanpa alasan apapun. Artinya bisa saja kita dengan begitu saja mengakui suatu ciri tertentu dan mengabaikan ciri yang lain.
Stereotip merupakan generalisasi dari kelompok kepada orang-orang di dalam kelompok tersebut. Generalisasi mengenai sebuah kelompok mungkin memang menerangkan atau sesuai dengan banyak individu dalam kelompok tersebut.
Diskriminasi dan bentuk diskriminasi
Diskriminasi adalah perilaku negatif terhadap orang lain yang menjadi target prasangka. Merasa tidak nyaman jika duduk di samping target prasangka menunjukkan bahwa seseorang memiliki prasangka, namun memutuskan untuk pindah tempat duduk untuk menjauhi target prasangka adalah sebuah diskriminasi. Dasar dari munculnya prasangka dan diskriminasi adalah stereotip. Walaupun dikatakan bahwa stereotip adalah dasar dari prasangka dan diskriminasi,namun tidak berarti bahwa seseorang yang memiliki stereotip negatif mengenai sebuah kelompok tertentu pasti akan menampilkan prasangka dan diskriminasi.
Target dari diskriminasi : • Seksisme
Nampaknya prasangka dan diskriminasi yang paling banyak terjadi adalah dalam pembedakan antara pria-wanita. Hal ini mungkin berkaitan dengan banyaknya penderitaan yang dialami wanita sepanjang sejarah sebagai korban dari seksisme. • Rasisme
Diskriminasi terhadap ras dan etnis tampaknya merupakan diskriminasi yang paling banyak menimbulkan perbuatan brutal di muka bumi ini.Banyak penelitian psikologi sosial yang berfokus pada sikap terhadap anti-kulit hitam di Amerika Serikat. Mereka cenderung melihat bahwa kulit hitam merefleksikan persepsi umum mengenai orang desa,budak,dan pekerja kasar.
• Ageism
Dalam sebuah komunitas, lansia biasanya diperlakukan dengan penuh hormat. Masyarakat melihat bahwa kaum tua ini berpengalaman,bijak,dan memiliki intuisi tajam yang biasanya tidak dimiliki oleh kaum yang lebih muda. Namun,di masyarakat lain kaum tua diperlakukan sebagai pihak yang kurang berharga dan kurang memiliki kekuasaaan.
Ada pro-kontra dalam memandang homoseksual. Ada yang melihatnya sebagai pilihan atas hak hidup dan ada juga yang melihatnya sebagai perilakuu abnormal. Sikap negatif terhadap kaum homo seksual melahirkan aturan-aturan yang dapat menghukum orang yang mepraktikkan homoseksualitaas.
• Diskriminasi Berdasarkan Keterbatasan Fisik
Prasangka dan diskriminasi karena keterbatasan fisik sudah berlangsung sejak lama,bahkan orang dengan keterbatasan seperti ini dipandang sebagai menjijikkan dan kurang bermatabat. Saat ini diskriminasi atas orang yang memiliki keterbatasan fisik dianggap ilegal dan tidak diterima secara sosial,bahkan masyarakat di Australia dan Selandia Baru sangat sensitif dengan kebutuhan orang-orang yang berkebutuhan khusus ini. menyediakan fasilitas umum yang mempertimbangkan kepentingan kaum yang mengalami keterbatasan fisik ini,misalnya toilet khusus,jalur khusus untuk kursi roda di area publik, atau adanya penyediaan bahasa gerak di televisi.Sering kali masih ada ketidak nyamanan yang dirasakan oleh beberapa orang jika di lingkungannya terdapat orang dengan keterbatasan fisik.Selain itu,sering juga muncul ketidakpastian karena tidak tahu bagaimana cara memperlakukan mereka.
Bentuk Diskriminasi
o Menolak untuk Menolong
Menolak untuk menolong orang lain (reluctance to help) yang berasal dari kelompok tertentu sering kali dimaksudkan untuk membuat kelompok lain tersebut tetap berada dalam posisinya yang kurang beruntung.
o Tokenisme
Tokenisme adalah minimnya perilaku positif kepada pihak minoritas. Perilaku ini nanti digunakan sebagai pembelaan dan justifikasi bahwa ia sudah melakukan hal baik yang tidak melanggar diskriminasi (misalnya : saya sudah memberikan cukupkan?)
o Reserve Dicrimination
Bentuk token yang lebih ekstrem adalah reserve discrimination,yaitu praktik melakukan diskriminasi yang menguntungkan pihak yang biasanya menjadi target prasangka dan diskriminasi dengan maksud agar mendapatkan justifikasi dan
terbebas dari tuduhan telah melakukan prasangka dan diskriminasi. Oleh karena reserve discrimination memberikan keuntungan kepada kelompok minoritas,maka efek jangka pendeknya dapat dirasakan langsung. Namundengan berjalannya waktu ada konsekuensi negatif yang bisa ditanggung oleh kelompok minoritas tersebut.
Mengendalikan tingkat diskriminasi
a) Belajar untuk Tidak Membenci
Anak-anak memiliki prasangka dengan mempelajari dari orang tuanya serta juga dari media massa.Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi prasangka adalah dengan melarang orang tua atau orang dewasa lain untuk menurunkan sikap negatifnya tersebut terhadap anak-anaknya.
b) Direct Intergroup Contact
Pettigrew (1981,1997 dalam Baron dalam Byrne,2003) menyatakan,bahwa prasangka yang terjadi antar kelompok dapat dikurangi dengan cara meningkatkan intensitas kontak antara kelompok yang berprasangka tersebut.
c) Rekategorisasi
Rekategorisasi adalah melakukan perubahan batas antara ingrup dan outgrupnya. Sebagai akibatnya,bisa saja seseorang yang sebelumnya dipandang sebagai outgrupnya,tetapi kemudian menjadi ingrupnya.
d) Intervesi Kognitif
Kecenderungan untuk melihat keanggotaan orang lain dalam berbagai kelompok sering menjadi kunci penyebab munculnya prasangka.Oleh karena itu,ada sejumlah intervensi untuk mengurangi dampak stereotip yang pada akhirnya dapat mengurangi kecenderungan prasangka dan diskriminasi.
e) Social Influence sebagai Cara Mengurangi Prasangka
Kenyataan bahwa sikap terhadap kelompok ras atau kelompok etnis tertentu bisa dipengaruhi oleh lingkungan sosial,maka pengubahan sikap tersebut juga bisa dengan memanfaatkan pengaruh sosial yang ada.Teori ini dapat memberikan arahan kepada kita mengenai pendekatan intervensi yang dapat dikembangkan untuk mengubah sikap terhadap kelompok/ras tertentu.
Sejumlah studi menemukan banyaknya efek negatif yang ditemukan pada individu yang menjadi target diskriminasi. Individual yang tergolong minoritas sering mendapatkan pengalaman yang disebutnya sebagai ‘stereotype threat’ yaitu kesadaran orang-orang minoritas bahwa ia akan dievaluasi berdasarkan status minoritasnya. Kondisi semacam ini tentu saja dapat mengganggu berkembangnya rasa percaya diri dalam berbagai setting sosial yang ada.
Daftar Pustaka
Ahmadi, abu. 2007, psikologi sosial, Jakarta: rineka cipta
Dyakisni, tri & hudaniah. 2009, psikologi sosial, malang: umm press
Nina w. Syam, M.S, Psikologi sebagai akar ilmu komunikasi, 2011, Simbiosa Rekatama Media, Bandung
Sarwono, sarlito wirawan. 2006, teori-teori psikologi sosial, Jakarta: rajawali pers
Sarwono, Sarlito W., dan Meinarno,Eko A., Psikologi Sosial, Salemba Humanika, Jakarta, 2009.