• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI. 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan Metode ATC/DDD Dina Yusmasrlina...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR ISI. 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan Metode ATC/DDD Dina Yusmasrlina..."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

1. Evaluasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menggunakan Insulin Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang

Fahma Shufyani... 1-9 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan

Metode ATC/DDD

Dina Yusmasrlina... 10-15 3. Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching

pada Spasme Muxculus Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa

Kardina Hayati... 16-27 4. Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral

Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua

Grace Erlyn Damayanti... 28-36 5. Hubunga Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung

Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

Rahmad Gurusinga... 37-44 6. Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Apendiktomi Di

Rumah Sakit Haji Medan

Tahan Adrianus Manalu ... 45-53 7. Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapai Musik

Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan

Elprida Simanjuntak ... 54-66 8. Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Infeksi Gonore Di Kota Tebing Tinggi

Raisha Octavariny... 67-82 9. Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.)

Argun Widarsa ... 83-88 10. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri

Staphylococcus Aureus Secara In Vitro

Abu Dzarrim Al Ghifari ... 89-94 11.Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan Daya

Antioksidan dari Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.)

Lukky Jayadi ... 95-103

ISSN 2089-8193

(2)

ISSN :2089-8193

KESTRA-NEWS

JURNAL ILMIAH STIKes MEDISTRA LUBUK PAKAM

Volume : 4, No : 2 Juli – Desember 2014

DAFTAR ISI

1. Evaluasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menggunakan Insulin Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang

Fahma Shufyani... 1-9 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang

Dengan Metode ATC/DDD

Dina Yusmasrlina... 10-15 3. Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax

Stretching pada Spasme Muxculus Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa

Kardina Hayati... 16-27 4. Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum dan Sesudah

Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua

Grace Erlyn Damayanti... 28-36 5. Hubunga Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang

Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang

Rahmad Gurusinga ... 37-44 6. Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi

Apendiktomi Di Rumah Sakit Haji Medan

Tahan Adrianus Manalu ... 45-53 7. Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapai

Musik Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan

Elprida Simanjuntak ... 54-66 8. Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Infeksi Gonore Di Kota

Tebing Tinggi

Raisha Octavariny... 67-82 9. Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus

musculus L.)

Argun Widarsa ... 83-88 10. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap

Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro

Abu Dzarrim Al Ghifari ... 89-94 11. Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan

(3)

PENGANTAR REDAKSI

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNya telah terbit Jurnal Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama KESTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari–Juni dan Juli – Desember.

Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian.

Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini.

Semoga Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju.

Salam,

(4)

PENGURUS

Pelindung : 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd

Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd

Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam

Penanggungjawab : Rosita Ginting, SH

BAA Akper MEDISTRA LubukPakam

Pimpinan Redaksi : Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes

Sekretaris Redaksi : Desideria Yosepha Ginting, S.Si.T, M.Kes

Redaktur Ahli : 1. Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB

2. Jul Asdar Putra Samura, SST, M.Kes 3. Efendi Selamat Nainggolan, SKM, M.Kes 4. Christine Vita Gloria Purba, SKM, M.Kes

5. Grace Erlyn Damayanti Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep

Koordinator Editor : 1. Basyariah Lubis, SST, M.Kes

2. Dameria, SKM, M.Kes

3. Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns,M.Kep 4. Fadlilah Widyaningsih, SKM

5. Luci Riani Br. Ginting, SKM, M.Kes

Sekretariat : 1. Tati Murni Karo-Karo, S.Kep, Ns, M.Kep

2. Sri Wulan, SKM

3. Raisha Octavariny, SKM, M.Kes

Distributor : 1. Layari Tarigan, SKM

2. Arfah May Syara, S.Kep, Ns

Penerbit : STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam

Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, K0de Pos : 20512 Telp. (061) 7952262, Fax (061) 7952234

e-mail : [email protected] Website: medistra.ac.id

(5)

EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2

YANG MENGGUNAKAN INSULIN

Fahma Shufyani

Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam

ABSTRACT

Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by hyperglycemia associated with abnormalities in the metabolism of carbohydrates, fats and proteins. Hypoglycemia is a condition where blood glucose levels <60 mg / dL or <80 mg / dL with one of the symptoms. Insulin is a hormone consisting of amino acid sequence produced by the beta cells of the pancreas. The aim of research to evaluate the factors that influence the incidence of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes who use insulin in inpatient wards DR.M.Djamil diseases in the department of Padang. The study was conducted from April to June 2015 with descriptive analytic methods to the design of cross sectional and prospective studies and interviews. Data were obtained from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus receiving insulin therapy. The total number of patients in the study 109 patients. 37 patients (33.9%) experienced hypoglycemia, 72 patients (66.1%) did not experience hypoglycemia.

Keywords: hypoglycemia, diabetes mellitus type 2, insulin

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai

dengan hiperglikemia yang

berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (30).

Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis (22). Hipoglikemia

merupakan salah satu faktor

penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada pasien diabetes (20).

Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam

darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (29). Angka kejadian hipoglikemia pada kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 10%, selama pemberian terapi insulin. Hipoglikemia pada diabetes disebabkan oleh kelebihan insulin relatif atau absolut, namun integritas mekanisme pengatur-balik glukosa berperan penting dalam penurunan gejala klinis (5).

Dari hasil pengamatan

pendahuluan yang dilakukan, pada tahun 2014 di RSUP DR. M.Djamil

Padang ditemukan kejadian

hipoglikemia berjumlah 78 pasien. Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang

optimal. Pada pasien yang

mendapatkan terapi insulin dirumah sakit yang akan diteliti, ditemukan bahwa pengukuran kadar gula darah

(6)

dilakukan pada waktu yang tidak

disesuaikan dengan profil

farmakokinetik dari insulin yang digunakan. Hal ini menyebabkan kejadian hipoglikemia menjadi tidak terdeteksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melihat.

evaluasi faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian

hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin dibangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP DR. M.Djamil Padang. METODA PENELITIAN

Penelitian dilakukan secara

cross sectional pada bulan April

20145 sampai Juni 2015 di RSUP DR. M. Djamil Padang. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode

purposive sampling dengan kriteria

inklusi : 1) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi insulin, 2) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menderita hipoglikemia, 3) bersedia untuk disertakan dalam

penelitian, Mampu untuk

diwawancarai. Seluruh pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk mengisi informed consent. Data sosiodemografi (usia,

jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan

dan berat badan) dikumpulkan

dengan wawancara kepada pasien dan dari rekam medis pasien. Untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dan variabel dependen apakah secara

statistik ada hubungan yang

bermakna dilakukan dengan uji statistik yaitu uji kai kuadrat (Chi

Square). Data dianalisis menggunakan program SPSS for

windows versi 17.0. Metode analisis

yang dilakukan adalah uji crosstabs untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR). Untuk melihat hubungan variabel independen secara

bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan

dengan kejadian hipoglikemia

digunakan uji regresi logistik ganda menggunakan program SPSS for

windows versi 17.0.

Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik demografis seperti : usia, jenis

kelamin serta pekerjaan dan

karakteristik penyakit pasien seperti : penyakit lain yang diderita oleh pasien. Persentase dan frekuensi digunakan variabel kategorikal (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, jenis insulin yang diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2,obat selain insulin yang diberikan, kadar laboratorium gula darah puasa, gula darah 2 jam PP, gula darah sewaktu serta penyakit lain yang diderita).

Evaluasi gejala klinis yang terlihat sebelum dan sesudah mendapatkan terapi insulin yang ada di RSUP DR. M.Djamil Padang. Data dianalisa dengan menggunakan observasi.

HASIL DAN DISKUSI

Jumlah keseluruhan pasien yang diamati dalam penelitian ini adalah 109 pasien. Sebanyak 37

pasien (33,9%) mengalami

hipoglikemia, Penilaian kejadian hipoglikemia pada penelitian ini didasarkan kepada hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan gejala klinis hipoglikemia. Dikatakan hipoglikemia bila keadaan dimana kadar glukosa darah pasien kurang dari 60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dL dengan gejala klinis (22)

Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus diakibatkan karena menurunnya kadar gula dalam darah

(7)

yang biasanya disebabkan oleh kelebihan pemakaian dosis obat, faktor usia lanjut dan ketidak teraturan penderita dalam hal

mengkonsumsi makanan sehabis

memakai obat (14).

Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) berjenis kelamin

perempuan, 6 pasien (16,2%)

berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin,

et al., (2010) menyimpulkan bahwa

jenis kelamin perempuan lebih

banyak mengalami kejadian

hipoglikemia. Karena pada

perempuan menopause akan terjadi penurunan jumlah estrogen dan progesteron, seperti yang diketahui bahwa hormon tersebut dibentuk dari steroid yang diambil dari jaringan adipose. Penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron akan meningkatkan timbunan lemak dan perubahan profil lipid darah dibandingkan dengan laki-laki yang dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (12).

Dari hasil penelitian ditemukan

bahwa kelompok pasien yang

mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berusia lansia (60 tahun – 74 tahun), 7 pasien (18,9%) berusia dewasa (45 tahun – 59 tahun). Pada kelompok usia yang lebih muda menunjukkan respon yang lebih cepat terhadap gejala hipoglikemia, artinya kelompok usia yang lebih

muda memiliki kemampuan

mengenal dan merespon gejala hipoglikemia lebih baik dari pada kelompok usia yang lebih tua (23). Usia lansia dicirikan dengan

seringnya mengeluhkan

kesehatannya karena penurunan fungsi tubuh. Semakin muda usia pasien, maka semakin meningkat

kemampuan melakukan

penatalaksanaan hipoglikemia (10). Pada pasien yang mengalami hipoglikemia dengan berat badan 30

– 40 kg ditemukan sebanyak 33

pasien (89,1%) dan pasien dengan berat badan 41 – 50 kg ditemukan sebanyak 4 pasien (10,8%). Pada pasien yang kelebihan berat badan terdapat kelebihan kalori akibat makan yang berlebih, sehingga menimbulkan penimbunan lemak dijaringan kulit. Resistensi insulin akan timbul pada daerah yang

mengalami penimbunan lemak,

sehingga akan menghambat kerja insulin dijaringan tubuh dan otot (2).

Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) tingkat pendidikan SMP dan 6 pasien (16,2%) tingkat

pendidikan SMA. Tingkat

pendidikan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien. Status pendidikan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena status

pendidikan akan mempengaruhi

kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan (25).

Pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berkerja sebagai ibu rumah tangga, 7 pasien (18,9%) bekerja sebagai wiraswasta. Pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pasien dengan cara meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan

mempengaruhi cara bagaimana

pasien masuk kedalam sistem

pelayanan kesehatan, sehingga seseorang yang beekrja memiliki

(8)

kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk mengatasi masalahnya (21).

Jenis insulin yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis insulin yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long

acting. Kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 27 pasien (72,9%) jenis insulin rapid acting tunggal, 10 pasien (27,0%) jenis insulin rapid acting kombinasi long

acting. Jenis insulin rapid acting

tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Novorapid. Novorapid menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman dan identik dengan insulin manusia. Novorapid adalah cairan injeksi yang

mengandung insulin aspart.

Dibandingkan dengan insulin

manusia terlarut, Novorapid lebih cepat diabsorbasi., lebih banyak dan tinggi kurva konsentrasi pada waktu yang singkat (19).

Kombinasi dari 2 jenis insulin yaitui insulin kerja cepat dengan insulin kerja panjang memberikan hasil penurunan kadar glukosa darah lebih baik, karena dapat memenuhi kebutuhan insulin basal dan insulin prandial. Pemberian 2 jenis insulin tersebut menghasilkan kontrol glikemik yang lebih baik, fluktuasi glukosa darah, kejadian hipoglikemia dan peningkatan berat badan yang lebih rendah (33).

Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 16 pasien (43,2%) dosis insulin rapid

acting tunggal 3x10 IU, 2 pasien

(5,4%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x6 IU, 9 pasien (24,3%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x8 IU, 2 pasien (5,4%) dosis insulin

rapid acting 3x10 IU kombinasi long acting 1x12 IU, 4 pasien (10,8%)

dosis insulin rapid acting 3x12 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1

pasien (2,7%) dosis insulin rapid

acting 3x6 IU kombinasi long acting

1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis

insulin rapid acting 3x6 IU

kombinasi long acting 1x12 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid

acting 3x8 IU kombinasi long acting

1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis

insulin rapid acting 3x6 IU

kombinasi long acting 1x12 IU. Setiap pasien mendapat dosis yang berbeda-beda, dosis yang digunakan tergantung pada kondisi fisiologis pasien yang juga berbeda-beda. Novorapid termasuk dalam

rapid acting insulin yaitu insulin

dengan onset sangat cepat sekitar 15

– 30 menit dengan puncak kerja 30 –

60 menit dan lama kerja 3 – 5 jam tersedia dalam vial dan pen insulin (15).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Wandira tahun 2005, bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah insulin aspart-detemir, dimana hasil yang diperoleh

memperlihatkan persentase

penurunan kadar gula darah puasa, semakin besar pada pemberian insulin dengan dosis berkisar 12 – 14 unit untuk insulin aspart dan 10-30

unit untuk insulin detemir.

Pemberian insulin dengan dosis besar dipertimbangkan berdasarkan kadar gula darah puasa awal (33).

Dari 37 pasien yang

mengalami hipoglikemia, pasien

dengan kategori sikap lemah

sebanyak 4 orang (10,8%) dan dengan kategori sikap kuat sebanyak 33 orang (89,1%). Hal ini berarti bahwa pasien yang memiliki sikap kuat lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki sikap

lemah, sikap tidak memiliki

pengaruh terhadap pencegahan

hipoglikemia. Pada umumnya

(9)

mengetahui dan menyikapi tentang hal yang baru diterimanya. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu (10).

Berdasarkan tingkat

kepercayaan terkait insulin, dari 37

pasien yang mengalami

hipoglikemia, 5 pasien (13,5%) berada pada kategori lemah dan 32 pasien (86,4%) berada pada kategori kuat. Adanya kepercayaan bahwa kurangnya keyakinan diri terhadap keberhasilan penatalaksanaan insulin dalam mengontrol glukosa darah disamping kekhawatiran akan adanya peningkatan berat badan setelah penggunaan insulin (24). Pemberian terapi insulin dirasakan menyulitkan pasien, karena rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul, karena kurangnya informasi dan ketidaktahuan pasien, sehingga

menjadi hambatan dalam

penggunaan insulin. Terapi insulin juga membuat ketidaknyamanan bagi pasien, karena pemberiannya harus memakai jarum suntik (1).

Berdasarkan tingkat

pengetahuan, dari 37 pasien terdapat pada kelompok yang mengalami hipoglikemia, 31 pasien (83,7%) berada pada kategori tidak baik dan 6 pasien (16,2%) berada pada kategori baik. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pasien yang pengetahuan

tidak baik lebih banyak

dibandingkan pengetahuan baik, masih banyak pasien yang tidak mengetahui penyebab hipoglikemia

dan kurangnya informasi

pengetahuan secara holistik pada hipoglikemia (11).

Pengetahuan memiliki

pengaruh terhadap pencegahan

hipoglikemia. Pada pasien yang memiliki pengetahuan ditemukan kejadian hipoglikemia yang lebih rendah, karena dapat menghindari penyebab dan mengontrol terjadinya hipoglikemia, sedangkan pasien yang memiliki pengetahuan kurang baik, tidak dapat mengontrol penyebab dari hipoglikemia, dikarenakan pasien tidak mengikuti saran dari petugas kesehatan (11).

Berdasarkan tingkat efikasi diri (kepercayaan diri), dari 37 pasien terdapat pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia, 13 pasien (35,1%) berada pada kategori lemah dan 24 pasien (64,8%) berada pada kategori kuat. Sepanjang waktu seiring dengan lamanya penyakit yang dialami, pasien dapat belajar bagaimana seharusnya melakukan

pengelolaan penyakitnya.

Pengalaman langsung dari pasien

merupakan sumber utama

terbentuknya efikasi diri. Semakin lama seseorang terdiagnosa penyakit, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki efikasi diri yang jauh lebih baik (4).

(10)

Tabel 1 Hasil analisis Chi-Square untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien dengan kejadian hipoglikemia

Hasil Analisis Parameter Chi Hitung Df Chi Tabel Nilai P Kesimpulan

Jenis kelamin 5,854 1 3,841 0,017 5,854 > 3,841 = Ho ditolak

0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia

Usia 5,041 1 3,841 0,032 5,041 > 3,841 = Ho ditolak

0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipoglikemia

Berat badan 7,156 1 3,841 0,11 7,156 > 3,841 = Ho ditolak

0,011 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara berat badan dengan kejadian hipoglikemia Hasil Analisis Parameter Chi Hitung Df Chi Tabel Nilai P Kesimpulan

Tingkat pendidikan 5,245 1 3,841 0,028 5,245 > 3,841 = Ho ditolak 0,028 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian hipoglikemia

Pekerjaan 5,041 1 3,841 0,032 5,041 > 3,841 = Ho ditolak

0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipoglikemia

Dosis insulin 7,509 8 15,507 -

-Sikap 0,993 1 3,841 0,440 0,993 > 3,841 = Ho diterima

0,440 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian hipoglikemia

Kepercayaan terkait insulin

0,03 1 3,841 1,000 0,03 > 3,841 = Ho diterima 1,000 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepercayaan terkait insulin dengan kejadian hipoglikemia Pengetahuan tentang

diabetes mellitus dan insulin

5,854 1 3,841 0,017 5,854 > 3,841 = Ho ditolak 0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang diabetes mellitus dan insulin dengan kejadian hipoglikemia

Efikasi

diri (kepercayaan diri)

3,056 1 3,841 0,105 3,056 > 3,841 = Ho diterima 0,105 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara efikasi diri (kepercayaan diri) dengan kejadian hipoglikemia

(11)

Dari hasil pengujian diperoleh nilai Chi Square sebesar 12.741 dengan nilai Sig. sebesar 0,121. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai Sig. lebih besar dari pada Alpha (0.05) yang berarti keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti tidak ada perbedaan antara

klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, maka model regresi logistic bida digunakan untuk

analisis selanjutnya. Data

selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :

Tabel 2 hasil uji Hosmer and

Lemeshow Test

Hosmer and Lemeshow Test

Step Chi-square Df Sig.

1 12.741 8 .121

Untuk melihat hasil analisis

regresi menggunakan model

persamaan kedua yang memasukkan semua komponen dari variabel independen. Dari tabel Variables in

the Equation terlihat bahwa nilai

konstanta adalah sebesar 13.642,

koefisien yang paling besar adalah aspek sikap yaitu 2.236 dan koefisien yang paling kecil adalah dosis insulin yaitu 0,137. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini : Tabel 3 hasil uji regresi logistic Variables in the Equation

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig.

Exp (B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper

Step 1 (a) Usia 1.579 .629 6.308 1 .012 4.850 1.414 16.629 jenis kelamin -1.269 .631 4.045 1 .044 .281 .082 .968 tingkat pendidikan 1.450 .636 5.206 1 .023 4.264 1.227 14.818 Pekerjaan 1.100 .600 3.357 1 .067 3.004 .926 9.741 dosis insulin .137 .104 1.745 1 .187 1.147 .936 1.405 jenis insulin .867 .595 2.121 1 .145 2.379 .741 7.636 aspek sikap 2.236 1.120 3.983 1 .046 9.357 1.041 84.103 aspek kepercayaan .244 .857 .081 1 .775 1.277 .238 6.843 aspek pengetahuan 1.688 .660 6.532 1 .011 5.407 1.482 19.724 aspek efikasi diri -.917 .536 2.924 1 .087 .400 .140 1.143 Berat badan 1.409 .684 4.248 1 .039 4.094 1.072 15.638 Constant -13.642 4.790 8.110 1 .004 .000

(12)

KESIMPULAN

Dari penelitian dapat

disimpulkan bahwa umlah kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sebanyak 37 pasien dari 109 pasien (33,9%).

Faktor-faktor yang

mempengaruhi kejadian

hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin adalah jenis kelamin, usia, berat badan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dosis insulin dan jenis insulin. Sementara itu sikap, kepercayaan terkait insulin, efikasi diri (kepercayaan diri) tidak

berhubungan dengan kejadian

hipoglikemia.

Jenis-jenis tipe insulin yang digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long

acting. Kejadian hipoglikemia terjadi

lebih banyak pada kelompok

kombinasi rapid acting-long acting. DAFTAR PUSTAKA

1. American Diabetes Association.

(2006). Diagnosis and

classification of diabetes mellitus.

Journal Diabetes care, 27 (1),

78-80.

2. Amir, S. (2015). Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado,

Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, 36-37.

3. Bandura, A. (1997). Self-Efficacy : The Exercise Of Control, New York : Springer Publishing Company, Journal International

Diabetes Care, 70-72.

4. Bilous, R & Donelly, R. (2014).

Buku Pegangan Diabetes. Edisi

ke-4. Jakarta : Bumi Medika, 90-92.

5. Farida. (2014). Hubungan antara pengetahuan sikap dan tindakan pasien diabetes mellitus dengan

pencegahan komplikasi

hipoglikemia di RSUD Labuang Baji Makassar, Jurnal Ilmiah

Kesehatan Diagnosis, Volume 5 No. 1, 87-88.

6. Ferannini, E. (2005). Insulin

Resistance Versus Insulin

Deficiency in Non Insulin Dependent Diabetes Melitus Problem and Prospect, Journal

International Diabetes Care,

90-92.

7. Gedengurah. (2007). Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Melitus

Tipe 2. Denpasar, Jurnal

Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, 87-88.

8. Kristiantoro, D. (2014). Evaluasi Cara Penggunaan Injeksi Insulin Pen Pada Pasien Diabetes

Melitus Di RS “X” Purwodadi.

Surakarta, Jurnal Keperawatan

Indonesia, Volume 7, No. 2,

7-15.

9. Lin, Y.Y. (2010). Risk factors for recurrent hypoglycemia in hospitalized diabetic patients

admitted for severe

hypoglycemia. Journal

International Eymj, 102-104.

10. Perkeni. (2011). Konsensus

Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, 18.

11. Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek.

Jakarta : EGC, 95-96.

12. Rani, A., Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z., Nasir. (2008).

(13)

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Fakultas Kedokteran,

Universitas Indonesia, 89-90. 13. Rohaidah, Damyanti, N. (2011).

Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan

Kemampuan Pasien Diabetes

Melitus Dalam Mendeteksi

Episode Hipoglikemia Di RSUD

Mattaher. Jambi, Jurnal

Keperawatan Indonesia, Volume 2, No. 1, 26-30.

14. Rubin, R.R. (2000).

Psychotheraphy and Conselling in Diabetes Melitus Psychology in Diabetes Care (p 235-263). Chickester : Jhon Wiley & Sons. Ltd, Journal International Diabetes Care, 102.

15. Sartunus. (2015). Hubungan

Pengetahuan, Persepsi dan

Efektifitas Penggunaan Terapi Insulin Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2

Dalam Pemberian Injeksi

Insulin. Pekanbaru, Jurnal

Keperawatan Indonesia, Volume 2, No. 1, 703-704.

16. Smeltzer & Bare. (2010).

Brunner & Suddarth’s Textbook

of Medical Surgical Nursing.

Philadelpia : Lippincott. 28-29. 17. Sukandar, E.Y., Retnosari, A.

(2008). Iso Farmakoterapi.

Jakarta : PT ISFI Penerbitan, 89-90.

18. Tarwoto & Wartonah. (2012).

Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.

Jakarta : CV. Trans Info Media, 92-93.

19. World Health Organization. (2007). Prevalence of Diabetes Worlwide. Journal International

(14)

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD DELI SERDANG DENGAN METODE

ATC/DDD

Dina Yusmasrlina

Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam

ABSTRACT

Hypertention is condition when systolic pressure more than 140 mmHg and diastolic pressure more than 90 mmHg in minimal twice measurement in 5 minutes. A lot of hypertention patients needs improvement of medication and it caused the use of hypertention drugs increased. The aim of this study are to investigate the kind of drugs for hypertention and the number of them in one of the healthcare facilities in Bandung 2013. This study is descriptive study with retrospective data from prescription. Analysis used ATC/DDD. The result of this study showed three top hypertention are amlodipine (171,8 DDD), Irbesartan (47,38 DDD), and Captopril (40,74 DDD).

Keywords : antihypertention, ATC/DDD, outpatient PENDAHULUAN

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter

dari berbagai bidang peminatan

hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.1

Sistem ATC/DDD (Anatomical

Therapeutic Chemical / Defined Daily Dose) merupakan sistem

klasifikasi dan pengukuran

penggunaan obat yang saat ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian penggunaan obat. Sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional untuk studi penggunaan obat, sekaligus menetapkan WHO Collaborating

Centre for Drug Statistics Methodology untuk memelihara

dan mengembangkan sistem

ATC/DDD. Evaluasi penggunaan obat dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif. Salah satu studi kuantitatif adalah

dengan menggunakan metode

ATC/DDD. Metode ini

direkomendasikan oleh WHO

untuk mengevaluasi penggunaan obat.2

(15)

Sistem klasifikasi ATC digunakan untuk mengklasifikasikan obat. Sistem ini dikontrol oleh WHO Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology,

dan pertama kali dipublikasikan tahun 1976. Obat dibagi menjadi kelompok yang berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut beraksi dan atau berdasarkan karakteristik terapeutik dan kimianya. Obat diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok pada lima level yang berbeda.3

Level pertama adalah level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14 kelompok utama anatomi. Level kedua adalah kelompok utama farmakologi dan terdiri dari dua digit. Kelompok ketiga adalah kelompok farmakologi dan terdiri dari satu huruf. Kelompok keempat adalah kelompok kimia dan terdiri dari satu huruf. Kelompok kelima adalah kelompok zat kimia dan terdiri dari dua huruf.3

DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata perhari yang digunakan untuk indikasi utama orang dewasa. DDD hanya ditetapkan untuk obat yang mempunyai kode ATC.

Jumlah unit DDD yang

direkomendasikan pada pengobatan mungkin dinyatakan dalam satuan miligram atau gram untuk sediaan padat seperti tablet atau kapsul, atau mililiter untuk sediaan cair injeksi atau cair oral.

Data penggunaan obat yang

dipresentasikan pada DDD hanya

memberikan perkiraan penggunaan dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang pasti.3

METODE PENELITIAN

Sampel dalam penelitian ini diambil dari pasien dewasa rawat jalan yang menebus resep di Apotek Kimia

Farma pada bulan Januari -Desember 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antihipertensi apa saja yang digunakan pada pasien hipertensi rawat jalan di Apotek Kimia Farma pada tahun 2013.

Instrumen penelitian adalah data resep yang telah ditebus oleh pasien dewasa pada pelayanan kesehatan rawat jalan di Apotek Kimia Farma pada tahun 2013. Penelitian bersifat deskriptif retrospektif.

Analisis data dilakukan

menggunakan obat antihipertensi, golongan obat antihipertensi, bentuk sediaan, kekuatan, jumlah

penggunaan, dan jumlah

kunjungan pasien rawat jalan. Setelah didapatkan data tersebut, obat antihipertensi diklasifikasikan untuk mendapatkan kode ATC berdasarkan guideline yang telah

ditetapkan oleh WHO

Collaborating Centre. Kemudian

dihitung DDD untuk

masing-masing obat antihipertensi, berdasarkan guideline yang telah

ditetapkan oleh WHO

Collaborating Centre. Hasil perhitungan penggunaan obat antihipertensi per tahun dengan

menggunakan satuan DDD/1000

kunjungan pasien rawat jalan (KPRJ).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2013 didapatkan dari jumlah resep

sebanyak 4.179. Data ini

diperlukan untuk menghitung penggunaan obat antihipertensi

(16)

dengan unit satuan DDD/1000 kunjungan pasien rawat jalan (KPRJ). A. Jenis Obat Antihipertensi yang

Digunakan Berdasarkan

Klasifikasi ATC

Dari data penggunaan obat antihipertensi pada tahun 2013 didapatkan data berupa nama, bentuk sediaan, dosis, jumlah penggunaan obat antihipertensi, dan kunjungan pasien. Obat antihipertensi terdiri dari nama generik dan nama paten yang digunakan pada tahun 2013. Bentuk sediaan dan kekuatan diperlukan untuk mengetahui kandungan zat aktif dalam setiap sediaan. Total jumlah

penggunaan diperlukan untuk

menghitung jumlah total kekuatan obat antihipertensi (dalam satuan gram dan miligram) yang digunakan pada tahun

2013. Penggunaan obat

antihipertensi kemudian diurutkan

sesuai dengan kode ATC

berdasarkan WHO Collaborating Centre.

Tabel 1. Nama dan Golongan Obat Antihipertensi untuk Pasien Rawat Jalan Tahun 2013

Golongan Nama Obat Kode ATC

Amlodipin C08CA01 CCB Nifedipin C08CA05 Loop Furosemid C03CA01 Diuretics Captopril C09AA01 ACE Lisinopril C09AA03 Inhibitor Ramipril C09AA05 Valsartan C09CA03 Candesartan C09CA06

ARB Irbesartan C09CA04

Losartan C09CA01

Telmisartan C09CA07

Atenolol C07AB03

Beta Blocker Bisoprolol C07AB07

Propanolol C07AA05 Diuretik HCT C03AA03 Tiazid Aldosteron Spironolakton C03DA01 Antagonis Alfa 2 Metildopa C02AB01 Agonis B. Kuantitas Penggunaan Obat Antihipertensi dalam Unit DDD

Setelah diketahui jenis obat

antihipertensi yang digunakan di Apotek Kimia Farma pada Tahun 2013, selanjutnya dilakukan perhitungan kuantitas penggunaan obat antihipertensi tersebut. Penggunaan obat antihipertensi untuk pasien rawat jalan dalam DDD/1000 KPRJ pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

(17)

Tabel 2. Kuantitas Penggunaan Antihipertensi untuk Pasien Rawat Jalan Tahun 2013 dalam Satuan DDD/1000 KPRJ

No. Nama Obat DDD DDD/1000

KPRJ 1. Amlodipine 5 mg 171,8 2. Nifedipin 30 mg 5,58 3. Furosemid 40 mg 5,74 4. Captopril 50 mg 40,74 5. Lisinopril 10 mg 15,55 6. Ramipril 2,5 mg 4,79 7. Valsartan 80 mg 33,98 8. Irbesartan 0,15 gr 47,38 9. Candesartan 8 mg 12,44 10. Losartan 50 mg 26,32 11. Telmisartan 40 mg 1,44 12. Atenolol 75 mg 1,69 13. Bisoprolol 10 mg 36,10 14. Propanolol 0,16 gr 0,60 15. HCT 25 mg 17,71 16. Spironolakton 75 mg 26,72 17. Metildopa 1 gr 0,60

Berdasarkan perhitungan DDD pada tahun 2013, amlodipin adalah jenis obat

antihipertensi yang terbanyak

digunakan yaitu sebanyak 171,8

DDD/1000 KPRJ. Amlodipin

merupakan golongan Calcium Channel

Blocker (CCB). Terdapat dua kelas

CCB yakni dihidropiridin (amlodipin dan nifedipin) dan non-dihidropiridin

(verapamil dan diltiazem). CCB menghambat proses berpindahnya kalsium menuju sel otot jantung dan otot polos dinding pembuluh darah, dan akan merelaksasi otot pembuluh darah dan menurunkan

resistensi perifer serta

menurunkan tekanan darah.4

Irbesartan merupakan

antihipertensi dengan penggunaan paling tinggi kedua yaitu

sebanyak 47,38 DDD/1000

KPRJ. Irbesartan merupakan antihipertensi dari golongan ARB. Mekanisme golongan ARB

adalah dengan menduduki

reseptor AT I di pembuluh darah, hal ini mengurangi efek fisiologik angiotensin.4

Captopril merupakan

antihipertensi dengan penggunaan paling tinggi ketiga yaitu sebanyak 40,74 DDD/1000 KPRJ. Captopril

merupakan golongan ACE

Inhibitor yang bekerja dengan

menghambat Angiotensin

Converting Enzyme (ACE) yang

dalam keadaan normal bertugas menonaktifkan Angiotensin I menjadi Angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan darah).5Pemakaian captopril lebih banyak dibanding ACE Inhibitor lain seperti lisinopril dan ramipril. Captopril lebih banyak digunakan karena selain murah, juga lebih populer di Indonesia di antara obat lain.4

KESIMPULAN

Dari penelitian tentang

evaluasi penggunaan obat

(18)

Farma pada pasien rawat jalan tahun

2013 dengan menggunakan metode

ATC/DDD didapatkan hasil yaitu tiga obat antihipertensi terbanyak yang digunakan adalah Amlodipin (171,8 DDD/1000 KPRJ), Irbesartan (47,38 DDD/1000 KPRJ), dan Captopril (40,74 DDD/1000 KPRJ).

SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan saran yaitu pada penelitian selanjutnya diharapkan data yang diambil dalam satu

tahun penuh sehingga dapat

menggambarkan penggunaan obat

antihipertensi yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tentang Hipertensi. Jakrta; 2014.

2. WHO, Guidelines for ATC

Classification and DDD Assignment 2011, 14th Edition, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; 2011.

3. WHO, ATC/ DDD Index 2016,

Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; 2016.

4. Prasetyo, Eko., Detari, Wijayanti,

Evaluasi Penggunaan Obat

Antihipertensi pada Penyakit Hipertensi Disertai Gagal Ginjal Kronik (ICD I12,0) Pasien Geriatri

Rawat Inap di RSUD A. W.

Sjahranie Samarinda pada Tahun 2012 dan 2013 dengan Metode

ATC/DDD, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol.12 hal 23-32, 2013.

5. Putra, Raden Ardhi, Evaluasi

Penggunaan Obat

Antihipertensi dengan Metode

ATC/ DDD pada Pasien

Stroke Rawat Inap RSUD “B”

Tahun 2010 dan 2011

(skripsi),

Surakarta:Universitas

Muhammadiyah Surakarta;

2012.

6. Chen Y., Anatomical

Theurapetic Chemical (ATC) classification and the Defined Daily Dose (DDD): principles for classifying and quantifying

drug use, International

Conference on Pharmacoepidemiology and Therapeutic Risk Management; 2014 Oktober 24-27; Whitwhouse Station, USA; 2014.

7. Pujiati, Sri, Tingkat Peresepan Antibiotik di Puskesmas X Tahun 2012 dan 2013 dengan Metode ATC/DDD (skripsi),

Surakarta: Universitas

Muhammadiyah Surakarta;

2014.

8. WHO, Guidelines for ATC

classification and DDD

assignment 2013, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; 2013.

9. ASP, How To Calculate

Antimicrobial Defined Daily Doses (DDD) and DDDs per 1000 Patient Days, Toronto,

(19)

Antimicrobial Atewardship Program; 2012.

10. James, P. A., Oapril, S., Carter, B., L., Cushman, W., C., Himmelfarb, C. D., Handler, J., et al. 2013, 2014, Evidence-Based Guideline for the

Management of High Blood

Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eight Joint National Commite (JNC 8), JAMA, doi: 10.1001.

(20)

PERBEDAAN SKALA NYERI PADA INTERVENSI MENGGUNAKAN

EFFLURAGE MASSAGE DAN CONTRACT RELAX STRETCHING

PADA SPASME MUSCULUS GASTROKNEMIUS NON PATOLOGIS

PASCA PERTANDINGAN SEPAK BOLA DI TANJUNG MORAWA

Kardina Hayati

Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam

ABSTRACT

Pain as a result of spasme musculus gastroknemius non patologis is a concequence of continuance of contraction in football games that inflicted the painful. This research have a purpose for detected the painful scale on intervention using theb efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastrocnemius non patologis after the football competition. This research was conducted in Moun Sikureung stadium with quation experimental and purposive sampling with total sample of 16 respondents and it can classified into 2 group. 1 (elurage massage) 2 (contract relax stretching). The diverificaation painful scale on intervension using the efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastroknemius non patologis after the football competition 2015 in Peureulak, East Aceh. The result of statistical test with paired sample t-test showed that the p value was obtained in treatment I (

efflurage massage) < α (0,011<0,05), and treatment II < α (0,002 < 0,05) it can

be conduded that there is a difference between pain before stretching at spasme musculus gastroknemius after football competition. The result of statistical test with independent sample t-test showed that the p value 0,021 its mean there is a difference between pain before intervensi efflurage massaage with contract relax stretching. There are the differences in value significantly decrease pain in the treatment group 1 was given intervension efflurage massage with than group 2

was given contract relax stretching.

Pendahuluan

Pada kehidupan manusia pasti akan

dihadapkan dengan beberapa

masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang

muncul. Dengan segenap

kemampuan yang dimiliki manusia, manusia akan selalu berusaha untuk

menyelesaikan semua

masalah-masalah itu. Tetapi terkadang seseorang akan lupa terhadap apa yang terjadi pada dirinya sendiri, lebih-lebih pada masalah fisik, yaitu tentang kesegaran jasmani. Banyak dari mereka yang sibuk, akan lupa

terhadap kesehatan dan kestabilan kesegaran jasmaninya (Lutan, 2007). Pada setiap pertadingan sepak bola para pemain selalu melakukan olah fisik agar memiliki stamina yang prima sehingga mampu melakukan pertadingan dengan baik, namun

begitu sering para pemain

mengalami cidera dalam

pertandingan maupun kelelahan fisik yang dirasakan setelah pertandingan di jalankan. Banyak macam cedera yang dialami oleh para pemain

sepak bola dalam melakukan

(21)

hamstring, cidera pada quardicept,

cedera pada collateral ligament

(Helmi, 2014).

Keadaan non patologis yang dialami para pemain sepak bola adalah

kelelahan dimana terjadinya

penurunan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya sesuai dengan

kemampuan yang dimilikinya.

Kelelahan merupakan fenomena

normal yang dirasakan sebagai

petunjuk bahwa jaringan

mendapatkan beban kerja melebihi jaringan, dimana akan terkumpulnya produk sisa metabolisme yang berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat dalam otot ini akan menimbulkan spasme yang disertai dengan nyeri. Kelelahan fisik sangat mengganggu bagi para pemain yang dituntut untuk selalu memiliki kondisi yang prima,

apalagi pertandingan yang

berkelanjutan, dengan jarak antara pertandingan yang berdekatan kurang lebih dua atau tiga hari berselang antara satu pertandingan dengan pertandingan berikutnya (Graha dan Priyonoadi, 2014).

Untuk memberi massage efflurage dan streching tersebut peran

fisioterapi sangat diperlukan

sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes 80 tahun 2013, BAB 1, Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa

“Fisioterapi adalah bentuk pelayanan

kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan

menggunakan penanganan secara

manual, komunikasi”.peningkatan

gerak, peralatan (fisik,

elektroterapeutis dan mekanis) (Permenkes No. 80, 2013).

Pada pertandingan olahraga sepak bola, gerak dominan yang sering dilakukan adalah berlari, otot yang sangat penting untuk melakukan gerakan berlari dan melompat adalah otot betis (Musculus Gastroknemius). Pada golongan orang tertentu, seperti atlit sprinter ataupun pemain bola dengan latihan berkelanjutan yang telah mereka lakukan, Musculus Gastroknemius merupakan otot tipe fast twich A, fungsinya lebih banyak

sebagai penggerak untuk gerakan

fleksi ankle yang penting dalam gerak

lari (Helmi, 2012).

Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit,

membuat otot-otot tungkai

menjalankan fungsinya dengan energi

yang didapat dari metabolism

anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy

utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu 30-90 menit. Dengan produk sisa metabolisme yang berupa

asam laktat (Kisney, 2007).

Fungsi otot Gastroknemius yang

begitu besar dalam berlari dan melompat maka sering kali di jumpai banyak kasus patologi yang terjadi pada m. gastroknemius, antara lain : spasme, nyeri, cidera ligament, ruptur tendon dan lain lain, penanganan nyeri akibat spasme pada Musculus

Gastroknemius tidak hanya dilakukan

oleh tenaga medis saja dengan memberikan obat-obatan tapi juga

bisa dilakukan oleh seorang

Fisioterapis dengan melakukan

intervensi fisioterapi. Metode dan teknologi fisioterapi yang umumnya diaplikasikan pada kasus nyeri akibat

spasme Musculus Gastroknemius

(22)

massage therapi, heating dan streching (Mahar dan Sidharta, 2008).

Salah satu teknik massage yang populer dan sering di gunakan untuk

tujuan rileksasi otot dan

meningkatkan sirkulasi darah adalah

efflurage massage. Efflurage massage

di aplikasikan dengan gerakan meluncur mengikuti bentuk tubuh pasien, tekanan yang gentle dan deep, dengan arah ke jantung. Efflurage

massage menjadi intervensi bagi fisioterapi untuk mengatasi masalah spasme pada otot, intervensi lain yang menjadi pilihan bagi fisioterapi untuk mengatasi problem spasme otot adalah contract relax stretching. Contract relax stretching merupakan

salah satu yang melibatkan kontraksi isometrik dari otot yang mengalami

ketegangan. Tekhniknya dengan

memberikan stretching secara pasif dari otot yang mengalami spasme dan diikuti dengan rileksasi. Hasil penelitian dari Indra, 2006 : "beda

pengaruh intervensi efflurage

massage dengan contrac relax stretching efektif dalam menurunkan

nyeri akibat spasme Musculus

Gastroknemius"

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik diatas dalam bentuk penelitian dan memaparkannya dalam skripsi dengan judul.: "Perbedaan Skala

Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa".

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pada intervensi menggunakan

efflurage massage dan cotract relax

stretching pada spasme Musculus Gastroknemius non patologis pasca

pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa .

a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, dan tingkat pendidikan pada pemain sepak bola di Tanjung Morawa . b. Untuk mengetahui skala nyeri

sebelum intervensi menggunakan

efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca

pertandingan sepak bola di

Tanjung Morawa .

c. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan

efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca

pertandingan sepak bola di

Tanjung Morawa .

d. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi menggunakan efflurage massage

pada spasme Musculus

Gastroknemius pasca pertandingan

sepak bola di Tanjung Morawa e. Untuk mengetahui skala nyeri

sebelum intervensi menggunakan

contract relax stretching pada

spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di

Tanjung Morawa .

f. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan

contract relax stretching pada

spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di

Tanjung Morawa .

g. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi

menggunakan contract relax

stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan

(23)

Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori secara ilmiah dan mengaplikasikannya di lapangan terhadap kasus nyeri karena

spasme Musculus Gastroknemius

pasca pertandingan sepak bola dengan

mengetahui perbedaan metode

efflurage massage dan cotract relax stretching terhadap penurunan nyeri.

Dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pilihan metode terapi terhadap nyeri karena spasme

Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.

Memberikan informasi dan gambaran tentang suatu metode terapi yang dapat

mengurangi nyeri pada spasme

Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.Sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan mahasiswi fisioterapi untuk studi dan penelitian lebih lanjut terhadap penanganan kasus spasme

Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah quasi

eksperimental dengan pre and post test two group design. Desain

penelitian merupakan wadah

menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis (Setiadi, 2007). Dalam hal ini penelitian

dibagi dalam dua kelompok,

kelompok I dengan menggunakan

metode efflurage massage dan

kelompok II dengan menggunakan metode contract relak stretching, adapun nilai intensitas dan dievaluasi dengan menggunakan VAS (Visual

Analogue scale), hasil dari intensitas

nyeri ini akan di analisa antara

kelompok perlakuan I dengan

kelompok perlakuan II.

Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di

Tanjung Morawa (Stadiun Mont

Sikureung).

Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti (Notoatmadjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah para pemain sepak bola di stadion Mon Sikureung

Tanjung Morawa yang sedang

bertanding, yang mengalami nyeri

akibat spasme Musculus

Gastroknemius non patologis pasca

pertandingan sepak bola. Peneliti mengambil 2 club yang terdapat di

Tanjung Morawa yaitu club

Peureulak Raya dan club Beringin Jaya, yang masing-masing club

berjumlah 16 orang sehingga total berjumlah 32 orang.

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010 : 118). Dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan bagian dari

populasi yang mempunyai

karakteristik dan sifat yang mewakili seluruh populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel secara

sengaja berdasarkan sifat,

karakteristik dan cirri-ciri tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel

dari anggota populasi yang

mengalami nyeri akibat spasme

musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.

Pengambilan sampel dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok I (club Peureulak Raya) diberikan metode

efflurage massage sedangkan kelompok II (club Beringin Jaya)

(24)

diberikan metode contract relax stretching.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data

merupakan cara penelitian untuk

mengumpulkan data dalam

penelitian, sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur untuk pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Arikunto, 2010). Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Peneliti membuat garis sepanjang

10 Cm.

2. Pada ujung kiri diberi tanda "tidak ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda " nyeri sangat berat".

3. Sampel diberikan penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada

daerah mana yang

menggambarkan nyeri yang

dirasakan setelah dilakukan

intervensi sesuai dengan

kelompok perlakuan yang telah ditetepkan sebelumnya.

4. Fisioterapis melakukan gerakan dorsal fleksi dan plantar fleksi

pergelangan kaki untuk

memprovokasi nyeri M.

Gastroknemius sehingga nyeri di

rasakan sampel adalah nyeri pada

M. Gastroknemius.

5. Setelah sampel memberikan titik pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang diberikan sampel. Panjang ukuran tersebut yang dinyatakan dalam centimeter menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel.

6. Nilai tersebut di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi.

7. Setelah satu sesi intrvensi

dilakukan, sampel diminta

kembali untuk memberi tanda pada garis tersebut.

8. Kemudian kembali dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri dan dicatat sebagai setelah intervensi.

9. Setiap peengurangan atau

penambahan diukur dalam

centimeter (0-10 Centimeter). Metode Pengukuran Data

a) Peneliti membuat garis 0 - 10 cm b) Pada ujung kiri diberi tanda "tidak

ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda "nyeri sangat berat"

c) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada daerah mana

yang menggambarkan nyeri

dirasakan setelah dilakukan

intervensi sesuai dengan

kelompok perlakuan yang telah dilakukan sebelumnya.

d) Terapis melakukan gerakan

dorsal dan plantar fleksi

pergelangan kaki untuk

memprovokasikan nyeri pada M.

Gastroknemius, sehingga nyeri

yang dirasakan sampel adalah nyeri pada M. Gastroknemius. e) Setelah sampel memberikan titik

pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang

diberikan sampel. Panjang

ukuran tersebut menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel.

f) Nilai tersebut kemudian di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi

(25)

g) Setelah 1 sesion intervensi dilakukan, sampel di minta kembali untuk memberikan tanda pada garis tersebut.

h) Kemudian dilakukan kembali pengukuan untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dicatat sebagai nilai setelah intervensi.

i) Setiap penambahan atau

pengurangan di ukur dalam centimeter (0-10 cm)

Metode Analisa Data

Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yaitu untuk mengetahui karakteristik responden yang meliiputi umur dan suku. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan tabel distribusi frekuensi dari tiap variabel.

Apabila nilai p ≤ α (0,05), maka hipotesa pada penelitian ini diterima, sehingga ada perbedaan skala nyeri

pada intervensi menggunakan

efflurage massage dan contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemeus non patologis pasca

pertandingan sepak bola. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat 1. Umur

Jumlah responden berumur 25-27 tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%).

2.Suku

Berdasarkan Suku Responden pada Klub Peureulak Raya dan Klub Beringin Jaya .

Mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh

sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%).

Analisa Bivariat

1. Paired T- Test pada Efflurage Massage

Distribusi Rata-rata (Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi

Efflurage Massage pada Spasme

Musculus Gastroknemius Pasca

Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa . Interv ensi Mea n N Standar t Deviati on 95% Confidence Interval of The Difference P Value Lower Upper Pre 3,12 8 0,354 0,192 1,058 0,011 Post 2,50 8 0,535

Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang)

dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage

massage adalah 2,50 (nyeri ringan)

dengan standar deviasi 0,535. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value <

α (0,011 < 0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan

sepak bola.

2. Paired T- Test pada Contract Relax Stretching

Tabel Distribusi Rata-rata (Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi

Contract Relax Stretching pada

Spasme Musculus Gastroknemius

Pasca Pertandingan Sepak Bola di

Tanjung Morawa .

Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum

(26)

diberikan intervensi contract relax

stretching adalah 3,25 (nyeri sedang)

dengan standar deviasi 0,463. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi contract

relax stretching adalah 2,12 (nyeri

ringan) dengan standar deviasi 0,354. Hasil uji statistik diperoleh nilai

p-value < α (0,002 < 0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax

stretching pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan

sepakbola.

3.Independent Sample T-Test

Untuk melihat perbedaan

penurunan skala nyeri pada

kelompok perlakuan I (Efflurage

Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) dilakukan uji beda antara

nilai-nilai selisih penurunan skala nyeri kelompok perlakuan I dan II dengan menggunakan Independent

Sample T-Test.

Tabel 4.7. Nilai Selisih Penurunan

Skala Nyeri pada kelompok

perlakuan I (Efflurage Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) pada spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di

Tanjung Morawa .

Intervensi Mean N Standart

Deviation 95% Confidence Interval of The Difference P Value Lower Uppe r Efflurage Massage 3,750 8 0,886 0,251 2,49 9 0,021 Conract Relax Stretching 3,755 8 1,187 0,243 2,50 7

Dari table diatas menunjukkan bahwa untuk kelompok perlakuan I didapat nilai mean 3,750 dan standar deviasi 0,886. Untuk kelompok perlakuan II didapat nilai mean 3,557 dengan standar deviasi 1,187. Dengan menggunakan uji statistik

t-test independent dengan α = 0,05,

didapatkan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti signifikan.

Berdasarkan hal tersebut diatas dapat

disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan nilai penurunan nyeri secara bermakna pada kelompok perlakuan I yang diberikan intervensi

Efflurage Massage dengan kelompok

perlakuan II yang diberikan Contract

Relax Stretching.

PEMBAHASAN

Karakteristik Responden 1. Umur

Hasil penelitian menunjukan bahwa

mayoritas jumlah responden

berumur 25-27 tahun adalah

sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%).

Semakin tinggi usia seseorang dapat

menyebabkan seseorang mudah

lelah, selain itu juga massa otot juga akan semakin berkurang sehingga akan memperlambat aliran darah ke jaringan yang menyebabkan oksigen tidak adekuat terkirim kejaringan yang dapat mengakibatkan spasme yang menimbulkan nyeri.

Intervensi Mean N Standart

Deviation 95% Confidence Interval of The Difference P Value Lower U p p e r Pre 3,25 8 0,463 0,589 1 , 6 6 1 0,002 Post 2,12 8 0,354

(27)

2. Suku

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%).

Latar belakang suku merupakan

salah satu faktor yang

mempengaruhi tingkat nyeri

seseorang. Seperti dikemukakan oleh LeMore & Burke (2008),

menyatakan bahwa budaya

mempengaruhi seseorang bagaimana cara toleransi terhadap nyeri, menginterpretasikan nyeri, dan bereaksi secara verbal atau non-verbal terhadap nyeri. Budaya dari suku jawa yang menerima terhadap nyeri, sehingga merasa kuat dan sabar terhadap nyeri yang dirasakan. Perbedaan Skala Nyeri Pre dan

Post Intervensi Efflurage Massage

pada Spasme Musculus

Gastroknemius Pasca Pertandingan

Sepak Bola.

Berdasarkan hasil penelitian rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535.

Hasil uji statistik diperoleh nilai

p-value < α (0,011 < 0,05), maka dapat

disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan

sepak bola.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra

Bagus (2006) dengan judul

penelitian "Beda pengaruh intervensi

efflurage massage dengan contract relax stretching terhadap penurunan

nyeri akibat spasme M.

Gastroknemius non patoogis pasca

pertandingan sepak bola". Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 orang dan dibagi kedalam 2

kelompok. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa hasil uji

statistik t-test paired sample pada

kelompok perlakuan I dengan α

(0,05), didapat nilai t hitung 33,97 dan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat penurunan nilai nyeri yang bermakna pada pemain yang mengalami nyeri akibat spasme

M. Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola yang

mendapatkan intervensi efflurage massage.

Nyeri akibat spasme pada musculus

gastroknemius non patologis pasca

pertandingan sepak bola adalah suatu keadaan umum yang dirasakan oleh semua pemain bola seusai menjalani suatu pertandingan. Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit,

membuat otot-otot tungkai

menjalankan fungsinya dengan

energi yang didapat dari metabolism

anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy

utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu 30-90 menit. Dengan produk sisa metabolism yang berupa asam laktat (Kisney, 2007).

Pada saat pertandingan sepak bola

berlangsung musculus

gastroknemius yang terus menerus

Gambar

Gambar di  atas  menunjukkan bahwa  intake  nutrisi  pada  pasien tuberkulosis  (TB)  paru  sebelum dilakukan oral  hygiene di  Rumah Sakit  Umum  Daerah Sembiring
Tabel  4.5.  Distribusi  Frekuensi dan  Persentase  Kategori  Hasil Pernyataan  Responden  Sesudah Terapi Musik (Post-Test)
Tabel  2. Perbandingan  data  stasitik diameter hambatan  air  perasan  buah jeruk  nipis (Citrus aurantifolia  S.) terhadap  pertumbuhan  bakteri
Gambar 1. Profil kromatografi lapis tipis simplisia daun sirsak
+2

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam oleh perusahaan. 7) Perebutan sumber daya alam oleh masyarakat. 8) Tidak terpenuhinya tuntutan konpensasi pengelolaan sumber

Dalam pernyataan ini Foley mengatakan linguistik antropologi atau yang dikenal juga dengan etnolinguistik adalah ilmu yang mengkaji makna dalam praktik kebahasaan

[r]

Abstrak : Evaluasi Program Pembelajaran Tematik Integratif Kelas 1 Sekolah Dasar Pelita Bangsa. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pembelajaran tematik

Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, mereka memberikan pemahaman bahwa, asas contrarius actus dalam hukum administrasi didefinisikan sebagai kewenangan yang melekat

Hal ini disebabkan selama penyimpanan di dalam kulkas, mikroorganisme yang ada dalam susu fermentasi masih dapat tumbuh dan melakukan aktivitas fermentasi untuk

Contoh data primer adalah data yang diperoleh dari responden melalui kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara peneliti dengan nara

Namun untuk mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan kriteria religiusitas fikih kita harus mengetahui dahulu apa-apa yang diwajibkan, disunahkan, dimakruhkan, dan