DAFTAR ISI
1. Evaluasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menggunakan Insulin Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fahma Shufyani... 1-9 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang Dengan
Metode ATC/DDD
Dina Yusmasrlina... 10-15 3. Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching
pada Spasme Muxculus Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa
Kardina Hayati... 16-27 4. Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum dan Sesudah Dilakukan Oral
Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua
Grace Erlyn Damayanti... 28-36 5. Hubunga Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang Burung
Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
Rahmad Gurusinga... 37-44 6. Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Apendiktomi Di
Rumah Sakit Haji Medan
Tahan Adrianus Manalu ... 45-53 7. Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapai Musik
Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan
Elprida Simanjuntak ... 54-66 8. Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Infeksi Gonore Di Kota Tebing Tinggi
Raisha Octavariny... 67-82 9. Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus musculus L.)
Argun Widarsa ... 83-88 10. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Aureus Secara In Vitro
Abu Dzarrim Al Ghifari ... 89-94 11.Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan Daya
Antioksidan dari Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.)
Lukky Jayadi ... 95-103
ISSN 2089-8193
ISSN :2089-8193
KESTRA-NEWS
JURNAL ILMIAH STIKes MEDISTRA LUBUK PAKAM
Volume : 4, No : 2 Juli – Desember 2014
DAFTAR ISI
1. Evaluasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang menggunakan Insulin Di Bangsal Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang
Fahma Shufyani... 1-9 2. Evaluai Penggunaan Obat Antihipertensi Pada Pasien Rawat Jalan Di RSUD Deli Serdang
Dengan Metode ATC/DDD
Dina Yusmasrlina... 10-15 3. Perbedaan Skala Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax
Stretching pada Spasme Muxculus Gastroknemius Non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola Di Tanjung Morawa
Kardina Hayati... 16-27 4. Perbedaan Intake Nutrisi Pada Pasien Tuberkulosis (TB) Paru Sebelum dan Sesudah
Dilakukan Oral Hygiene Di Rumah Sakit Umum Daerah Sembiring Delitua
Grace Erlyn Damayanti... 28-36 5. Hubunga Perilaku Ibu Rumah Tangga Dengan Kejadian Malaria Dusun IV Denai Sarang
Burung Kecamatan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang
Rahmad Gurusinga ... 37-44 6. Pengaruh Dukungan Orangtua Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Preoperasi
Apendiktomi Di Rumah Sakit Haji Medan
Tahan Adrianus Manalu ... 45-53 7. Perbedaan Pemenuhan Kebutuhan Istirahat Tidur Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapai
Musik Pada Lansia Di Panti Jompo Yayasan Harapan Jaya Marelan Medan
Elprida Simanjuntak ... 54-66 8. Tingkat Pengetahuan Pekerja Seks Komersial Tentang Penularan Infeksi Gonore Di Kota
Tebing Tinggi
Raisha Octavariny... 67-82 9. Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Struktur Histologis Ginjal Mencit Putih (Mus
musculus L.)
Argun Widarsa ... 83-88 10. Uji Daya Hambat Air Perasan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia s.) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus Aureus Secara In Vitro
Abu Dzarrim Al Ghifari ... 89-94 11. Pengaruh Perbandingan Pelarut Etanol-Air Terhadap Kadar Senyawa Fenolat Total dan
PENGANTAR REDAKSI
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat dan ridhoNya telah terbit Jurnal Ilmiah Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam dengan nama KESTRA-NEWS yang merupakan majalah ilmiah yang diterbitkan berkala setiap Tiga bulanan, yaitu periode Januari–Juni dan Juli – Desember.
Kami mengharapkan untuk terbitan periode berikutnya para Peneliti / Dosen dapat meningkatkan kualitas maupun mutu dari tulisan ini, sehingga memungkinkan sebagai bahan rujukan dalam melakukan kegiatan penelitian.
Dalam kesempatan ini Redaksi mengucapkan terimakasih kepada para Peneliti / Dosen dan semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penerbitan jurnal ilmiah ini.
Semoga Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan MEDISTRA Lubuk Pakam, sukses dan maju.
Salam,
PENGURUS
Pelindung : 1. Drs. Johannes Sembiring, M.Pd
Ketua Yayasan MEDISTRA Lubuk Pakam 2. Drs. David Ginting, M.Pd
Ketua STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
Penanggungjawab : Rosita Ginting, SH
BAA Akper MEDISTRA LubukPakam
Pimpinan Redaksi : Kuat Sitepu, S.Kep, Ns, M.Kes
Sekretaris Redaksi : Desideria Yosepha Ginting, S.Si.T, M.Kes
Redaktur Ahli : 1. Tahan Adrianus Manalu, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.MB
2. Jul Asdar Putra Samura, SST, M.Kes 3. Efendi Selamat Nainggolan, SKM, M.Kes 4. Christine Vita Gloria Purba, SKM, M.Kes
5. Grace Erlyn Damayanti Sitohang, S.Kep, Ns, M.Kep
Koordinator Editor : 1. Basyariah Lubis, SST, M.Kes
2. Dameria, SKM, M.Kes
3. Rahmad Gurusinga, S.Kep, Ns,M.Kep 4. Fadlilah Widyaningsih, SKM
5. Luci Riani Br. Ginting, SKM, M.Kes
Sekretariat : 1. Tati Murni Karo-Karo, S.Kep, Ns, M.Kep
2. Sri Wulan, SKM
3. Raisha Octavariny, SKM, M.Kes
Distributor : 1. Layari Tarigan, SKM
2. Arfah May Syara, S.Kep, Ns
Penerbit : STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
Jl. Sudirman No. 38 Lubuk Pakam, K0de Pos : 20512 Telp. (061) 7952262, Fax (061) 7952234
e-mail : [email protected] Website: medistra.ac.id
EVALUASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPOGLIKEMIA PADA PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2
YANG MENGGUNAKAN INSULIN
Fahma Shufyani
Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a metabolic disorder characterized by hyperglycemia associated with abnormalities in the metabolism of carbohydrates, fats and proteins. Hypoglycemia is a condition where blood glucose levels <60 mg / dL or <80 mg / dL with one of the symptoms. Insulin is a hormone consisting of amino acid sequence produced by the beta cells of the pancreas. The aim of research to evaluate the factors that influence the incidence of hypoglycemia in patients with type 2 diabetes who use insulin in inpatient wards DR.M.Djamil diseases in the department of Padang. The study was conducted from April to June 2015 with descriptive analytic methods to the design of cross sectional and prospective studies and interviews. Data were obtained from medical records of patients with type 2 diabetes mellitus receiving insulin therapy. The total number of patients in the study 109 patients. 37 patients (33.9%) experienced hypoglycemia, 72 patients (66.1%) did not experience hypoglycemia.
Keywords: hypoglycemia, diabetes mellitus type 2, insulin
PENDAHULUAN
Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia yang
berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein (30).
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa darah < 60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah < 80 mg/dL dengan gejala klinis (22). Hipoglikemia
merupakan salah satu faktor
penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang optimal pada pasien diabetes (20).
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino yang dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam
darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi glukosa darah (29). Angka kejadian hipoglikemia pada kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai 10%, selama pemberian terapi insulin. Hipoglikemia pada diabetes disebabkan oleh kelebihan insulin relatif atau absolut, namun integritas mekanisme pengatur-balik glukosa berperan penting dalam penurunan gejala klinis (5).
Dari hasil pengamatan
pendahuluan yang dilakukan, pada tahun 2014 di RSUP DR. M.Djamil
Padang ditemukan kejadian
hipoglikemia berjumlah 78 pasien. Hipoglikemia merupakan salah satu faktor penghambat untuk mencapai kendali glikemia yang
optimal. Pada pasien yang
mendapatkan terapi insulin dirumah sakit yang akan diteliti, ditemukan bahwa pengukuran kadar gula darah
dilakukan pada waktu yang tidak
disesuaikan dengan profil
farmakokinetik dari insulin yang digunakan. Hal ini menyebabkan kejadian hipoglikemia menjadi tidak terdeteksi. Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk melihat.
evaluasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian
hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin dibangsal rawat inap Penyakit Dalam RSUP DR. M.Djamil Padang. METODA PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara
cross sectional pada bulan April
20145 sampai Juni 2015 di RSUP DR. M. Djamil Padang. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode
purposive sampling dengan kriteria
inklusi : 1) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menerima terapi insulin, 2) pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menderita hipoglikemia, 3) bersedia untuk disertakan dalam
penelitian, Mampu untuk
diwawancarai. Seluruh pasien yang berpartisipasi dalam penelitian ini diminta untuk mengisi informed consent. Data sosiodemografi (usia,
jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan
dan berat badan) dikumpulkan
dengan wawancara kepada pasien dan dari rekam medis pasien. Untuk melihat hubungan antara masing-masing variabel independen dan variabel dependen apakah secara
statistik ada hubungan yang
bermakna dilakukan dengan uji statistik yaitu uji kai kuadrat (Chi
Square). Data dianalisis menggunakan program SPSS for
windows versi 17.0. Metode analisis
yang dilakukan adalah uji crosstabs untuk memperoleh nilai Odds Ratio (OR). Untuk melihat hubungan variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Untuk mencari faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan
dengan kejadian hipoglikemia
digunakan uji regresi logistik ganda menggunakan program SPSS for
windows versi 17.0.
Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik demografis seperti : usia, jenis
kelamin serta pekerjaan dan
karakteristik penyakit pasien seperti : penyakit lain yang diderita oleh pasien. Persentase dan frekuensi digunakan variabel kategorikal (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, jenis insulin yang diberikan pada pasien diabetes mellitus tipe 2,obat selain insulin yang diberikan, kadar laboratorium gula darah puasa, gula darah 2 jam PP, gula darah sewaktu serta penyakit lain yang diderita).
Evaluasi gejala klinis yang terlihat sebelum dan sesudah mendapatkan terapi insulin yang ada di RSUP DR. M.Djamil Padang. Data dianalisa dengan menggunakan observasi.
HASIL DAN DISKUSI
Jumlah keseluruhan pasien yang diamati dalam penelitian ini adalah 109 pasien. Sebanyak 37
pasien (33,9%) mengalami
hipoglikemia, Penilaian kejadian hipoglikemia pada penelitian ini didasarkan kepada hasil pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dan gejala klinis hipoglikemia. Dikatakan hipoglikemia bila keadaan dimana kadar glukosa darah pasien kurang dari 60 mg/dL tanpa gejala klinis atau kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dL dengan gejala klinis (22)
Hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus diakibatkan karena menurunnya kadar gula dalam darah
yang biasanya disebabkan oleh kelebihan pemakaian dosis obat, faktor usia lanjut dan ketidak teraturan penderita dalam hal
mengkonsumsi makanan sehabis
memakai obat (14).
Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) berjenis kelamin
perempuan, 6 pasien (16,2%)
berjenis kelamin laki-laki. Dari hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia, Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lin,
et al., (2010) menyimpulkan bahwa
jenis kelamin perempuan lebih
banyak mengalami kejadian
hipoglikemia. Karena pada
perempuan menopause akan terjadi penurunan jumlah estrogen dan progesteron, seperti yang diketahui bahwa hormon tersebut dibentuk dari steroid yang diambil dari jaringan adipose. Penurunan jumlah hormon estrogen dan progesteron akan meningkatkan timbunan lemak dan perubahan profil lipid darah dibandingkan dengan laki-laki yang dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan hati (12).
Dari hasil penelitian ditemukan
bahwa kelompok pasien yang
mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berusia lansia (60 tahun – 74 tahun), 7 pasien (18,9%) berusia dewasa (45 tahun – 59 tahun). Pada kelompok usia yang lebih muda menunjukkan respon yang lebih cepat terhadap gejala hipoglikemia, artinya kelompok usia yang lebih
muda memiliki kemampuan
mengenal dan merespon gejala hipoglikemia lebih baik dari pada kelompok usia yang lebih tua (23). Usia lansia dicirikan dengan
seringnya mengeluhkan
kesehatannya karena penurunan fungsi tubuh. Semakin muda usia pasien, maka semakin meningkat
kemampuan melakukan
penatalaksanaan hipoglikemia (10). Pada pasien yang mengalami hipoglikemia dengan berat badan 30
– 40 kg ditemukan sebanyak 33
pasien (89,1%) dan pasien dengan berat badan 41 – 50 kg ditemukan sebanyak 4 pasien (10,8%). Pada pasien yang kelebihan berat badan terdapat kelebihan kalori akibat makan yang berlebih, sehingga menimbulkan penimbunan lemak dijaringan kulit. Resistensi insulin akan timbul pada daerah yang
mengalami penimbunan lemak,
sehingga akan menghambat kerja insulin dijaringan tubuh dan otot (2).
Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 31 pasien (83,7%) tingkat pendidikan SMP dan 6 pasien (16,2%) tingkat
pendidikan SMA. Tingkat
pendidikan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi
pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh pasien. Status pendidikan berpengaruh terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan, karena status
pendidikan akan mempengaruhi
kesadaran dan pengetahuan tentang kesehatan (25).
Pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 30 pasien (81,0%) berkerja sebagai ibu rumah tangga, 7 pasien (18,9%) bekerja sebagai wiraswasta. Pekerjaan dapat mempengaruhi tingkat kesehatan pasien dengan cara meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan
mempengaruhi cara bagaimana
pasien masuk kedalam sistem
pelayanan kesehatan, sehingga seseorang yang beekrja memiliki
kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk mengatasi masalahnya (21).
Jenis insulin yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis insulin yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long
acting. Kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 27 pasien (72,9%) jenis insulin rapid acting tunggal, 10 pasien (27,0%) jenis insulin rapid acting kombinasi long
acting. Jenis insulin rapid acting
tunggal yang digunakan dalam penelitian ini adalah Novorapid. Novorapid menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman dan identik dengan insulin manusia. Novorapid adalah cairan injeksi yang
mengandung insulin aspart.
Dibandingkan dengan insulin
manusia terlarut, Novorapid lebih cepat diabsorbasi., lebih banyak dan tinggi kurva konsentrasi pada waktu yang singkat (19).
Kombinasi dari 2 jenis insulin yaitui insulin kerja cepat dengan insulin kerja panjang memberikan hasil penurunan kadar glukosa darah lebih baik, karena dapat memenuhi kebutuhan insulin basal dan insulin prandial. Pemberian 2 jenis insulin tersebut menghasilkan kontrol glikemik yang lebih baik, fluktuasi glukosa darah, kejadian hipoglikemia dan peningkatan berat badan yang lebih rendah (33).
Pada penelitian ini, kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia 16 pasien (43,2%) dosis insulin rapid
acting tunggal 3x10 IU, 2 pasien
(5,4%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x6 IU, 9 pasien (24,3%) dosis insulin rapid acting tunggal 3x8 IU, 2 pasien (5,4%) dosis insulin
rapid acting 3x10 IU kombinasi long acting 1x12 IU, 4 pasien (10,8%)
dosis insulin rapid acting 3x12 IU kombinasi long acting 1x10 IU, 1
pasien (2,7%) dosis insulin rapid
acting 3x6 IU kombinasi long acting
1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis
insulin rapid acting 3x6 IU
kombinasi long acting 1x12 IU, 1 pasien (2,7%) dosis insulin rapid
acting 3x8 IU kombinasi long acting
1x10 IU, 1 pasien (2,7%) dosis
insulin rapid acting 3x6 IU
kombinasi long acting 1x12 IU. Setiap pasien mendapat dosis yang berbeda-beda, dosis yang digunakan tergantung pada kondisi fisiologis pasien yang juga berbeda-beda. Novorapid termasuk dalam
rapid acting insulin yaitu insulin
dengan onset sangat cepat sekitar 15
– 30 menit dengan puncak kerja 30 –
60 menit dan lama kerja 3 – 5 jam tersedia dalam vial dan pen insulin (15).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Wandira tahun 2005, bahwa kombinasi yang paling banyak digunakan adalah insulin aspart-detemir, dimana hasil yang diperoleh
memperlihatkan persentase
penurunan kadar gula darah puasa, semakin besar pada pemberian insulin dengan dosis berkisar 12 – 14 unit untuk insulin aspart dan 10-30
unit untuk insulin detemir.
Pemberian insulin dengan dosis besar dipertimbangkan berdasarkan kadar gula darah puasa awal (33).
Dari 37 pasien yang
mengalami hipoglikemia, pasien
dengan kategori sikap lemah
sebanyak 4 orang (10,8%) dan dengan kategori sikap kuat sebanyak 33 orang (89,1%). Hal ini berarti bahwa pasien yang memiliki sikap kuat lebih banyak dibandingkan dengan pasien yang memiliki sikap
lemah, sikap tidak memiliki
pengaruh terhadap pencegahan
hipoglikemia. Pada umumnya
mengetahui dan menyikapi tentang hal yang baru diterimanya. Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku yang tertentu (10).
Berdasarkan tingkat
kepercayaan terkait insulin, dari 37
pasien yang mengalami
hipoglikemia, 5 pasien (13,5%) berada pada kategori lemah dan 32 pasien (86,4%) berada pada kategori kuat. Adanya kepercayaan bahwa kurangnya keyakinan diri terhadap keberhasilan penatalaksanaan insulin dalam mengontrol glukosa darah disamping kekhawatiran akan adanya peningkatan berat badan setelah penggunaan insulin (24). Pemberian terapi insulin dirasakan menyulitkan pasien, karena rasa tidak percaya diri untuk memberikan insulin secara mandiri. Rasa tidak percaya diri muncul, karena kurangnya informasi dan ketidaktahuan pasien, sehingga
menjadi hambatan dalam
penggunaan insulin. Terapi insulin juga membuat ketidaknyamanan bagi pasien, karena pemberiannya harus memakai jarum suntik (1).
Berdasarkan tingkat
pengetahuan, dari 37 pasien terdapat pada kelompok yang mengalami hipoglikemia, 31 pasien (83,7%) berada pada kategori tidak baik dan 6 pasien (16,2%) berada pada kategori baik. Dari hasil penelitian terlihat bahwa pasien yang pengetahuan
tidak baik lebih banyak
dibandingkan pengetahuan baik, masih banyak pasien yang tidak mengetahui penyebab hipoglikemia
dan kurangnya informasi
pengetahuan secara holistik pada hipoglikemia (11).
Pengetahuan memiliki
pengaruh terhadap pencegahan
hipoglikemia. Pada pasien yang memiliki pengetahuan ditemukan kejadian hipoglikemia yang lebih rendah, karena dapat menghindari penyebab dan mengontrol terjadinya hipoglikemia, sedangkan pasien yang memiliki pengetahuan kurang baik, tidak dapat mengontrol penyebab dari hipoglikemia, dikarenakan pasien tidak mengikuti saran dari petugas kesehatan (11).
Berdasarkan tingkat efikasi diri (kepercayaan diri), dari 37 pasien terdapat pada kelompok pasien yang mengalami hipoglikemia, 13 pasien (35,1%) berada pada kategori lemah dan 24 pasien (64,8%) berada pada kategori kuat. Sepanjang waktu seiring dengan lamanya penyakit yang dialami, pasien dapat belajar bagaimana seharusnya melakukan
pengelolaan penyakitnya.
Pengalaman langsung dari pasien
merupakan sumber utama
terbentuknya efikasi diri. Semakin lama seseorang terdiagnosa penyakit, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki efikasi diri yang jauh lebih baik (4).
Tabel 1 Hasil analisis Chi-Square untuk mengetahui hubungan karakteristik pasien dengan kejadian hipoglikemia
Hasil Analisis Parameter Chi Hitung Df Chi Tabel Nilai P Kesimpulan
Jenis kelamin 5,854 1 3,841 0,017 5,854 > 3,841 = Ho ditolak
0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian hipoglikemia
Usia 5,041 1 3,841 0,032 5,041 > 3,841 = Ho ditolak
0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipoglikemia
Berat badan 7,156 1 3,841 0,11 7,156 > 3,841 = Ho ditolak
0,011 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara berat badan dengan kejadian hipoglikemia Hasil Analisis Parameter Chi Hitung Df Chi Tabel Nilai P Kesimpulan
Tingkat pendidikan 5,245 1 3,841 0,028 5,245 > 3,841 = Ho ditolak 0,028 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan kejadian hipoglikemia
Pekerjaan 5,041 1 3,841 0,032 5,041 > 3,841 = Ho ditolak
0,032 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pekerjaan dengan kejadian hipoglikemia
Dosis insulin 7,509 8 15,507 -
-Sikap 0,993 1 3,841 0,440 0,993 > 3,841 = Ho diterima
0,440 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan kejadian hipoglikemia
Kepercayaan terkait insulin
0,03 1 3,841 1,000 0,03 > 3,841 = Ho diterima 1,000 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kepercayaan terkait insulin dengan kejadian hipoglikemia Pengetahuan tentang
diabetes mellitus dan insulin
5,854 1 3,841 0,017 5,854 > 3,841 = Ho ditolak 0,017 < 0,05 = Ho ditolak Jadi, dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara pengetahuan tentang diabetes mellitus dan insulin dengan kejadian hipoglikemia
Efikasi
diri (kepercayaan diri)
3,056 1 3,841 0,105 3,056 > 3,841 = Ho diterima 0,105 < 0,05 = Ho diterima Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara efikasi diri (kepercayaan diri) dengan kejadian hipoglikemia
Dari hasil pengujian diperoleh nilai Chi Square sebesar 12.741 dengan nilai Sig. sebesar 0,121. Dari hasil tersebut terlihat bahwa nilai Sig. lebih besar dari pada Alpha (0.05) yang berarti keputusan yang diambil adalah menerima Ho yang berarti tidak ada perbedaan antara
klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang diamati, maka model regresi logistic bida digunakan untuk
analisis selanjutnya. Data
selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini :
Tabel 2 hasil uji Hosmer and
Lemeshow Test
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 12.741 8 .121
Untuk melihat hasil analisis
regresi menggunakan model
persamaan kedua yang memasukkan semua komponen dari variabel independen. Dari tabel Variables in
the Equation terlihat bahwa nilai
konstanta adalah sebesar 13.642,
koefisien yang paling besar adalah aspek sikap yaitu 2.236 dan koefisien yang paling kecil adalah dosis insulin yaitu 0,137. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini : Tabel 3 hasil uji regresi logistic Variables in the Equation
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig.
Exp (B)
95.0% C.I.for EXP(B)
Lower Upper Lower Upper Lower Upper Lower Upper
Step 1 (a) Usia 1.579 .629 6.308 1 .012 4.850 1.414 16.629 jenis kelamin -1.269 .631 4.045 1 .044 .281 .082 .968 tingkat pendidikan 1.450 .636 5.206 1 .023 4.264 1.227 14.818 Pekerjaan 1.100 .600 3.357 1 .067 3.004 .926 9.741 dosis insulin .137 .104 1.745 1 .187 1.147 .936 1.405 jenis insulin .867 .595 2.121 1 .145 2.379 .741 7.636 aspek sikap 2.236 1.120 3.983 1 .046 9.357 1.041 84.103 aspek kepercayaan .244 .857 .081 1 .775 1.277 .238 6.843 aspek pengetahuan 1.688 .660 6.532 1 .011 5.407 1.482 19.724 aspek efikasi diri -.917 .536 2.924 1 .087 .400 .140 1.143 Berat badan 1.409 .684 4.248 1 .039 4.094 1.072 15.638 Constant -13.642 4.790 8.110 1 .004 .000
KESIMPULAN
Dari penelitian dapat
disimpulkan bahwa umlah kejadian hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang sebanyak 37 pasien dari 109 pasien (33,9%).
Faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian
hipoglikemia pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin adalah jenis kelamin, usia, berat badan, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, dosis insulin dan jenis insulin. Sementara itu sikap, kepercayaan terkait insulin, efikasi diri (kepercayaan diri) tidak
berhubungan dengan kejadian
hipoglikemia.
Jenis-jenis tipe insulin yang digunakan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 di bangsal rawat inap penyakit dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang yaitu rapid acting tunggal dan rapid acting kombinasi long
acting. Kejadian hipoglikemia terjadi
lebih banyak pada kelompok
kombinasi rapid acting-long acting. DAFTAR PUSTAKA
1. American Diabetes Association.
(2006). Diagnosis and
classification of diabetes mellitus.
Journal Diabetes care, 27 (1),
78-80.
2. Amir, S. (2015). Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Bahu Kota Manado,
Jurnal Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, 36-37.
3. Bandura, A. (1997). Self-Efficacy : The Exercise Of Control, New York : Springer Publishing Company, Journal International
Diabetes Care, 70-72.
4. Bilous, R & Donelly, R. (2014).
Buku Pegangan Diabetes. Edisi
ke-4. Jakarta : Bumi Medika, 90-92.
5. Farida. (2014). Hubungan antara pengetahuan sikap dan tindakan pasien diabetes mellitus dengan
pencegahan komplikasi
hipoglikemia di RSUD Labuang Baji Makassar, Jurnal Ilmiah
Kesehatan Diagnosis, Volume 5 No. 1, 87-88.
6. Ferannini, E. (2005). Insulin
Resistance Versus Insulin
Deficiency in Non Insulin Dependent Diabetes Melitus Problem and Prospect, Journal
International Diabetes Care,
90-92.
7. Gedengurah. (2007). Efikasi Diri Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2. Denpasar, Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 7, No. 2, 87-88.
8. Kristiantoro, D. (2014). Evaluasi Cara Penggunaan Injeksi Insulin Pen Pada Pasien Diabetes
Melitus Di RS “X” Purwodadi.
Surakarta, Jurnal Keperawatan
Indonesia, Volume 7, No. 2,
7-15.
9. Lin, Y.Y. (2010). Risk factors for recurrent hypoglycemia in hospitalized diabetic patients
admitted for severe
hypoglycemia. Journal
International Eymj, 102-104.
10. Perkeni. (2011). Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, 18.
11. Potter. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktek.
Jakarta : EGC, 95-96.
12. Rani, A., Sidartawan Soegondo, Anna Uyainah Z., Nasir. (2008).
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.
Fakultas Kedokteran,
Universitas Indonesia, 89-90. 13. Rohaidah, Damyanti, N. (2011).
Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan
Kemampuan Pasien Diabetes
Melitus Dalam Mendeteksi
Episode Hipoglikemia Di RSUD
Mattaher. Jambi, Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 2, No. 1, 26-30.
14. Rubin, R.R. (2000).
Psychotheraphy and Conselling in Diabetes Melitus Psychology in Diabetes Care (p 235-263). Chickester : Jhon Wiley & Sons. Ltd, Journal International Diabetes Care, 102.
15. Sartunus. (2015). Hubungan
Pengetahuan, Persepsi dan
Efektifitas Penggunaan Terapi Insulin Terhadap Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Dalam Pemberian Injeksi
Insulin. Pekanbaru, Jurnal
Keperawatan Indonesia, Volume 2, No. 1, 703-704.
16. Smeltzer & Bare. (2010).
Brunner & Suddarth’s Textbook
of Medical Surgical Nursing.
Philadelpia : Lippincott. 28-29. 17. Sukandar, E.Y., Retnosari, A.
(2008). Iso Farmakoterapi.
Jakarta : PT ISFI Penerbitan, 89-90.
18. Tarwoto & Wartonah. (2012).
Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta : CV. Trans Info Media, 92-93.
19. World Health Organization. (2007). Prevalence of Diabetes Worlwide. Journal International
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RSUD DELI SERDANG DENGAN METODE
ATC/DDD
Dina Yusmasrlina
Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam
ABSTRACT
Hypertention is condition when systolic pressure more than 140 mmHg and diastolic pressure more than 90 mmHg in minimal twice measurement in 5 minutes. A lot of hypertention patients needs improvement of medication and it caused the use of hypertention drugs increased. The aim of this study are to investigate the kind of drugs for hypertention and the number of them in one of the healthcare facilities in Bandung 2013. This study is descriptive study with retrospective data from prescription. Analysis used ATC/DDD. The result of this study showed three top hypertention are amlodipine (171,8 DDD), Irbesartan (47,38 DDD), and Captopril (40,74 DDD).
Keywords : antihypertention, ATC/DDD, outpatient PENDAHULUAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten) dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol dan jumlahnya terus meningkat. Oleh karena itu, partisipasi semua pihak, baik dokter
dari berbagai bidang peminatan
hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan.1
Sistem ATC/DDD (Anatomical
Therapeutic Chemical / Defined Daily Dose) merupakan sistem
klasifikasi dan pengukuran
penggunaan obat yang saat ini telah menjadi salah satu pusat perhatian dalam pengembangan penelitian penggunaan obat. Sistem ATC/DDD sebagai standar pengukuran internasional untuk studi penggunaan obat, sekaligus menetapkan WHO Collaborating
Centre for Drug Statistics Methodology untuk memelihara
dan mengembangkan sistem
ATC/DDD. Evaluasi penggunaan obat dibagi menjadi dua yaitu kualitatif dan kuantitatif. Salah satu studi kuantitatif adalah
dengan menggunakan metode
ATC/DDD. Metode ini
direkomendasikan oleh WHO
untuk mengevaluasi penggunaan obat.2
Sistem klasifikasi ATC digunakan untuk mengklasifikasikan obat. Sistem ini dikontrol oleh WHO Collaborating Centre for Drug Statistic Methodology,
dan pertama kali dipublikasikan tahun 1976. Obat dibagi menjadi kelompok yang berbeda menurut organ atau sistem dimana obat tersebut beraksi dan atau berdasarkan karakteristik terapeutik dan kimianya. Obat diklasifikasikan menjadi kelompok-kelompok pada lima level yang berbeda.3
Level pertama adalah level yang paling luas, obat dibagi menjadi 14 kelompok utama anatomi. Level kedua adalah kelompok utama farmakologi dan terdiri dari dua digit. Kelompok ketiga adalah kelompok farmakologi dan terdiri dari satu huruf. Kelompok keempat adalah kelompok kimia dan terdiri dari satu huruf. Kelompok kelima adalah kelompok zat kimia dan terdiri dari dua huruf.3
DDD diasumsikan sebagai dosis pemeliharaan rata-rata perhari yang digunakan untuk indikasi utama orang dewasa. DDD hanya ditetapkan untuk obat yang mempunyai kode ATC.
Jumlah unit DDD yang
direkomendasikan pada pengobatan mungkin dinyatakan dalam satuan miligram atau gram untuk sediaan padat seperti tablet atau kapsul, atau mililiter untuk sediaan cair injeksi atau cair oral.
Data penggunaan obat yang
dipresentasikan pada DDD hanya
memberikan perkiraan penggunaan dan tidak memberikan gambaran penggunaan yang pasti.3
METODE PENELITIAN
Sampel dalam penelitian ini diambil dari pasien dewasa rawat jalan yang menebus resep di Apotek Kimia
Farma pada bulan Januari -Desember 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui antihipertensi apa saja yang digunakan pada pasien hipertensi rawat jalan di Apotek Kimia Farma pada tahun 2013.
Instrumen penelitian adalah data resep yang telah ditebus oleh pasien dewasa pada pelayanan kesehatan rawat jalan di Apotek Kimia Farma pada tahun 2013. Penelitian bersifat deskriptif retrospektif.
Analisis data dilakukan
menggunakan obat antihipertensi, golongan obat antihipertensi, bentuk sediaan, kekuatan, jumlah
penggunaan, dan jumlah
kunjungan pasien rawat jalan. Setelah didapatkan data tersebut, obat antihipertensi diklasifikasikan untuk mendapatkan kode ATC berdasarkan guideline yang telah
ditetapkan oleh WHO
Collaborating Centre. Kemudian
dihitung DDD untuk
masing-masing obat antihipertensi, berdasarkan guideline yang telah
ditetapkan oleh WHO
Collaborating Centre. Hasil perhitungan penggunaan obat antihipertensi per tahun dengan
menggunakan satuan DDD/1000
kunjungan pasien rawat jalan (KPRJ).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data jumlah kunjungan pasien rawat jalan pada tahun 2013 didapatkan dari jumlah resep
sebanyak 4.179. Data ini
diperlukan untuk menghitung penggunaan obat antihipertensi
dengan unit satuan DDD/1000 kunjungan pasien rawat jalan (KPRJ). A. Jenis Obat Antihipertensi yang
Digunakan Berdasarkan
Klasifikasi ATC
Dari data penggunaan obat antihipertensi pada tahun 2013 didapatkan data berupa nama, bentuk sediaan, dosis, jumlah penggunaan obat antihipertensi, dan kunjungan pasien. Obat antihipertensi terdiri dari nama generik dan nama paten yang digunakan pada tahun 2013. Bentuk sediaan dan kekuatan diperlukan untuk mengetahui kandungan zat aktif dalam setiap sediaan. Total jumlah
penggunaan diperlukan untuk
menghitung jumlah total kekuatan obat antihipertensi (dalam satuan gram dan miligram) yang digunakan pada tahun
2013. Penggunaan obat
antihipertensi kemudian diurutkan
sesuai dengan kode ATC
berdasarkan WHO Collaborating Centre.
Tabel 1. Nama dan Golongan Obat Antihipertensi untuk Pasien Rawat Jalan Tahun 2013
Golongan Nama Obat Kode ATC
Amlodipin C08CA01 CCB Nifedipin C08CA05 Loop Furosemid C03CA01 Diuretics Captopril C09AA01 ACE Lisinopril C09AA03 Inhibitor Ramipril C09AA05 Valsartan C09CA03 Candesartan C09CA06
ARB Irbesartan C09CA04
Losartan C09CA01
Telmisartan C09CA07
Atenolol C07AB03
Beta Blocker Bisoprolol C07AB07
Propanolol C07AA05 Diuretik HCT C03AA03 Tiazid Aldosteron Spironolakton C03DA01 Antagonis Alfa 2 Metildopa C02AB01 Agonis B. Kuantitas Penggunaan Obat Antihipertensi dalam Unit DDD
Setelah diketahui jenis obat
antihipertensi yang digunakan di Apotek Kimia Farma pada Tahun 2013, selanjutnya dilakukan perhitungan kuantitas penggunaan obat antihipertensi tersebut. Penggunaan obat antihipertensi untuk pasien rawat jalan dalam DDD/1000 KPRJ pada tahun 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Kuantitas Penggunaan Antihipertensi untuk Pasien Rawat Jalan Tahun 2013 dalam Satuan DDD/1000 KPRJ
No. Nama Obat DDD DDD/1000
KPRJ 1. Amlodipine 5 mg 171,8 2. Nifedipin 30 mg 5,58 3. Furosemid 40 mg 5,74 4. Captopril 50 mg 40,74 5. Lisinopril 10 mg 15,55 6. Ramipril 2,5 mg 4,79 7. Valsartan 80 mg 33,98 8. Irbesartan 0,15 gr 47,38 9. Candesartan 8 mg 12,44 10. Losartan 50 mg 26,32 11. Telmisartan 40 mg 1,44 12. Atenolol 75 mg 1,69 13. Bisoprolol 10 mg 36,10 14. Propanolol 0,16 gr 0,60 15. HCT 25 mg 17,71 16. Spironolakton 75 mg 26,72 17. Metildopa 1 gr 0,60
Berdasarkan perhitungan DDD pada tahun 2013, amlodipin adalah jenis obat
antihipertensi yang terbanyak
digunakan yaitu sebanyak 171,8
DDD/1000 KPRJ. Amlodipin
merupakan golongan Calcium Channel
Blocker (CCB). Terdapat dua kelas
CCB yakni dihidropiridin (amlodipin dan nifedipin) dan non-dihidropiridin
(verapamil dan diltiazem). CCB menghambat proses berpindahnya kalsium menuju sel otot jantung dan otot polos dinding pembuluh darah, dan akan merelaksasi otot pembuluh darah dan menurunkan
resistensi perifer serta
menurunkan tekanan darah.4
Irbesartan merupakan
antihipertensi dengan penggunaan paling tinggi kedua yaitu
sebanyak 47,38 DDD/1000
KPRJ. Irbesartan merupakan antihipertensi dari golongan ARB. Mekanisme golongan ARB
adalah dengan menduduki
reseptor AT I di pembuluh darah, hal ini mengurangi efek fisiologik angiotensin.4
Captopril merupakan
antihipertensi dengan penggunaan paling tinggi ketiga yaitu sebanyak 40,74 DDD/1000 KPRJ. Captopril
merupakan golongan ACE
Inhibitor yang bekerja dengan
menghambat Angiotensin
Converting Enzyme (ACE) yang
dalam keadaan normal bertugas menonaktifkan Angiotensin I menjadi Angiotensin II (berperan penting dalam regulasi tekanan darah).5Pemakaian captopril lebih banyak dibanding ACE Inhibitor lain seperti lisinopril dan ramipril. Captopril lebih banyak digunakan karena selain murah, juga lebih populer di Indonesia di antara obat lain.4
KESIMPULAN
Dari penelitian tentang
evaluasi penggunaan obat
Farma pada pasien rawat jalan tahun
2013 dengan menggunakan metode
ATC/DDD didapatkan hasil yaitu tiga obat antihipertensi terbanyak yang digunakan adalah Amlodipin (171,8 DDD/1000 KPRJ), Irbesartan (47,38 DDD/1000 KPRJ), dan Captopril (40,74 DDD/1000 KPRJ).
SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disampaikan saran yaitu pada penelitian selanjutnya diharapkan data yang diambil dalam satu
tahun penuh sehingga dapat
menggambarkan penggunaan obat
antihipertensi yang sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI tentang Hipertensi. Jakrta; 2014.
2. WHO, Guidelines for ATC
Classification and DDD Assignment 2011, 14th Edition, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; 2011.
3. WHO, ATC/ DDD Index 2016,
Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; 2016.
4. Prasetyo, Eko., Detari, Wijayanti,
Evaluasi Penggunaan Obat
Antihipertensi pada Penyakit Hipertensi Disertai Gagal Ginjal Kronik (ICD I12,0) Pasien Geriatri
Rawat Inap di RSUD A. W.
Sjahranie Samarinda pada Tahun 2012 dan 2013 dengan Metode
ATC/DDD, Jurnal Farmasi Indonesia, Vol.12 hal 23-32, 2013.
5. Putra, Raden Ardhi, Evaluasi
Penggunaan Obat
Antihipertensi dengan Metode
ATC/ DDD pada Pasien
Stroke Rawat Inap RSUD “B”
Tahun 2010 dan 2011
(skripsi),
Surakarta:Universitas
Muhammadiyah Surakarta;
2012.
6. Chen Y., Anatomical
Theurapetic Chemical (ATC) classification and the Defined Daily Dose (DDD): principles for classifying and quantifying
drug use, International
Conference on Pharmacoepidemiology and Therapeutic Risk Management; 2014 Oktober 24-27; Whitwhouse Station, USA; 2014.
7. Pujiati, Sri, Tingkat Peresepan Antibiotik di Puskesmas X Tahun 2012 dan 2013 dengan Metode ATC/DDD (skripsi),
Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta;
2014.
8. WHO, Guidelines for ATC
classification and DDD
assignment 2013, Oslo, WHO Collaborating Centre for Drug Statistics Methodology; 2013.
9. ASP, How To Calculate
Antimicrobial Defined Daily Doses (DDD) and DDDs per 1000 Patient Days, Toronto,
Antimicrobial Atewardship Program; 2012.
10. James, P. A., Oapril, S., Carter, B., L., Cushman, W., C., Himmelfarb, C. D., Handler, J., et al. 2013, 2014, Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eight Joint National Commite (JNC 8), JAMA, doi: 10.1001.
PERBEDAAN SKALA NYERI PADA INTERVENSI MENGGUNAKAN
EFFLURAGE MASSAGE DAN CONTRACT RELAX STRETCHING
PADA SPASME MUSCULUS GASTROKNEMIUS NON PATOLOGIS
PASCA PERTANDINGAN SEPAK BOLA DI TANJUNG MORAWA
Kardina Hayati
Dosen Akper MEDISTRA Lubuk Pakam
ABSTRACT
Pain as a result of spasme musculus gastroknemius non patologis is a concequence of continuance of contraction in football games that inflicted the painful. This research have a purpose for detected the painful scale on intervention using theb efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastrocnemius non patologis after the football competition. This research was conducted in Moun Sikureung stadium with quation experimental and purposive sampling with total sample of 16 respondents and it can classified into 2 group. 1 (elurage massage) 2 (contract relax stretching). The diverificaation painful scale on intervension using the efflurage massage and contract relax stretching in spasme musculus gastroknemius non patologis after the football competition 2015 in Peureulak, East Aceh. The result of statistical test with paired sample t-test showed that the p value was obtained in treatment I (
efflurage massage) < α (0,011<0,05), and treatment II < α (0,002 < 0,05) it can
be conduded that there is a difference between pain before stretching at spasme musculus gastroknemius after football competition. The result of statistical test with independent sample t-test showed that the p value 0,021 its mean there is a difference between pain before intervensi efflurage massaage with contract relax stretching. There are the differences in value significantly decrease pain in the treatment group 1 was given intervension efflurage massage with than group 2
was given contract relax stretching.
Pendahuluan
Pada kehidupan manusia pasti akan
dihadapkan dengan beberapa
masalah yang ada, sangat kompleks sekali masalah demi masalah yang
muncul. Dengan segenap
kemampuan yang dimiliki manusia, manusia akan selalu berusaha untuk
menyelesaikan semua
masalah-masalah itu. Tetapi terkadang seseorang akan lupa terhadap apa yang terjadi pada dirinya sendiri, lebih-lebih pada masalah fisik, yaitu tentang kesegaran jasmani. Banyak dari mereka yang sibuk, akan lupa
terhadap kesehatan dan kestabilan kesegaran jasmaninya (Lutan, 2007). Pada setiap pertadingan sepak bola para pemain selalu melakukan olah fisik agar memiliki stamina yang prima sehingga mampu melakukan pertadingan dengan baik, namun
begitu sering para pemain
mengalami cidera dalam
pertandingan maupun kelelahan fisik yang dirasakan setelah pertandingan di jalankan. Banyak macam cedera yang dialami oleh para pemain
sepak bola dalam melakukan
hamstring, cidera pada quardicept,
cedera pada collateral ligament
(Helmi, 2014).
Keadaan non patologis yang dialami para pemain sepak bola adalah
kelelahan dimana terjadinya
penurunan kemampuan jaringan untuk melakukan fungsinya sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Kelelahan merupakan fenomena
normal yang dirasakan sebagai
petunjuk bahwa jaringan
mendapatkan beban kerja melebihi jaringan, dimana akan terkumpulnya produk sisa metabolisme yang berupa asam laktat. Penumpukan asam laktat dalam otot ini akan menimbulkan spasme yang disertai dengan nyeri. Kelelahan fisik sangat mengganggu bagi para pemain yang dituntut untuk selalu memiliki kondisi yang prima,
apalagi pertandingan yang
berkelanjutan, dengan jarak antara pertandingan yang berdekatan kurang lebih dua atau tiga hari berselang antara satu pertandingan dengan pertandingan berikutnya (Graha dan Priyonoadi, 2014).
Untuk memberi massage efflurage dan streching tersebut peran
fisioterapi sangat diperlukan
sebagaimana yang tercantum dalam Permenkes 80 tahun 2013, BAB 1, Pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa
“Fisioterapi adalah bentuk pelayanan
kesehatan yang ditujukan kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara
manual, komunikasi”.peningkatan
gerak, peralatan (fisik,
elektroterapeutis dan mekanis) (Permenkes No. 80, 2013).
Pada pertandingan olahraga sepak bola, gerak dominan yang sering dilakukan adalah berlari, otot yang sangat penting untuk melakukan gerakan berlari dan melompat adalah otot betis (Musculus Gastroknemius). Pada golongan orang tertentu, seperti atlit sprinter ataupun pemain bola dengan latihan berkelanjutan yang telah mereka lakukan, Musculus Gastroknemius merupakan otot tipe fast twich A, fungsinya lebih banyak
sebagai penggerak untuk gerakan
fleksi ankle yang penting dalam gerak
lari (Helmi, 2012).
Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit,
membuat otot-otot tungkai
menjalankan fungsinya dengan energi
yang didapat dari metabolism
anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy
utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu 30-90 menit. Dengan produk sisa metabolisme yang berupa
asam laktat (Kisney, 2007).
Fungsi otot Gastroknemius yang
begitu besar dalam berlari dan melompat maka sering kali di jumpai banyak kasus patologi yang terjadi pada m. gastroknemius, antara lain : spasme, nyeri, cidera ligament, ruptur tendon dan lain lain, penanganan nyeri akibat spasme pada Musculus
Gastroknemius tidak hanya dilakukan
oleh tenaga medis saja dengan memberikan obat-obatan tapi juga
bisa dilakukan oleh seorang
Fisioterapis dengan melakukan
intervensi fisioterapi. Metode dan teknologi fisioterapi yang umumnya diaplikasikan pada kasus nyeri akibat
spasme Musculus Gastroknemius
massage therapi, heating dan streching (Mahar dan Sidharta, 2008).
Salah satu teknik massage yang populer dan sering di gunakan untuk
tujuan rileksasi otot dan
meningkatkan sirkulasi darah adalah
efflurage massage. Efflurage massage
di aplikasikan dengan gerakan meluncur mengikuti bentuk tubuh pasien, tekanan yang gentle dan deep, dengan arah ke jantung. Efflurage
massage menjadi intervensi bagi fisioterapi untuk mengatasi masalah spasme pada otot, intervensi lain yang menjadi pilihan bagi fisioterapi untuk mengatasi problem spasme otot adalah contract relax stretching. Contract relax stretching merupakan
salah satu yang melibatkan kontraksi isometrik dari otot yang mengalami
ketegangan. Tekhniknya dengan
memberikan stretching secara pasif dari otot yang mengalami spasme dan diikuti dengan rileksasi. Hasil penelitian dari Indra, 2006 : "beda
pengaruh intervensi efflurage
massage dengan contrac relax stretching efektif dalam menurunkan
nyeri akibat spasme Musculus
Gastroknemius"
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengangkat topik diatas dalam bentuk penelitian dan memaparkannya dalam skripsi dengan judul.: "Perbedaan Skala
Nyeri pada Intervensi Menggunakan Efflurage Massage dan Contract Relax Stretching pada Spasme Musculus Gastroknemius non Patologis Pasca Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa".
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbedaan skala nyeri pada intervensi menggunakan
efflurage massage dan cotract relax
stretching pada spasme Musculus Gastroknemius non patologis pasca
pertandingan sepak bola di Tanjung Morawa .
a. Untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, dan tingkat pendidikan pada pemain sepak bola di Tanjung Morawa . b. Untuk mengetahui skala nyeri
sebelum intervensi menggunakan
efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca
pertandingan sepak bola di
Tanjung Morawa .
c. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan
efflurage massage pada spasme Musculus Gastroknemius pasca
pertandingan sepak bola di
Tanjung Morawa .
d. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi menggunakan efflurage massage
pada spasme Musculus
Gastroknemius pasca pertandingan
sepak bola di Tanjung Morawa e. Untuk mengetahui skala nyeri
sebelum intervensi menggunakan
contract relax stretching pada
spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di
Tanjung Morawa .
f. Untuk mengetahui skala nyeri sesudah intervensi menggunakan
contract relax stretching pada
spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola di
Tanjung Morawa .
g. Untuk mengetahui skala nyeri sebelum dan sesudah intervensi
menggunakan contract relax
stretching pada spasme Musculus Gastroknemius pasca pertandingan
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan kebenaran teori secara ilmiah dan mengaplikasikannya di lapangan terhadap kasus nyeri karena
spasme Musculus Gastroknemius
pasca pertandingan sepak bola dengan
mengetahui perbedaan metode
efflurage massage dan cotract relax stretching terhadap penurunan nyeri.
Dari hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan pilihan metode terapi terhadap nyeri karena spasme
Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.
Memberikan informasi dan gambaran tentang suatu metode terapi yang dapat
mengurangi nyeri pada spasme
Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.Sebagai bahan referensi atau bacaan bagi mahasiswa dan mahasiswi fisioterapi untuk studi dan penelitian lebih lanjut terhadap penanganan kasus spasme
Musculus Gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah quasi
eksperimental dengan pre and post test two group design. Desain
penelitian merupakan wadah
menjawab pertanyaan penelitian atau menguji kebenaran hipotesis (Setiadi, 2007). Dalam hal ini penelitian
dibagi dalam dua kelompok,
kelompok I dengan menggunakan
metode efflurage massage dan
kelompok II dengan menggunakan metode contract relak stretching, adapun nilai intensitas dan dievaluasi dengan menggunakan VAS (Visual
Analogue scale), hasil dari intensitas
nyeri ini akan di analisa antara
kelompok perlakuan I dengan
kelompok perlakuan II.
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di
Tanjung Morawa (Stadiun Mont
Sikureung).
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti (Notoatmadjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah para pemain sepak bola di stadion Mon Sikureung
Tanjung Morawa yang sedang
bertanding, yang mengalami nyeri
akibat spasme Musculus
Gastroknemius non patologis pasca
pertandingan sepak bola. Peneliti mengambil 2 club yang terdapat di
Tanjung Morawa yaitu club
Peureulak Raya dan club Beringin Jaya, yang masing-masing club
berjumlah 16 orang sehingga total berjumlah 32 orang.
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2010 : 118). Dapat disimpulkan bahwa sampel merupakan bagian dari
populasi yang mempunyai
karakteristik dan sifat yang mewakili seluruh populasi yang ada. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel secara
sengaja berdasarkan sifat,
karakteristik dan cirri-ciri tertentu (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil sampel
dari anggota populasi yang
mengalami nyeri akibat spasme
musculus gastroknemius pasca pertandingan sepak bola.
Pengambilan sampel dibagi kedalam 2 kelompok, kelompok I (club Peureulak Raya) diberikan metode
efflurage massage sedangkan kelompok II (club Beringin Jaya)
diberikan metode contract relax stretching.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
merupakan cara penelitian untuk
mengumpulkan data dalam
penelitian, sebelum melakukan pengumpulan data, perlu dilihat alat ukur untuk pengumpulan data agar dapat memperkuat hasil penelitian (Arikunto, 2010). Cara pengumpulan data pada penelitian ini adalah : 1. Peneliti membuat garis sepanjang
10 Cm.
2. Pada ujung kiri diberi tanda "tidak ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda " nyeri sangat berat".
3. Sampel diberikan penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada
daerah mana yang
menggambarkan nyeri yang
dirasakan setelah dilakukan
intervensi sesuai dengan
kelompok perlakuan yang telah ditetepkan sebelumnya.
4. Fisioterapis melakukan gerakan dorsal fleksi dan plantar fleksi
pergelangan kaki untuk
memprovokasi nyeri M.
Gastroknemius sehingga nyeri di
rasakan sampel adalah nyeri pada
M. Gastroknemius.
5. Setelah sampel memberikan titik pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang diberikan sampel. Panjang ukuran tersebut yang dinyatakan dalam centimeter menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel.
6. Nilai tersebut di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi.
7. Setelah satu sesi intrvensi
dilakukan, sampel diminta
kembali untuk memberi tanda pada garis tersebut.
8. Kemudian kembali dilakukan pengukuran untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri dan dicatat sebagai setelah intervensi.
9. Setiap peengurangan atau
penambahan diukur dalam
centimeter (0-10 Centimeter). Metode Pengukuran Data
a) Peneliti membuat garis 0 - 10 cm b) Pada ujung kiri diberi tanda "tidak
ada nyeri" sedangkan ujung paling kanan diberi tanda "nyeri sangat berat"
c) Sampel diberi penjelasan untuk memberikan tanda titik sepanjang garis tersebut pada daerah mana
yang menggambarkan nyeri
dirasakan setelah dilakukan
intervensi sesuai dengan
kelompok perlakuan yang telah dilakukan sebelumnya.
d) Terapis melakukan gerakan
dorsal dan plantar fleksi
pergelangan kaki untuk
memprovokasikan nyeri pada M.
Gastroknemius, sehingga nyeri
yang dirasakan sampel adalah nyeri pada M. Gastroknemius. e) Setelah sampel memberikan titik
pada garis tersebut, kemudian dilakukan pengukuran dari ujung kiri garis hingga tanda titik yang
diberikan sampel. Panjang
ukuran tersebut menjadi nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dirasakan sampel.
f) Nilai tersebut kemudian di catat sebagai nilai nyeri sebelum intervensi
g) Setelah 1 sesion intervensi dilakukan, sampel di minta kembali untuk memberikan tanda pada garis tersebut.
h) Kemudian dilakukan kembali pengukuan untuk mendapatkan nilai yang menunjukkan derajat nyeri yang dicatat sebagai nilai setelah intervensi.
i) Setiap penambahan atau
pengurangan di ukur dalam centimeter (0-10 cm)
Metode Analisa Data
Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian, yaitu untuk mengetahui karakteristik responden yang meliiputi umur dan suku. Pada umumnya analisis ini hanya menghasilkan tabel distribusi frekuensi dari tiap variabel.
Apabila nilai p ≤ α (0,05), maka hipotesa pada penelitian ini diterima, sehingga ada perbedaan skala nyeri
pada intervensi menggunakan
efflurage massage dan contract relax stretching pada spasme musculus gastroknemeus non patologis pasca
pertandingan sepak bola. HASIL PENELITIAN Analisis Univariat 1. Umur
Jumlah responden berumur 25-27 tahun adalah sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%).
2.Suku
Berdasarkan Suku Responden pada Klub Peureulak Raya dan Klub Beringin Jaya .
Mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh
sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%).
Analisa Bivariat
1. Paired T- Test pada Efflurage Massage
Distribusi Rata-rata (Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi
Efflurage Massage pada Spasme
Musculus Gastroknemius Pasca
Pertandingan Sepak Bola di Tanjung Morawa . Interv ensi Mea n N Standar t Deviati on 95% Confidence Interval of The Difference P Value Lower Upper Pre 3,12 8 0,354 0,192 1,058 0,011 Post 2,50 8 0,535
Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang)
dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage
massage adalah 2,50 (nyeri ringan)
dengan standar deviasi 0,535. Hasil uji statistik diperoleh nilai p-value <
α (0,011 < 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan
sepak bola.
2. Paired T- Test pada Contract Relax Stretching
Tabel Distribusi Rata-rata (Mean) Skala Nyeri Pre dan Post Intervensi
Contract Relax Stretching pada
Spasme Musculus Gastroknemius
Pasca Pertandingan Sepak Bola di
Tanjung Morawa .
Dari tabel diatas diketahui bahwa rata-rata skala nyeri sebelum
diberikan intervensi contract relax
stretching adalah 3,25 (nyeri sedang)
dengan standar deviasi 0,463. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi contract
relax stretching adalah 2,12 (nyeri
ringan) dengan standar deviasi 0,354. Hasil uji statistik diperoleh nilai
p-value < α (0,002 < 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi contract relax
stretching pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan
sepakbola.
3.Independent Sample T-Test
Untuk melihat perbedaan
penurunan skala nyeri pada
kelompok perlakuan I (Efflurage
Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) dilakukan uji beda antara
nilai-nilai selisih penurunan skala nyeri kelompok perlakuan I dan II dengan menggunakan Independent
Sample T-Test.
Tabel 4.7. Nilai Selisih Penurunan
Skala Nyeri pada kelompok
perlakuan I (Efflurage Massage) dengan kelompok perlakuan II (Contract Relax Stretching) pada spasme Musculus Gastroknemius Pasca Pertandingan Sepak Bola di
Tanjung Morawa .
Intervensi Mean N Standart
Deviation 95% Confidence Interval of The Difference P Value Lower Uppe r Efflurage Massage 3,750 8 0,886 0,251 2,49 9 0,021 Conract Relax Stretching 3,755 8 1,187 0,243 2,50 7
Dari table diatas menunjukkan bahwa untuk kelompok perlakuan I didapat nilai mean 3,750 dan standar deviasi 0,886. Untuk kelompok perlakuan II didapat nilai mean 3,557 dengan standar deviasi 1,187. Dengan menggunakan uji statistik
t-test independent dengan α = 0,05,
didapatkan nilai p-value sebesar 0,021 yang berarti signifikan.
Berdasarkan hal tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa terdapat
perbedaan nilai penurunan nyeri secara bermakna pada kelompok perlakuan I yang diberikan intervensi
Efflurage Massage dengan kelompok
perlakuan II yang diberikan Contract
Relax Stretching.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden 1. Umur
Hasil penelitian menunjukan bahwa
mayoritas jumlah responden
berumur 25-27 tahun adalah
sebanyak 5 orang (62,5%) pada klub Peureulak Raya, sedangkan pada pada klub Beringin Jaya mayoritas juga berumur 25-27 tahun sebanyak 6 orang (75%).
Semakin tinggi usia seseorang dapat
menyebabkan seseorang mudah
lelah, selain itu juga massa otot juga akan semakin berkurang sehingga akan memperlambat aliran darah ke jaringan yang menyebabkan oksigen tidak adekuat terkirim kejaringan yang dapat mengakibatkan spasme yang menimbulkan nyeri.
Intervensi Mean N Standart
Deviation 95% Confidence Interval of The Difference P Value Lower U p p e r Pre 3,25 8 0,463 0,589 1 , 6 6 1 0,002 Post 2,12 8 0,354
2. Suku
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa mayoritas responden pada klub Peureulak Raya adalah suku Aceh sebanyak 5 orang (62,5%), sedangkan pada klub Beringin Jaya mayoritas juga adalah suku Aceh 6 orang (75%).
Latar belakang suku merupakan
salah satu faktor yang
mempengaruhi tingkat nyeri
seseorang. Seperti dikemukakan oleh LeMore & Burke (2008),
menyatakan bahwa budaya
mempengaruhi seseorang bagaimana cara toleransi terhadap nyeri, menginterpretasikan nyeri, dan bereaksi secara verbal atau non-verbal terhadap nyeri. Budaya dari suku jawa yang menerima terhadap nyeri, sehingga merasa kuat dan sabar terhadap nyeri yang dirasakan. Perbedaan Skala Nyeri Pre dan
Post Intervensi Efflurage Massage
pada Spasme Musculus
Gastroknemius Pasca Pertandingan
Sepak Bola.
Berdasarkan hasil penelitian rata-rata skala nyeri sebelum diberikan intervensi efflurage massage adalah 3,12 (nyeri sedang) dengan standar deviasi 0,354. Sedangkan rata-rata skala nyeri setelah diberikan intervensi efflurage massage adalah 2,50 (nyeri ringan) dengan standar deviasi 0,535.
Hasil uji statistik diperoleh nilai
p-value < α (0,011 < 0,05), maka dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan antara nyeri sebelum dan setelah pemberian intervensi efflurage massage pada spasme musculus gastroknemius pasca pertandingan
sepak bola.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Indra
Bagus (2006) dengan judul
penelitian "Beda pengaruh intervensi
efflurage massage dengan contract relax stretching terhadap penurunan
nyeri akibat spasme M.
Gastroknemius non patoogis pasca
pertandingan sepak bola". Penelitian ini menggunakan sampel sebanyak 20 orang dan dibagi kedalam 2
kelompok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil uji
statistik t-test paired sample pada
kelompok perlakuan I dengan α
(0,05), didapat nilai t hitung 33,97 dan p value 0,000 (p < 0,05) yang berarti terdapat penurunan nilai nyeri yang bermakna pada pemain yang mengalami nyeri akibat spasme
M. Gastroknemius non patologis pasca pertandingan sepak bola yang
mendapatkan intervensi efflurage massage.
Nyeri akibat spasme pada musculus
gastroknemius non patologis pasca
pertandingan sepak bola adalah suatu keadaan umum yang dirasakan oleh semua pemain bola seusai menjalani suatu pertandingan. Pada pertandingan bola dengan waktu pertandingan 2 x 45 menit dengan disela istirahat selama 15 menit,
membuat otot-otot tungkai
menjalankan fungsinya dengan
energi yang didapat dari metabolism
anaerobic, bahwa system glikolisis anaerobik menjadi sumber energy
utama dari aktifitas yang di lakukan dalam waktu 30-90 menit. Dengan produk sisa metabolism yang berupa asam laktat (Kisney, 2007).
Pada saat pertandingan sepak bola
berlangsung musculus
gastroknemius yang terus menerus