• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2008) menyatakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2008) menyatakan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Jumlah penduduk lanjut usia diprediksi akan meningkat cepat di masa yang akan datang terutama di negara berkembang, termasuk juga di Indonesia. Deputi I Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2008) menyatakan bahwa, Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena proporsi penduduk lanjut usianya sudah mencapai lebih dari 7%. Pada tahun 2010 , Indonesia termasuk dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk usia lanjut terbanyak di dunia yaitu mencapai 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah penduduk (Maryam dkk., 2008). Hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2012 menunjukkan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan provinsi yang memiliki persentase penduduk lanjut usia terbanyak diantara provinsi lainnya di Indonesia yaitu mencapai angka 13,04% (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Dinas kesehatan Provinsi DIY (2012) menyebutkan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki angka usia harapan hidup tertinggi di Indonesia.

Tingginya usia harapan hidup menyebabkan konsekuensi yang dihadapi di bidang kesehatan menjadi tinggi pula. Beberapa masalah medis yang sering dijumpai pada usia lanjut sehubungan dengan perubahan komposisi tubuh antara lain terbatasnya gerakan (immobility), kurang stabil (instability), gangguan kecerdasan (intellectual impairment), sulit tidur (insomnia), merasa terpencil

(2)

(isolation/depression), kelemahan syahwat (impotence), sulit menahan kencing (incontinence), gangguan pendengaran dan penglihatan (impairment of vision and hearing), merasa miskin (impecunity), sulit makan (inanition), usus yang mudah teriritasi (irritable colon), mudah terganggu oleh obat (iatrogenic), mudah terkena penyakit infeksi (infection), dan menurunnya daya tahan tubuh (immune deficiency) (Kane, 1989 sit. Rochmah dan Aswin, 2001). Adanya penurunan daya tahan tubuh pada lansia menyebabkan mereka rentan terhadap penyakit sehingga tidak jarang lansia mengalami kondisi polipatologi atau multiple diseases (Christine dkk., 2013). Kondisi polipatologi menyebabkan lansia harus mengkonsumsi banyak obat, bahkan obat-obatan yang tidak sesuai indikasi atau biasa disebut dengan istilah polifarmasi (Rambadhe dkk., 2012). Suatu penelitian yang dilakukan Schmader dkk. (2004) ditemukan bahwa, 5% dari 208 pasien lanjut usia menggunakan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit. Penelitian tersebut juga mendapatkan hasil bahwa sepertiga dari pasien menggunakan obat yang tidak efektif, dan 16% diantaranya merupakan obat yang memiliki efek yang sama dalam suatu pengobatan. Polifarmasi dapat menyebabkan efek negatif dari suatu terapi misalnya efek samping obat dan berkurangnya kepatuhan pasien dalam menggunakan obat (Viktil dkk., 2006).

Masalah yang dihadapi oleh golongan lanjut usia tidak hanya pada kondisi sistemik saja melainkan pada masalah-masalah di rongga mulut. Kelainan yang umum dijumpai pada rongga mulut lansia antara lain: penyakit mukosa rongga mulut, penyakit infeksi, penyakit yang menyerang jaringan keras gigi, penyakit periodontal, disfungsi kelenjar saliva, disfungsi indera penciuman dan

(3)

pengecapan, ganguan penelanan, dan kondisi edentulous (Ship, 2003). Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh lanjut usia adalah penurunan kepekaan pengecapan.

Pengecapan adalah salah satu indera yang penting pada manusia. Pengecapan merupakan faktor penting yang berpengaruh pada kualitas hidup seseorang (Akal dkk., 2003). Organ yang paling berperan dalam proses pengecapan adalah lidah. Permukaan dorsum lidah ditutupi oleh papila-papila, terdapat 4 jenis papila yaitu papila filiformis, papila fungiformis, papila foliata, dan papila sirkumvalata (Scheid, 2007). Papila fungiformis, papila foliata, dan papila sirkumvalata mengandung kuncup kecap, di dalam kuncup kecap terdapat sel-sel reseptor pengecap (Haines, 2013). Sel-sel reseptor tersebut akan diaktivasi oleh rangsang rasa sehingga memicu lepasnya neurotransmiter ke serabut saraf kranial aferen, hal tersebut menyebabkan transmisi informasi rasa ke otak. Otak kemudian memproses informasi tersebut (Fernstrom dkk., 2012).

Beberapa penelitian telah menunjukkan adanya hubungan antara usia dengan penurunan kepekaan pengecapan. Penurunan tersebut diakibatkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah adanya penurunan jumlah kuncup kecap (Fukunaga dkk., 2005). Kondisi polifarmasi pada lansia juga dapat berpengaruh pada kepekaan pengecapan. Ada beberapa golongan obat yang memiliki efek mengganggu pengecapan antara lain antibiotik seperti metronidazol, tetrasiklin, ampicillin, trimethoprim, dan masih banyak lagi. Golongan obat lain yaitu relaksan otot, antihipertensi, diuretik, antiaritmia, antihistamin, antijamur, antivirus, antiinflamasi, dan masih banyak lagi (Doty dkk., 2008). Faktor-faktor

(4)

lain yang dapat mempengaruhi kepekaan pengecapan adalah kebiasaan merokok, merokok dapat menyebabkan penurunan jumlah kuncup kecap. Kebiasaan makan dan volume aliran saliva juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kepekaan pengecapan (Akal dkk., 2003).

Penurunan kepekaan pengecapan dapat berpengaruh terhadap penurunan selera makan dan menyebabkan penurunan berat badan, malnutrisi, gangguan imunitas, dan memburuknya kondisi kesehatan. Pada lansia juga muncul kecenderungan penggunaan gula dan garam berlebihan untuk kompensasi penurunan sensasi pengecapan, hal ini tentunya akan berdampak pada kesehatan umum lansia tersebut (Boyce dan Shone, 2005).

Zhang dkk. (2009) menyatakan bahwa perempuan memiliki jumlah papila fungiformis dan kuncup kecap lebih banyak dibandingkan laki-laki. Curtis dkk. (2004), juga menyatakan bahwa terdapat peran hormon seksual terhadap kepekaan pengecapan pada rasa. Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara jenis kelamin dengan kepekaan pengecapan (Michon dkk., 2009; Fischer dkk., 2013; Gemousakakis dkk., 2011). Penelitian lain menyatakan tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kepekaan pengecapan (Akal dkk., 2003). Adanya perbedaan hasil dari beberapa penelitian tersebut maka penelitian lebih lanjut untuk melihat perbedaan kepekaan pengecapan antara laki-laki dengan perempuan perlu dilakukan terutama di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki proporsi lansia yang cukup banyak.

(5)

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat diamati berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan yaitu apakah terdapat perbedaan kepekaan pengecapan antara laki laki dengan perempuan pada penduduk lanjut usia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

C. Keaslian Penelitian

Beberapa penelitian dengan topik sejenis telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya yaitu :

1. Michon, C. dkk. (2009) mengkaji tentang hubungan antara perbedaan jenis kelamin dengan sensitivitas terhadap persepsi makanan meliputi sensitivitas terhadap rasa, sensitivitas terhadap bau, kemampuan mengunyah, dan oral stereognosis. Metode yang digunakan adalah 4-Alternative Force Choice (4-AFC). Penilaian pasien terhadap kekuatan rasa, menggunakan pita berukuran 150 mm dengan skala 1-150. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, secara keseluruhan tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap kepekaan pengecapan. Jenis kelamin hanya berpengaruh terhadap rasa pahit dan asam, perempuan lebih peka terhadap rasa pahit dan asam dibandingkan dengan laki-laki. Jenis kelamin tidak mempengaruhi kepekaan pengecapan terhadap rasa manis dan asin.

2. Fischer, M. E. dkk. (2013) mengevaluasi berbagai faktor yang berpengaruh terhadap kepekaan pengecapan seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, medikasi, konsumsi alkohol, merokok, dan riwayat kesehatan. Subjek pada

(6)

penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan berusia 21-84 tahun. Metode pemeriksaan adalah regional test menggunakan kertas yang telah dibasahi dengan larutan uji yang mewakili 4 rasa dasar. Hasil penelitian menyatakan bahwa, usia dan gangguan pembauan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kepekaan pengecapan. Jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebiasaan merokok, dan konsumsi alkohol mempengaruhi kepekaan pengecapan.

3. Gemousakakis, T. dkk. (2011) mengevaluasi perbedaan jenis kelamin terhadap persepsi rasa dengan menggunakan magnetoencephalographic (MEG). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah 28 orang, 14 laki-laki dan 14 perempuan yang berusia 12-50 tahun. Penelitian ini menggunakan MEG untuk mendeteksi respon gustatori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pada rasa manis dan pahit perempuan memiliki respon gustatori yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan memiliki respon gustatori lebih lemah dibandingkan dengan laki-laki pada rasa asin.

4. Akal dkk. (2003) mengkaji beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi pengecapan, seperti jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan makan, dan peran saliva. Metode yang digunakan adalah 5AFC method. Hasil penelitian ini menunjukkan faktor jenis kelamin, peran saliva tidak berpengaruh secara signifikan terhadap persepsi pengecapan. Kebiasaan merokok dan kebiaaan makan mepengaruhi persepsi pengecapan.

Penelitian ini merupakan bagian dari Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi (PUPT) 2016 dengan judul penelitian “Meningkatkan Kualitas Hidup Lanjut Usia di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Melalui Perbaikan Status Kesehatan

(7)

Mulut” yang dilakukan oleh Tim Riset Gerodontologi FKG UGM. Penelitian yang dilakukan pada lansia untuk melihat perbedaan kepekaan pengecapan antara laki-laki dengan perempuan pada penduduk usia lanjut di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan sebelumnya.

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji perbedaan kepekaan pengecapan antara laki-laki dengan perempuan pada penduduk lanjut usia di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Penyakit Mulut mengenai perbedaan kepekaan pengecapan antara laki-laki dengan perempuan pada penduduk usia lanjut.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian berikutnya.

Referensi

Dokumen terkait

Proses berpikir intuitif dalam menyelesaikan masalah matematika dari subjek penelitian diungkapkan melalui observasi dan wawancara berdasarkan pada lembar tugas

Pendeskripsian kualitas relasi lebih detail setelah dilakukan uji beda, maka dikatakan bahwa kualitas relasi antara yang dihasilkan menunjukkan perbedaan yang dianggap

Sehingga rancangan antena yang dibuat dalam penelitian ini adalah antena mikrostrip segiempat susun empat elemen, dengan pencatuan paralel yang simetris menggunakan saluran

a) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. c) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan Dan

Strategi produk ( Product Strategy ) yaitu kebijaksanaan pemasaran yang dilakukan Shopee yaitu dengan mendesain kemasan sehingga menjadi lebih menarik

Tahapan ini merupakan langkah awal penulis dalam melakukan penelitian terhadap hal yang dikaji. Heuristik merupakan kegiatan dalam pengumpulan sumber-sumber relevan dengan

Satuan biaya transportasi darat dari Kota Malang ke Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Jawa Timur (one way/sekali jalan) merupakan satuan biaya yang digunakan

a. Perencanaan pelaksanaan pembelajaran gejala alam di RA Al-Mukhlisin, sudah ada patokan dari menteri pendidikan yaitu memakai kurikulum 2013. Kepala sekolah RA