• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS SETYA PUTRI LARASATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS SETYA PUTRI LARASATI"

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS

SETYA PUTRI LARASATI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS

(2)

ABSTRACT

Larasati Setya Putri. Physicochemical Properties (Cooking Quality) and Sensory Characteristics (Eating Quality) of Several Cultivated Rice Varieties. Under Direction of Leily Amalia and Bram Kusbiantoro.

The physicochemical properties and sensory characteristics were studied for six varieties namely IR42, Inpara 3, Ciherang, Inpari 1, Inpari 2, and Inpari 6 Jete. Physicochemical parameters measured were amylose content (AC), in vitro digestibility of starch, gel consistency, amilography, water uptake ratio (WUR), and volume expansion. The sensory data on cooked rice obtained by scoring, hedonic, ranking test, and Quantitative Descriptive Analysis (QDA). The result showed that AC of varieties ranged from 18.87 to 28.60%. The highest digestibility of strach was found in Inpari 6 Jete. On the other hand, Inpari 6 Jete had the lowest gelatinization temperature. The gel consistency of six varieties were range from 32.25 to 86.25 mm. The WUR and volume expansion of all varieties were not significant. Scoring test showed that the colour of cooked rice from all varieties studied was white. The most favorite cooked rice was recorded in Inpari 6 Jete. Ranking test for aroma of cooked rice showed that inpara 3 was the most fragrant. There ware significant correlations between AC and some physicochemical properties and also sensory characteristics. AC was positively correlated with volume expansion (r=0.430, p<0.05) and the colour of cooked rice (r=0.752, p<0.01). On the other hand, AC was negatively correlated with gel consistency (r=-0.766, p<0.01), in vitro digestibility of starch (r=-0.633, p<0.01), glossy of cooked rice (r=-0.805, p<0.01), aroma (r=-0.502, p<0.05), and texture of cooked rice (r=-0.929, p<0.01).

(3)

RINGKASAN

Setya Putri Larasati. Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras. Dibimbing oleh Leily Amalia dan Bram Kusbiantoro. 2012.

Beras bagi masyarakat Indonesia merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Selama ini, SNI beras giling hanya memuat sifat fisik saja, tetapi belum menampung cita rasa, sifat tanak dan sifat gizi dari beras. Selain itu, informasi kandungan gizi maupun sifat fisikokimiawi beras umumnya hanya dijumpai pada beras dengan pengolahan yang berbeda atau hanya terbatas pada label beras dengan varietas unggul, sedangkan beras yang beredar di pasaran sangat beragam jenis dan varietasnya. Varietas beras yang berbeda memiliki karakteristik yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu adanya informasi lebih rinci mengenai kandungan zat gizi, sifat fisikokimia, serta organoleptik beras dengan varietas yang berbeda.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis sifat fisikokimia dan organoleptik nasi dari beberapa jenis varietas beras. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis kandungan zat gizi enam varietas beras secara proksimat, (2) Melakukan analsis daya cerna pati secara in vitro, (3) Mengidentifikasi kadar amilosa enam varietas beras, (4) Melakukan analisis fisikokimia beras yang meliputi: uji amilografi beras, uji konsistensi gel, serta menentukan nisbah pengembangan air (NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV), dan (5) Mengevaluasi sifat organoleptik/sensori secara deskriptif nasi dari enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.

Penelitian ini menggunakan enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda (pera, pulen, dan sangat pulen). Analisis yang dilakukan meliputi analisis proksimat, daya cerna pati, kadar amilosa, sifat fisikokimia (uji amilografi, uji konsistensi gel, nisbah penyerapan air dan nisbah pengembangan volume), serta uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan meliputi uji skoring (warna, kilap, aroma, dan kepulenan), hedonik (penerimaan umum), ranking (aroma), dan QDA (Quantitative Descriptive Analysis) untuk atribut aroma dan rasa. Data yang diperoleh dianalisis dengan Microsoft Excel 2007 dan diolah secara statistik dengan program SPSS 16 for windows.

Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar air beras yang diuji berada pada kisaran 9-12%, kadar abu dari 0.4-0.5%, protein 7-8%, lemak 0.5-0.9% dan karbohidrat 78-82%. Daya cerna pati enam varietas beras berkisar antara 75.92% (IR42) - 86.36% (Inpari 6 Jete). Uji kadar amilosa menunjukkan varietas Inpari 6 Jete dan Inpari 2 merupakan beras beramilosa rendah; Inpari 1 dan Ciherang merupakan beras beramilosa sedang; dan IR42 dan Inpara 3 merupakan beras beramilosa tinggi.

Berdasarkan suhu gelatinisasi, beras yang dianalisis dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1) suhu gelatinisasi rendah: Inpari 6 Jete; dan 2) suhu gelatinisasi tinggi: IR 42, Inpara 3, Inpari 1, Ciherang, dan Inpari 2. Viskositas maksimum enam varietas beras berkisar antara 2675.20 - 3366.40 cP. Viskositas maksimum IR42 tidak terukur. Viskositas balik dari sampel yang dianalisis berkisar antara 1324.80 – 2860.80 cP. Viskositas balik IR42 tidak dapat terdeteksi karena viskositas puncak IR42 tidak terbaca. Berdasarkan uji konsistensi gel, diketahui Ciherang dan Inpari 2 bertekstur nasi empuk, Inpari 1 dan Inpari 6 Jete remah, sedangkan Inpara 3 dan IR42 sangat remah. NPA sampel yang dianalisis berada pada kisaran ± 2 dan NPV berada pada kisaran

(4)

±3. Hal ini menunjukkan bahwa ketika beras dimasak menjadi nasi, beras akan menyerap air dua kali bobot beras dan mengembang tiga kali volume beras.

Hasil uji skoring menunjukkan bahwa seluruh sampel memiliki warna nasi yang tergolong putih. Nasi yang paling berkilap adalah varietas Inpari2 dan yang paling kusam adalah IR42. Seluruh sampel memiliki aroma agak wangi sampai netral. Inpari 2 memiliki tingkat kepulenan yang paling tinggi sedangkan IR42 memiliki tingkat kepulenan terendah (pera). Uji hedonik menunjukkan varietas Inpari 6 Jete merupakan varietas yang paling disukai sedangkan IR42 merupakan sampel yang paling tidak disukai. Berdasarkan uji ranking aroma enam varietas beras didapatkan hasil berturut-turut (mulai dari yang paling wangi hingga tidak wangi/netral) adalah Inpara 3, Inpari 2, Ciherang, Inpari 1, IR42, dan Inpari 6 jete.

Hasil uji QDA menunjukkan bahawa Inpari 6 jete memiliki atribut aroma cereal dan pandan; Ciherang memiliki atribut aroma creamy, pandan, dan sweety; Inpara 3 memiliki atribut aroma cereal, creamy, pandan, dan sweety; Inpari 1 memiliki atribut aroma, yaitu cereal, creamy, dan pandan; Inpari 2 memiliki atribut aroma buttery, cereal, dan pandan; sedangkan IR42 memiliki atribut aroma cereal dan sweety. Aroma yang paling berpengaruh dalam pembagian kelompok berdasarkan uji PCA adalah aroma cereal sedangkan untuk atribut manis dan asin sama-sama memiliki pengaruh yang sama besar dalam pembagian kelompok varietas beras berdasarkan rasa.

Analisis korelasi antar variabel menunjukkan kadar amilosa secara signifikan berbanding lurus dengan NPV (r=0.430; p<0.05), dan warna nasi (r=0.752; p<0.01) tetapi berbanding terbalik dengan konsistensi gel (r = -0.766; p<0.01), daya cerna pati (r = -0.663; p<0.01), kilap (r = -0.805; p = <0.01), aroma (r = -0.502; p = <0.05), dan kepulenan nasi (r = -0.929; p = <0.01). Konsistensi gel berbanding lurus dengan daya cerna pati (r = 0.419; p<0.05), kilap (r = 0.492; p<0.05), aroma (r = 0.674; p<0.01), dan kepulenan (r = 0.701; p<0.01) tetapi berkorelasi negatif dengan warna nasi (r = - 0.755; p<0.01). NPV berkorelasi signifikan negatif dengan kepulenan nasi (r = -0.437; p<0.05). Daya cerna pati berkorelasi signifikan positif dengan kilap (r = 0.862; p<0.01), aroma (r = 0.617; p<0.01) dan kepulenan nasi (r = 0.822; p<0.01) tetapi memiliki hubungan signifikan negatif dengan warna nasi (r = -0.451; p<0.05).

Analisis korelasi antar variabel juga menunjukkan warna nasi berbanding terbalik dengan aroma (r = -0.429; p<0.05) dan kepulenan nasi (r= -0.557; p<0.01). Kilap nasi berkorelasi positif dengan aroma (r = 0.468; p<0.05) dan kepulenan nasi (r = 0.939; p<0.01), sedangkan aroma nasi berkorelasi signifikan positif dengan tingkat kepulenan nasi (r = 0.648; p<0.01).

(5)

KARAKTERISASI SIFAT FISIKOKIMIA DAN ORGANOLEPTIK

NASI DARI BEBERAPA VARIETAS BERAS

SETYA PUTRI LARASATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012

(6)

Judul : Karakteristik Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras

Nama : Setya Putri Larasati NRP : I14070056

Menyetujui :

Dosen Pembimbing 1 Dosen Pembimbing 2

Leily Amalia, S.TP., M.Si Dr. Bram Kusbiantoro, MS. NIP. 19721209 2005 01 2004 NIP. 19610424 198603 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim. Alhamdulillah atas segala nikmat, kemudahan, petunjuk, dan berbagai hal yang telah Allah SWT limpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Nasi dari Berbagai Varietas Beras”. Penulisan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak dan Ibu (Puji Hartono dan Peni Sugesti), Mas Jati, dan Titis atas segala dukungan, kasih sayang, perhatian, dan doa kepada penulis selama ini.

2. Leily Amalia, S.TP., M.Si selaku dosen pembimbing yang bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan saran, dan mengarahkan penulis dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi.

3. Dr. Bram Kusbiantoro, MS. selaku dosen pembimbing yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini, meluangkan waktu, membimbing, memberikan saran, dan mengarahkan penulis sehingga penelitian ini dapat terlaksana.

4. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MS. selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas saran dan kritik serta masukan yang bermanfaat bagi skripsi ini.

5. Prof. Ir. Ahmad Sulaiman, MS, PhD. selaku dosen pembimbing akademik selama menempuh masa kuliah.

6. Mbak Wage, Mita, Mbak Ina, Reni, Karlina, Gusti, Afdol, mbak Yani, Muti, fadhil, Linayanti, Yanti, serta seluruh teman-teman Pondok Rizki yang senantiasa memberikan semangat, motivasi dan bantuan kepada penulis. 7. Mbak Amy, mbak Sinta, mbak Zahara, mbak Sera, mbak Desi, pak Budi, pak

Jaja, pak Prihadi, pak Kamijo, pak Husein, dan bu Dyah atas bantuan, saran, masukan, dan bimbingan selama di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) sehingga penelitian ini dapat diselesaikan.

8. Risa, Andina, Indin, Kila, Andra, Ezri, Taufik, Ifdal, dan Emir yang telah meluangkan waktunya untuk membantu pelaksanaan penelitian ini.

9. Rekan-rekan pembahas, Ayunda, Riza, Suprapti, dam Susi. Terimakasih atas saran dan kritik untuk perbaikan skripsi ini.

10. Keluarga besar Luminare, adik-adik GM 45, 46, dan 47 untuk semua kisah selama kuliah.

(8)

11. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran membangun untuk memperbaiki dan menyempurnakan usulan penelitian ini selanjutnya. Besar harapan penulis agar usulan penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis pribadi dan semua pihak yang membutuhkan. Amin.

Bogor, Februari 2012

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta, 6 November 1989. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Puji Hartono dan Peni Sugesti. Penulis menyelesaikan pendidikan TK pada tahun 2000 di TK An-Nur, Tambun, Bekasi. Penulis kemudian menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Wonoenggal, Grabag, Purworejo pada tahun 2001. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 10 Purworejo dan lulus pada tahun 2004. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Negeri 2 Purworejo dan lulus tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI di jurusan Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, FEMA. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan seperti Racana Pramuka IPB (Surya Tirta Kencana dan Inggita Puspa Kirana) periode 2008-2009 sebagai sekretaris I (kerani). Penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2009-2010 sebagai staf divisi Peduli Pangan dan Gizi (PPG). Selain itu, penulis juga aktif di majalah Emulsi (Majalah Pangan dan Gizi IPB) sebagai reporter periode 2009-2010 dan IMPEMA (Ikatan Mahasiswa Peminat Ekologi Manusia) cabang Bogor divisi RPM (Riset dan Pengembangan Masyarakat). Selain itu, penulis juga pernah mengikuti berbagai kepanitiaan, seperti Pesta Siaga Pramuka Tanggap Flu Burung, Bonjour (2008), Journalistic Fair, Latihan Gabungan Pramuka Perguruan Tinggi se-Indonesia, Masa Perkenalan Fakultas HERO 45 dan Departemen Gizi Masyarakat NUTRIENT 45 (2009), Gizi Bhakti Masyarakat (Desa Situgede, Desa Petir dan Desa Neglasari), SUSHI Day, Seminar Gizi Nasional SENZASIONAL, ECOSYSTEM, dan lain-lain.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Petir, Bogor. Penulis juga malaksanakan Internship Dietetik (ID) di RSUD Cibinong. Penulis pernah bekerja sebagai pengajar di bimbingan belajar Intelectual Community di Jakarta. Penulis pernah dua kali menerima dana hibah dari DIKTI pada Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2008 dan 2009. Selain itu, selama perkuliahan penulis pernah menerima beasiswa BBM, PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), dan KSE (Karya Salemba Empat).

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana gizi, penulis menyusun skripsi yang berjudul Karakterisasi Sifat Fisiskokimia dan Organoleptik Nasi dari Beberapa Varietas Beras, dibawah bimbingan Leily Amalia, S.TP, Msi. dan Dr. Bram Kusbiantoro, MS.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... i DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 3 Tujuan Umum ... 3 Tujuan Khusus ... 3 Kegunaan Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA Beras ... 5 Struktur Beras ... 5

Penggilingan Padi Menjadi Beras ... 5

Jenis-jenis Beras ... 7

Sifat Fisik Beras ... 7

Sifat Fisikokimia Beras ... 10

Amilosa pada Beras ... 10

Sifat Kimia dan Kandungan Gizi Beras ... 11

Uji Deskripsi Sensori ... 13

Quantitative Descriptive Analysis ... 14

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian ... 15

Bahan dan Alat... 15

Metode Penelitian ... 16 Analisis Proksimat ... 16 Kadar Air ... 16 Kadar Abu ... 16 Kadar Protein ... 17 Kadar Lemak ... 18 Kadar Karbohidrat ... 19

Analisis Kadar Amilosa ... 19

(11)

Karakteristik Sifat Fisikoimia Beras ... 21

Uji Amilografi Beras ... 21

Uji Konsistensi Gel ... 22

Penentuan NPA dan NPV Nasi ... 22

Karakterisasi Sifat Organoleptik Beras... 23

Penyiapan Contoh Nasi ... 23

Uji Hedonik ... 23

Uji Ranking ... 23

Uji Deskriptif Analisis (Quantitative Descriptive Analysis/QDA) ... 23

Rancangan Percobaan ... 27

Pengolahan dan Analisis Data ... 27

PEMBAHASAN Analisis Proksimat ... 29 Kadar Air ... 29 Kadar Abu ... 29 Kadar Protein... 30 Kadar Lemak ... 31 Kadar Karbohidrat ... 32 Kadar Amilosa ... 32

Daya Cerna Pati in vitro ... 33

Sifat Fisikokimia Beras ... 35

Uji Amilografi ... 35

Uji Konsistensi Gel... 36

Nisbah Penyerapan Air (NPA) ... 37

Nisbah Pengembangan Volume (NPV) ... 38

Sifat Organoleptik ... 39

Uji Skoring ... 39

Uji Hedonik ... 40

Uji Ranking ... 41

Quantitative Descriptive Analysis ... 42

Seleksi Panelis ... 42

Pelatihan Panelis ... 43

Penentuan Nilai Flavor Standar... 44

Uji QDA ... 45

(12)

Korelasi antar Sifat Fisikokimia ... 49

Korelasi antara Sifat Fisikokimia dan Organoleptik ... 51

Korelasi antar Sifat Organoleptik ... 52

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 54

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan ... 12

2. Kandungan zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram ... 13

3. Larutan uji untuk deskripsi penentuan rasa dasar ... 24

4. Larutan uji untuk uji segitiga rasa dasar ... 24

5. Flavor (aroma) standar untuk panelis ... 25

6. Larutan flavor standar pada tahap pelatihan ... 25

7. Hasil analisis proksimat enam varietas beras ... 29

8. Hasil analisis daya cerna pati enam varietas beras ... 33

9. Hasil analisis kadar amilosa enam varietas beras ... 34

10. Data amilografi enam varietas beras ... 35

11. Uji konsistensi gel enam varietas beras ... 37

12. Nisbah penyerapan air dan pengembangan volume enam varietas beras ... 38

13. Mutu organoleptik skoring nasi ... 39

14. Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji hedonik ... 41

15. Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji ranking ... 42

16. Persamaan dalam penentuan nilai flavor aroma ... 44

17. Bahan-bahan yang digunakan sebagai flavor standar ... 44

18. Persamaan dalam penentuan nilai flavor standar atribut rasa ... 45

19. Konsentrasi larutan standar rasa dasar... 45

20. Hasil uji QDA atribut aroma ... 46

21. Hasil uji QDA atribut rasa ... 46

22. Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut aroma ... 47

23. Komponen matrik korelasi pada atribut aroma ... 47

24. Total keragaman yang dapat dijelaskan pada atribut rasa ... 48

25. Komponen matrik korelasi pada atribut rasa ... 49

(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur biji beras ... 6

2. Kurva standar amilosa ... 32

3. Karakteristik sifat sensori enam varietas beras ... 47

4. Scatterplot dari dua komponen utama pada atribut aroma ... 48

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Analisis statistik kadar air ... 62

2. Analisis statistik kadar abu ... 63

3. Analisis statistik kadar protein ... 64

4. Analisis statistik kadar lemak ... 65

5. Analisis statistik karbohidrat ... 66

6. Analisis statistik daya cerna pati in vitro ... 67

7. Analisis statistik kadar amilosa ... 68

8. Hasil analisis amilografi Ciherang ... 69

9. Hasil analisis amilografi Inpara 3 ... 71

10. Hasil analisis amilografi Inpari 1 ... 73

11. Hasil analisis amilgrafi Inpari 2 ... 75

12. Hasil analisis amilografi Inpari 6 Jete... 77

13. Hasil analisis amilografi IR42 ... 79

14. Analisis statistik uji konsistensi gel ... 81

15. Analisis statistik nisbah penyerapan air ... 82

16. Analisis statistik nisbah pengembangan volume ... 82

17. Analisis statistik uji skoring ... 83

18. Analisis statistik uji hedonik ... 83

19. Analisis statistik uji ranking ... 83

20. Form uji QDA tahap seleksi panelis ... 84

21. Form uji QDA tahap pelatihan panelis uji konsistensi aroma ... 86

22. Form uji QDA tahap pelatihan panelis uji intensitas aroma ... 87

23. Form uji QDA tahap pengujian atribut rasa ... 88

24. Form uji QDA tahap pengujian atribut aroma ... 89

25. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut buttery ... 90

26. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut cereal ... 90

27. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut creamy ... 90

28. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut pandan ... 91

29. Grafik konsentrasi acuan flavor standar atribut sweety ... 91

30. Lampiran hasil analisis PCA uji QDA atribut aroma ... 92

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang-undang RI Nomor 7 tahun 1996 tentang pangan menyebutkan bahwa pemenuhan pangan merupakan hak asasi bagi setiap individu. Oleh karena itu, terpenuhinya kebutuhan pangan di dalam suatu negara merupakan hal yang mutlak harus dicapai. Pangan sebagai kebutuhan pokok terpenting, memiliki keterkaitan langsung dan tidak langsung dengan kondisi kesehatan, kecerdasan dan produktivitas sumber daya manusia. Selain itu, pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia merupakan fondasi kuat untuk pembentukan kualitas manusia dan menjadi pilar bagi pembangunan ekonomi dan sektor lainnya, serta merupakan wahana untuk memenuhi hak asasi setiap manusia atas pangan.

Beras merupakan salah satu makanan pokok dari hampir setengah populasi dunia (Childs 2004). Lebih dari 50% penduduk dunia tergantung pada beras sebagai sumber kalori utama (FAO 2004; Childs 2004). Sekitar 90% beras dunia tumbuh dan dikonsumsi di Asia (Tyagi et al. 2004). Hampir 1.750 milyar jiwa dari sekitar tiga milyar penduduk Asia, termasuk 200 juta penduduk Indonesia, menggantungkan kebutuhan energi dari beras (Andoko 2008). Beras merupakan tanaman pangan nomor satu dunia (Itani et al. 2002) dengan nutritional diversification dan membantu dalam mengurangi kemiskinan (Otegbayo et al. 2001).

Bangsa Indonesia telah menjadi bangsa terbesar yang mengonsumsi beras di dunia. Bagi masyarakat Indonesia, beras merupakan bahan pangan pokok sehari-hari. Beras dijadikan sumber karbohidrat dan energi utama hampir di seluruh daerah di Indonesia karena mudah didapat, memiliki rasa enak dan dapat dikombinasikan dengan bahan pangan lain.

Beras sebagai bahan pangan pokok menyumbangkan sekitar 40-80% energi dan 45-55% protein dalam rata-rata menu rakyat Indonesia. Di bidang ekonomi, beras merupakan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat Indonesia, sebagai indeks kestabilan ekonomi, dan landasan utama kebijakan pangan pemerintah. Beras sebagai contoh beras merah juga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional, yaitu bahan pangan yang mengandung satu atau lebih komponen pembentuk, yang mempunyai fungsi fisiologis tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan (Widjayanti 2004).

(17)

Menurut Damardjati dan Purwani (1991), sifat-sifat yang menentukan mutu beras antara lain: 1) sifat fisik dan sifat giling, 2) cita rasa dan mutu tanak, dan 3) nilai gizi. Standar Nasional Indonesia (SNI) beras giling hanya memuat sifat fisik saja, tetapi belum menampung cita rasa, mutu tanak dan nilai gizi dari beras. Hal ini disebabkan adanya perbedaan preferensi konsumen dalam hal cita rasa, mutu tanak dan nilai gizi beras yang dikonsumsi, sehingga sulit untuk distandarkan secara nasional. Konsumen di setiap daerah mempunyai preferensi yang berbeda-beda terhadap mutu beras. Penampilan beras dan cita rasa serta kepulenan nasi merupakan faktor utama pilihan konsumen. Penampilan beras, cita rasa, dan kepulenan nasi dapat direpresentasikan oleh sifat fisikokimia beras (Damardjati 1997).

Varietas beras sangat beragam. Bila dilihat dari masing-masing daerahnya, diantaranya terdapat beras varietas Cianjur, beras Solok, dan beras Banyuwangi. Berdasarkan jenis dikenal adanya beras Rojolele, beras Bulu, beras IR, beras Cisadane dan lain-lain. Beras dengan berbagai varietas ini memiliki komposisi yang berbeda-beda pula, terutama kandungan amilosa-amilopektin beras tersebut. Perbedaan komposisi ini sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah pertanian, pemupukan, lingkungan tempat tumbuhnya dan iklim. Masing-masing varietas beras memiliki karakteristik yang berbeda dan unik seperti flavor, warna, zat gizi dan komposisi kimia (Yang et al. 2010).

Banyaknya varietas padi yang ada di pasaran mempengaruhi preferensi konsumen dalam memilih beras untuk disantap sebagai nasi. Hal ini disebabkan karena masing-masing varietas padi memiliki sifat fisikokimia yang berbeda satu dengan lainnya. Komposisi kimia beras berbeda-beda tergantung pada varietas dan cara pengolahannya. Menurut Yadav et al. (2007), perbedaan varietas menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal morfologi, fisikokimia, maupun cooking properties.

Informasi karakteristik fisik dan kimia termasuk kandungan zat gizi pada makanan mulai diperhatikan oleh masyarakat. Pencantuman label tentang kandungan gizi makanan juga sudah menjadi aturan yang wajib dipenuhi oleh para produsen makanan. Informasi tersebut menjadi sangat penting karena memiliki kegunaan dan manfaat yang berbeda-beda bagi setiap orang. Meskipun demikian, informasi kandungan gizi maupun sifat fisikokimiawi beras umumnya hanya dijumpai pada beras dengan pengolahan yang berbeda atau terbatas pada label beras varietas unggul, sementara beras yang beredar di pasaran

(18)

3

sangat beragam jenis dan varietasnya. Sebagai contoh, dalam daftar komposisi bahan makanan (DKBM) kandungan gizi beras hanya terbatas pada beras pelita, atau dengan kata lain semua kandungan gizi pada semua beras dianggap sama. Oleh karena itu, perlu adanya informasi akan kandungan zat gizi, dan sifat fisikokimiawi beras pada varietas yang berbeda.

Banyak aspek yang menentukan preferensi masyarakat akan beras, salah satunya aspek budaya. Indonesia merupakan negara dengan beragam suku bangsa yang juga memiliki keragaman kesukaan/preferensi terhadap sifat beras. Beberapa suku bangsa suka akan beras yang lebih pulen, lebih pera, atau beras wangi (aromatik). Selain itu, konsumen mulai memperhatikan tidak hanya dari segi beras/nasi yang menyumbangkan kandungan karbohidratnya saja, tetapi juga sudah mulai memperhatikan atau memilih-milih beras yang sesuai dengan preferensi mereka. Hal ini disebabkan pembangunan ekonomi telah menjadikan kemampuan perekonomian masyarakat meningkat sehingga mampu membeli jenis makanan yang sesuai dengan selera atau preferensinya meskipun dengan harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan adanya informasi mengenai penilaian organoleptik/sensori menjadi penting karena penilaian organoleptik sangat menentukan penerimaan konsumen akan beras masak (nasi).

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis sifat fisikokimia dan organoleptik nasi dari beberapa jenis varietas beras.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis kandungan gizi secara proksimat dari enam varietas beras yang berbeda.

2. Mengidentifikasi kadar amilosa enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.

3. Melakukan analsis daya cerna pati in vitro terhadap enam varietas beras. 4. Melakukan analisis karakteristik fisikokimia beras yang meliputi uji amilografi beras, uji konsistensi gel, serta menentukan nisbah

(19)

pengembangan air (NPA) dan nisbah pengembangan volume (NPV) dari enam varietas beras.

5. Mengevaluasi sifat organoleptik/sensori secara deskriptif nasi dari enam varietas beras dengan tingkat kepulenan yang berbeda.

6. Mempelajari korelasi antar variabel, khususnya hubungan antara kadar amilosa dengan sifat fisikokimia maupun organoleptiknya.

Kegunaan Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah menambah informasi data DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan) dan memberikan informasi tambahan mengenai sifat fisik dan kimia beberapa varietas kepada masyarakat tentang kandungan beras (baik sifat fisik maupun kimia) sebagai pertimbangan bagi masyarakat dalam memilih beras dengan cita rasa yang baik dari segi fisik dan dari segi gizi. Selain itu, dapat digunakan di bidang industri terkait pangan dalam memilih varietas dan menentukan cara pengolahan beras yang sesuai dengan karakteristik produk olahan beras yang diinginkan.

Manfaat lain yang dapat diambil adalah sebagai bahan kajian dan informasi kepada instansi pemerintah untuk menentukan mutu beras dan mengembangkan varietas baru yang sesuai dengan preferensi konsumen. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat membuat deskripsi sifat-sifat sensori beberapa padi di Indonesia sehingga pemerintah atau peneliti pertanian dapat mengembangkan varietas-varietas baru dengan sifat unggul.

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Beras

Beras merupakan hasil proses pasca panen dari tanaman padi yaitu setelah tangkai dan kulit malainya dilepaskan dan digiling. Berdasarkan kelompok spesies padi yang telah dibudidayakan terdapat dua kelompok utama yaitu Oryza sativa yang berasal dari Asia dan Oryza globerima yang berasal dari Afrika Barat. Kini di dunia lebih banyak dikenal dua kelompok varietas padi Oryza sativa yaitu : Japonica dan Indica (Winarno 1984).

Padi Japonica banyak ditanam di daerah Jepang, Korea, dan negara-negara subtropis, sedangkan padi Indica banyak ditanam di daerah tropis (khususnya Asia Tenggara). Perbedaan antara kedua padi tersebut salah satunya yaitu karakteristik pemasakan. Japonica bersifat lebih cepat lembek setelah pemasakan, sebaliknya Indica lebih tahan terhadap pemasakan (Grist 1975). Hal ini berkaitan dengan sifat nasi yang dihasilkan. Nasi dari beras Japonica memiliki tekstur yang lebih lengket dan lembek dibandingkan nasi dari beras Indica.

Struktur Beras

Gabah adalah bulir padi yang telah rontok dari malainya, terdiri dari satu bagian yang dapat dimakan disebut “caryopsis” dan satu bagian lagi yang merupakan struktur kulit yang disebut sekam. Bagian sekam mencapai 18 hingga 28 persen dari bobot gabah. Gabah yang dikupas akan menghasilkan beras pecah kulit (brown rice). Apabila beras pecah kulit tersebut disosoh maka akan diperoleh beras gilling (milled rice). Beras merupakan satu-satunya jenis biji-bijian yang sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk biji utuh (Winarno 1984). Bagian butir beras (brown rice) terdiri dari lapisan pericarp, testa atau tegmen, lapisan aleuron, endosperm, dan embrio (Juliano 1972). Struktur gabah dapat dilihat pada Gambar 1.

Penggilingan Padi menjadi Beras

Penggilingan (milling) menunjukkan keseluruhan proses pengolahan gabah hingga menjadi beras yaitu meliputi proses pembersihan, penghilangan sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan berdasarkan ukurannya (Luh 1991). Pengolahan padi menjadi beras di Indonesia dapat dibedakan atas tiga cara, yaitu secara tradisional yang ditumbuk dengan tangan,

(21)

dengan mesin penggilingan secara kecil-kecilan serta dengan mesin penggilingan pada perusahaan padi komersil (Winarno 1984).

Gambar 1. Struktur biji beras (Grist 1975)

Pengupasan kulit gabah (hulling) bertujuan untuk menghilangkan sekam dengan kerusakan pada lapisan dedak yang minimum, bila memungkinkan tanpa adanya kepatahan pada beras pecah kulit yang dihasilkan (Araullo et al. 1976). Beras yang telah kehilangan sekam ini masih mengandung lapisan dedak (pericarp) yang menyelaputi endosperm. Bila lapisan dedak dan aleuron telah dihilangkan maka beras ini disebut beras sosoh.

Pada proses penyosohan terjadi pengupasan kulit yang berwarna perak dan lapisan dedak atau sebagian besar lapisan-lapisan beras pecah kulit yang digiling (Grist 1975). Derajat sosoh dinyatakan dalam persen dan menyatakan tingkat kehilangan dari lembaga dan lapisan kulit ari luar maupun dalam. Pada sistem grading beras yang tetapkan oleh USDA, beras giling dibagi empat grade yaitu beras giling sempurna (well milled), beras giling cukup sempurna (reasonably well milled), beras giling ringan (lightly milled) dan beras kurang tergiling (under milled) (Luh 1991).

(22)

7

Jenis-Jenis Beras

Jenis-jenis beras sangat beragam. Menurut Winarno (2004) beberapa cara penggolongan beras yang banyak diterapkan dan dipraktekkan yaitu: (1) berdasarkan varietas padi, sehingga dikenal adanya beras Bengawan Solo, Celebes, Sintanur, dan lain-lain, (2) berdasarkan asal daerah, sehingga dikenal adanya beras Cianjur, beras Garut, dan beras Banyuwangi, (3) berdasarkan cara pengolahan, sehingga dikenal adanya beras tumbuk dan beras giling, (4) berdasarkan tingkat penyosohan, sehingga dikenal beras kualitas I atau beras kualitas II, (5) berdasarkan gabungan antara sifat varietas padi dengan tingkat penyosohan.

Berdasarkan ukuran dan bentuk beras, dalam standarisasi mutu beras di pasaran internasional dikenal empat tipe ukuran panjang beras, yaitu biji sangat panjang (>7 mm), biji panjang (6.0-6.9 mm), biji sedang (5.0-5.9 mm), dan biji pendek (<5 mm). Berdasarkan bentuknya yang ditetapkan berdasarkan nisbah panjang/lebar, beras dibagi atas empat tipe, yaitu lonjong (slender), sedang (medium), agak bulat (bold), dan bulat (round) (Darmadjati dan Purwani 1991).

Berdasarkan kandungan amilosa, beras (nasi) dapat dibagi menjadi empat golongan yaitu: (1) beras dengan kadar amilosa tinggi (25-33%); (2) beras dengan kadar amilosa menengah (20-25%); (3) beras dengan kadar amilosa rendah (9-20%); beras dengan kadar amilosa sangat rendah (<9%). Beras ketan praktis tidak ada amilosanya (1-2%), sedangkan beras yang mengandung amilosa lebih dari 2% disebut beras biasa atau beras bukan ketan. Beras dengan kadar amilosa rendah mempunyai sifat nasi yang pulen, tidak terlalu basah maupun kering, sedangkan beras dengan kadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering, dan pera (Khush & Cruz 2000).

Sifat Fisik Beras

Sifat-sifat yang termasuk kedalam sifat fisik beras antara lain suhu gelatinisasi, konsistensi gel, penyerapan air, kepulenan, kelengketan, kelunakan, dan kilap nasi (Damardjati dan Purwani 1991). Menurut Winarno (1997), suhu gelatinisasi adalah suhu pada saat granula pati pecah dengan penambahan air panas. Beras dapat digolongkan menjadi tiga kelompok menurut suhu gelatinisasi, yaitu: suhu rendah (55-69oC), sedang (70-74oC), dan tinggi (>740C) (Khush & Cruz 2000).

(23)

Menurut Winarno (2008), bila suspensi pati dalam air dipanaskan, suspensi pati yang keruh seperti susu tiba-tiba mulai menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadi translusi larutan pati diikuti pembengkakan granula. Bila energi kinetik molekul-molekul air menjadi lebih kuat daripada daya tarik-menarik antarmolekul pati didalam granula, air dapat masuk kedalam butir-butir pati.

Penyerapan akan semakin intensif seiring dengan meningkatnya suhu pemanasan sehingga menyebabkan granula membesar hingga pada suatu titik pembesaran granula pati bersifat irreversible (tidak dapat kembali kebentuk semula) (Winarno 2008). Semakin meningkat suhu pemanasan, semakin meningkat pengembangan granula. Pembesaran granula pati menyebabkan peningkatan viskositas larutan pati secara bertahap. Setelah pembesaran pati mencapai maksimal, granula pati akan pecah sehingga pemanasan lebih lanjut akan menurunkan viskositas larutan pati dan kurva amilografi membentuk sebuah puncak viskositas (Parker 2003).

Adanya fraksi amilosa dalam granula pati akan membatasi perkembangan granula dan mempertahankan integritas granula. Semakin tinggi kadar amilosa pati, semakin kuat ikatannya, viskositas puncak merupakan ukuran dari kekuatan pengentalan pati, maka sifat pengental pada pati lebih dominan ditentukan oleh kandungan amilopektinnya (Greenwood 1979).

Pati memiliki gugus hidroksil yang jumlahnya sangat banyak. Hal ini yang menyebabkan kemampuan menyerap airnya sangat besar, sehingga menyebabkan granula pati membengkak. Peningkatan viskositas terjadi karena air yang awalnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan kini berada di dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi (Winarno 1997). Menurut Swinkel (1985), peningkatan viskositas terjadi akibat friksi yang lebih besar dengan semakin membengkaknya granula dan keluarnya eksudat granula kedalam larutan.

Bila pati telah mendingin, energi kinetik tidak lagi cukup tinggi untuk melawan kecenderungan molekul-molekul amilosa untuk bersatu kembali. Molekul-molekul amilosa berikatan kembali satu sama lain serta berikatan dengan cabang amilopektin membentuk jaring-jaring mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi ini disebut retrogradasi.

Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: karakteristik granula, terdapatnya komponen protein, lemak, dan juga gula pada tepung.

(24)

9

Menurut Juliano (1972), hubungan suhu gelatinisasi dengan waktu pemasakan beras menunjukkan bahwa peningkatan suhu gelatinisasi akan memperlama waktu pemasakan beras menjadi nasi. Dengan kata lain, suhu gelatinisasi berkorelasi positif dengan waktu yang dibutuhkan untuk menanak nasi. Beras yang memiliki suhu gelatinisasi rendah akan menyerap air dan mengembang pada suhu yang lebih rendah dibandingkan beras yang memiliki suhu gelatinisasi tinggi.

Kadar amilosa sebanding dengan suhu gelatinisasi, dimana adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi kadar amilosa maka semakin tinggi suhu gelatinisasi. Pati beramilosa tinggi mempunyai struktur yang lebih rapat (tighly bound structure) sehingga sukar mengembang (Greenwood 1979). Keadaan ini menyebabkan diperlukan suhu gelatinisasi yang lebih tinggi agar terjadi pengembangan granula. Amilopektin mempunyai struktur bercabang yang sangat efektif untuk mencegah pecahnya granula akibat proses gelatinisasi. Oleh karena itu, granula menjadi lebih mudah pecah yang mengakibatkan turunnya suhu gelatinisasi.

Suhu awal gelatinisasi yang tergolong tinggi sementara kadar amilosa yang rendah dapat disebabkan adanya lemak yang mempengaruhi pengembangan granula pati. Degradasi lemak dengan karbohidrat akan membentuk glikolipid yang mengikat granula, sehingga diperlukan suhu pemanasan yang lebih tinggi untuk memecah granula pati tersebut. Selain itu, lamanya penyimpanan juga dapat mempengaruhi peningkatan gula reduksi sehingga granula pati akan terhalangi untuk mengalami pengembangan. Hal ini menyebabkan waktu yang diperlukan untuk mendegradasi pati menjadi lebih lama (Agrasasmita 2008).

Menurut Winarno (2008), adanya gula berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk, gula akan menurunkan kekentalan. Hal ini disebabkan gula akan mengikat air, sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, akibatnya suhu gelatinisasi lebih tinggi. Adanya gula akan menyebabkan gel lebih tahan terhadap kerusakan mekanik.

Perubahan komposisi kimia selama penyimpanan disebabkan oleh kegiatan enzim dalam biji yang masih aktif setelah padi dipanen. Umumnya, selama penyimpanan gabah atau beras terjadi peningkatan gula reduksi dan terjadi penurunan gula nonreduksi. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu, sedangkan pengaruh kandungan airnya kecil. Pada suhu 5oC kandungan

(25)

gula relatif tidak berubah, sedangkan pada suhu 25oC penurunan kadar gula berlangsung dengan cepat (Barber 1972).

Viskositas balik mencerminkan tingkat kemampuan asosiasi atau retrogradasi molekul pati (amilosa beras) pada proses pendinginan. Sifat ini penting untuk mengetahui apakah nasi/produk pada suhu kamar atau setelah dingin akan mengembang (mekar) atau menyusut volumenya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan ini antara lain kadar amilosa, panjang rantai polimer, dan tingkat dispersi molekul pati. Viskositas balik pasta pati diukur berdasarkan selisih antara viskositas dingin (pada 500C) dengan viskositas puncak pasta.

Menurut Luh & Liu (1980), varietas beras dengan kadar amilosa tinggi (diatas 22%) umumnya mempunyai viskositas balik yang tinggi (viskositas puncak yang rendah) dan beras yang mengandung pati dengan kadar amilosa rendah umumnya mempunyai viskositas balik rendah (viskositas puncak relatif tinggi).

Little & Dawson (1990) mengatakan bahwa selama pemasakan beras akan terjadi pengembangan graula pati. Pengembangan ini menyebabkan permukaan butir beras menjadi retak. Tertahannya pengembangan pati beras disebabkan oleh adanya pembatas dari komponen bukan pati karena kandungan lemak, protein, mineral, dan dinding sel yang berpengaruh terhadap kualitas pemasakan nasi.

Sifat Fisikokimia Beras Amilosa pada Beras

Amilosa adalah polisakarida yang terdiri dari glukosa yang membentuk rantai linier dan memiliki kemampuan untuk membentuk ikatan hidrogen atau untuk mengalami retrogradasi. Struktur yang lurus ini membuat amilosa dapat dihidrolisis sempurna oleh satu enzim saja yakni α-amilase, sedangkan amilopektin merupakan polimer gula sederhana yang memiliki cabang serta mempunyai ukuran molekul yang lebih besar dibandingkan amilosa. Oleh karena itu untuk menghidrolisis amilopektin diperlukan dua enzim yaitu α-amilase dan α(1-6) glukosidase. Rantai lurus dan sifat hidrofilik amilosa menyebabkan molekul ini cenderung membentuk susunan paralel satu sama lain melalui ikatan hidrogen. Hal ini menyebabkan affinitas amilosa terhadap air menurun.

Kadar amilosa merupakan salah satu kriteria penting dalam sistem klasifikasi beras. Beras berkadar amilosa sedang mempunyai sifat nasi pulen,

(26)

11

tidak terlalu basah maupun kering, sedangkan beras berkadar amilosa tinggi mempunyai sifat nasi yang keras, kering, dan pera. Penggolongan ini didasarkan pada kemampuan amilosa untuk berasosiasi kembali dengan sesamanya membentuk struktur yang kaku (Winarno 1997).

Sampel beras yang memiliki kandungan amilosa rendah biasanya memiliki nisbah penyerapan air (NPA) yang lebih rendah dibandingkan dengan yang memiliki kandungan amilosa tinggi. Hal ini disebabkan perbedaan gugus aktifnya. Amilosa mempunyai gugus hiroksil yang bersifat polar (hidrofilik) dan mempunyai afinitas yang cukup besar terhadap air. Hal ini menyebabkan kemampuan daya serap air meningkat (Juliano 1979). Oleh karena itu, nasi yang pera akan lebih banyak menyerap air untuk mengembang.

Pada proses pemasakan beras menjadi nasi, amilosa mempunyai kemampuan lebih mudah menyerap air, tetapi lebih mudah pula melepaskannya. Sebalikanya, amilopektin merupakan polimer glukosa yang mempunyai rantai cabang dan sulit menyerap air, tetapi lebih sukar melepaskanya. Kandungan amilosa, varietas beras, dan waktu pemasakan mempunyai korelasi positif terhadap penyerapan air (Darmadjati dan Purwani 1991).

Menurut Bergman et al. (2004), granula pati dapat mengembang jika menyerap air. Air membentuk hidrat melalui ikatan hidrogen. Kemampuan penyerapan air dan pengembangan volume terbatas karena molekul-molekul pati sendiri saling berikatan melalui ikatan hidrogen. Apabila dipanaskan, energi panas dapat memecah ikatan hidrogen sehingga kemampuan pati dalam mengikat air semakin meningkat dan mengakibatkan pati dapat mengembang lebih besar.

Sifat Kimia dan Kandungan Gizi Beras

Beras sebagai bahan pangan disusun oleh pati, protein, dan unsur lain seperti lemak, serat kasar, mineral, vitamin, dan air dengan distribusi tidak merata. Lapisan terluar beras kaya akan komponen non pati seperti protein, lemak, serat, abu, pentosan, dan lignin sedangkan bagian endosperm kaya akan pati (Juliano 1972).

Karbohidrat utama dalam beras adalah pati dan hanya sebagian kecil merupakan pentosan, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras berkisar antara 85-90% dari berat kering beras. Kandungan pentosan berkisar antara 2.0-2.5%, dan gula 0.6-1.4% dari beras pecah kulit.

(27)

Protein sebagai penyusun terbesar kedua setelah pati, mempunyai ukuran granula 0.5-5 µm terdiri dari 5% fraksi albumin (larut dalam air), 10% gobulin (larut dalam garam), 5% prolamin (larut dalam alkohol), dan 80% glutelin (larut dalam basa). Fraksi protein yang paling dominan adalah glutelin, yang bersifat tidak larut dalam air, sehingga dapat menghambat penyerapan air dan volume pengembangan butir pati selama pemanasan (Juliano 1972).

Menurut Juliano (1972), seperti pada serealia lain, kandungan lemak tertinggi beras terdapat dalam lembaga dan lapisan aleuron yang terkumpul dalam butiran lemak. Kadar lemak dari beras pecah kulit berkisar antara 2.4-3.9%, sedangkan pada beras giling berkisar 0.3-0.6%. Lemak tersebut ada dalam bentuk trigliserida (lipid netral) dan dalam asam lemak bebas (lipid) polar. Asam-asam lemak utama dalam beras adalah asam palmitat, oleat, dan linoleat. Fraksi utama lemak beras adalah asam oleat dan palmitat.

Vitamin yang terdapat pada beras dalam bentuk tiamin, riboflavin, piridoksin, masing-masing berturut-turut 4 ug/g, 0.6 ug/g, dan 50 ug/g. Kandungan vitamin ini biasanya lebih tinggi pada beras pecah kulit daripada sosoh, kadar riboflavin dalam beras rendah dan vitamin C tidak ada.

Tabel 1 Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan

Komposisi Beras Pecah Kulit Beras Giling Beras Pratanak Kadar air (%) 12.0 12.0 10.3 Kalori/100g (kkal) 360 363 369 Protein (%) 7.5 6.7 7.4 Lemak (%) 1.9 0.4 0.3 Ekstrak N-Bebas (%) 77.4 80.4 81.3 Serat (%) 0.9 0.3 0.2 Abu (%) 1.2 0.5 0.7 Thiamin (mg/100g) 0.34 0.07 0.44 Riboflavin (mg/100) 0.05 0.03 - Niacin (mg/100g) 4.7 1.6 3.5

(Sumber : Adair et al. 1973)

Beras sebelum dikonsumsi harus diolah terlebih dahulu melalui proses penanakan untuk menjadi nasi yang dapat dilakukan dengan penanakan dan pengukusan. Nasi menyumbangkan 60-80% kalori dan 45-55% protein pada menu masyarakat Indonesia (Purwani et al. 2007). Komposisi beras dari berbagai cara pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan zat gizi nasi dari beras giling per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.

Mutu tanak merupakan mutu atau kualitas nasi akibat adanya perubahan fisikokimia dari beras menjadi nasi. Sifat umum yang dapat digolongkan dalam pengertian mutu tanak adalah pengembangan volume, nisbah penyerapan air,

(28)

13

stabilitas pratanak, waktu tanak, dan sifat viskositas tepung. Akan tetapi, dalam penerapan kriteria mutu tanak dan pengolahan digunakan sifat-sifat fisik dan kimia yang dapat diukur secara objektif. Sifat beras yang digunakan sebagai kriteria mutu tanak dan pengolahan beras adalah kadar amilosa, uji alkali untuk menduga suhu gelatinisasi, kapasitas penyerapan air pada suhu 700C, dan sifat amilografi (Damardjati dan Purwani 1991).

Tabel 2. Kandungan Zat Gizi Nasi dari Beras Giling per 100 gram Zat Gizi Jumlah (dalam 100 gram nasi)

Air (g %) 57.00 Energi (Kalori) 178.00 Protein (g %) 2.10 Lemak (g %) 0.10 Karbohidrat (g %) 40.60 Kalsium (Ca) (mg %) 5.00 Pospor (P) (mg %) 22.00 Besi (Fe) (mg %) 0.50 Vitamin B1 (mg %) 0.02 (Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI 1995).

Mutu tanak di Indonesia belum merupakan kriteria yang berlaku dalam penetapan mutu beras, tetapi di pasaran internasional khususnya di Amerika Serikat, mutu tanak merupakan salah satu persyaratan mutu beras, terutama hubungannya dengan industri pengolahan beras. Mutu tanak dan sensori lebih ditentukan oleh sifat-sifat genetis varietas dan kondisi-kondisi pertanaman seperti pemupukan, jenis tanah, dan iklim, sehingga sifat ini dimasukkan dalam kriteria dari deskripsi varietas yang akan dilepas.

Faktor yang mempengaruhi karakteristik mutu beras secara umum dipengaruhi oleh 4 faktor utama, yaitu : sifat genetik, lingkungan dan kegiatan prapanen, perlakuan panen, dan perlakuan pasca panen. Masing-masing faktor tersebut mempengaruhi beras secara dominan, misalnya mutu tanak dan sensori nasi terutama ditentukan oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh faktor penyimpanan (Damardjati 1995).

Uji Deskripsi Sensori

Uji deskripsi sensori adalah metode analisis sensori dimana atribut sensori suatu produk atau bahan pangan diidentifikasi, dideskripsikan dengan menggunakan panelis yang dilatih khusus untuk tujuan ini. Menurut metode Von & Akesson (1986), data yang dihasilkan dari analisis ini diperoleh dengan asumsi yang menjadi dasar dalam analisis sensori parametrik yaitu atribut sensori yang dievaluasi dianggap kontinyu sebagai intensitas dan dapat dirata-ratakan.

(29)

Quantitative Descriptive Analysis (QDA)

Quantitative Descriptive Analysis (QDA) merupakan salah satu analisis sensori deskriptif yang digunakan untuk menggambarkan karakteristik suatu produk (komoditas) secara matematis (Zook & Pearse 1988). Metode ini menggunakan panelis yang telah melalui serangkaian prosedur seleksi dan pelatihan. Data QDA harus dapat ditampilkan dalam bentuk yang mudah dimengerti, berupa grafik majemuk jaring laba-laba (spider web) atau menggunakan Multivariate Analysis dengan aplikasi teknik Principal Component Analysis (PCA).

(30)

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dari bulan September sampai Desember 2011. Analisis proksimat, daya cerna pati in vitro, kadar amilosa, uji amilografi, konsistensi gel, nisbah penyerapan air dan pengembangan volume serta uji organoleptik (hedonik, skoring, dan ranking) dilakukan di Laboratorium Flavor Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Adapun uji Quantitative Descriptive Analysis (QDA) dilakukan di laboratorium organoleptik, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam varietas beras dengan kadar amilosa yang berbeda, yaitu beras pera (IR-42 dan Inpara 3), beras pulen (Inpari 1 dan Ciherang), dan beras sangat pulen (Inpari 6 Jete dan Inpari 2). Bahan utama ini diperoleh dari Kebun Percobaan Sukamandi BB Padi, Subang. Sampel gabah yang diperoleh dikeringkan terlebih dahulu kemudian disosoh. Beras sosoh tersebut kemudian disimpan dalam cold storage sebelum dianalisis lebih lanjut.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat dan kimia antara lain larutan HCl 0.01 N, K2SO4, larutan H2SO4 pekat, larutan H3BO3, indikator metil merah 0.2%, metilen blue 0.2%, larutan NaOH-Na2S2O3, larutan HCl 0.02 N, heksana, larutan glukosa standar 0.2 mg/ml, larutan HClO4 9.2 N, larutan NaOH 1 N, larutan amilosa, etanol 95%, larutan iodine, larutan KI, larutan KOH 0.2 N, akuades, dan thymol blue 0.025%.

Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain sukrosa (1%, 2% dan 4%), asam sitrat (0.04% dan 0.08%), NaCl (0.2% dan 0.4%), kafein (0.05%, 0.1%, 0.2%), flavor pandan, 1% γ-nonalactone, propilen glikol, acethyl-2-thiazole, 10% diacethyl, 1% γ-undecalacton, dan 0,1% trimethyl pyrazine,

Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, cawan alumunium, oven, desikator, labu kjedahl, batu didih, gelas erlenmeyer, cawan porselein, tanur, kertas saring, labu soxhlet, gelas ukur, alat destilasi, spektrofotometer, water bath, batang pengaduk, amalgamotor, kertas grafik, bowl, amilograf, dan alat-alat gelas. Alat-alat yang digunakan untuk uji organoleptik antara lain cawan, botol, alat tulis dan scoresheet.

(31)

Metode Penelitian Analisis Proksimat

Kadar Air Metode Oven (AOAC 1995)

Kadar air diukur dengan metode oven biasa karena kandungan bahan volatil pada sampel rendah dan sampel tidak mengalami degradasi pada suhu 105ºC. Berikut merupakan diagram alir analisis kadar air dengan metode oven.

Cawan alumunium kosong dikeringkan dalam oven dengan suhu 105°C selama 15 menit.

Cawan didinginkan dalam desikator selama 5 menit atau sampai cawan tidak terasa panas.

Cawan yang telah dingin kemudian ditimbang dan dicatat beratnya.

Dimasukan sampel sebanyak 3 gram ke dalam cawan.

Cawan berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai beratnya konstan (perubahan berat tidak lebih dari 0.003 gram) selama 16 jam.

Cawan diangkat dan didinginkan di dalam desikator, kemudian ditimbang berat akhirnya.

Kadar air dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Kadar air (% b/b) =   

   100% Keterangan:

x = berat cawan dan sampel sebelum dikeringkan (g) y = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (g) a = berat cawan kosong (g)

Kadar Abu (AOAC 1995)

Cawan porselin dipanaskan dalam tanur selama 15 menit.

Cawan kemudian didinginkan dalam desikator.

Setelah dingin, cawan ditimbang dan dicatat beratnya.

Sampel dimasukkan sebanyak 5 g ke dalam cawan.

Sampel diabukan di dalam tanur hingga diperoleh abu berwarna putih dan beratnya konstan.

(32)

17

(Pengabuan dilakukan dalam 2 tahap yaitu pada 400°C dan 550°C)

Cawan diangkat kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Perhitungan: Kadar Abu (% b/b)  100% Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat abu (g)

Kadar Protein Metode Mikro Kjeldahl (AOAC 1995)

Sampel ± 0,2 g (kira-kira dibutuhkan 3-10 ml HCl 0,01N/0,02N).

Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 30 ml.

Kemudian pada sampel ditambahkan 2 gram K2SO4, 50 mg HgO, 2 ml H2SO4 pekat, dan batu didih.

Sampel didestruksi selama 1-1.5 jam hingga jernih kemudian didinginkan.

Kepada sampel ditambahkan 2 ml air yang dimasukkan secara perlahan kedalam labu dan didinginkan kembali.

Dimasukkan cairan hasil dekstruksi (cairan X) ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan air.

(Air bilasan juga dimasukkan ke dalam alat destilasi)

Diletakkan Erlenmeyer 125 ml berisi 5 ml H3BO3 dan 2 tetes indikator (Methylen red : Methylen blue = 2:1) di ujung kondensor alat destilasi dengan ujung selang

kondensor terendam dalam larutan H3BO3.

Ditambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan dilakukan destilasi hingga larutan dalam erlenmeyer ± 50 ml.

Larutan dalam erlenmeyer dititrasi dengan HCl 0.02 N.

(Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari hijau menjadi abu-abu/agak pink muda).

Prosedur yang sama dilakukan juga untuk penetapan blanko.

Perhitungan:

Kadar N (%)     ,

100%

(33)

Keterangan:

Vs = Volume HCl untuk titrasi sampel (ml) Vb = Volume untuk titrasi blanko (ml) C = Konsentrasi HCl (N)

W = Berat sampel (mg)

Kadar Lemak Metode Soxhlet (AOAC 1995)

Labu lemak yang telah bebas lemak dikeringkan di dalam oven.

Labu lamak kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

Sampel dibungkus sebanyak 5 g dalam kertas saring.

Sampel kemudian ditutup dengan kapas yang bebas lemak.

Sampel dimasukan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan dipasang kondensor dan labu pada ujung-ujungnya.

Dimasukkan pelarut heksana ke dalam alat dan sampel refluks selama 5 jam. Setelah itu, pelarut didestilasi dan ditampung pada tempat lain.

Labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C sampai diperoleh berat tetap.

Pindahkan labu lemak ke desikator untuk didinginkan, lalu ditimbang dan dicatat beratnya.

Perhitungan: Kadar Lemak (% b/b)  100% Keterangan: W1 = Berat sampel (g) W2 = Berat lemak (g)

Kadar Karbohidrat by difference (AOAC 1995)

Pengukuran kadar karbohidrat menggunakan metode by difference. Berikut adalah perhitungan kadar karbohidrat by difference.

(34)

19

Analisis Daya Cerna Pati In vitro (Muchtadi et al. 1992 yang Dimodifikasi) Dibuat suspensi sampel dalam aquades (1%).

Suspensi sampel kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 30 menit pada suhu 90°C.

Setelah itu, sampel didinginkan dan diambil sebanyak 2 ml kedalam tabung reaksi.

Sebanyak 3 ml aquades dan 5 ml buffer Na-Fosfat 0.1 M juga ditambahkan ke dalam tabung reaksi.

Sampel dalam tabung reaksi kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 15 menit, dan didinginkan.

Setelah dingin, ke dalam tabung reaksi ditambahkan larutan enzim amilase yang telah dilarutkan dalam buffer Na-Fosfat 0.05 M dan diinkubasikan kembali pada

suhu 37°C selama 30 menit.

Sampel dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain

Setelah itu, ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2 ml pereaksi dinitrosalisilat (Pereaksi dinitrosalisilat dibuat dengan melarutkan 1 gram

3.5-dinitrosalisilat, 30 gram Na-K tartarat, dan 1.6 gram NaOH dalam 100 ml aquades)

Larutan tersebut dipanaskan pada suhu 100°C

selama 10 menit sampai terbentuk warna oranye. Warna merah oranye yang terbentuk lalu diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 520 nm.

Dihitung kadar maltosa campuran reaksi menggunakan kurva standar maltosa murni yang diperoleh dengan mereaksikan larutan maltosa standar

dengan pereaksi dinitrosalisilat menggunakan prosedur seperti di atas.

Daya cerna pati beras dihitung sebagai berikut: % Daya cerna pati = 

  100%

Keterangan:

a = kadar maltosa sampel setelah reaksi enzimatis b = kadar maltosa pati murni setelah reaksi enzimatis

(35)

Analisis Kadar Amilosa

a. Pembuatan Kurva Standar Amilosa (Juliano 1971 yang dimodifikasi) Pembuatan kurva standar : amilosa kentang ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan kedalam labu takar 100 ml dan ditambahkan 1ml etanol

95% dan 9 ml NaOH 1N.

Selanjutnya amilosa kentang dipanaskan larutan dalam waterbath (T=95oC) selama 10 menit.

Labu takar diangkat dan didinginkan selama 1 jam kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan aquadest sampai volumenya 100 ml.

Selanjutnya dipipet masing-masing larutan 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml.

Kedalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml, ditambahkan aquadest secukupnya, kocok dan tambahkan asam asetat 0.5

sebanyak masing-masing 0,2; 0,4; 0,6; 0,8; dan 1 ml.

Masing-masing labu diencerkan lagi dengan aquadest sampai volumenya 100 ml (hingga tanda batas) dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit.

Intensitas warna larutan yang terbentuk diukur dengan Spektrofotometer UV Visible pada panjang gelombang 620 nm. Blanko untuk pengukuran di buat

dengan prosedur yang sama tetapi sampel tidak digunakan.

b. Pengukuran Kadar Amilosa Sampel Beras

Dimasukkan 100 mg tepung beras (duplo) dengan kehalusan 100 mesh kedalam labu takar 100 ml.

Ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1N, kemudian dipanaskan labu ukur dalam water bath (suhu 95oC) selama 10 menit sampai semua bahan

menjadi gel, didinginkan selama 1 jam.

Setelah dingin, ditepatkan sampai tanda tera dengan akuades, dan dikocok.

Larutan kemudian dipipet sebanyak 5 ml lalu dimasukkan kedalam labu takar 100ml.

2 ml larutan Iod dan 1 ml asam asetat 0.5 N ditambahkan, ditera sampai volumenya 100 ml, dikocok dan dibiarkan selama 20 menit.

Larutan berwarna biru jernih kemudian diukur absorbans larutan dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 620 nm.

(36)

21

Kadar amilosa dihitung dengan rumus : Kadar Amilosa (%) 

  

 100% Keterangan :

A = absorbansi sampel pada panjang gelombang 620 nm S = slope kemiringan pada kurva standar

FP = faktor pengenceran, yaitu 0.002 W = berat sampel (gram)

Analisis Fisikokimia Beras

Uji Amilografi Beras (Bhattacharya 1979)

Uji amilografi bertujuan untuk mengetahui suhu gelatinisasi suspensi tepung beras. Berikut adalah diagram alir untuk uji amilografi beras.

Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dilarutkan dengan 10 ml air destilata.

Sampel tersebut dimasukkan ke dalam bowl.

Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan cara menurunkan head amilograf.

Suhu awal termoregulator diatur pada suhu 20°C atau 25°C.

Switch pengatur diletakan pada posisi bawah sehingga

pada saat mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1.5°C setiap menit.

Mesin amilograf dihidupkan. Diatur pena pencatat pada skala kertas amilogram pada saat suspensi mencapai suhu 30°C.

Setelah pasta mencapaisuhu 95°C, mesin dimatikan.

Parameter analisis amilograf terdiri dari:

1. Suhu awal gelatinisasi, yaitu suhu pada saat kurva mulai naik

2. Suhu pada puncak gelatinisasi, yaitu suhu pada saat nilai maksimum viskositas dapat dicapai

3. Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam Centipoise.

(37)

Uji konsistensi gel (Cagampang et al. 1973).

Tepung beras sebanyak 100 mg ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi.

Sampel ditambahkan 0.2 ml etanol 95% yang mengandung 0.025% thymol blue dan 2 ml KOH 0.2N.

Tabung dikocok dengan vortex lalu dimasukkan ke dalam penangas air 100°C selama 8menit (setelah divortex langsung dimasukan).

Tabung diangkat, dibiarkan selama 5 menit, dan didinginkan (menggunakan air es) selama 15 menit.

Tepung yang telah menjadi pasta ini kemudian dibaringkan diatas kertas milimeter selama (minimal) 1 jam untuk kemudian diukur panjang lelehannya.

Penentuan Nisbah Penyerapan Air (NPA) dan Nisbah Pengembangan Volume (NPV) (Suismono et al. 2003).

Sampel beras ditimbang sebanyak 8 gram dalam tabung kaca beralas kawat kasa yang telah diketahui bobotnya.

Tinggi beras diukur. Dimasukkan tabung ke dalam penangas air 100°C selama 30 menit.

Tabung kemudian diangkat dan dibiarkan selama 1 jam.

Tinggi dan bobot nasi diukur.

Perhitungan: NPA =

beras

Bobot

beras

Bobot

nasi

Bobot

NPV =

beras

Volume

nasi

Volume

V = π × r2 × h Keterangan : V = Volume nasi (cm3) π = 3.14 r = jari-jari silinder (cm)

(38)

23

Karakterisasi Sifat Organoleptik Beras Penyiapan Contoh Nasi

Beras yang akan dimasak ditimbang (sekitar 200 g), kemudian dicuci sampai air cuciannya tampak jernih (3-4 kali).

Beras yang telah dicuci ditirskan dan dimasukkan ke dalam panci rice cooker, kemudian air ditambahkan dengan perbandingan beras: air=1:1.5.

Panci dimasukkan kedalam rice cooker dan diatur posisinya supaya tepat. Rice cooker ditutup sampai terdengar klik pengunci. Masukkan stop kontak dan

tombol ditekan sehingga lampu ”cooking” menyala.

Setelah tombol nyala (sekitar 35-40 menit) pemanasan dibiarkan (”warm”) selama 15 menit.

Nasi diaduk hingga merata, kemudian disajikan ke panelis. Uji Hedonik

Uji hedonik dilakukan untuk mengetahui tingkat penerimaan/kesukaan akan nasi beras. Pengujian ini menggunakan 30 panelis semi terlatih. Panelis menilai produk secara subyektif dan spontan tanpa membandingkan contoh satu sama lain.

Uji Ranking

Pada uji ranking, panelis diminta mengurutkan contoh-contoh yang diuji berdasarkan perbedaan tingkat aroma/wangi nasi dengan memberi nomor urut. Pengujian ini menggunakan sebanyak 30 panelis semi terlatih. Contoh yang paling wangi diberi nomor urut tertinggi (nilai 1) seterusnya hingga contoh yang kurang/tidak wangi diberi nomor urut terendah.

Uji Deskriptif Kuantitatif (Quantitative Descriptive Analysis /QDA)

Uji atau analisis QDA terdiri dari beberapa tahap yang akan dilalui oleh panelis.

a. Seleksi panelis terlatih

Orang yg mengerti sifat organoleptik nasi, mengerti ilmu penilaian organoleptik, dan bersedia dilatih.

Calon panelis berjumlahnya 35 orang mahasiswa IPB.

(39)

X

Calon panelis diseleksi untuk mengetahui kepekaan sensori calon panelis.

Rasa Aroma

Uji Deskripsi rasa dasar Uji Segitiga Uji Deskripsi Aroma Uji Segitiga

Meilgaard et al. (1999)

Tabel 3 Larutan uji untuk deskripsi.penentuan rasa dasar (Watts et al. 1989) Rasa Dasar Larutan Uji

Manis Sukrosa 1% Asam Asam sitrat 0.04% Asin NaCl 0.2% Pahit Kafein 0.05%

Tabel 4 Larutan uji untuk uji segitiga rasa dasar Rasa dasar Konsentrasi Larutan uji Manis Sukrosa : 2% dan 4%

Asam Asam sitrat : 0.04% dan 0.08% Asin NaCl : 0.2% dan 0.4%

Pahit Kafein : 0.1% dan 0.2%

penelis diminta untuk membedakan sampel berdasarkan konsentrasi (Tabel 4) penelis diminta untuk menentukan rasa dari sampel (manis, asin, asam, pahit) (Tabel 3)

penelis diminta untuk membedakan antara dua flavor yang mirip yaitu, sweet dengan vanillin, pandan dengan cereal, dan

creamy dengan buttery.

penelis diminta untuk menentukan flavor-flavor yang ada dalam larutan (Tabel 5)

Skor/jumlah soal dijawab benar

60%

Skor/jumlah soal dijawab benar

60%

80%

80%

(40)

25

Tabel 5 Flavor (aroma) standar untuk panelis Flavor Standar Komponen*

Sweet Gamma undecalacton Vanilin Vanilic

Pandan Ekstrak daun pandan Cereal Acetyl-2-thiazole Creamy Gama-nonalacton Buttery Diacetyl

*Dalam pelarut propilen glikol (PG)

b. Pelatihan

Tujuan dari tahap pelatihan adalah melatih kepekaan sensorik panelis terhadap atribut rasa dan aroma. Berikut adalah diagram alir proses pelatihan panelis.

Panelis

Dilatih pengenalan bahasa flavor (flavor lexicon), pengenalan skala (intensitas, dan pelatihan penilaian sampel (Stone dan Sidel 2004)  jenis uji ranking,

larutan yang digunakan pada Tabel 6.

Dilatih berulang-ulang sampai panelis konsisten selama 1-6 minggu (Poste et al. 2002) atau 40 hingga 120 jam (Meilgaard et al. 1999)

Berikut adalah tabel yang menunjukkan larutan flavor standar pada tahap pelatihan.

Tabel 6 Larutan flavor standar pada tahap pelatihana No Deskripsi Komponen

1 Pandan 1% flavor pandan dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 10 µL, 75 µL, dan 200 µL dilarutkan dalam 10 ml PG

2 Creamy 1% γ-nonalactone dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 100µL, 300µL, dan 500µL dilarutkan lagi dalam 2 ml PG 3 Cereal Masing-masing sebanyak 10µL, 50µL, dan 100µL acetyl-2-thiazole

dilarutkan dalam 10 mL PG

4 Buttery 10% diacetyl dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 50

µL, 100µL, dan 200µL dilarutkan dalam 10 ml PG

5 Sweet 1% γ-undecalacton dilarutkan dalam PG kemudian masing-masing diambil 10 µL, 75µL, dan 200µL dilarutkan dalam 10 ml PG

Keterangan : PG = propilen glikol

a = Arkanti (2007)

Selain mengenal atribut rasa dan aroma, panelis juga berlatih untuk menilai intensitas rasa dan aroma pada standar dengan meranking rasa dan aroma berdasarkan intensitasnya. Tahap ini dilakukan sebanyak 3 kali atau setelah kepekaan sensori panelis konsisten.

(41)

c. Penentuan nilai acuan flavor (aroma) standar dan rasa dasar

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi flavor dan rasa dasar yang kemudian akan digunakan sebagai acuan (reference) pada tahap pengujian QDA.

Aroma/flavor yang diketahui konsentrasinya

Panelis diminta memberikan penilaian sesuai intensitas yang diterima oleh indera penciuman panelis menggunakan unstructured scale sepanjang 15 cm.

Hasil yang didapat kemudian ditransformasi ke dalam skala 0 - 100 dan dimasukkan dalam Persamaan Moskowitz (Persamaan 1) sehingga diperoleh

nilai flavor standar dan konsentrasinya.

Analisis dilakukan tiga kali ulangan untuk melihat kekonsistenan panelis.

Persamaan Moskowitz (1983):

Log SI = Log K + n (Log Pi) ………. Persamaan 1

Keterangan:

SI = Perkiraan intensitas terdeteksi, Sensory Intensity PI = Konsentrasi, Physical Intensity

Log K = Konstanta N = kemiringan garis

d. Pengujian

(Tahap Orientasi)

Panelis diberikan pengarahan tentang apa yang harus dilakukan selama pengujian.

Panelis diminta menuliskan terminologi atribut rasa dan aroma nasi.

Diskusi tentang definisi terminologi atribut yang diberikan setiap panelis.

Semua panelis memiliki persepsi yang sama terhadap atribut rasa dan aroma nasi.

Gambar

Gambar 1. Struktur biji beras (Grist 1975)
Tabel 3 Larutan uji untuk deskripsi.penentuan rasa dasar (Watts et al. 1989)  Rasa Dasar  Larutan Uji
Tabel 5   Flavor (aroma) standar untuk panelis  Flavor Standar  Komponen*
Tabel 14  Frekuensi distribusi dan skor organoleptik uji hedonik
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa buku cerita bergambar adalah narasi dan ilustrasi yang saling melengkapi untuk menyusun sebuah kisah yang baik..

Dari sejumlah reptil yang ditemukan paling banyak jenisnya adalah bangsa ular sebanyak 19 jenis diwakili oleh suku-suku Typlophidae (ljenis), Colubridae (15 jenis), Elapidae (2

Proses pemindahan data dari basisdata yang lama yaitu basisdata Merapi ke basisdata yang baru yaitu New Merapi banyak memanfaatkan query select karena pada

Peserta yang telah membayar biaya registrasi dan mengisi lengkap formulir pendaftaran dapat melakukan registrasi ulang mulai tanggal 11 Mei 2017 jam 14.00 –

Pertemuan dengan seorang pelukis wanita Wara Anindiyah menambah pema- haman dalam melakukan proses kreatif karya Tari ‘Subur’, di antaranya tentang pengalaman pelukis terhadap

Untuk menghasilkan produksi rumput laut yang melimpah dengan kandungan alginat yang tinggi dapat diupayakan dengan cara menerapkan metode budidaya dan umur panen

Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten Siak dapat bekerjasama dengan bank atau lembagakeuangan lainnya di wilayah Kabupaten Siak dalam mengumpulkan dana zakat dari harta

Hasil penelitian menunjukan luas wilayah tidak berpengaruh terhadap belanja modal dimungkinkan karena luas wilayah kabupaten dan kota yang berada dipulau jawa yang luasnya