• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg DI SEKITAR PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg DI SEKITAR PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi ANALISA KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg DI SEKITAR

PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU Dewi Puspaningsih

Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar, Jl. Sempur No.1, Bogor Tlp/fax. 0251-313200. E-mail: d_puspaningsih@yahoo.com

Abstrak

Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah yang rentan terhadap bahaya pencemaran karena disana berkembang kegiatan pariwisata, pemukiman, dan juga merupakan sumber perikanan yang cukup penting bagi penduduk setempat dan juga penduduk Jakarta. Mengingat pentingnya kawasan tersebut sebagai salah satu daerah yang berdekatan dengan Teluk Jakarta, maka diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui kandungan logam berat Hg (merkuri) di sekitarnya. Penelitian dilakukan menggunakan metode survey pada 4 Pulau di sekitar Kepulauan Seribu, yakni Pulau Rambut, Pulau Lancang, Pulau Bokor dan Pulau Pari. Sampel meliputi air laut dan beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan nelayan. Analisa AAS menunjukkan bahwa kandungan merkuri pada sample air laut di sekitar Pulau Rambut (stasiun I) berkisar antara 6,086-28,64 ppb, di sekitar Pulau Lancang (stasiun II) berkisar antara 0,0413-32,46 ppb, di sekitar Pulau Bokor (stasiun III) berkisar antara 0,2106-4,147 ppb, dan di sekitar Pulau Pari berkisar antara 0,5868-21,06 ppb. Sedangkan kandungan merkuri pada ikan-ikan hasil tangkapan berkisar antara 0,020-0,192 ppm, lebih rendah dari batas toleransi yang ditetapkan oleh WHO dan Ditjen POM sebesar 0,5 ppm.

(2)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi

KANDUNGAN LOGAM BERAT PADA IKAN KERAPU DAN UDANG DARI BEBERAPA SENTRA BUDIDAYA

DI PROPINSI LAMPUNG

Julinasari Dewi, Hendrianto, Kurniastuty dan Margie Brite

Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut, Lampung

Abstrak

Lingkungan perairan yang digunakan untuk kegiatan budidaya, saat ini terus menerus mendapat tekanan akibat bahan-bahan pencemar. Ikan yang dibudidayakan di KJA di laut maupun udang di tambak juga tidak luput dari sumber pencemaran ini. Tidak tertutup kemungkinan bahwa ikan/udang yang dibudidayakan telah mengandung logam berat, mengingat ikan/udang budidaya yang tidak bisa menghindar dari kondisi lingkungan laut yang tercemar. Oleh karena itu diperlukan informasi seberapa jauh ikan dan udang yang dibudidayakan telah tercemar logam berat. Sebanyak 12 sampel ikan Kerapu dari enam lokasi budidaya dan delapan sampel udang yang berasal dari beberapa sentra budidaya dianalisa kandungan logam beratnya, yaitu timbal (Pb), tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan merkuri (Hg). Hasil analisa menunjukkan bahwa ikan dan udang budidaya telah mengandung logam berat. Kadar timbal (Pb) pada sampel ikan berkisar antara <0,0001 hingga tertinggi 0,33179 mg/kg, tembaga 0,3847 s/d 4,1206 mg/kg dan merkuri (Hg) dari < 0,0001 hingga 0,0086 mg/kg. Sedangkan pada sampel udang kadar Pb berkisar antara 0,00082 s/d 0,01264 mg/kg, Cd < 0,0001 mg/kg dan kadar Hg antara 0,00021 s/d 0,00082 mg/kg. Berdasarkan SK Dirjen POM No. 0375/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran logam dalam makanan, kadar logam berat Pb, Cu dan Hg masih dibawah ambang batas maksimum yang diperbolehkan, yaitu Pb 2,0 mg/kg, Cu 20 mg/kg dan Hg 0,5 mg/kg. Demikian pula halnya kadar Cd pada udang yang juga masih dibawah ambang batas maksimum diperbolehkan, yaitu 1,0 mg/kg (Depkes RI, 1999). Meskipun masih dibawah ambang batas, logam berat ini bersifat akumulatif dalam tubuh ikan/udang sehingga hal ini perlu diwaspadai.

(3)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi TOKSISITAS INSEKTISIDA CURACRON TERHADAP IKAN NILA MERAH

(Oreochromis sp.) PADA UKURAN BERAT YANG BERBEDA Ratih Ida Adharini, Bambang Triyatmo, Murwantoko

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM

Abstrak

Pencemaran insektisida dari limbah pertanian yang masuk ke areal budidaya perikanan dapat menurunkan produksi panen. Penelitian ini bertujuan untuk mencari toksisitas curacron pada LC 50-96 terhadap ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada ukuran berat yang berbeda. Hewan uji adalah ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang telah diseleksi ukuran ± 1; 10; 20 dan 30 gram. Ikan dipelihara dalam bak fiberglass selama 14 hari, diberi pakan pelet 3% dari berat total, diaerasi dan disifon sebanyak 30% setiap hari. Sehari sebelum perlakuan ikan diaklimasi dan dipuasakan terlebih dahulu. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan dosis 0,1; 1,0; 10; 100 ppm dan kontrol, masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Toksisitas curacron pada LC 50-96 pada setiap ukuran berat ditentukan menggunakan analisis probit. Gejala kematian ikan dan kualitas air uji diamati setiap hari kemudian dianalisis secara deskriptif. Toksisitas curacron terhadap ikan nila merah (Oreochromis sp.) ukuran 1 gram pada LC 50-96 sebesar 0,0132 mg/l; ukuran 10 gram sebesar 0,162 mg/l; ukuran 20 gram sebesar 0,602 mg/l, sedangkan ukuran 30 gram sebesar 0,944 mg/l. Toksisitas curacron sangat berbahaya terhadap produktivitas benih. Semakin besar dosis curacron cenderung menurunkan oksigen terlarut dalam perairan.

(4)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN

LIMBAH CAIR INDUSTRI KAYULAPIS PT. JATI DHARMA INDAH, SERTA DAMPAKNYA TERHADAP KUALITAS PERAIRAN LAUT

Latif Sahubawa

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui karakteristik, beban pencemaran serta distribusi pencemaran limbah cair Industri Kayu Lapis di perairan Laut Batu Gong Teluk Banguala Ambon. Berdasarkan hasil penelitian, rerata nilai parameter limbah industri kayulapis sebagai berikut: suhu = 35,8oC; TSS = 12,783 mg/l; pH = 5,6; BOD5 = 610 mg/l; COD = 759,50 mg/l; total phenol = 0,480 mg/l

dan Hg = 0,00083 mg/l. Nilai pH, BOD5, COD telah melampui ambang batas Baku Mutu Limbah

Cair Industri Kayu Lapis (Kepmen LH. No. 03, Tahun 1991). Debit limbah cair aktual (Dp) = 88,125 m3/hari, debit limbah cair maksimum (DM) = 11.164,99 m3/bulan, dan debit limbah cair sebenarnya (DA) = 2.643,840 m3/bulan (jadi DA < DM). Beban Pencemaran sebenarnya (harian BPA dan bulanan BPAi) parameter TSS, COD, dan phenol limbah cair industri lebih kecil dari Beban Pencemaran maksimum harian dan bulanan (BPM dan BPMi) masing-masing parameter

tersebut. BPA dan BPAi parameter BOD5 lebih besar dari beban pencemaran maksimumnya.

Rerata temperatur tertinggi perairan laut = 27,4oC (stasiun II), TSS=30,830 mg/l (stasiun V), pH=8,0 (stasiun VI), BOD5 = 1070,00 mg/l (stasiun II), COD = 1349,00 mg/l (stasiun II), total

phenol = 0,325 (stasiun II), Hg = 0,00080 mg/l (stasiun II), salinitas =33,0 ppm (stasiun IV). Parameter BOD5, COD, dan phenol telah melampui ambang batas Baku Mutu Air Laut untuk Biota

Laut (Budidaya Perikanan) (Kepmen LH. No. 85 Tahun 2001). Rerata nilai Indeks Diversitas Plankton pada lokasi A (stasiun II), lokasi B (antara stasiun III dan IV), lokasi C (antara stasiun V dan VI) masing-masing: 1,40; 1,66 dan 2,03. Lokasi A dan B telah melampaui nilai batas pencemaran sebesar 2 (tercemar berat) (Lee,1978). Rerata Koefisien Nilai Nutrisi (NVC) ikan pada lokasi B dan C yaitu 1,43 dan 1,38 lebih kecil dari nilai normal 1,7 (Lucky, 1977). Jenis ikan teri yang tertangkap sebanyak 4 jenis, dengan jumlah terbanyak adalah Stelaphorus spp.

(5)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi FENOMENA “RED TIDE” YANG DAPAT MENGAKIBATKAN

KERUGIAN PADA SEKTOR PERIKANAN Tumpak Sidabutar

Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jl. Pasir Putih No.1 Ancol Timur Jakarta Utara

Telp. (021) 64713850; Fax. (021) 64711948 E-mail: tumpakso@yahoo.com.au

Abstrak

Kasus kerugian di sektor perikanan telah banyak terjadi dibeberapa negara akibat munculnya kejadian-kejadian "red tide" atau "harmful algal bloom" termasuk di negara kita ini. Kematian biota dalam budidaya laut ataupun yang hidup di alam bebas telah sering terjadi karena ledakan populasi atau blooming mikroalge. Disamping kerugian ekonomi juga kasus kematian konsumen akibat mengkonsumsi biota laut khususnya kerang-kerangan yang mengandung toksin semakin meningkat. Keracunan setelah mengkonsumsi produk bahari dapat terjadi di perairan dimana ditemukan munculnya populasi fitoplankton beracun dalam jumlah yang cukup melimpah. Beberapa dari jenis fitoplankton telah diketahui dapat mengakibatkan kerugian dalam perikanan dan juga sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat konsumen. Kehadiran dari spesies fitoplankton beracun disuatu perairan sangat perlu diwaspadai karena waktu terjadinya blooming masih belum dapat diduga. Disamping itu kejadian ”harmful algal bloom” tidak selamanya mengakibatkan terjadi perubahan warna (discolorisation) pada perairan sehingga kadang-kadang dapat luput dari pengamatan para pengelola perikanan. Oleh karena itu dalam studi kelayakan untuk usaha budidaya perikanan kehadiran spesies ini perlu mendapat perhatian khusus untuk menghindari kerugian dimasa yang akan datang. Dalam perencanaan usaha budidaya perikanan pantai perlu diteliti atau diidentifikasi jenis-jenis fitoplankton yang ada di lokasi perairan tersebut. Data hasil inventarisasi jenis dan distribusi geografis fitoplankton beracun sangat diperlukan, sehingga hal-hal yang dapat mengakibatkan kerugian di sektor perekonomian perikanan dapat dihindari. Perlu diambil suatu antisipasi solusi bila terjadi blooming di lokasi budidaya perikanan. Demikian juga halnya korban-korban keracunan akibat mengkonsumsi biota laut yang tercemar racun hayati dari plankton tersebut dapat dihindari. Dalam paper ini akan dibahas mengenai kasus kejadian dan jenis-jenis fitoplankton yang tergolong spesies ”red tide” dan spesies ”hab” yang sering mengakibatkan kerugian di sektor perikanan.

(6)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi BENCANA AKUATIK DI PERAIRAN TELUK JAKARTA

TRAGEDI BULAN MEI 2004 Tumpak Sidabutar

Bidang Dinamika Laut, Pusat Penelitian Oseanografi-LIPI Jl. Pasir Putih No.1 Ancol Timur Jakarta Utara

Telp. (021) 64713850; Fax. (021) 64711948 E-mail: tumpakso@yahoo.com.au

Abstrak

Telah terjadi bencana akuatik yang mengakibatkan kematian massal ikan-ikan dan invertebrata lainnya di sepanjang pantai Ancol pada bulan Mei 2004. Penyebab kematian massal ikan-ikan masih belum diketahui secara pasti pada saat itu. Pada saat kejadian warna perairan mengalami perubahan menjadi merah kecoklatan dan berlangsung sangat singkat dan tidak lebih dari dua hari. Walaupun demikian tiga hari setelah kasus kejadian Lab. Plankton P2O LIPI telah mengambil sampel fitoplankton dari lokasi kejadian untuk mengetahui penyebab kematian massal ikan-ikan dan invertebrata di perairan ini. Hasil analisa sampel fitoplankton dapat menunjukkan adanya ledakan populasi yang mengakibatkan fenomena “red tide” (harmless discolorization) yang di dominasi oleh beberapa spesies dan juga hadirnya secara bersamaan beberapa spesies yang tergolong “non-toxic to human but harmful to fish and invertebrate”. Adanya fenomena “red tide” ini juga dibuktikan dengan citra satelit baik sebelum dan setelah bencana akuatik terjadi. Dapat disimpulkan bahwa kematian massal ikan-ikan dan invertebrata lainnya di perairan Teluk Jakarta ini ada kaitannya dengan kejadian “red tide”. Fenomena ini mengakibatkan oksigen terlarut turun drastis terutama pada malam hari serta kemungkinan terjadinya penyumbatan insang ikan oleh beberapa spesies fitoplankton tertentu. Proses dekomposisi oleh bakteri aerob terhadap populasi fitoplankton yang sudah mati dan peruraian bahan organik yang ada mengakibatkan juga turunnya konsentrasi O2 di perairan bahkan mencapai nol satuan.

(7)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi STRUKTUR KOMUNITAS PLANKTON SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN

DI KAWASAN TAMBAK DAN MUARA SUNGAI BOGOWONTO, KABUPATEN KULON PROGO

Eko Setyobudi, Triyanto dan Namastra Probosunu

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UGM E-mail: setyobudi_dja@ugm.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas plankton sebagai indikator kualitas perairan di kawasan tambak dan muara sungai Bogowonto Kabupaten Kulon Progo. Pengambilan sampel plankton dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan pada 7 titik stasiun pengamatan yang berada pada kawasan tambak, aliran inlet dan outlet tambak, sungai, dan muara sungai. Sampel air sebanyak 20 liter disaring dengan plankton net mesh size 200. Sampel plankton yang diperoleh diawetkan dengan dalam larutan formalin 4% dan jika memungkinkan dapat ditambahkan larutan iodin untuk pemberi warna. Pengamatan plankton dilakukan secara total berdasarkan luas permukaan SR (Sedqwick Rafter). Analisis data meliputi komposisi jenis, densitas serta indek diversitas Shannon-Wiever. Parameter kualitas air lainnya yang diamati adalah suhu air, kecerahan, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, BOD5, bahan organik terlarut, amoniak, nitrat

dan phospat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan komposisi jenis, densitas dan indek diversitas plankton antar berbagai stasiun pengamatan. Perairan inlet (sungai Bogowonto) mempunyai kondisi sangat baik yang ditunjukan oleh komposisi jenis yang beragam (29 jenis), densitas plankton tinggi (1322 ind/liter) dan indek diversitas terbesar (3,49) sedangkan perairan pada saluran pembuangan limbah mempunyai kondisi yang buruk yang ditunjukkan oleh komposisi jenis yang rendah (17 jenis), densitas plankton rendah (91 ind/liter) dan indeks diversitas terendah (0,60).

(8)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi KAJIAN PENCEMARAN DAN ALTERNATIF PENGENDALIAN KUALITAS AIR

DI KAWASAN TAMBAK DAN MUARA SUNGAI BOGOWONTO, KABUPATEN KULON PROGO

Triyanto, Eko Setyobudi dan Namastra Probosunu

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kualitas perairan kawasan tambak udang di kawasan tambak udang dan muara Sungai Bogowonto. Pengambilan sampel dilakukan setiap 2 minggu sekali selama 2 bulan. Sampel air dan tanah diambil pada 7 titik stasiun pengamatan, yang berada pada kawasan tambak, aliran inlet dan outlet tambak, sungai, laguna, dan muara sungai. Parameter pengamatan meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut, transparansi, bahan organik terlarut, bahan organik dasar perairan, BOD (Biochemical Oxygen Demand), NH3, nitrit, nitrat, phosphat, N total,

rasio C/N, C organik dan tekstur tanah. Analisis data dilakukan terhadap semua parameter kualitas perairan dengan membandingkan antar stasiun maupun mengacu pada pedoman budidaya udang sehingga dapat digunakan untuk mencari alternatif pengendalian. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa beberapa paremeter kualitas air pada kawasan pembuangan limbah dan aliran pengeluaran lebih buruk dibanding kualitas air pada kawasan lainnya. Perluasan lahan tambak dan peningkatan usaha budidaya udang dapat menyebabkan beban pencemaran yang lebih besar. Untuk mengendalikan pencemaran secara optimal diperlukan tanaman bakau/hutan dalam jumlah yang besar. Terdapat 3 (tiga) tipe model rawa buatan (artificial wetland) yang dapat digunakan untuk pengendalian pencemaran yaitu tipe 1 (rawa buatan di saluran pembuangan dan laguna), tipe 2 (rawa buatan di saluran masuk dan saluran pembuangan, dengan biofilter) dan tipe 3 (rawa buatan di saluran pembuangan).

(9)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi PROFIL KUALITAS AIR MUARA SUNGAI SERANG DI SEKITAR DERMAGA

PELABUHAN GLAGAH KABUPATEN KULON PROGO Namastra Probosunu, Soeparno, Eko Setyobudi, dan Atika Anggraini

Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Bulaksumur Yogyakarta 55281 Telp./Faks. (0274) 551218

E-mail: probosunu@ugm.ac.id ; probosunu@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kualitas air muara Sungai Serang di sekitar dermaga Pelabuhan Glagah Kabupaten Kulon Progo. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pelengkap informasi ilmiah dan menjadi salah satu bahan pertimbangan pengelolaan perairan muara Sungai Serang. Penelitian ini dilakukan di lima stasiun pengamatan. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 12 kali ulangan pada bulan Desember 2005-Januari 2006. Kualitas air yang diamati meliputi kualitas fisik, kimia, dan biologik. Hasil penelitian menunjukkan kualitas fisik air muara Sungai Serang yang meliputi suhu air berkisar antara 25,5-31,9oC dengan rerata 28,1-31,2oC, kecerahan 7,8-106,5 cm dengan rerata 27,4-53,9 cm, kecepatan arus 0,07-0,44 m/dt dengan rerata 0,15-0,30 m/dt, dan padatan tersuspensi total 22,8-96,1 mg/l dengan rerata 37,9-70,1 mg/l. Kualitas kimia air muara Sungai Serang yang meliputi kandungan O2 terlarut berkisar

antara 4,6-7,9 mg/l dengan rerata 5,8-6,5 mg/l, CO2 bebas 2,8-11,4 mg/l dengan rerata 7,5-13,4

mg/l, alkalinitas 35,0-181,2 mg/l dengan rerata 95,2-130,5 mg/l, salinitas 0-16,5o/oo dengan rerata

0,4-8,6o/oo, pH 6,7-7,1 dengan rerata 6,9-7,0, bahan organik 4,2-41,1 mg/l dengan rerata 22,1-28,3

mg/l, fosfat 0-10,6 mg/l dengan rerata 0,5-2,5 mg/l, dan nitrat 0-95,2 mg/l dengan rerata 5,0-27,9 mg/l. Kualitas biologi air muara Sungai Serang yang meliputi kepadatan plankton berkisar antara 279-3.807 individu/l dengan rerata 732-1.532 individu/l, dan indeks keaneka-ragaman plankton 1,60-4,23 dengan rerata 2,41-3,03. Secara umum, profil kualitas air muara Sungai Serang masih tergolong baik.

Kata kunci: kualitas air, muara, Sungai Serang.

(10)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU WEH, ACEH PASCA TSUNAMI

Anna E.W. Manuputty

CRITC- COREMAP, LIPI, Puslit Oseanografi LIPI-Jakarta Jl. Raden Saleh 43, Jakarta 10330, Tlp.021-3143080 E-mail: anna@coremap.or.id ; aew_manuputty@yahoo.com

Abstrak

Pengamatan kondisi karang dan terumbu karang pasca tsunami diperairan Pulau Weh, Aceh dilakukan pada pertengahan bulan Juli sampai awal bulan Agustus 2005. Lokasi yang dipilih ialah perairan Teluk Sabang dan di bagian timur Pulau Weh. Metode yang digunakan ialah “Rapid Reef Resources Inventory” (RRI) untuk mengamati kondisi terumbu secara menyeluruh dalam waktu yang cepat, dan transek garis (Line intercept transect, LIT) untuk memperoleh data tutupan karang secara kuantitatif. Dari 25 titik pengamatan dengan metode RRI 1 titik pengamatan menunjukan kondisi karang sangat baik (75 – 100%), 3 titik pengamatan kondisi karang baik 50 – 74%), 10 titik pengamatan dengan kondisi karang cukup (25 – 49%) dan sisanya dalam kondisi kurang baik (0 – 24%). Dari transek garis dilakukan di 8 titik pengamatan, dicatat persentase tutupan karang hidup bervariasi dari 11,5 – 48,63% dengan persentase tutupan tertinggi dicatat di bagian tenggara pulau (ST. WEH 08). Karang lunak ditemukan melimpah di Pulau Rubiah (ST WEH 25), dengan persentase tutupan 40,03%. Karang mati akibat tsunami dapat terlihat jelas, ditandai dengan terlemparnya bongkahan Porites spp. dengan diameter 50 – 80 cm ke darat ataupun tergulingnya jenis yang sama dan menumpuk di kedalaman di bawah 10 meter. Studi ini bukan merupakan studi perbandingan kondisi karang sebelum dan sesudah tsunami, tetapi tujuan pengamatan kondisi karang kali ini untuk mengumpulkan data awal (baseline study) kondisi karang pasca tsunami. Kata kunci: terumbu karang, Weh, pasca tsunami

(11)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi KEANEKARAGAMAN JENIS EKHINODERMATA

DI PERAIRAN TELUK KUTA, NUSA TENGGARA BARAT Susetiono dan Eddy Yusron

Bidang Penelitian Sumberdaya Laut, Puslit Oseanografi – LIPI Jln. Pasir Putih No. 1, Ancol Timur Jakarta Utara.

Telp (021) 64713850, Fax (021) 64711948 E-mail: yusron_01@yahoo.co.id

Abstrak

Dari perairan Teluk Kuta, Nusa Tenggara Barat telah berhasil dikumpulkan sekitar 21 jenis fauna ekhinodermata yang mewakili 4 jenis Holothuroidea, 7 jenis Echinoidea, 5 jenis Asteroidea, dan 5 jenis Ophiuroidea. Kelompok bulu babi atau Echinoidea merupakan kelompok yang paling menonjol untuk daerah lamun. Berdasarkan hasil transek yang dilakukan di ketiga lokasi yang diamati, ternyata bahwa kelompok bulu babi (Echinoidea) menempati tingkat kekayaan jenis relatif tinggi. Secara umum baik dalam jumlah jenis ataupun dalam jumlah individu, fauna ekhinodermata di perairan Teluk Kuta, Nusa Tenggara Barat lebih miskin bila dibandingkan dengan di Perairan Sekotong, Lombok Barat. Komposisi jenis, struktur komunitas, zonasi dan sebaran lokal didiskusikan dalam tulisan ini.

(12)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi STUDI KOMUNITAS IKHTIOFAUNA PADA TERUMBU BUATAN

AKRESI MINERAL DI KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Hawis Madduppa1), Ramadian Bachtiar1), Beginer Subhan1),

Meutia S. Ismet1), Yulie Budikartini1), Dolorosa Bria2) 1)

Institut Pertanian Bogor, Darmaga 16680 Bogor, Jawa Barat, Indonesia

2)

Sekolah Tinggi Ilmu & Teknologi Kelautan Nusantara, Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia e-mail: madduppa@yahoo.com, Tlp. +62 813 1128 5629

Abstract

Mineral accretion artificial reefs is an artificial reefs technique that applied electrochemistry process into seawater to produce solid mineral formation which can role as a substitute for natural reefs function. The main objective of this research is to know mineral accretion’s influences to the ichtyofauna community presents. Four identical structure been submerged onto seafloor at 5 meter depth with reef sand substrate. Structure #1 and #2 is being electrified with direct-current; meanwhile structure #3 and #4 is not electrified–functioned as control. Acropora Branching (ACB) coral fragments transplanted onto structure #1 and #3, and Acropora Tabulate (ACT) coral fragments transplanted onto structure #2 and #4. Monitoring has been done for 7 times began in April 2004 to March 2005 with stationary visual census method. Ichtyofauna abundance and composition in pre-initiate condition (April 2004) was 6 species in 5 families and at the end of monitoring period (March 2005) was 22 species in 13 families. Ichtyofauna community structure which indicated by diversity index value (H') and evenness index value (E) with highest value at Structure #1 shown increases on 2,674 and 0,944, respectively. ANOVA result is not showing a significant difference in ichtyofauna abundance and composition between electrified and un-electrified structure. It shows that in 1 year period, the mineral accretion technique has not given any negative influent to ichtyofauna community. The increases of ichtyofauna composition and abundance more effected by the structure shape itself and transplanted corals that have potential role as fish aggregating devices.

Keywords: ichtyofauna, artificial reef, mineral accretion, coral transplantation, Seribu Islands

(13)

Semnaskan_UGM/Ekologi dan Toksikologi ASPEK REPRODUKSI BELANAK (Liza subviridis) HASIL TANGKAPAN

DI KALI PANTAI KABUPATEN KULON PROGO DAN PURWOREJO Eko Setyobudi, Soeparno dan Safitri

Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta E-mail: setyobudi_dja@ugm.ac.id

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aspek reproduksi belanak (Liza subviridis) hasil tangkapan di Kali Pantai Kabupaten Kulon Progo dan Purworejo. Sampel ikan belanak diperoleh dari tangkapan nelayan di lima lokasi yaitu Jangkaran, Jatikontal, Jatimalang, Pagak dan Keburuhan selama bulan September-Oktober 2004 dan Februari-April 2005. Data yang dikumpulkan meliputi panjang total, berat tubuh, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad (TKG) dan fekunditas. Analisis data meliputi distribusi ukuran panjang dan berat, rasio jenis kelamin, distribusi tingkat kematangan gonade, fekunditas dan hubungan antara panjang total dengan fekunditas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar belanak hasil tangkapan nelayan di Kali Pantai mempunyai jenis kelamin jantan dengan rasio 1: 0,73. Terdapat variasi tingkat kematangan gonade belanak betina namun demikian sebagian besar berada pada TKG I (35,42%) dan TKG IV (31,25%), fekunditas berkisar antara 289.812-892.498 butir dengan rata-rata 507.497 butir. Hubungan panjang total dengan fekunditas belanak berkorelasi positif mengikuti persamaan F = 92,62 L 1,8651 (r=0,54)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara derajat keparahan NF1 dengan tingkat kecerdasan pasien dan derajat depresi pada orang tua, serta menilai perbedaan

Karya yang dihasilkan bergaya surrealis antara bonsai kontemporer dan bola dunia (bumi) dengan menggunakan beberapa teknik, antara lain teknik anyam kawat, las,

Metode penelitian yang digunakan dalam proses pembelajaran praktik mandiri instrumen saksofon di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 2 Kasihan, Bantul, Yogyakarta adalah

Metode karbonisasi terbuka artinya karbonisasi tidak didalam ruangan sebagaimana mestinya. Resiko kegagalan lebih besar karena udara langsung kontak dengan bahan

Besar sudut penyalaan tiristor tersebut berbanding terbalik dengan simpangan kecepatan rotornya sesuai dengan yang metode pembelajaran yang dilakukan pada JST yang digunakan,

Sastrawan MPU tanggal 15 s/d 17 Oktober 2012 yang bertempat di Pendopo Candra Kirana Hotel Brongto Provinsi DI Yogyakarta 100 Sosialisasi Tari Walijamaliha dengan target

Terhadap Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebaigaimana dimaksud dalam Surat Perintah Penagihan Pajak seketika dan sekaligus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), segera

Pada penelitian ini akan membangun sebuah prototype robot yang di kendalikan untuk dapat memindahkan barang dengan menggunakan flex sensor dan accelerometer sensor