• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instagram adalah salah satu aplikasi media sosial yang diakses oleh semua kalangan, terutama kalangan anak muda. Melalui Instagram, seseorang dapat mengunggah foto atau video, mempublikasikannya, dan terpampang pada feed pengguna yang lain. Sistem pertemanan yang ada di Instagram menggunakan istilah follower (pengikut) dan following (orang yang diikuti). Terdapat fitur like dan comment sehingga orang dapat leluasa memberikan apresiasi berupa tanda suka atau komentar pada foto yang diunggah. Manfaat dari penggunaan Instagram adalah sebagai media promosi, informasi, dan menyalurkan ide kreatif melalui foto.

Seiring berjalannya waktu, penggunaan media sosial Instagram tidak sekedar media untuk komunikasi namun beralih menjadi media ajang pamer, khususnya di kalangan anak muda. Instagram menjadi wadah bagi para anak muda untuk memamerkan kehidupan pribadi serta pencitraan diri mereka melalui foto yang diunggah. Ruang pribadi anak muda mulai beralih menjadi ruang publik. Pamer yang dilakukan berupa penampilan fashion, traveling, gaya hidup mewah, dan sebagainya. Keinginan anak muda untuk diakui oleh kalangannya menuntut mereka menampilkan dirinya sebagai pribadi yang kaya, pintar, modis, dan mengikuti perkembangan zaman.

Contohnya, hashtag OOTD (outfit of the day) memperlihatkan anak muda dengan gambaran diri modis yang menampilkan pakaian, sepatu, tas, dan aksesoris bermerek. Ketika mencantumkan tag location di media sosial, tempat yang ditampilkan adalah kafe, tempat makan mewah, dan lokasi traveling, baik

(2)

2

perjalanan di dalam maupun luar negeri. Contoh lainnya adalah anak muda mengunggah video di fitur Insta-stories ketika menyetir mobil pribadi, sedang berbelanja di mal, atau berada di bandara ketika hendak bepergian.

Perilaku pamer di media sosial Instagram sebagian besar dilakukan agar anak muda mendapatkan pengakuan dari orang lain. Pengakuan dari orang lain ditunjukkan melalui tiga tanda yaitu like, followers, dan komentar mengenai foto yang diunggah. Ketika anak muda mendapatkan apresiasi positif dari pengguna lain melalui foto yang diunggah, menyebabkan munculnya perasaan diakui dan lebih percaya diri. Perolehan like atau komentar positif menjadi suatu kebanggaan bagi anak muda yang ingin menunjukkan eksistensinya di dunia virtual.

Untuk memperoleh apresiasi positif dari orang lain, anak muda kemudian melakukan upaya manipulasi citra. Manipulasi diri yang dilakukan di Instagram adalah dengan cara mengedit imaji visual diri seseorang melalui foto. Cara anak muda mengedit foto berupa manipulasi background, manipulasi fisik dengan memutihkan kulit atau memberikan filter pada wajah, manipulasi produk merek tertentu, dan manipulasi tag location. Melalui modifikasi diri, anak muda ingin dipandang seakan-akan sempurna dan memiliki citra kekinian yang dinilai positif oleh kalangannya.

Perilaku anak muda yang suka pamer di media sosial, khususnya Instagram, nyatanya sudah menjadi fenomena baru yang muncul akibat dari adanya modernisasi. Modernisasi yang ditunjukkan dengan kecanggihan teknologi mengakibatkan seseorang dapat melakukan hubungan di dunia virtual, walaupun tidak melakukan kontak fisik. Anak muda menjadi sasaran dari proses modernisasi tersebut. Media inilah yang kemudian mengubah realitas nyata menjadi realitas virtual yang penuh dengan manipulasi. Anak muda yang takut dianggap tidak kekinian akhirnya berusaha memanipulasi identitas diri dengan bersikap pamer di dunia virtual. Lantas modernitas muncul sebagai kepalsuan.

(3)

3

Modernisasi memaksa anak muda menjadi individu yang selalu mengikuti perkembangan zaman sehingga dapat dikatakan eksis. Modernitas telah mengubah dan mempertanyakan identitas asli seseorang. Anak muda sangat terbuka ketika menunjukkan identitas dirinya di media sosial. Keterbukaan diri tersebut dilandasi dengan keinginan mereka untuk eksis dengan mengunggah serta memamerkan kegiatan yang sedang dilakukan. Perilaku pamer yang dilakukan oleh anak muda telah berubah menjadi gaya hidup. Gaya hidup tidak dapat terlepas dari modernitas yang telah membentuk budaya, yang kemudian dikonstruksi oleh anak muda. Penelitian ini mengamati modernitas dalam kecanggihan media sosial Instagram yang digunakan oleh anak muda sebagai wadah untuk membentuk pencitraan diri yang manipulatif dalam realitas virtual.

1.2 Rumusan Masalah

Modernisasi telah menciptakan kecanggihan teknologi yang kemudian digunakan oleh masyarakat sebagai tempat untuk membentuk pencitraan dirinya. Kecanggihan teknologi salah satunya ditunjukkan dengan munculnya media virtual. Media virtual Instagram telah banyak diakses oleh anak muda, khususnya di Kota Semarang dan dijadikan sebagai tempat untuk memamerkan citra diri mereka.

1. Apa citra yang ingin dimunculkan oleh anak muda, khususnya yang ada di Kota Semarang?

2. Bagaimana upaya anak muda dalam membangun citra dirinya dan apa indikasi pendukung perwujudan suatu citra?

3. Mengapa anak muda menggunakan media sosial Instagram untuk membangun citra?

(4)

4 1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yang pertama untuk mengetahui citra diri yang ingin dibentuk oleh anak muda. Kemudian untuk mengetahui bagaimana upaya anak muda memanfaatkan media sosial dalam membangun eksistensinya. Penelitian ini mencoba untuk menjelaskan berbagai upaya manipulasi dan modifikasi yang dilakukan oleh anak muda dalam membentuk identitas dan pencitraan diri mereka dalam realitas virtual.

1.4 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang berhubungan dengan modernitas, manipulasi identitas, gaya hidup, media virtual, dan remaja telah dilakukan oleh beberapa orang. Penelitian yang telah dilakukan sebagian besar berfokus pada media sosial Facebook, Twitter, dan Path. Dalam berbagai penelitian, media sosial Instagram masih sedikit dibahas dalam sisi antropologis karena Instagram masih menjadi media yang baru di kalangan masyarakat. Selain itu, penelitian lain yang telah dilakukan juga belum berfokus pada proses manipulasi dan modifikasi anak muda dalam menggunakan media sosial.

Salah satu contoh adalah penelitian yang dilakukan oleh Juwita dkk. (2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Peran Media Sosial terhadap Gaya Hidup Siswa SMA Negeri 5 Bandung”. Penelitian dilakukan bertempat di salah satu SMA yang ada di Bandung. Hasil penelitian yang dilakukan ditemukan bahwa penggunaan media sosial bagi remaja berdampak pada gaya hidup remaja, baik dampak positif maupun dampak negatif. Melihat pada dampak positif adalah terjalinnya komunikasi dan interaksi sosial yang lebih mudah. Dampak negatif adalah munculnya sifat konsumtif, individualistis, kurang peka terhadap lingkungan, menginginkan sesuatu secara instan, dan sebagai tolak ukur seorang individu dapat dikatakan sebagai remaja yang eksis di kalangannya. Hal yang menjadi perbedaan adalah penelitian Juwita hanya berfokus pada tiga konsep

(5)

5

yaitu gaya hidup, media sosial dan remaja, sedangkan untuk modernitas dan manipulasi identitas tidak terlalu dibahas secara rinci. Selain itu, penelitian Juwita menggunakan metode sosiologi dimana penelitian dilakukan dengan pengumpulan sampel dan kuesioner, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih mengarah kepada metode antropologi dengan metode observasi partisipatif dan wawancara mendalam.

Penelitian yang lain dilakukan oleh Ayun (2015) dengan judul “Fenomena Remaja Menggunakan Media Sosial dalam Membentuk Identitas”. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh Ayun sama dengan lokasi penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu Kota Semarang. Dalam penelitiannya, Ayun lebih melihat kepada media sosial Facebook, Twitter, dan Path. Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Ayun adalah nilai individu yang ditampilkan dalam media sosial membuat para remaja mencoba membuat sebuah citra positif tentang diri mereka di media sosial tersebut. Dengan begitu para remaja lebih suka menampilkan identitas mereka yang pintar, terlihat bahagia dengan hidupnya, dan suka menampilkan hobi atau kegiatan yang mereka sukai. Yang membedakan penelitian Ayun dengan penelitian penulis adalah penelitian Ayun tidak terlalu berfokus pada manipulasi citra yang dibentuk oleh anak muda dan lebih membahas secara mendalam tentang media sosial yang menciptakan identitas para remaja.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Judhita (2011) dalam judul “Hubungan Penggunaan Situs Jejaring Sosial Facebook Terhadap Perilaku Remaja di Kota Makassar”. Penelitian Judhita berlokasi di Kota Makassar dengan lebih berfokus pada penggunaan media sosial Facebook. Menurutnya, penggunaan media sosial lebih banyak diakses oleh remaja dalam rentan usia 16 sampai 23 tahun. Judhita menjelaskan bahwa terdapat dampak positif dan negatif dari penggunaan media sosial Facebook yang hampir sama dengan yang dipaparkan dalam penelitian lainnya. Dampak positif berupa bertambahnya teman, sedangkan dampak negatif

(6)

6

berupa terbuangnya waktu akibat dari penggunaan Facebook yang berlebihan. Metode yang digunakan oleh Judhita lebih kepada metode kuantitatif yaitu dengan pengisian kuesioner yang dibagikan kepada anak muda di jenjang SMP, SMA, dan universitas. Yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian Judhita hanya mengandung konsep media sosial dan perilaku anak muda, sedangkan mengenai identitas, gaya hidup, dan manipulasi citra tidak terlalu dibahas.

Manampiring (2015) yang melakukan penelitian di Manado menemukan bahwa Instagram menjadi media sosial yang digunakan untuk mencari pertemanan. Dalam penelitiannya yang berjudul “Peranan Media Sosial Instagram Dalam Interaksi Sosial Antar Siswa SMA Negeri 1 Manado” dia menjelaskan bahwa Instagram kini menjadi media sosial yang lebih memenuhi kebutuhan anak muda. Dalam interaksi sosial, anak muda menciptakan suatu proses imitasi dari teman-temannya. Proses ini digunakan untuk menjalin komunikasi dan memunculkan perasaan simpati kepada teman-temannya. Para siswa menganggap bahwa Instagram dapat mengubah perilaku mereka. Metode yang digunakan oleh Manampiring berbeda dari metode penulis, yaitu dengan kuesioner serta populasi dan sampel dalam menganalisis data. Dalam penelitiannya, Manampiring kurang memberikan penjelasan mengenai proses modifikasi perilaku dalam media sosial di kalangan siswa SMA.

Penelitian ini berusaha untuk mengungkap realitas mengenai modifikasi atau manipulasi citra yang dilakukan oleh anak muda melalui media virtual. Media sosial Instagram pada masa kini tidak hanya digunakan sebagai alat komunikasi melainkan digunakan untuk membentuk pencitraan anak muda. Citra diri tersebut kemudian dipamerkan dan dimodifikasi sedemikian rupa agar terlihat seakan-akan sempurna. Penelitian ini menjelaskan mengenai modernisasi dalam teknologi yang ikut ambil bagian dalam perubahan sikap manusia yang kini banyak memanipulasi identitas dirinya.

(7)

7 1.5 Landasan Teori

Tidak dapat dipungkiri bahwa modernisasi telah banyak membawa perubahan bagi masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia. Konsep modernisasi menurut Abraham (1980:4) merupakan satu kata baru untuk suatu fenomena lama yang berlapis-lapis, kesemuanya mencakup proses perubahan sosial di kawasan yang sedang berkembang. Rogers (1976:14) dalam bukunya “Modernization among Peasant” menjelaskan bahwa modernisasi merupakan proses dengan mana individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup lebih kompleks dan maju secara teknologis serta cepat berubah. Featherstone (2001:13) menyatakan bahwa teori modernisasi digunakan untuk menunjuk pada berbagai tahapan perkembangan sosial yang didasarkan salah satunya pada pertumbuhan ilmu dan teknologi. Inglehart dan Baker (2000:19) menjelaskan bahwa modernisasi dilihat sebagai proses dari Barat (westernisasi) dan masyarakat dari non-Barat dapat mengikutinya sejauh mereka menelantarkan budaya tradisional mereka dan menerima kemajuan teknologi.

Menurut Giddens (1991) dengan adanya modernitas, hubungan ruang dan waktu terputus yang kemudian ruang perlahan-lahan terpisah dari tempat. Dari pernyataan tersebut dapat dilihat bahwa manusia menciptakan interaksi baru tanpa harus bertemu secara fisik, yang salah satunya dilakukan melalui internet khususnya media sosial. Abraham (1980:16) juga menjabarkan bahwa kemajuan teknologi membuat transaksi antar budaya terlihat seolah-olah dialami sendiri. Modernitas telah menghilangkan batasan waktu dan tempat sehingga interaksi tetap dapat dilakukan di segala situasi. Interaksi dapat dilakukan tanpa harus bertemu secara face to face.

Cangara (2006:119) dalam buku “Pengantar Ilmu Komunikasi” menjelaskan bahwa media adalah alat atau sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Arsyad (2002)

(8)

8

menjelaskan media adalah „tengah‟, „perantara‟ atau „pengantar‟. Media diartikan sebagai suatu alat yang digunakan untuk menjembatani satu pihak dengan pihak lainnya. Seiring dengan perkembangan teknologi dan sosial budaya, telah berkembang berbagai media yang meliputi media cetak, visual, audio, dan audio visual, yang kemudian dikelompokkan ke dalam media massa.

Media massa salah satunya dilihat dalam media virtual seperti internet. Melalui media virtual, suatu kondisi dapat dirasakan seolah-olah nyata, walaupun pada kenyataannya tidak merasakan kondisi tersebut secara langsung. Seperti contoh melalui internet, komunikasi antar individu dapat dirasakan seakan-akan nyata, walaupun tidak melakukan komunikasi secara kontak langsung. Semakin banyaknya penggunaan internet melalui smartphone maupun PC (personal computer) membuat proses daring menjadi lebih mudah dilakukan oleh semua kalangan sehingga komunikasi semakin mudah dilakukan.

Penggunaan internet dan media sosial lebih banyak dikuasai oleh kalangan anak muda. Anak muda atau remaja menurut Rumini dan Sundari (2004: 53) dalam bukunya “Perkembangan Anak dan Remaja” adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi seperti fisik, emosional, dan kepribadian untuk memasuki masa dewasa. Beberapa ahli psikologi maupun kedokteran mengelompokkan usia remaja dalam rentang usia 12 tahun sampai 22 tahun.

Anak muda atau remaja adalah bagian sosial yang terpisah dan menarik untuk dikaji oleh antropologi. Hal ini karena anak muda memiliki budaya sendiri yang tidak dapat disamakan dengan kelompok lainnya. Perilaku dari anak muda lebih mengarah kepada perilaku yang terbuka dalam menghadapi perubahan, baik berupa perubahan sosial maupun kultural. Hal ini didukung dengan penelitian Mead (1928:2) dalam bukunya “Coming of Age in Samoa” yang menjelaskan bahwa masa remaja dinyatakan sebagai periode perkembangan idealisme dan

(9)

9

masa yang menggambarkan kesukaran dan perselisihan. Anak muda atau remaja adalah kelompok sosial yang sedang mengalami perubahan perilaku dan sedang membentuk identitas diri yang disebabkan karena masa pertumbuhan jasmaniah.

Anak muda mulai membentuk identitas diri mereka melalui penggunaan media sosial. Identitas merupakan gambaran mengenai diri seseorang yang dapat dilihat dari penampilan fisik, warna kulit, ciri ras, bahasa yang digunakan, dan lain sebagainya yang kemudian digunakan dalam mengkonstruksi identitas budaya. Menurut Klap (dalam Berger, 2010:125) definisi identitas meliputi segala hal pada seseorang yang dapat menyatakan secara sah dan dapat dipercaya tentang dirinya sendiri seperti statusnya, nama, kepribadian, dan masa lalunya. Citra diri menurut Ayun (2015:11) berkaitan dengan konsep diri. Konsep diri ini seperti yang dijelaskan oleh Mead (dalam Morissan, 2010) adalah keseluruhan persepsi kita mengenai cara orang lain melihat kita. Pembentukan identitas dan citra yang dilakukan oleh anak muda di media sosial meliputi upaya agar terlihat modern atau eksis di dalam masyarakat.

Dalam upaya membentuk identitas diri, anak muda mengalami perubahan perilaku, yaitu perilaku pamer dalam rangka konstruksi diri yang memunculkan suatu gaya hidup modern. Perilaku pamer untuk menunjukkan citra diri yang ditampilkan oleh anak muda berupa pola konsumsi masyarakat modern. Menurut Baudrillard (2009) pola konsumsi masyarakat modern ditandai dengan bergesernya orientasi konsumsi yang semula ditujukan bagi “kebutuhan hidup”, menjadi “gaya hidup”. Lambat laun, pola konsumsi masyarakat pun mengalami perubahan, konsumsi yang mereka lakukan tidak lagi berorientasi pada kebutuhan hidup melainkan gaya hidup. Sebagai misal agar seseorang dikatakan eksis, mereka lebih memilih menampilkan produk bermerek. Selain itu, sebagian anak muda kini lebih meniru perilaku hedonisme. Hedonisme menurut Tatarkiewicz (1950:409) yaitu “pleasure is the only thing deserving of our aims” yang dapat

(10)

10

diartikan bahwa hedonisme lebih mengarah pada kesenangan sebagai tujuan hidup.

Media sosial beralih fungsi yang sebelumnya digunakan sebagai alat untuk memberikan informasi, promosi, dan komunikasi pada masa kini mulai beralih menjadi alat untuk ajang memamerkan citra diri. Instagram adalah salah satu media sosial daring yang digunakan sebagai alat untuk memenuhi perilaku pamer di kalangan anak muda. Anak muda yang melakukan pencitraan melalui Instagram disebabkan karena keinginan untuk dapat menjadi kekinian dan eksis di kalangannya. Tidak berhenti disitu saja, setelah mengumbar pencitraan di media sosial Instagram, anak muda memerlukan pengakuan dari orang lain yang berupa komentar positif dan tanda like pada foto yang mereka unggah. Untuk dapat melakukan pencitraan di media sosial, anak muda melakukan berbagai upaya pendukung yang salah satunya adalah dengan manipulasi. Upaya manipulasi ini dilakukan dengan mengedit foto atau video yang kemudian divisualisasikan ke dalam media sosial agar terlihat lebih sempurna dari sebelumnya.

Dalam hal ini, yang ditampilkan secara visual menjadi dasar penilaian tentang seseorang. Muncul suatu budaya baru yaitu budaya visual, dimana menurut Jenks (1998) budaya visual mematikan kemampuan imajinasi, karena ketersediaan segera segala informasi visual. Penglihatan secara langsung maupun tidak langsung, telah menjadi patokan dalam pemikiran manusia mengenai seseorang yang dilihatnya secara visual. Jenks tidak membedakan apakah penilaian yang diberikan berdasarkan gambaran visual secara nyata atau virtual. Pengamatan visual secara tidak langsung yaitu melalui foto yang diunggah di media virtual menjadi hal yang dipandang nyata walaupun kondisi sebenarnya berbeda.

Implikasi dari pemikiran Jenks adalah munculnya teori gaze yang dijelaskan oleh Chandler (2008). Teori gaze berkaitan dengan upaya manusia

(11)

11

untuk ditonton dan ditampilkan, serta cara manusia melihat orang lain berdasarkan identitas mereka. Melalui teori ini, upaya manusia untuk ditampilkan adalah dengan menonjolkan suatu citra yang terbaik dan menyembunyikan citra yang tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga orang lain dapat menanggapi citra yang dibentuk tersebut. Teori ini menghubungkan bahwa suatu pandangan yang sengaja dibentuk di ruang virtual dapat dipercaya oleh orang lain walaupun pada realitanya berbeda dengan kondisi aslinya. Realitas virtual dan realitas nyata pun menjadi bias.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Teknik yang dilakukan adalah dengan metode etnografi yaitu wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Data yang dikumpulkan oleh penulis adalah data dari informasi langsung di lapangan dan data dari para informan. Wawancara mendalam dilakukan kepada enam informan yang merupakan anak muda Kota Semarang dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Teknik observasi dilakukan dengan melakukan dua pengamatan, yaitu pengamatan secara langsung dan pengamatan secara daring. Pengamatan secara langsung dilakukan dengan mengunjungi berbagai lokasi yang dianggap kekinian oleh sebagian besar anak muda. Peneliti dalam observasi ini mengamati perilaku anak muda secara langsung ketika berada di berbagai tempat di kawasan Semarang tersebut. Sedangkan untuk pengamatan secara daring, peneliti melakukan pengamatan terhadap beberapa akun yang ada di Instagram yang merupakan akun dari para anak muda di Kota Semarang.

1.6.1 Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Semarang, khususnya di kawasan-kawasan yang dianggap kekinian oleh masyarakat, seperti tempat wisata, tempat makan,

(12)

12

tempat nongkrong, dan pusat perbelanjaan. Kawasan yang dipilih adalah kawasan yang populer di kalangan anak muda karena kawasan tersebut digunakan untuk tempat mengambil foto atau video dan kemudian diunggah keruangannya dalam media sosial. Penelitian juga dilakukan dengan mengamati secara daring unggahan foto di Instagram yang menampilkan keruangan kawasan Semarang. Cara mencari unggahan foto yang mencantumkan lokasi Semarang adalah dengan mencari tag location pada fitur pencarian di Instagram, sehingga kemudian muncul berbagai foto dari banyak akun pengguna yang menampilkan berbagai tempat di kawasan Kota Semarang.

1.6.2 Informan

Penelitian ini mengambil enam anak muda sebagai informan. Empat informan merupakan dua mahasiswa dan dua mahasiswi angkatan 2013, 2014, dan 2015 yang melaksanakan studinya di perguruan tinggi yang berbeda-beda. Dua informan lainnya merupakan siswa SMA yang sedang duduk di bangku kelas satu dan tiga SMA. Enam informan tersebut dipilih karena memiliki latar belakang pola penggunaan Instagram yang berbeda-beda. Berikuti enam informan yang telah peneliti wawancara selama penelitian ini berlangsung:

1. Gege adalah laki-laki berusia 22 tahun. Gege tinggal di daerah Ambarawa, Kabupaten Semarang. Melihat dari keadaan rumahnya, keluarga Gege tergolong berada dalam kelas ekonomi menengah. Gege adalah mahasiswa Universitas Diponegoro yang mengambil jurusan hukum.

2. Uli adalah perempuan berusia 20 tahun. Uli adalah anak muda asli Semarang yang harus merantau ke daerah Jakarta untuk menyelesaikan pendidikannya. Uli tergolong berada dalam kelas ekonomi menengah. 3. Eki adalah laki-laki berusia 20 tahun. Eki merupakan mahasiswa STEM

(13)

13

Semarang. Eki adalah anak muda asli Semarang yang tergolong dalam kelas ekonomi atas.

4. Tiyak adalah perempuan berusia 19 tahun. Tiyak merupakan mahasiswa semester tiga di Universitas Diponegoro mengambil jurusan Sastra Inggris. Melihat pada kondisi keluarganya, Tiyak tergolong berada dalam kelas ekonomi menengah.

5. Rudra adalah laki-laki berusia 18 tahun yang masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Rudra bertempat tinggal di kawasan Karangjati yang sering menghabiskan waktu bersama teman-temannya di kawasan Semarang. Melihat pada keadaan rumahnya, keluarga Rudra tergolong dalam kelas ekonomi menengah.

6. Deba adalah perempuan berusia 15 tahun yang baru menginjak bangku SMA di SMA Negeri 4 Semarang. Deba tergolong dalam kelas ekonomi menengah keatas apabila dilihat pada keluarganya. Deba sering menghabiskan waktunya di kawasan Semarang untuk nongkrong bersama teman-temannya.

1.6.3 Refleksi Jalannya Penelitian

Secara formal penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2016, tetapi penelitian yang bersifat informal telah dilakukan sebelum rencana penulisan skripsi. Penelitian yang dilakukan sebelumnya dalam wujud pengamatan beberapa pengguna Instagram yang diamati secara acak. Dari beberapa pengamatan ditemukan kesamaan dari unggahan foto atau video milik pengguna-pengguna Instagram, yaitu unggahan foto menampilkan beberapa hal yang bersifat pamer, seperti sedang menyetir mobil, berada di lokasi mewah, melakukan traveling, dan memamerkan fashion modis yang sedang digunakan. Dari pengamatan ini kemudian menimbulkan berbagai pertanyaaan yang kemudian digunakan oleh penulis sebagai bahan refleksi.

(14)

14

Ketika menanyakan tujuan anak muda dalam mengunggah beberapa foto, sebagian besar jawaban adalah karena iseng dan ingin membagikan sesuatu. Hal ini kemudian menimbulkan pertanyaan apakah hal dan kondisi yang sebenarnya berhubungan dengan sikap pamer ini menjadi sesuatu yang wajar di kalangan anak muda. Peneliti juga mengamati bahwa dalam suatu unggahan foto ditemukan berbagai macam bentuk manipulasi, seperti yang terlihat jelas adalah manipulasi fisik. Seseorang yang pada kenyataannya berkulit gelap dapat menampilkan dirinya berkulit putih di Instagram karena upaya pengeditan yang dilakukannya. Peneliti menemukan bahwa kebohongan yang dilakukan oleh anak muda bertujuan untuk menciptakan realitas virtual yang kondisinya berbeda dengan realitas nyata.

Untuk itulah kemudian penulis memutuskan untuk mengambil tema mengenai manipulasi citra visual dalam media virtual Instagram akibat dari pengamatan yang telah dilakukan terhadap teman-temannya yang ada di Kota Semarang. Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung mengunjungi tempat-tempat kekinian yang ada di Semarang seperti The Tavern, The Harvest, Starbucks, beberapa mal diantaranya Citraland dan Paragon City, Retro Kafe, Boomburger, dan beberapa tempat wisata seperti Sam Pho Kong dan Lawang Sewu. Dengan pengamatan langsung ditemukan bahwa anak muda yang mengunjungi berbagai lokasi-lokasi yang sudah disebutkan tidak lupa mengabadikan diri mereka dengan berfoto. Anak muda ingin menunjukkan bukti bahwa dirinya sudah berada di lokasi-lokasi tersebut dengan mengambil foto.

Penelitian juga diperdalam dengan melakukan wawancara mendalam terhadap enak anak muda. Keenam anak muda yang dipilih merupakan anak muda yang beberapa diantaranya aktif mengunggah foto. Dengan jawaban dan pandangan anak muda yang berbeda-beda, ditemukan data menarik yang mendukung penelitian ini. Proses screenshot dilakukan oleh peneliti untuk mengambil contoh unggahan gambar yang ditampilkan di Instagram. Screenshot

(15)

15

yang diambil melalui akun pribadi peneliti digunakan sebagai data pendukung. Data ini menunjukkan contoh anak muda di Kota Semarang melalui aktivitasnya, upaya pencantuman tag location, upaya penunjukkan citra, dan upaya manipulasi yang dilakukan.

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai dikotomi antara ilmu – ilmu agama Islam dan ilmu – ilmu umum pada kenyataannya tidak mampu diselesaikan dengan pendekatan modernisasi sebagimana dilakukan Abduh dan

Sekolah harus melakukan evaluasi secara berkala dengan menggunakan suatu instrumen khusus yang dapat menilai tingkat kerentanan dan kapasitas murid sekolah untuk

BILLY TANG ENTERPRISE PT 15944, BATU 7, JALAN BESAR KEPONG 52100 KUALA LUMPUR WILAYAH PERSEKUTUAN CENTRAL EZ JET STATION LOT PT 6559, SECTOR C7/R13, BANDAR BARU WANGSA MAJU 51750

Penelitian ini difokuskan pada karakteristik berupa lirik, laras/ tangganada, lagu serta dongkari/ ornamentasi yang digunakan dalam pupuh Kinanti Kawali dengan pendekatan

Dari hasil perhitungan back testing pada tabel tersebut tampak bahwa nilai LR lebih kecil dari critical value sehingga dapat disimpulkan bahwa model perhitungan OpVaR

Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui yang berasal dari fosil yaitu minyak bumi dan batubara. Jawaban

1) Calon jama’ah haji/nasabah, adalah pihak yang akan menunaikan ibadah haji dan menyetorkan uangnya lewat bank, baik bank syariah maupun bank konvensional. 2)

Dari area bisnis yang ada, ditemukan beberapa hal menyangkut permasalahan yang ada, yaitu: (1) Pihak manajemen dalam melakukan perencanaan penjualan dan produksi memperoleh data dari