ISSNO852-4777
BAHANBAKAR REAKTOR DAYA
PENINGKA TAN DAY A KUNGKUNG GAS HASll. FISI
DALAM BAHAN BAKAR UO 2
Sugondo
ABSTRAK
Usaha peningkatan keanda/an bahan bakar dan penurunan kerusakan iradiasi telah dilakukan daTi tahun ke tahun. Jika bahan bakar mampu mengungkung gas hasil fisi tanpa menga/ami kerusakan pada derajat bakar lebih besar 50 GWd/t. U maka harga listrik daTi reaktor nuklir menjadi sangat murah dan mempunyai angka keselamatan tinggi. Kerusakan elemen bakar yang menonjol ia/ah diakiibatkan oleh interaksi pelet kelongsong (PCI). Salah satu penyebab PCI adalah adanya gas hasil fisi yang terbebaskan (fission gas release/FGR) daTi bahan bakar yang menyebabkan bubble swelling. Usaha pengurangan FGR yang dilakukan ia/ah dengan memperbesar butir kristal UO2. menambah aditif ke da/am bahan bakar, pelet duplek, dan pelet anular. Berdasarkan observasi diperoleh bahwa pengurangan FGR yang paling efektif ada/ah dengan penambahan aditif kaolinit dan bentonit.
PENDAHULUAN PCI antara lain modifikasi bentuk, modifikasi mikrostruktur, penurunan densitas, optimasi sifat mekanik, pelet anular, pelet duplek, dan BB mikrobola.
Kapasitas reaktor nuklir sampai saat ini masih dapat ditingkatkan. Bahan bakar nuklir (BBN) adalah salah satu parameter utama untuk peningkatan derajat bakar. Unjuk kerja BBN dibatasi oleh karakteristik material, yaitu material bahan bakar (BB) dan material bahan kelongsong. Keterbatasan ini terbukti ketika derajat bakar ditingkatkan, misal sampai lebih besar 40 Gwd/t. Kerusakan yang menonjol disebabkan oleh interaksi BB dengan kelongsong (PCI). Penyebab PCI ialah karena ketidakmampuan BB menahan tekanan internal gas hasil fisi.
Hubungan antara suhu BB dan gas fisi terbebaskan kemungkinan saling terkait, artinya jika suhu meninggi maka gas yang keluar BB meningkat sebaliknya jika gas yang terbebaskan membesar maka suhu BB meningkar1.2J. Gas hasil fisi yang keluar dari,BB
dapat di,<urangi dengan menambah jarak difusi dan mengurangi laju difusi. Jarak difusi dapat ditambah dengan memperbesar butir dan laju difusi dapat dikurangi dengan penurunan suhu BB.
Usaha peningkatan keandalan BB dan penurunan kerusakan telah dilakukan dari tahun ke tahun, misalnya saat ini sudah dioperasikan reaktor daya yang mampu mencapai kapasitas derajat bakar sebesar 50 GWd/t.U Walaupun demikian, PCI masih sebagai penyebab utama kerusakan bahan bakar. Jika bahan bakar mampu mengungkung gas hasil fisi tanpa mengalami kerusakan pad a derajat bakar lebih besar 50 GWd/t.U maka harga listrik dari reaktor nuklir menjadi sangat murah dan mempunyai angka keselamatan tinggjl11. Beberapa penelitian untuk mengurangi
Berdasarkan uraian di atas jelas bahwa gas hasil fisi terbebaskan merupakan penyebab kerusakan elemen bakar (EB) pad a saat iradiasi Pad a tulissn ini diuraiksn beberapa metoda untuk merlgurangi gas hasil fisi terbebaskan dari BB.
PEMBESARAN BUTIR UO2
Ada dua cara untuk membesar butir UO2, yaitu dengan cara pemanasan aniling (aneaJing) dan melalui penambahan aditif.
57
URANIA No.21-22/Thn.VI/Janu,ari-April 2000SUqONDO Peningkalan Daya Kungkung Gas Hasi/ Fisi Da/am'Bahan Bakar VOl
Pertumbuhan butir pada aniling drpacu dengan tenaga dorong panas, sedangkan pertumbuh-an butir pad a penambahpertumbuh-an aditif dipercepat oleh unsur pengotor. Suhu aniling atau suhu rekristalisasi kurang lebih dua pertiga suhu
leleh.
Butir UO2 yang lebih besar mampu menurunkan laju creep dan kekuatan fracture, dan meningkatkan densitas. Niobia, titania, dan kromia menaikkan densitas. sebaliknya magnesia mengurangi densitas relatif terhadap densitas teoritis UO2. Aditif sedikit berpengaruh terhadap konduktivitas panas. Titania dan magnesia meningkatkan energi aktivasi creep UO2. yaitu 375 kj/mol menjadi 455 kj/mol pad a magnesia dan 475 kj/mol pada titania. Laju creep juga proposional terhadap ukuran butir. Magnesia menambah stiffening dan titania meningkatkan plastisitas sebanyak tiga kali pada suhu 1400oC. Niobia meningkatkan laju creep sepuluh kali lipat pad a suhu 1200-1300°C. Rasio gas keluar pelet pada butir 40 ~lm t~rhadap 18 ~Im adalah 1,7. Aditif niobia mampu membentuk gelembung pada butir sehingga gas yang keluar sedikit. Hal ini disebabkan oleh penurunan laju difusi atom.
PEMANGGANGAN PELET UO2
Pemanggal1gan ialah istilah pemanasan rekristalisasi suatu pelet mentah (green pellet) yang dihasilkan dari pengompakan serbuk. Banyak faktor yang mempengaruhi hasil pemanggangan, tetapi yang dibicarakan disini hanya suhu dan waktu untuk memperoleh ukuran butir berbeda. Pelet mentah urania (uranium oksida) dipanaskan selama 2 jam pada suhu 1200, 1300, 1400, 1500, 1600, 1750, 1850; dan 1900°C, secara berurutan. Pemanasan tersebut menghasilkan pelet matang dengan ukuran butir sebagai berikut : 1,7; 3,7; 8; 20; 30; 50; 60; dan 80 11m. Sementara, pemanasan selama 12 jam pad a suhu 1400; 1600; dan 1900, secara berurutan menghasilkan ukuran blitir sebesar 25; 35, dan 85 ~lm(3J.
PElET DUPlEKS
relet dupleks[3j terdiri dari dua bag ian, bagian dalam adalah pelet UO2 yang diperkaya
(pelet inti) dan bagian luar adalah cincin uranium alam (pelet cincin). relet dupleks dapat dibuat dengan dua metode. Metode pertama, pelet cincin UO2 alam dikompak dan disinter terlebih dahulu kemudian diisi pelet inti UO2 diperkaya yang sudah di sinter. Metode kedua, dibuat pelet cincin mentah dan pelet inti
mentah dengan densitas rendah. Setelah pelet inti dimasukkan pelet cincin dikompakkan lagi, selanjutnya dipanggang. Pada metoda perta-ma, proses manufaktur dapat distandarisasi sehingga diperoleh dimensi yang presisi. Pad a metoda kedua, pelet inti dan pelet cincin mempunyai karakteristik homogen. Pada metoda pertama, gagalan uranium diperkaya mudah dipisahkan, sedangkan pada metoda kedua uranium diperkaya tersebut sulit dipisahkan. \
Aditif pelet UO2
Penambahan aditif kemungkinan mem-percepat atau memperlambat pertumbuhan batas butir UO2, tergantung pada konsentrasi dan sifat unsur atau senyawa yang ditambahkan. Konsentrasi aditif diusahakan serendah mung kin. Hal ini dimaksudkan untuk memp6rkecil pinalti pengkayaan. Oleh karena itu, perlu dipilih unsur yang mempunyai serapan netron termal rendah. Aditif diharapkan dapat membentuk larutan padat dengan UO2. Kemampuan pengaruh aditif terhadap pertumbuhan butir tergantung pada valensi, reaktivitas, dan tentu saja berjari-jari
lebih kecil dari pad a kisi UO2 sehingga mampu membentuk larutan padat secara interstisi dan substitusi. Pengaruh aditif terhadap ukuran
butir dapat dilihat pad a Tabel1.
Pada pelet dupleks, derajat bakar pelet cincin lebih kecil dibanding pelet inti diperkaya sehingga suhu pelet cincin lebih kecil dibanding suhu pelet inti. Akibatnya difusi gas
SUGONDO Peningkatan Daya Kungkung Gas Hasi/ Fisi Da/am Bahqn Bakar UO;
yang keluar oksida lebih kecil dibandingkan pelet non dupleks. Pengaruh pada sifat mekanik, ekspansi radial pelet cincin lebih kecil dibandingkan pelet dupleks. Menurut perhitungan, kompatibilitas pelet cincin UO2 alam mampu bertahan hingga derajat bakar
70-80 Gwd/t.U.
PCI dapat. dikurangi dengan sistem pelet dupleks. Pembesaran butir hanya mampu
mengurangi gas fisi keluar BB setelah derajat bakar 30 Gwd/t. Pembesaran butir juga m~ningkatkan laju creep dan bergabungnya gele~bung gas fisi. Dengan demikian, jika hanya pembesaran butir yang dikontrol maka hal itu tidak mampu mengurangi gas fisi ke~uar BB. Jadi penambahan aditif mampu menurun-kan gas keluar pelet tidak hanya dari parameter ukuran. butir tetap: juga melalui interaksi kim1a terhadap karakteristik BB dan kelongsong.
Suhu pada pusat pelet dupleks hingga derajat bakar 40 GWd/t lebih rendah jika dibandingkan dengan pelet biasa. Hal itu berarti gas fisi keluar dari pelet juga kecil. Setelah derajat bakar 5 GWd/t suhu pusat pelet dupleks sekitar 600°C dibandingkan pelet biasa sebesar 1100°C, sedangkan suhu maksimum pelet dupleks 850°C dan pelet bi~sa 1200°C. Pada daya 150% pelet dupleks dengan butir 70 ~lm setelah derajat bakar 15 GWd/t suhu pusat pelet dupleks 850°C dibandingkan dengan pelet biasa berdaya
100%
suhu
1000°C.
Sementara
suhu
maksimum pelet dupleks pada daya 150% sebesar 1200°C sam a dengan pelet biasa pada daya 100%. Tekanan gas internal dalam EB mempunyai perbedaan antara pelet biasa dengan pelet dupleks setelah derajat bakar 20 Gwd/t. Pad a derajat bakar 40 Gwd/t, untuk pelet dupleks UO2 yang mempunyai ukuran butir 8 J.lm memberikan tekanan interval pin EB sebesar 800 Ibf/m2 dibandingkan pelet biasa sebesar 2250 Ibf/m2 pad a daya 100%. Sementara, pelet duplek dengan butir UO2
70 J.lm memberikan tekanan internal 1250 Ibf/in2 pad a daya 150% dibandingkan 1900 Ib f/in2 pad a pelet biasa dengan daya 100%. Dengan demikian jelas pelet biasa mampu menurunkan gas keluar BB sekitar tiga kali lebih kecil.
PELETANlILAR
Pelet anular diKembangkan untuk reaktor Candul51. Antar pelet pad a EB diselipkan piringan grafit yang berfungsi sebagai akselerasi perpindahan panas dari pusat BB dan mengurangi perubahan bentuk akibat penggelembungan (s\velling) dan gas fisi keluar BB. relet pendek dengan anular juga mengurangi keretakan pelet. Adanya lapisan grafit pad a dinding dalam (Interior) kelongsong, maka deformasi kelongsong mampu diturun-kan menjadi lebih kecil 0,4% pad a laju generasi panas linear (LHGR) sebesar 44-62 kw/m dan derajat bakar 35 G'Nd/t. PEMBEBASAN GAS HASIL FISI (FISSION GAS RELEASE/FGR)
Gas fisi yang diamati adalah 85Kr. Uji pecah dilakukan pada saat suhu uji ram (ramp) 1800 °c. Pad a saat pecah gas fisi ke luar dengan cepat dan selanjutnya gas fisi ke luar terus secara perlahan. Penurunan laju keluar-nya gas fisi setelah uji pecah diinterpretasi sebagai proses difusi gas fisi dari dalam butir menuju batas butir. FGR total yang paling sedikit berasal dari bahan bakar UO2 dengan butir besar tanpa aditif, kemudi21n diikuti bahan bakar dengan aditifbentonit dan kaolinit. Perbaikan 88 dapat dilakukan melalui
dua sumber. Dengan memperkecil tekanan gas fisi memungkinkan perimbangan tekanan deferensial sepanjang E8 selama reaktor beroperasi. Dengan pelet dupleks perubahan volume akibat suhu menjadi kecil sehingga ekspansi termal selama power ramp dapat dikurangi. Berdasarkan argumentasi tekanan gas fisi internal dan ekspansi terma! BB, maka
Penambahan titania dan niobia mampu memperbesar butir yaitu hingga 85 !.1m dan 11 0 ~m tetapi FGR total sebesar 61,2 % dan
SUGONDO Peningkatan Da.va Kungkllllg Gas lfasil Fisi Dalam Bahan Bakar va;
64,3 %. Pad a penambahan kaolin it dan bentonit, BB mempunyai ukuran butir sebesar
15 flm dan 28 flm, dan FGR-nya sebesar 27,8 % dan 24,7 %. Data tersebut menunjukkan bahwa titania dan niobia mengakibatkan peningkatan difusi sedangkan kaolinit dan bentonit menghambat laju difusi (Perbedaan FGR saat uji pecah dan FGR total disebabkan adanya difusi). UO2 tanpa aditif dengan ukuran butir sebesar 43 ~Im mengakibatkan FGR total sebesar 12,0 % dan dengan penambahan
kaolinit dan benton it s~cara berurutan
J
menghasilkan butir 15 ~lm dan 28 ~Im mengakibatkan FGR total sebesar 27,8% dan 24,7%. Dari uraian tersebut berarti bahwa pengurangan laju FGR yang paling efektif ialah dengan memperbesar butir jika dibandingkarl dengan aditif niobia dan titania. Akan tetapi, aditif kaolinit dan benton it terlihat paling efektif untuk pengurangan FGR. 3 4 5 KESIMPULAN
6
Meeting on Light Water Reactor Fuel Performance, Fluorida, 17-21 April 1994, p.321.
BECVAR J., LANDSPERSKY H., URBANEK V., DOLEZAL J., "Comparison of properties and structure of sintered UO2 prepared as pellets with those of UO2 microspheres prepared by the sol-gel technique", Proceedings of an International
Sympsium on water reactor fuel element fabrication, 6-10 November 1978, IAEA,
VIENA 1979, p.185-209
AINSCOUGH J.B., RAVEN L.F.A., SAWBRIDGE P.T., "Fission Retentive UO2 Fuels", Proceedings of an International Symposium on water reactor fuel element fabrication, 6-10 Novemb,er 1978, IAEA,
VIENA 1979, p.185-209.
CAHN R.W, HMSEN P., and KRAMER E.J., "Oxide Fuels, Materials Science and Technology", VCH Verlagesell Schaft mbH, Vo110A, Part1
KUBO T., HOSOKAWA T., UNE K., KASHIBE S., TAKEI K., ISHII Y., IKEDA T., OGUMA M., ITa K., ROSENBAUM H.S., AND ROWLAND T.C., "Fission Gas behavior In Advanced UO2 With Controlled Microstructures", Proceedings 1994 International Topical Meeting on Light Water Reactor Fuel Performance, Fluorida, 17-21 April 1994, p.650-658.
1
2.
Usaha pengurangan pembebasan gas hasil fisi (fission gas release/FGr) bahan bakar UO2 dapat dilakukan dengan memperbesar butir kristal, penambahan aditif, penggunaan pelet dupleks, dan pelet anular.
Berdasarkan observasi diperoleh bahwa pengurangan FGR yang paling efektif adalah dengan penambahan aditif kaolinit c;ian bentonit.
Penulis adalah Pejabat Fungsional Peneliti dan Stat Bidang Teknologi Bahan Bakar Reaktor Daya, P2TBDU, BATAN DAFTAR PUSTAKA
DEHAUDT P., EMINET G., CHARLES M., AND LEMAIGNAN C., "Microstructure of UO2 in a VJide Range of Burnups and Temperatures Impacts on Fission Gas Release Mechanisms", Proceedings 1994 International Topical Meeting on Light Water Reactor Fuel Performance, Fluorida, 17-21 April 1994 , p.140.
PIRON J.P., et al., "Fuel Microstructure and RIM, Effect at High Burn-Up", Proceedings 1994 International Topical
SUGONDO Peningkatan Daya Kungkung Gas Hasil Fisi Dalam Bahan Bakar VO]
Tabel1. Pengaruh aditif terhadap ukuran butir UOi31
Tabel-2: Pembebasan gas hasil fisi (FGR) dan penggelembungan (swelling) bahanbakar UO}6)
TANYAJAWAB
Ghoib Widodo
Sugondo
Jenis aditif apa yang dipilih, mineral kaolinit atau bentonit?
Bedasarkan fission gas release (FGR) 27,8% untuk kaolinit dan 24,7% untuk benton it maka aditif yang lebih baik untuk FGR adalah benton it.