• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perlindungan Hukum adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Perlindungan Hukum adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perlindungan Hukum adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum, terkait pula dengan hak dan kewajiban, dalam hal ini yang dimiliki oleh manusia sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan sesama manusia serta lingkungannya. Sebagai Subyek Hukum manusia memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan tindakan hukum.1 Menurut Muchsin, perlindungan hukum merupakan kegiatan untuk melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.2 Perlindungan hukum yang penulis paparkan adalah terkait dengan isu Perlindungan dan kepastian hukum terhadap pemegang Hak Atas Tanah.

Dalam kaitannya dengan perlindungan terhadap pemegang hak atas tanah, maka tidak bisa lepas dari definisi mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara yang secara eksplisit termuat dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa:

Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamanya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang termasuk bumi, air dan kekayaan alam salah satunya adalah tanah. Ketentuan atau pengertian tentang tanah yang dikuasai oleh Negara juga termuat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 5

1

CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989, hal., 102.

2

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum Bagi Investor di Indonesia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hal., 14.

(2)

2 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria yang selanjutnya disebut dengan UUPA yang menyebutkan bahwa:

Bumi, air, ruang angkasa, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan Nasional.

Pasal 4 ayat (1) UUPA, menjelaskan mengenai konsep tanah, yang diartikan sebagai “permukaan bumi”. Dalam Pasal 1 angka (3) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 juga memberikan definisi mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara yang menyebutkan bahwa, tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai sesuatu hak atas tanah. Selain peraturan perundang-undangan, pakar hukum juga memberikan definisi mengenai tanah yang dikuasai oleh Negara. Boedi Harsono, menyebutkan bahwa tanah yang dikuasai oleh Negara adalah bidang-bidang tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.3 Menurut Ali Achmad Chomzah, tanah yang dikuasai oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.4

Apabila mengacu pada UUD 1945, UUPA, serta Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dan pengertian dari beberapa pakar hukum, dapat disimpulkan bahwa tanah yang dikuasai oleh Negara merupakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dan dipergunakan untuk tujuan kesejahteraan rakyat.

Jika rakyat ingin mengelola ataupun memperoleh hak atas tanah, maka rakyat harus melakukan atau mengajukan proses permohonan perolehan hak atas

3

Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), Djambatan, Jakarta, 2002, hal., 30.

4

(3)

3 tanah yang dikuasai oleh Negara. Karena pada dasarnya tanah yang tidak dimiliki oleh siapapun merupakan tanah yang dikuasai oleh Negara.

Pendaftaran tanah merupakan persoalan yang sangat penting untuk kepemilikan tanah seperti yang telah ditetapkan dalam UUPA, karena pendaftaran tanah merupakan awal dari proses lahirnya sebuah bukti kepemilikan hak atas tanah. Begitu pentingnya persoalan pendaftaran tanah tersebut sehingga UUPA mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia.5 Hal ini sesuai dengan ketentuan didalam Pasal 19 UUPA yang menyatakan sebagai berikut:

(1.) Untuk menjamin kepastian hukum, oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh Wilayah Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

(2.) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut; c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

(3.) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial ekonomi serta kemungkinan penyelenggaraaannya, menurut pertimbangan menteri Agraria.

(4.) Dalam Peraturan Pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat 1 diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembiayaan biaya-biaya tersebut.

Menurut Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, menyatakan bahwa pendaftaran tanah bertujuan untuk:

a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan

5

(4)

4 hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan–satuan rumah susun yang terdaftar;

c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Hasil dari pendaftaran tanah adalah diterbitkannya surat tanda bukti kepemilikan yaitu berupa sertifikat. Sertifikat adalah surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat sebagaimana yang dimaksud Pasal 19 ayat (2) huruf (c) UUPA untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan. Dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah maka kepada pemiliknya diberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.6

Apabila mengacu pada UUPA, maka dapat dilihat bahwa UUPA mengamanatkan terhadap pemerintah dan masyarakat untuk melakukan proses pendaftaran tanah, dan hasil dari pendaftaran tanah tersebut adalah dengan diterbitkannya sertifikat sebagai alat bukti yang sah dan terkuat terkait dengan kepemilikan hak atas tanah

Dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA menyebutkan bahwa: Untuk menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum maka UUPA mengamanatkan untuk melakukan pendaftaran tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di wilayah Indonesia. Serta dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 menyebutkan bahwa tujuan dari

6

A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah Di Indonesia (Berdasarkan PP No.24 Tahun 1997), Mandar Maju, Bandung, 1999, hal.,2.

(5)

5 pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah.

Dengan mengacu pada, Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997, yang menyebutkan bahwa:

Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa Pasal 19 ayat (1) UUPA, Pasal 3 serta Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 bertujuan memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang memperoleh tanahnya berdasarkan atas itikad baik dan sepanjang tidak ada bukti yang bisa membuktikan sebaliknya.

Meskipun UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 telah memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah. Namun, masih dapat ditemukan kasus mengenai adanya ketidakpastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah. Contoh kasusnya adalah Putusan No: 019/G/2017/PTUN.Smg, serta Putusan No:03/G/2014/PTUN.Mtr.

Kasus pertama adalah Putusan Nomor: 019/G/2017/PTUN.Smg, yaitu antara PT KAI melawan Kepala Kantor Pertanahan Kota Semarang dan warga Kampung Kebonharjo, Semarang Utara, Kota Semarang selaku pemegang Sertifikat Hak Milik atas tanah tersebut. Obyek sengketa adalah SHM No. 04230,

(6)

6 04233, 03306, 01396, 04231 Atas nama Hadimurti Wibisono, Dkk, yang semuanya terbit pada tanggal 18 Juni 2001.

Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kota Semarang No: 019/G/2017/PTUN.SMG, mengabulkan gugatan PT KAI terkait dengan pembatalan penerbitan 6 objek gugatan yaitu berupa Sertifikat Hak miliik yang dimiliki oleh warga yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang. Dalam putusannya Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang memerintahkan Kantor Pertanahan untuk membatalkan Keputsan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan pada tahun 2001. Keputusan tersebut sangat merugikan warga selaku pemegang Hak Atas Tanah tersebut, karena seharusnya dengan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik oleh Kantor Pertanahan Kota Semarang, warga mendapatkan kepastian hukum terhadap hak atas tanah tersebut seperti yang diamanatkan oleh UUPA serta Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997.

Kasus tersebut terkait dengan pembatalan sertifikat yang dilakukan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara bukanlah satu-satunya. Dapat ditemukan lagi kasus tanah yang berkaitan dengan pembatalan sertifikat yaitu kasus yang terjadi di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Dengan Putusan Nomor: 03/G/2014/PTUN.MTR yaitu antara Ariyani sebagai penggugat melawan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Dompu sebagai Tergugat I dan Ilham Yahyu sebagai Tergugat Intervensi II. Obyek sengketa adalah SHM No: 5859, Desa Soritulu, Kecamatan Manggalewa, Kabupaten Dompu, NTB. Sertifikat Hak Milik tersebut diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Dompu, Pada tanggal 27 September 2001, dan baru digugat oleh penggugat pada tahun 2014. Sehingga sudah jelas bahwa kepemilikan tanah tersebut dengan sertifikat sebagai alat bukti

(7)

7 yang dimiliki oleh tergugat sudah melebihi 5 Tahun kepemilikan. Namun dalam Putusannya, Hakim mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya yaitu terkait dengan menyatakan batal terhadap Keputusan Tata Usaha Negara tergugat yaitu SHM No: 5859 dan memerintahkan tergugat (Kantor Pertanahan Kabupaten Dompu) membatalkan Keputusan Tata Usaha Negara berupa Sertifikat Hak Milik tersebut.

Apabila mengacu pada UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 telah jelas bahwa bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemilik tanah dan pemegang sertifikat hak atas tanah. Namun, masih terdapat kekurangan yaitu ditemukannya ketidakpastian hukum terhadap pemilik tanah dan pemegang sertifikat hak atas tanah yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara jelas kepemilikannya tercantum dalam sertifikat. Sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yaitu Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, menyebutkan bahwa apabila telah lebih dari 5 tahun kepemilikan sertifikat tidak dapat diganggu gugat lagi. Namun dalam faktanya pemegang sertifikat hak atas tanah masih dapat kehilangan hak atas tanahnya melalui jalur lain selain gugatan secara perdata, yaitu melalui gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara terkait dengan pembatalan Keputusan Tata Usaha Negara dengan dalil melanggar prosedur dan asas-asas umum Pemerintahan yang baik, hal tersebut sah secara hukum namun menimbulkan ketidakpastian hukum.

Perlindugan hukum dan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah merupakan tujuan awal dibentuknya UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Namun, dalam hal ini apakah dengan adanya Putusan PTUN yang menyatakan batal terhadap Keputusan Pejabat atau Badan Tata Usaha

(8)

8 Negara yang berupa sertifikat menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah dalam peraturan perundang-undangan?

2. Apakah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai pembatalan sertifikat hak atas tanah menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah diatas maka penulis mengemukakan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah dalam peraturan perundang-undangan.

2. Untuk mengetahui apakah dengan adanya putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai pembatalan sertifikat menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diberikan melalui penelitian ini dari segi teoritis yaitu diharapkan membantu mengembangkan pengetahuan di bidang hukum perdata khususnya dalam hal kepemilikan hak atas tanah yang nantinya dapat menjadi

(9)

9 bahan referensi bagi penelitian-penelitian yang lebih mendalam khususnya membantu dalam menganalisis dan memberikan solusi bagi permasalahan mengenai sengketa kepemilikan atas tanah.

Sementara itu, dalam tataran praktis diharapkan dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang memiliki kompetensi di bidang hukum perdata, khususnya dalam hal kepemilikan hak atas tanah. Juga diharapkan dapat memberikan manfaat pengetahuan dan pemahaman yang berguna bagi masyarakat umum.

E. KEASLIAN PENULISAN

Keaslian penulisan ini mempunyai karakteristik yang relatif sama dalam hal tema kajian yakni tentang perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah Terhadap Perlakuan Asas Rechtsverwerking di Kabupaten Lembata, NTT oleh Rini Ardiyanti (B 1110735) Tahun 2017 Universitas Hasanudin, Makasar.

No. Indikator NAMA

Realino Deva Prajoga 312015137 Fakultas Hukum UKSW

Salatiga

Rini Ardiyanti B 1110735 Universitas Hasanudin

Makasar 1. Judul Perlindungan dan Kepastian

Hukum Terhadap pemegang Hak Atas Tanah

Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah Terhadap Perlakuan Asas Rechtsverwerking di Kabupaten Lembata, NTT

(10)

10 2. Rumusan

Masalah

1. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah dalam

peraturan perundang-undangan?

2. Apakah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara mengenai

pembatalan sertifikat hak atas tanah menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah?

Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah atas

keberlakuan asas

rechtsverwerking (pelepasan hak) di Kabupaten Lembata NTT?

3 Pokok Bahasan

Sistem perlindungan dan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah.

Bentuk perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah atas keberlakuan asas rechtsverwerking.

4. Objek Penelitian

Sertifikat Hak Milik Sertifikat Hak Milik

5. Jenis Penelitian Normatif Normatif-Empiris 6. Pendekatan Penelitian Pendekatan Peraturan Perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Metode penelelitan lapangan ( field research)

(11)

11 F. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Penelitian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki adalah proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum normatif digunakan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelseaikan masalah hukum yang dihadapi.7

Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun skripsi yang berjudul tentang “Perlindungan dan Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah” yaitu dengan jenis penelitian normatif. Isu hukum yang penulis angkat adalah mengenai perlindungan dan kepastian hukum terhadap subyek hukum sebagai pemegang sertifikat hak atas tanah.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Pendekatan peraturan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.8 Peraturan perundang-undangan yang penulis pakai dalam pendekatan penelitian adalah Peraturan Perundang-Undangan yaitu UUD 1945, KUH Perdata serta dalam bidang pertanahan yaitu UUPA serta Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan dalam bidang PTUN yaitu UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU No. 5 Tahun 1986 dan UU No. 30 Tahun 2014.

7

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011, hal., 35.

8

(12)

12 Sedangkan pendekatan konseptual adalah pendekatan yang mengacu pada suatu konsep dengan merujuk prinsip-prinsip hukum.9 Pendekatan konseptual yang penulis gunakan adalah terkait dengan konsep perlindungan untuk subyek hukum yang dalam hal ini spesifiknya adalah perlindungan hukum untuk pemegang hak atas tanah yang mendapatkan perlindungan hukum oleh UUPA dan mendapatkan kepastian hukum oleh Peraturan Perundang-Undangan yaitu Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997. Dalam konsepnya seseorang sebagai pemegang hak atas tanah apabila namanya tercantum dalam sertifikat dan secara nyata memiliki tanah selama lebih dari 5 tahun dan perolehannya berdasarkan atas itikad baik, maka tidak dapat diganggu gugat lagi

3. Sumber Penelitian

Sumber-sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan Non hukum.

a. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat dan bersifat otoritatif (mempunyai otoritas), yakni UUD 1945, KUH Perdata, UUPA, Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997, UU No. 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan kedua atas UU No. 5 Tahun 1986, UU No. 30 Tahun 2014.

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yakni buku; Karya tulis dari para sarjana; Hasil-hasil penelitian dari kalangan hukum; Kamus Hukum dan sebagainya.

c. Bahan NonHukum yaitu bahan penelitian yang terdiri dari buku teks bukan hukum yang terkait dengan penelitian. Bahan ini menjadi penting karena mendukung dalam proses analisis hukum. Bahan non hukum dapat berupa

9

(13)

13 buku non hukum yang dianggap mempunyai relevansi dengan topik penelitian seperti filsafat, sosiologi, atau laporan penelitian dan jurnal penelitian non hukum. Bahan-bahan non hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.10

G. SISTEMATIKA PENULISAN

Agar penyusunan skripsi ini lebih terarah dan mudah dipahami maka penulisan ini dibagi menjadi bebrapa subbab yang akan penulis awali terlebih dahulu dengan :

BAB I Pendahuluan akan menguraikan mengenai latar belakang masalah yakni alasan penulis memilih judul dan gambaran mengenai permasalahan penelitian yaitu berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah dengan ketentuan di dalam UUPA yaitu tentang hal mendasar dalam pertanahan, serta mengacu pada Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997. Kemudian rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penulisan dan metode penelitian. BAB II Bab II berisi Substansi mengenai:

Tinjauan Pustaka: yang berisi peninjauan penulis terhadap teori-teori hukum yang berkaitan dengan hukum perdata dalam hal perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah, yaitu konsep perlindungan dan kepastian hukum, perlindungan hukum terhadap pemegang hak milik atas suatu benda; Kepemilikan hak

10

(14)

14 atas tanah; pendaftaran tanah; dan keputusan badan atau pejabat Tata Usaha Negara.

BAB III Bab III berisi substansi mengenai:

Hasil Penelitian dan analisis: Dalam subbab hasil penelitian penulis memaparkan tentang sistem perlindungan hukum terhadap pemegang hak atas tanah dan bentuk kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah yang secara normatif diatur dalam UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997. Dalam subbab analisis memaparkan tentang perlindungan hukum yang diberikan oleh UUPA dan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 kepada pemilik tanah dan pemegang sertifikat hak atas tanah, serta ditemukan adanya ketidakpastian hukum terhadap pemegang sertifikat hak atas tanah yaitu terkait dengan pembatalan sertifikat oleh Pengadilan Tata Usaha Negara..

BAB IV Bab IV Berisi Kesimpulan yang memuat mengenai kesimpulan dan saran yang ditulis berdasarkan hasil pembahasan.

Referensi

Dokumen terkait

& Dinas Kesehatan Lumajang Page 164 Diantara seluruh poli di RSUD Pasirian, poli fisioterapi memperoleh nilai kepuasan yang paling rendah pada semua unsur. Hal ini

Sekiranya nombor-nombor cermin ini memiliki nilai yang sama; sebagai contoh S = 6, dan T = 6, maka individu tersebut dikatakan berpotensi besar untuk menjadi seorang individu

Pada jam ke-20 sampai jam ke-24 grafik refleksi menurun kemudian stabil karena ikan telah mengalami perubahan menjadi fase post rigor, yaitu kondisi daging ikan

Didalam penelitian ini difokuskan pada pesan dakwah yang di post oleh anggota pada bulan Maret 2016 di grup facebook Pustaka Ilmu Tahfidhul Qur’an..

Tujuan penelitian ini adalah Mengetahui perbandingan koefisien upah tenaga kerja antara Rencana Anggaran Biaya (RAB) Penawaran dari kontraktor (metode SNI / HSPK 2018), BOW

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai perilaku korosi, nilai laju korosi dan pengaruh variasi komposisi dan konsentrasi NaCl terhadap

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi dan potensi karbon tersimpan pada tegakan di hutan kawasan Stasiun Rehabilitasi Orangutan, Resort Bukit Lawang, Taman

19 tertentu untuk wisatawan tertentu yang disasar, di mana mereka berpikiran realistis dalam menentukan target pasar dikarenakan menu lokal berbeda dengan menu internasional