• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGEMBANGAN MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

DENGAN PENDEKATAN BAGGING MARS

Alif Yuanita 1, Bambang Widjanarko Otok 2, dan Sutikno 3 1

Mahasiswa Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2,3

Dosen Statistika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

yuanita_ra@yahoo.com 1, bambang_wo@statistika.its.ac.id 2, sutikno@statistika.its.ac.id 3

ABSTRAK

Padi merupakan makanan utama bagi orang Indonesia, yang menyediakan pendapatan secara musiman dan tenaga kerja untuk masyarakat pedesaan. Penyimpangan iklim seperti El-Nino dan La-Nina dapat menyebabkan gangguan produksi dan menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu hektar. Hal ini disebabkan curah hujan yang tidak menentu yang mengakibatkan penurunan luas panen produksi padi nasional secara signifikan. Pendataan dan ramalan produksi padi secara nasional setiap tahunnya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian (Deptan). Namun model ramalan BPS belum memasukkan faktor iklim, sementara iklim sangat mempengaruhi produksi padi di Indonesia. Pada penelitian ini digunakan bagging MARS untuk menduga anomali luas panen padi (AnLP) terhadap indeks curah hujan terboboti (WRI) dengan studi kasus di kabupaten Ngawi. Dari analisis yang telah dilakukan memberikan gambaran bahwa antara AnLP dan WRI nampak tidak jelas pola linearitasnya bahkan tidak mempunyai pola tertentu. Tahap pembentukan model dimulai dengan melakukan trial and

error terhadap maksimum basis fungsi (BF), maksimum interaksi (MI) dan minimal jumlah pengamatan

diantara knot (MO) hingga diperoleh nilai optimal dengan nilai MSE minimum untuk mendapatkan model MARS. Langkah selanjutnya adalah melakukan bagging pada variabel penelitian yang signifikan dengan 50, 100, 150, 200 dan 250 replikasi bootstrap. Model bagging MARS diperoleh dari rata-rata setiap parameter pada setiap pengambilan sampel sampai B. Selanjutnya ramalan produksi padi per periode merupakan hasil perkalian antara ramalan luas panen dengan produktifitas per periode. Sedangkan ramalan produksi padi selama satu tahun merupakan penjumlahan ramalan produksi padi selama tiga periode. Dari hasil analisis, model bagging MARS terbaik pada periode 1 yaitu dengan 150 kali replikasi bootstrap. Sedangkan untuk periode 2, dengan 100 kali replikasi bootstrap dapat menurunkan MSE sebesar 356055,88. Dan untuk periode 3, model bagging MARS terbaik dengan 200 kali replikasi bootstrap. Hasil ramalan luas panen padi dari model bagging MARS mempunyai tingkat kesalahan sebesar 2,91 %, sedangkan untuk hasil ramalan produksi padi mempunyai tingkat kesalahan sebesar 10,75 %.

Kata kunci : Anomali luas panen, Bagging, Curah hujan terboboti, MARS, produksi padi

PENDAHULUAN

Padi merupakan bahan makanan utama bagi orang Indonesia. Produksi padi mengalami peningkatan sejak tahun 1970, namun para pemerhati dan peneliti meteorologi meyakini akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global seperti El-Nino dan La-Nina yang dapat mempengaruhi produksi padi dan menggagalkan panen dalam luasan ratusan ribu hektar. Salah satu upaya untuk mendukung ketahanan pangan adalah diperlukannya informasi tentang ramalan produksi padi dan luas panen padi kedepan. Pendataan dan ramalan produksi padi secara nasional setiap tahunnya dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Departemen Pertanian (Deptan). Dalam melakukan ramalan produksi padi, BPS dan Deptan menggunakan analisis regresi dan kecenderungan linear. Namun model ramalan BPS belum memasukkan faktor iklim, sementara iklim terutama curah hujan sangat mempengaruhi luas panen dan produksi padi di Indonesia. Berbagai model produksi padi dengan menggunakan indikator iklim telah dikembangkan di Indonesia, diantaranya dengan menggunakan peubah indicator ENSO (El-Nino Southern Oscillation) (Naylor, Falcon, Wada & Rochberg, 2002), model dengan menggunakan indicator gabungan SOI (Southern Oscillation Index) dan DMI (Dipole Mode Index), SST (Sea Surface Temperatur) Nino 3.4 dan DMI (Surmaini, 2006; Arrigo & Wilson, 2008). Pendekatan lain yang diperkirakan lebih baik dalam menduga produksi padi nasional

(2)

2

ialah dengan menggunakan indeks curah hujan terboboti (Weighted Rainfall Index: WRI) yang dikembangkan di Australia oleh Stephen, Walker dan Lyons (1994). Oleh karena itu, untuk mengetahui pola hubungan antara indeks curah hujan terboboti dan anomali luas panen padi, dilakukan pemodelan MARS. Jumlah pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini relatif kecil. Sehingga untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan suatu metode misalnya dengan melakukan bootstrapping pada sampel pengamatannya. Dan untuk memperoleh parameter yang stabil pada model MARS, digunakan metode bagging MARS. Disamping itu, dilakukan perhitungan terhadap ramalan produksi padi dengan mengalikan antara ramalan luas panen dengan ramalan produktivitas. Kabupaten Ngawi merupakan salah satu daerah sentra produksi padi di Jawa Timur. Sehingga akan dilakukan pengembangan model ramalan produksi padi di kabupaten Ngawi dengan menggunakan bagging MARS.

MARS

MARS dikembangkan oleh Friedman (1991) untuk pendekatan model regresi multivariate nonparametrik antara variabel respon dan beberapa variabel prediktor pada piecewise regresi. Piecewise regresi merupakan regresi yang memiliki sifat tersegmen. MARS merupakan pengembangan dari pendekatan Recursive Partitioning Regression (RPR) yang masih memiliki kelemahan dimana model yang dihasilkan tidak kontinu pada knots. Selain itu RPR tidak bisa mengidentifikasi adanya fungsi linear dan aditif. Modifikasi Friedman dalam mengatasi kelemahan RPR menghasilkan persamaan untuk model MARS sebagai berikut Friedman (1991).

dengan merupakan bagian bernilai positif dari , dimana adalah

jika dan jika , adalah orde dari splines, adalah banyaknya interaksi pada fungsi basis , merupakan knot dari peubah prediktor , dan nilainya +1 jika knotnya terletak di kanan atau –1 jika knotnya terletak di kiri subregion. merupakan banyaknya variabel prediktor, merupakan banyaknya basis fungsi dan merupakan banyaknya interaksi.

Dalam pembentukan model MARS, langkah awal yang dilakukan adalah menentukan titik-titik perubahan pola perilaku data atau yang disebut dengan titik knots. Pemilihan knots pada MARS menggunakan algoritma forward dan backward. Algoritma MARS, khususnya tahap forward digunakan untuk mendapatkan subregion–subregion agar dapat menentukan basis fungsi. Penentuan titik knots dan koefisien sangatlah penting agar mendapatkan model terbaik. Untuk memenuhi konsep persemoni (model sederhana) dilakukan tahap backward, yaitu mengeluarkan suku model (basis fungsi) yang kontribusinya kecil terhadap nilai dugaan respon. Ukuran kontribusi yang digunakan dalam tahap ini adalah modifikasi kriteria GCV sebagai berikut (Lewis, 1991).

Dengan Pembilang adalah rataan jumlah kuadrat galat (average sum square of residual; ASR), dan merupakan fungsi model kompleks.

BAGGING

Metode bagging pertama kali digunakan oleh Breiman (1994). Bagging digunakan sebagai alat untuk memperbaiki stabilitas dan kekuatan prediksi dengan cara mereduksi variansi dari suatu

(3)

3

prediktor. Bagging prediktor adalah metode untuk membangkitkan multiple version dari prediktor dan menggunakannya untuk aggregate prediktor. Multiple versions dibentuk dengan replikasi bootstrap dari sebuah data set. Sebuah data set terdiri dari .

Dilakukan replikasi bootstrap sehingga didapatkan . Replikasi

bootstrap dilakukan sebanyak B kali, sehingga didapatkan dari adalah resampling dengan pengembalian.

Algoritma bagging untuk MARS adalah sebagai berikut.

1. Mengambil sampel bootstrap sebanyak n dari data set dengan pengulangan sebanyak n. 2. Memodelkan MARS dari data set hasil sampel bootstrap .

3. Menghitung nilai MSE dari langkah 2. Nilai MSE pada langkah ini disebut MSEB

4. Mengulang langkah 1-4 sebanyak B kali (replikasi bootstrap).

5. Memperoleh MSE bagging dari rata-rata MSE pada setiap pengambilan sampel sampai B. 6. Membentuk model bagging MARS dari rata-rata setiap parameter pada setiap pengambilan

sampel sampai B.

INDEKS CURAH HUJAN TERBOBOTI DAN ANOMALI LUAS PANEN PADI

Indeks hujan terboboti (weighted rainfall index: WRI) dikembangkan di Australia oleh Stephen, dkk (1994). WRI yang digunakan dalam permodelan adalah WRI yang sistem pembobotnya telah dimodifikasi oleh Sutikno (2008). Modifikasi tersebut dituliskan sebagai berikut.

Dengan,

Dimana, adalah curah hujan bulanan terboboti luasan wilayah Daerah Prakiraan Musim (DPM) / DPM revisi pada daerah/kabupaten/kota, adalah banyaknya wilayah DPM, adalah luas wilayah DPM ke- , adalah luas tanaman pada bulan ke- , adalah luas baku untuk tanaman padi di kabupaten, adalah wilayah DPM , adalah bulan

, dan adalah daerah/kabupaten

Setiap wilayah di Indonesia mendapatkan jumlah curah hujan yang berbeda-beda, sehingga jumlah penyerapan air pada setiap tempat untuk penanaman padi juga berbeda. Pembobotan dilakukan terhadap curah hujan per wilayah adalah untuk mendapatkan asumsi bahwa semua tempat penanaman padi mendapatkan penyerapan air yang sama. Pembobotan kedua adalah melalui luas tanam dan luas baku. Luas baku merupakan luas lahan yang seharusnya ditanami padi, sedangkan luas tanam adalah luas lahan yang telah ditanami padi. Luas panen merupakan luas tanaman yang diambil hasilnya setelah tanaman yang bersangkutan cukup umur dan sesuai dengan kriteria panen (Deptan & BPS, 2003).

Anomali luas panen merupakan luas panen yang telah dikurangi rata-rata luas panen, sedangkan anomali luas panen per periode merupakan luas panen per periode yang telah dikurangi dengan rata-rata luas panen selama periode tertentu. Model hubungan anomali luas panen padi per periode (AnLPp) dengan indeks curah hujan terboboti (WRI) adalah sebagai berikut.

BAHAN DAN METODE

Data yang digunakan untuk penelitian adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS dan Deptan Kabupaten Ngawi, serta Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiun klimatologi Karangploso tahun 1993 sampai 2008. Variabel dalam penelitian terdiri atas variabel respon dan variabel prediktor. Variabel respon ( ) adalah anomali luas panen padi per periode (AnLPp), meliputi AnLP1 (anomali luas panen periode 1, yaitu bulan Januari sampai

bulan April), AnLP2 (anomali luas panen periode 2, yaitu bulan Mei sampai bulan Agustus), dan AnLP3 (anomali luas panen periode 3, yaitu bulan September sampai bulan Desember). AnLPp

(4)

4

periode mulai tahun 1993 – 2008. Sedangkan Variabel prediktor ( ) adalah indeks curah hujan terboboti (WRI), yaitu Periode 1 : WRI1 (Bulan Januari), WRI2 (Bulan Februari), WRI3 (Bulan Maret), dan WRI4 ( Bulan April), Periode 2 : WRI5 (Bulan Mei), WRI6 (Bulan Juni), WRI7 (Bulan Juli), dan WRI8 ( Bulan Agustus), Periode 3: WRI9 (Bulan September), WRI10 (Bulan Oktober), WRI11 (Bulan November), dan WRI12 (Bulan Desember). Variabel prediktor merupakan indeks komposit meliputi curah hujan terboboti wilayah dan rasio luas tanam dan luas baku sawah dalam bulanan.

HASIL DAN DISKUSI

Untuk memodelkan hubungan antara anomali luas panen (AnLP) dan variabel prediktor indeks curah hujan terboboti (WRI) diawali dengan mengidentifikasi pola hubungannya. Gambar 1 memberikan gambaran bahwa pola hubungan antara AnLP dan WRI nampak tidak jelas pola linearitasnya bahkan tidak mempunyai pola tertentu. Demikian juga dengan arah hubungannya yang bernilai positif maupun negatif. Hal ini menunjukkan bahwa AnLP pada periode 1 (Januari-April), periode 2 (Mei-Agustus) dan periode 3 (September-Desember) tidak dipengaruhi oleh kedua variabel secara linear sehingga perlu dicari kemungkinan model non linear. Ketidakjelasan pola hubungan linear antara AnLP dengan WRI didukung oleh nilai korelasi yang kecil seperti pada Tabel 1. Olehkarena itu pada penelitian ini metode bagging MARS diterapkan dalam pemodelan antara anomali luas panen per periode sebagai variabel respon dan indeks curah hujan terboboti sebagai variabel prediktor.

Tabel 1. Nilai Korelasi antara AnLP dan WRI

Ukuran Statistik --- Periode 1 ---

WRI1 WRI2 WRI3 WRI4

Nilai Korelasi 0.026 0.080 -0.136 -0.012

P-value 0.924 0.768 0.616 0.964 --- Periode 2 ---

WRI5 WRI6 WRI7 WRI8

Nilai Korelasi 0.713 0.178 0.035 0.283

P-value 0.002* 0.509 0.897 0.288 --- Periode 3 ---

WRI9 WRI10 WRI11 WRI12

Nilai Korelasi 0.301 0.699 0.593 0.374

P-value 0.257 0.003* 0.015* 0.154

Gambar 1. Diagram Pencar AnLP dan WRI di Kabupaten Ngawi

Selanjutnya dilakukan pemodelan antara anomali luas panen padi terhadap indeks curah hujan terboboti pada masing-masing periode dengan metode bagging MARS. Pembentukan model bagging MARS diawali dengan pembentukan model MARS pada data set atau data sebenarnya,

(5)

5

kemudian dilanjutkan dengan resampling B kali pada data set. Resampling dilakukan secara agregat pada pasangan variabel respon dan variabel prediktor yang signifikan. Dari model bagging MARS yang diperoleh, dapat dilihat seberapa besar bagging dapat menurunkan MSE dari model MARS pada data set awal. Langkah awal pembentukan model MARS dilakukan dengan trial and error terhadap maksimum basis fungsi (BF), maksimum interaksi (MI), minimal jumlah pengamatan diantara knots atau minimum observasi (MO) dan jumlah derajad bebas (DB) sampai diperoleh model optimal dengan nilai MSE dan GCV minimum. Friedman (1991) menyarankan jumlah maksimum basis fungsi 2 sampai 4 kali jumlah variabel prediktor. Maksimum interaksi 1, 2, atau 3 dengan pertimbangan jika lebih dari 3 akan menghasilkan model yang sangat kompleks. Serta minimum jarak antar knot atau minimum observasi antar knot sebanyak 0, 10, 20, 50, dan 100.

a. Periode 1

Model MARS terbaik pada periode 1 yaitu model dengan kombinasi BF=12, MI=2, MO=0 dan DB=8 sebagaimana ditunjukkan seperti pada persamaan (6) berikut.

Dengan,

Model ini memiliki nilai R2, MSE dan GCV masing-masing sebesar 20,1%, 1699754,17 dan 2061842,43. Selanjutnya dari model terbaik pada persamaan (6) dapat dilihat bahwa terdapat tiga variabel prediktor yang masuk model, yaitu indeks curah hujan terboboti pada bulan Januari (WRI1), indeks curah hujan terboboti pada bulan Maret (WRI3) dan indeks curah hujan terboboti pada bulan April (WRI4). Untuk melihat sejauh mana variabel-variabel tersebut akan berpengaruh dalam pembentukan model MARS dapat dilihat pada Tabel 2. Variabel indeks curah hujan terboboti pada bulan Januari (WRI1) memberikan kontribusi sebesar 100 % artinya WRI1 berpengaruh kuat terhadap anomali luas panen padi pada periode 1. Diikuti dengan indeks curah hujan terboboti pada bulan April (WRI4), dan bulan Maret (WRI3) yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 99,994 % dan 88,700 %.

Tabel 2. Besarnya Kontribusi Masing-masing Variabel pada Periode 1 Variabel Besarnya kontribusi

WRI1 100 %

WRI4 99,994 %

WRI3 88,700 %

Langkah selanjutnya diambil sampel bootstrap sebanyak data, kemudian direplikasi sebanyak 50, 100, 150, 200 dan 250 kali. Pada setiap pengambilan sampel akan dibentuk model MARS dengan jumlah BF, MI dan MO sama dengan model MARS untuk data set awal, sehingga akan diperoleh nilai MSE sebanyak B dalam setiap B replikasi bootstrap. Kemudian nilai MSE tersebut dirata-rata sehingga menghasilkan MSE model bagging MARS. Tabel 3 memberikan informasi bahwa dengan replikasi sebanyak 150 kali didapatkan MSE terkecil sebesar 1386666,43 dan dapat menurunkan nilai MSE dari model MARS data set awal sebesar 313087,74. Sehingga didapatkan model bagging MARS dengan 150 kali replikasi bootstrap seperti pada persamaan (7) berikut.

(6)

6 Tabel 3. Hasil bagging MARS pada Periode 1

Replikasi Bootstrap Rata-rata nilai MSE Penurunan nilai MSE

50 kali 1447875,02 251879,15

100 kali 1426428,04 273326,13

150 kali 1386666,43 313087,74

200 kali 1442660,19 257093,97

250 kali 1450269,56 249484,61

Dari model bagging MARS pada persamaan (7) dapat diinterpretasikan setiap kenaikan satu satuan basis fungsi 4 (BF4) dapat mengurangi anomali luas panen padi pada periode 1 sebesar 0,578 jika indeks curah hujan terboboti pada bulan januari (WRI1) lebih dari 1,770 mm dan indeks curah hujan terboboti pada bulan April (WRI4) lebih dari 7,350 mm. Sedangkan untuk setiap kenaikan satu satuan basis fungsi 5 (BF5) dapat meningkatkan anomali luas panen padi pada periode 1 sebesar 0,422 jika indeks curah hujan terboboti pada bulan Maret (WRI3) lebih dari 39,820 mm dan pada bulan April (WRI4) lebih dari 7,350 mm. Dan setiap kenaikan satu satuan basis fungsi enam (BF6), anomali luas panen padi pada periode 1 dapat meningkat sebesar 101,54 jika indeks curah hujan pada bulan Januari (WRI1) lebih dari 1,770 mm. Selanjutnya setiap kenaikan satu satuan basis fungsi 7 (BF7) dapat mengurangi anomali luas panen padi pada periode 1 sebesar 83,18, jika indeks curah hujan terboboti pada bulan Maret (WRI3) lebih dari 39,820 mm.

b. Periode 2

Untuk model MARS terbaik pada periode 2 mempunyai nilai R2 sebesar 37,5 %, MSE sebesar 5517479,28 dan GCV sebesar 6455491,30 dengan kombinasi BF=8, MI=1, MO=0 dan DB=2. Model MARS tersebut seperti pada persamaan (8) berikut.

Dengan,

Dari persamaan (8) terlihat hanya variabel indeks curah hujan terboboti pada bulan Mei (WRI5) yang masuk dalam model. Sehingga skor variabel penting untuk WRI5 bernilai 100 % artinya variabel indeks curah hujan terboboti pada bulan Mei berpengaruh kuat terhadap anomali luas panen padi pada periode 2. Selanjutnya dari pasangan variabel respon dan variabel prediktor yang signifikan tersebut yang akan dilakukan replikasi bootstrap sebanyak 50, 100, 150, 200 dan 250 kali.

Tabel 4. Hasil bagging MARS pada Periode 2

Replikasi Bootstrap Rata-rata nilai MSE Penurunan nilai MSE

50 kali 5351440,20 166039,08

100 kali 5161423,39 356055,88

150 kali 5202533,44 314945,84

200 kali 5192087,04 325392,24

250 kali 5320615,48 196863,80

Tabel 4 memberikan informasi bahwa dengan 100 kali replikasi bootstrap diperoleh rata-rata nilai MSE paling kecil yaitu sebesar 5161423,39, sehingga berdasarkan hasil di atas maka dapat disimpulkan bahwa diperoleh hasil bagging terbaik adalah pada replikasi bootstrap sebanyak 100 kali. Model bagging ini dapat memperkecil nilai MSE dari model data set awal yaitu sebesar 5517479,28 menjadi 5161423,39 atau dengan kata lain bagging dapat menurunkan nilai MSE sebesar 356055,88 dari model data set awal. Model bagging MARS untuk 100 kali replikasi bootstrap adalah seperti ditunjukkan pada persamaan (9) berikut.

(7)

7

Dari model bagging MARS pada persamaan (9), dapat diinterpretasikan bahwa setiap kenaikan satu satuan basis fungsi 1 (BF1) dapat meningkatkan anomali luas panen padi pada periode 2 sebesar 49,55 jika indeks curah hujan terboboti pada bulan Mei (WRI5) lebih dari 0,220 mm. c. Periode 3

Pada periode 3 nilai MSE dan GCV terkecil masing-masing sebesar 2100791,51 dan 3934739,78 yaitu pada kombinasi BF=8, MI=2, MO=0 dan DB=5. Model tersebut ditunjukan seperti pada persamaan (10).

Dengan,

Selanjutnya pada periode 3, indeks curah hujan terboboti pada bulan Oktober (WRI10) memberikan kontribusi paling besar terhadap anomali luas panen padi yaitu sebesar 100 %. Sedangkan indeks curah hujan terboboti pada bulan Desember (WRI12) memberikan kontribusi sebesar 46,65 % sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.

Tabel 5. Besarnya Kontribusi Masing-masing Variabel pada Periode 3 Variabel Besarnya kontribusi

WRI10 100 %

WRI12 46,65 %

Hasil nilai rata-rata MSE dari model bagging MARS pada periode 3 untuk setiap replikasi dapat dilihat pada Tabel 6. Dari Tabel 6 memberikan informasi bahwa bagging dengan replikasi 100 kali memberikan rata-rata nilai MSE terbesar yaitu 1716955,38, sedangkan bagging dengan replikasi bootstrap sebanyak 200 kali memberikan rata-rata nilai MSE paling kecil yaitu sebesar 1691318,15. Sehingga model bagging yang paling baik adalah dengan replikasi bootstrap 200 kali.

Tabel 6. Hasil bagging MARS pada Periode 3

Replikasi Bootstrap Rata-rata nilai MSE Penurunan nilai MSE

50 kali 1691426,78 409364,73

100 kali 1716955,38 383836,13

150 kali 1714691,09 386100,42

200 kali 1691318,15 409473,36

250 kali 1711310,16 389481,35

Model bagging MARS pada replikasi bootstrap 200 kali yang memberikan nilai MSE terkecil adalah seperti ditunjukkan pada persamaan (11) berikut.

Dengan,

Interpretasi dari model bagging MARS tersebut adalah setiap kenaikan satu satuan basis fungsi 1 (BF1) dapat meningkatkan anomali luas panen padi pada periode 3 sebesar 49,21 jika indeks curah hujan terboboti pada bulan Oktober (WRI10) lebih dari 0,840 mm. Anomali luas panen padi pada periode 3 akan meningkat sebesar 18,67 jika indeks curah hujan terboboti pada bulan Desember (WRI12) lebih dari 8,190 mm untuk setiap kenaikan satu satuan basis fungsi 2 (BF2). Dan untuk setiap kenaikan satu satuan basis fungsi tiga (BF3) dapat mengurangi anomali luas panen padi pada periode 3 sebesar 0,19 jika indeks curah hujan terboboti pada bulan Oktober (WRI10) lebih dari 0,840 mm dan pada bulan Desember (WRI12) lebih dari 8,190 mm.

(8)

8 d. Ramalan Produksi Padi

Untuk evaluasi dan melihat tingkat kehandalan model yang terbentuk, dapat dilihat dari rata-rata tingkat kesalahan ramalan untuk luas panen dan produksi padi pada tahun 2006 sampai 2008. BPS dan Deptan setiap tahun melakukan pendataan dan ramalan produksi padi. BPS dan Deptan melakukan pendataan dan ramalan produksi padi di Indonesia yang dibagi dalam tiga periode, yaitu Januari–April, Mei–Agustus, dan September – Desember. Luas panen setiap periode diperoleh dari jumlah luas panen pada bulan pertama hingga bulan keempat dalam satu periode. Produksi dan luas panen dalam satu tahun (Januari sampai Desember) didapatkan dari penjumlahan produksi dan luas panen selama 3 periode. Berikut akan dianalisis ramalan produksi padi dari model MARS dan model bagging MARS yang selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai aktual produksi padi (ATAP / Angka Tetap) yang dikeluarkan BPS tiga tahun terakhir (tahun 2006 sampai 2008). Model yang memberikan rata-rata tingkat kesalahan ramalan yang paling kecil adalah model terbaik. Dari model MARS terbaik yang telah didapatkan dari analisis sebelumnya dapat dihitung nilai ramalan untuk luas panen dan produksi padi per tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Ramalan Luas Panen dan Produksi Padi per Tahun dari Model MARS Tahun Luas panen (Ha) Produksi (ton) (Abs (∆) / Akt.) x 100 %

Aktual Ramalan Aktual Ramalan Luas panen Produksi

2006 102903 100493,16 562820 582955,58 2,34 % 3,58 %

2007 103168 100346,40 565701 582735,96 2,73 % 3,01 %

2008 100689 93667,69 695525 542965,82 6,97 % 21,93 %

Rata-rata 4,02 % 9,51 %

Berdasarkan Tabel 7, pada tahun 2006 memberikan kesalahan ramalan paling kecil baik untuk luas panen yaitu sebesar 2,34 %. Pada tahun 2007, kesalahan ramalan luas panen padi sebesar 2,73 % dan kesalahan ramalan untuk produksi padi sebesar 3,01 %. Sementara itu pada tahun 2008 produksi padi memberikan kesalahan ramalan paling tinggi yaitu sebesar 21,93 %, sedangkan untuk luas panen padinya terjadi kesalahan ramalan sebesar 6,97 %. Sehingga rata-rata tingkat kesalahan ramalan luas panen padi dengan menggunakan MARS yaitu sebesar 4,02 %, sementara itu tingkat kesalahan ramalan untuk produksi padi sebesar 9,51 %. Sedangkan untuk model bagging MARS, hasil nilai ramalan untuk luas panen dan produksi padi per tahun seperti ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Ramalan Luas Panen dan Produksi Padi per Tahun dari Model Bagging MARS Tahun Luas panen (Ha) Produksi (ton) (Abs (∆) / Akt.) x 100 %

Aktual Ramalan Aktual Ramalan Luas panen Produksi

2006 102903 101662,29 562820 589692,85 1,21 % 4,77 %

2007 103168 102684,91 565701 596752,42 0,47 % 5,49 %

2008 100689 93598,92 695525 542563,50 7,04 % 21,99 %

Rata-rata 2,91 % 10,75 %

Hasil ramalan luas panen padi dari model bagging MARS terlihat mempunyai tingkat kesalahan sebesar 2,91 %. Angka ini lebih kecil dibandingkan hasil ramalan luas panen padi dari model MARS yang mencapai 4,02 %. Sedangkan hasil ramalan produksi padi dari model bagging MARS mempunyai tingkat kesalahan sebesar 10,75 %. Angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil ramalan produksi padi dari model MARS.

KESIMPULAN

Kecilnya jumlah pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini, digunakan suatu metode dengan melakukan bootstrapping pada sampel pengamatannya. Sehingga untuk memperoleh parameter yang stabil, digunakan metode bagging MARS. Pemodelan antara anomali luas panen padi terhadap indeks curah hujan terboboti dilakukan pada masing-masing periode. Pada periode 1, dengan replikasi bootstrap sebanyak 150 kali dapat menurunkan nilai MSE paling

(9)

9

besar. Sedangkan untuk periode 2, dengan 100 kali replikasi bootstrap diperoleh rata-rata nilai MSE paling kecil yaitu sebesar 5161423,39 dan dapat menurunkan nilai MSE sebesar 356055,88. Dan untuk periode 3, bagging dapat menurunkan nilai MSE sebesar 409473,36 dengan 200 kali replikasi bootstrap. Selanjutnya untuk evaluasi dan melihat tingkat kehandalan model yang terbentuk, dapat dilihat dari rata-rata tingkat kesalahan ramalan untuk luas panen dan produksi padi pada tahun 2006 sampai 2008. Hasil ramalan luas panen padi dari model bagging MARS mempunyai tingkat kesalahan sebesar 2,91 %. Angka ini lebih kecil dibandingkan hasil ramalan luas panen padi dari model MARS yang mencapai 4,02 %. Sedangkan hasil ramalan produksi padi dari model bagging MARS mempunyai tingkat kesalahan sebesar 10,75 %. Angka ini lebih tinggi dibandingkan hasil ramalan produksi padi dari model MARS yang mempunyai tingkat kesalahan sebesar 9,51 %.

DAFTAR PUSTAKA

[1] [BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. (2009). (www.bmg.go.id). Download tanggal 30 Maret 2009 jam 13:20.

[2] [Deptan dan BPS] Departemen Pertanian and Badan Pusat Statistik. (2003). Buku Pe-doman Petugas Kabupaten/Kota dan Propinsi, Pengumpulan Data Tanaman Pangan dan Holtikultura. Jakarta: BPS dan Departemen Pertanian.

[3] Abraham, A., & Steinberg, D. (2001). MARS: Still an Alien Planet in Soft Computing?. School of Computing and Information Technology. USA : Salford System, Inc

[4] Anonim. (2001). MARSTM User Guide. USA : Salford Systems

[5] Breiman, L. (1994). Bagging Prediktor. Technical report No.421. New York : Department of statistiks University of California.

[6] Buhlmann, P., & Bin Y. (2002). Analyzing Bagging. Annals of Statistiks, 30, 927-961 [7] Efron, B. & Tibshirani, R.J. (1993), An Introduction to the Bootstrap, New York:

Chapman & Hall, Inc.

[8] Eubank,R.L., (1988), Spline Smoothing and Nonparametric Regression, New York: Mercel Dekker.

[9] Friedman, J.H., (1991), Multivariate Adaptive Regression Splines. The Annals of Statistiks. Vol. 19 No.1

[10] Hastie, T., Tibshirani, R., Friedman, J. (2001). The Elements of Statistical Learning: Data Mining, Inference and Prediction. New York : Springer-Verlag

[11] Nash, M.S. & Bradford, D.F. (2001), Parametric and Non Parametric Logistic Regression for Prediction of Precense/ Absence of an Amphibian. Las Vegas: Nevada.

[12] Naylor RL, Falcon WP, Wada N, & Rochberg D. (2002). Using El Niño-Southern Oscillation Climate Data To Improve Food Policy Planning In Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies 38: 75–91.

[13] Rahardjo, S. (2008). Perubahan Iklim Sangat Berdampak Pada Tanaman Padi. (www.biotek.lipi.go .id). Download tanggal 18 Maret 2009 jam 10:45.

[14] Ryan, T.P,. (1996). Modern Regression Methods. New York: John Wiley & Sons, Inc. [15] Sephton, P. (2001). Forecasting Recessions: Can We Do Better on MARS. The Federal

Reserve Bank of St. Louis.

[16] Stephen DJ, Walker GK, & Lyons TJ. (1994). Foreasting Australian wheat yield with a weighted rainfall index. Agriculture and Forest Meteorology 71: 247-263.

[17] Sutikno. (2008). Statistikal Downscaling Luaran GCM dan Pemanfaatannya untuk Peramalan Produksi Padi [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Gambar

Tabel 1. Nilai Korelasi antara AnLP dan WRI
Tabel 4. Hasil bagging MARS pada Periode 2
Tabel 5. Besarnya Kontribusi Masing-masing Variabel pada Periode 3  Variabel  Besarnya kontribusi

Referensi

Dokumen terkait

Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran

siswa mencermati contoh sumber energi melalui slide power point tentang pemanfaatan sumber energy dan perubahannya dalam kehidupan sehari-hari yang ditayangkan pada

Perlu pemerataan distribusi SDM dengan pemetaan kebutuhan SDM dokter, dokter spesialis dan nakes di seluruh kota/kabupaten dengan perhitungan sesuai rasio jumlah penduduk

Agar tetap dapat bertahan hidup (survive), para migran yang tinggal dikota melakukan aktifitas-aktifitas informal (baik yang sah dan tidak sah) sebagai sumber mata

Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa jumlah tanggungan signifikan pengaruhnya terhadap tingkat partisipasi anggota pada α = 5%. Koefisien regresi sebesar -1,418

Permukaan cat dengan perbanding- an paling kecil terlihat kasar karena kehomo- genan yang tidak bagus, tetapi pengukuran sudut kontak menunjukkan hasil yang bagus dengan didapat

Bagi pengelola pajak di Kabupaten Sukoharjo, hasil penelitian mengenai interpretasi pajak, dan implikasi terhadap pajak menurut wajib pajak usaha mikro, kecil dan

1) Hubungan koordinasi antara Penyidik Polri dan Penuntut Umum pada tahap Pra Penuntutan belum berjalan dengan baik karena kurangnya koordinasi antara pihak penyidik