MENUJU UU
MEDIA SOSIAL
WINA ARMADA SUKARDI
WEBINAR “REGULASI NEGARA DALAM MENJAGA KEBERLANGSUNGAN MEDIA MAINSTREAM DI ERA
DISRUPSI MEDSOS” DALAM RANGKA HPN 2021 DISELENGGARAKAN OLEH KEMENKUM HAM DAN PWI
POKOK BAHASAN
1. CIRI KHAS DAN DAMPAK ERA DISRUPSI DIGITAL
2. KEISTIMEWAAN UU PERS
3. PERBEDAAN UU PERS DAN BUKAN UU PERS
4. DAMPAK ERA DIGITAL DI BIDANG JURNALISTIK
5. LATAR BELAKAN UU ITE
CIRI ERA DISRUPSI DIGITAL
• Saat ini kita sudah berada era disrupsi digital. Serba digital di semua sektor
• Terjadi konvergensi di semua bidang teknologi (termasuk pers)
• Tercipta peradaban dan kebudayaan baru yang terus menerus, terutama di bidang komunikasi dan pers.
• Artifisial intelegen menjadi bagian penting dari kehidupan dan penghidupan.
• Interaksi dan jejaringan sosial menjadi luas dan lintas teritorial • Tercipta jejak digital yang sulit dihilangkan
• Data pribadi menjadi mudah diakses sekaligus disalahgunakan • Muncul kejahatan jenis baru digital
KEISTIMEWAAN UU NO 40 TAHUN 1999
TENTANG PERS
• Tidak ada peraturan pelaksanaaan dari pemerintah • Menganut asas self regulation
• dewan pers memfasilitasi pembuatan peraturan-peraturan di bidang pers. Ini sangat khas dan tak ada di UU lain.
• Kode etik jurnalistik menjadi mahkota wartawan • Memasukan etika ke dalam hukum
• Tidak boleh ada sensor, pembatasan dan pelarangan terhadap berita pers • Bersifat priviil atau primaat
KENAPA PERLU DIBEDAKAN KARYA
JURNALISTIK
DAN BUKAN KARYA JURNALISTIK
?
• Ada perbedaan dampak yuridis terhadap karya
jurnalistik dan bukan karya jurnalistik.
• Ada perbedaan dasar folosofi
• Ada perbedaan hubungan dengan negara dan
lembaga negara
• Ada hubungan dengan sistem pertanggungjawaban
hukum
PERBEDAAN PERS DAN BUKAN PERS
PERS
1. Tidak memerlukan izin
2. Tidak boleh disensor dan dibredel
3. Tidak boleh dihalang-halangi waktu tugas
4. Dalam menjalankan tugasnya dilindungi hukum 5. Mempunyai hak tolak
6. Menerapkan sistem pertanggungjawaban
hukum khusus fiktif dan suksektif
7. Kode etik jurnalistik sebagai mahkota
BUKAN PERS
1. Ada yang perlu memakai izin
2. Ada yang justeru harus disensor lebih dahulu
3. Boleh ada ristriksi
4. Tidak ada perlindungan hukum khusus
5. Tidak mempunyai hak tolak 6. Sistem pertanggung pidana
biasa
7. Tidak mempunyai kode etik khusus
DAMPAK DIGITAL DI BIDANG PERS
•
Muncul kekaburan status pers atau bukan
• Muncul kekaburan mana karya jurnalistik dan bukan
• Muncul kekaburan batas kemerdekaan pers yang perlu
dilindungi dan kebebasan berekspresi umum
• Memudahkan membuat berita palsu, hoax dan fitnah
• Kehidupan pribadi lebih sering diterobos
BEBERAPA PROBLEMATIK YURIDIS
1. Apakah ada materi yang dishare/diunduh di
media sosial yang perlu disensor dulu (misal film
termasuk di over the top/OTT).
2. Siapa yang bertangung jawab, apakah yang
membuat posting atau yang menyebarkannya?
3. Bagaimana kaitannya pengambilan informasi
dengan UU Hak Cipta?
4. Siapa yang mengatur royalti, kalau ada?
5. Apakah UU ITE sudah memadai untuk mengatasi
persoalan media sosial?
6. Bagaimana batasan pribadi dan umum di media
sosial?
DAMPAK DISTRUPSI DIGITAL TERHADAP
PELAKSANAAN PERS
•
Perbedaan ruang publik dan ruang pribadi menjadi
tipis. Terjadi pergeseran pengertian orang terkenal.
• Unsur keberimbangan sering terjadi kontraversi dan
antara kecepatan akurasi
• Cenderung tercamburadukan ruang fakta, opini dan
komersial (yang bersifat porno penipuan)
• Tumbang tindihnya kode etik jurnalistik dan kode etik
sosial
LATAR BELAKANG UU ITE
1. Sebenarnya UU ITE sesuai dengan namanya semula
dirncang untuk bidang komersial terutama
perdagangan atau transaksi elektrontik.
2. Norma-norma sanksi UU ITE pada awalnya untuk
mencegah kejahatan di bidang transaksi binis atau
perdagangan. Selebihnya menjadi sampiran,
namun akhirnya berlaku juga untuk bidang umum
3. UU ITE pada awalnya tidaklah dimaksud untuk
KEPUTUSAN MK 14 JANUARI 2021
SOAL OTT DAN PENYIARAN
OVER THE TOP (OTT)
1.OTT bukan penyiaran karena OTT bersifat private dan ekslusif. 2. OTT dapat disiarkan terpisah dan sepenuhnyan
3. OTT diatur dalam UU ITE, termasuk pemerintah (kominfo) dapat memblok sesuai UU telekomunikasi. Juga sanksinya ada UU ITE dan KUHP.
4. Bagian dari ruang siber yang tidak berbatas teritori.
5. Pengaturan OTT sepenuhnya berada di pembentuk UU.
PENYIARAN
1Penyiaran disiarkan bersifat umum.
2. Disiarkan serentak dan bersamaan.
3. Penyiaran tunduk kepada UU Penyiaran
4. Penyiaran ruang lingkupnya terbatas .
5. Pengaturan sudah ada di UU Penyiaran.
UU MEDIA SOSIAL APA?
1. UU yang menampung perkembangan teknologi
komunikasi di media sosial termsuk penciptaan
norma-normanya.
2. UU lex spialis yang menjadi rujukan utama.
3. UU yang tetap wajib menjaga demokrasi di satu
sisi, dan secara bersamaan juga menegakkan
tertib sosialdi era modern.
4. UU yang memberikan batasan yang jelas mana
yang pers dan bukan.
MENUJU UU MEDIA SOSIAL
1. Seiring dengan perkembangan teknologi komunikasi
media sosial telah berkembang dahsyat, sehingga
menimbulkan ketidakjelas pembatasan freedom of
exprestion dan freedom of pers.
2. Dominasi mediasosial telah menimbulkan banyak
persoalan-peroalan hukum baru yang harus segera
ditangani dengan norma-norma hukum sesuai
dengan perkembangan teknologi informasi.
3. Latar belakang uu ite yang lebih dikhususkan
kepada bidang perdagangan membuka celah
diadakan suatu peraturan baru khusus mengatur
media sosial.
4. Sudah saatnya dipikirkan kemungkinan adanya UU
media sosial.
SEPINTAS RIWAYAT HIDUP
WINA ARMADA SUKARDI, Lahir di jakarta, 17 Oktober 1959. Pendidikan SH (FHUI ), MH (Unas), dan MM/MBA (IMNI)
Pengalaman sekitar 40 tahun sbg wartawan (antara lain harian Prioritas, harian Merdeka dan majalah Forum Keadilan).
Ketua Komisi Hukum dan Perundangan Dewan Pers, Ketua tim perumus Standar Kompetensi Wartawan (SKW), Penasehat hukum beberapa penerbitan pers, pemegang kartu pres no one.
Presenter di TVRI sekitar 20 tahun
Salah seorang yang khusus mendalami etika pers dan hukum pers Rutin menjadi saksi ahli baik di pengadilan maupun di penyidikan.
Menulis lebih dari 20 buku tentang hukum pers dan etika sejak tahun 1989 dan ribuan artikel
Mantan : Sekjen PWI Pusat, Pengurus Iluni UI, Wakil sekjen Jakarta Lawyer Club, Klub Hukum dan Demokrasi
PUBLIKASI KARYA
• “Wajah hukum pidana pers”(1989), • “Menguggat kebebasan pers” ( 1993).
• “Close up seperempad abad pelaksanaan kode etik jurnalistik (2007) • ”Keutamaan di balik kontraversil uupers” (2007)
• “menakar kesejahtraaan wartawam.” (2009) • “hak pribadi versus kemerdekaan pers” (2010) • “Kupas tuntas 350 tanya jawab UU pers.”
• “Suap! Bola tak selamannya bundar”
• Ribuan artikel di surat kabar, majalah, bultein dll • Pemenang adinegoro bidang film
PENGALAMAN AHLI DEWAN PERS (1)
ANTARA LAIN:
1. Kasus Pornografi Foto Model Sofya Lajuba Majalah Matra (Terdakwa Nano Riantiarno)
2. Kasus Pornografi Majalah Populer (Terdakwa Almarhum Mujimanto) 3. Kasus Harian Neraca Vs Bank Indonesia (Terdakwa Masmimar
Mangiang)
4. Kasus Terdakwa Sarah Ashari (PN Jakarta Barat)
5. Kasus Kompas Vs Abdul Wahid Kadungga (Tergugat Kompas)
6. Kasus Surat Pembaca Vs Sinar Mas (Terdakwa Fifi J, Kho Seng Seng Dll)
PENGALAMAN AHLI DEWAN PERS (2)
7. KASUS FRAKIM VS WALIKOTA TANJUNG PINANG (TERDAKWA FRANKIM)
8. KASUS PK TERDAKWA DAHRI UHUM NASUTION VS IAIN MEDAN 9. KASUS TABLOID INVESTIGASI (TERDAKWA EDDY SUMARSONO)
10. KASUS DOKTER LUCKY VS DOKTER RUDY (PN JAKSEL DAN PN UTARA) 11. KASUS IRAWAN VS MAJALAH FORUM
12. KASUS MAJALAH KARTINI VS HERLINAWATI 13. KASUS BUPATI SOLOK VS BAKIN NEWS 14. DAN LAIN-LAIN.
PENGALAMAN DI BIDANG PENYIARAN
1.REPORTER RADIO ARH (1977-1982)
2.+/- 20 THN PRESENTER TVRI (ACARA AL ANEKA, NEGARA KEPULAUAN, BINA PAJAK, KELUARGA SADAR HUKUM, DEWAN PERS KITA,
NOSTALGIA DLL)
3. KETUA TIM 10 RUU PENYIARAN
4. BELAJAR TV DI CDF, JERMAN (BARAT)