• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia.United Nations International Children s Emergency Fund (UNICEF)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Pneumonia adalah penyebab kematian utama pada balita di dunia termasuk Indonesia.United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan bahwa pada tahun 2011 terjadi 1,3 juta kematian dimana 14% dari keseluruhan kematian anak bawah lima tahun (Balita) disebabkan oleh pneumonia (Subanada, 2014). Prediksi kasus baru dan insiden pneumonia balita paling tinggi terjadi pada 15 negara, mencakup 115,3 juta (74%) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari setengahnya terkonsentrasi di enam negara, mencakup 44% populasi balita di dunia. Keenam negara tersebut adalah India 43 juta, China 21 juta, Pakistan 10 juta, Bangladesh, Indonesia dan Nigeria masing-masing enam juta kasus per tahun (Rudan dkk, 2008).

Strategi untuk penatalaksanaan kasus (case-management) dalam rangka menurunkan kematian yang disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan pneumonia telah dilakukan oleh WHO sejak 1980-an. Pedoman kemudian dikembangkan dan diintegrasikan ke program Integrasi Tatalaksana Balita Sakit (Integrated Management of Childhood Illness/IMCI), yang juga memasukkan pedoman untuk pelayanan kesehatan primer dan tatalaksana kasus di rumah sakit. Program ini telah terlaksana lebih dari 25 tahun tetapi angka kematian anak karena pneumonia masih tinggi. Hal ini merupakan tantangan untuk semua pihak,terutama dalam usaha mencapai tujuan Millennium Development Goals

(2)

(MDG’s) nomor empat, yaitu menurunkan kematian anak (balita) sebesar dua pertiga diantara tahun 1990 dan 2015 (Kemenkes, 2010).

Riset kesehatan dasar (Riskesdas) menyatakan pada tahun 2007 sebesar 15,5% penderita pneumonia meninggal dunia atau 83 balita meninggal setiap hari dan menjadi penyebab nomor dua dari keseluruhan kematian balita di Indonesia. Survei Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) menyatakan terjadi peningkatan kejadian pneumonia balita dari tahun 2002 – 2007 yaitu 7,6% menjadi 11,2% (Kemenkes RI, 2010).

Bali merupakan propinsi nomor dua dengan kejadian pneumonia tertinggi di Indonesia pada tahun 2007 sebesar 11,1% (Kemenkes RI, 2010). Denpasar merupakan kabupaten/kota dengan cakupan pneumonia tertinggi nomor empat di Bali sebesar 18,73%, sedangkan Puskesmas II Denpasar Selatan merupakan puskesmas nomor dua dengan cakupan pneumonia tertinggi sebesar 15,93% pada tahun 2012 (Dinkes Kota Denpasar, 2013).

Tingginya pneumonia pada balita oleh karena faktor risikonya masih ada. Departemen Republik Indonesia (Depkes RI) dan beberapa penelitian tentang pneumonia menyatakan faktor risiko pneumonia pada balita antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi rendah, status gizi, berat badan lahir rendah (BBLR), pemberian air susu ibu (ASI) yang kurang memadai, status imunisasi, defisiensi vitamin A, faktor lingkungan fisik rumah (lantai, dinding, ventilasi, kelembaban, suhu, pencahayaan), kepadatan hunian kamar tidur, polusi udara (Depkes RI, 2004).

(3)

Beberapa penelitian berkaitan dengan riwayat pemberian ASI sebagai faktor risiko pneumonia pada balita. Pemberian ASI yang memadai dapat mengurangi morbiditas serta mortalitas akibat pneumonia karena dapat mengurangi kejadian infeksi terhadap saluran pernapasan serta menurunkan tingkat keparahan infeksi selama masa bayi dan balita, pemberian ASI yang tidak memadai sebagai salah satu faktor risiko pneumonia pada balita (Lamberti, dkk., 2013; Victora, dkk, 1994; Fonseca, dkk., 1996; Sugihartono dan Nurjazuli, 2012; Mokoginta, dkk., 2013; Naim, 2000; Pradhana, 2010; Regina, dkk., 2013; Annah, dkk., 2012;Kramer, 1988; Ogundele, 1999; Arifeen, dkk., 2001; Franks, dkk., 1982; WHO, 2014; Horta, dkk., 2007).

Studi kasus kontrol pada bayi dan balita tentang ASI eksklusif dengan pneumonia dinyatakan tidak ada hubungan yang bermakna (Farmani, 2011; Sulistyowati, 2010; Yushananta, 2008). Banyak penelitian tentang pemberian ASI dikaitkan dengan pneumonia pada balita yang telah dilakukan di Indonesia, namun belum ada yang secara mendalam menggali pemberian ASI sebagai faktor risiko pneumonia. Penelitian di Puskesmas II Denpasar Selatan, pada instrumen bagian pertanyaan ASI hanya ada di karakteristik untuk menanyakan apakah ASI eksklusif atau tidak (Farmani, 2011).Pemberian ASI eksklusif tidak hanya ditanyakan apakah memberikan ASI saja selama enam bulan atau tidak, tetapi ada beberapa hal yang perlu ditanyakan terkait pola pemberiannya.Hal tersebut seperti pelaksanaan inisiasi menyusu dini (IMD) pada saat lahir, pemberian kolostrum, kebijakan/peraturan tentang pemberian ASI eksklusif. Sejalan dengan hal ini, maka sudah ada beberapa program atau kebijakan yang telah diambil/ditetapkan

(4)

oleh pemerintah untuk mencapai keberhasilan cakupan ASI eksklusif ini.Kenyataannya tetap saja dari tahun ke tahun cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih di bawah target.

Balita yang tinggal dalam rumah yang padat penghuninya (Victora dkk., 1994;Yuwono,2008; Pramudiyani dan Prameswari, 2011; Farmani, 2011; Pamungkas, 2012) tidak ada jendela serta tidak membuka jendela kamar dan ventilasi kamar (Anwar dan Dharmayanti, 2014;Yuwono, 2008; Pramudiyani dan Prameswari, 2011), jenis lantai yang membuat lembab (Yuwono, 2008; Sugihartono dan Nurjazuli, 2012), kondisi dinding dan rumah yang lembab (Yuwono, 2008), dan kurangnya pencahayaan alami ke dalam ruang tidur (Farmani, 2011) sebagai faktor risiko pneumonia pada balita.

Peran faktor lingkungan sebagai faktor risiko juga disampaikan oleh petugas surveilans dan pemegang program P2 ISPA di Puskesmas II Denpasar Selatan yang mengatakan bahwa wilayah kerja Puskesmas II Denpasar Selatan merupakan daerah yang cukup padat baik dari segi bangunan maupun penduduk. Penderita pneumonia sebagian besar adalah penduduk pendatang dimana mereka tinggal di kos-kosan yang huniannya padat dan sempit (Footnotes, 2014).Faktor yang berkaitan dengan lingkungan fisik rumah ini masih ada yang inkonsisten.Luas ventilasi (Farmani, 2011; Sunyataningkamto,dkk., 2004), kelembaban rumah (Farmani, 2011; Sinaga, 2008) jenis lantai yang tidak memenuhi syarat (Farmani, 2011), tingkat kepadatan penghuni di dalam rumah (Zuraidah, 2002) tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian pneumonia pada bayi dan anak balita.

(5)

Faktor lain sebagai faktor risiko pneumonia pada balita adalah status imunisasi, status gizi, defisiensi vitamin A, riwayat BBLR, dimana Kota Denpasar faktor-faktor tersebut relatif cukup baik. Data dari Profil Dinas Kesehatan Kota Denpasar cakupan imunisasi di Kota Denpasar untuk tahun 2012 dan 2013 semua telah melebihi target yang ditentukan, cakupan status gizi balita berdasarkan berat badan/umur (BB/U) masih terdapat dua balita (0,15%) gizi buruk, sedangkan sebesar 3,43% mengalami gizi kurang walaupun tidak melebihi target Kota Denpasar yaitu 15%. Cakupan pemberian vitamin A di Kota Denpasar tahun 2013 yaitu 100% yang berarti sudah memenuhi target. Berdasarkan data dari pemegang program Kesehatan Ibu dan Anak – Keluarga Berencana (KIA-KB) Dinas Kesehatan Kota Denpasar jumlah kasus BBLR yang terjadi pada tahun 2013 sebanyak 181 kasus. Berdasarkan data dari pemegang program Penanggulangan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Atas (P2 ISPA) Dinas Kesehatan Kota Denpasar bahwa orang tua perokok merupakan faktor risiko utama terjadinya pneumonia di Kota Denpasar pada tahun 2011 dan 352 orang yang telah dilakukan care seeking. Data yang didapat ini hanya berdasarkan pertanyaan yang diberikan kepada orang tua yang anaknya menderita pneumonia saja.

1.2 Rumusan Masalah

Kejadian pneumonia masih tinggi begitu juga kematiannya. Penelitian tentang hubungan ASI, lingkungan fisik rumah sebagai faktor risiko pneumonia pada balita telah banyak dilakukan, namun ada beberapa hal yang masih tidak konsisten. Berdasarkan latar belakang yang telah disusun maka rumusan

(6)

masalahnya adalah apakah pemberian ASI dan lingkungan fisik rumah meningkatkan risiko kejadian pneumonia pada balita?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Umum

Mengetahui pemberian ASI dan lingkungan fisik rumah sebagai faktor risiko kejadian pneumonia pada balita di Puskesmas II Denpasar Selatan.

1.3.2 Khusus

1. Mengidentifikasi pemberian ASI (status ASIeksklusif, durasi pemberian ASI, pemberian ASI dua tahun, status inisiasi menyusu dini, pemberian kolostrum), dan lingkungan fisik rumah (jenis lantai, keadaan dinding, luas ventilasi, kelembaban, pencahayaan alamidan dan kepadatan hunian). 2. Mengetahui pemberian ASI dan lingkungan fisik rumah sebagai faktor

risiko kejadian pneumonia pada balita. 1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat bagi pemegang kebijakan

Hasil studi ini diharapkan mampu memberikan masukan dalam menyusun tata laksana pencegahan dan penanggulangan pneumonia pada balitadi wilayah Puskesmas II Denpasar Selatan.

1.4.2 Manfaat bagi masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang faktor risiko pneumonia sehingga kejadian pneumonia pada balita bisa dicegah dan ditanggulangi.

(7)

1.4.3 Manfaat akademik

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang faktor riwayat pemberian ASI dan lingkungan fisik rumah dengan kejadian pneumonia pada balita

2. Dapat menjadi acuan dan data dasar bagi penelitian berikutnya, terutama yang berkaitan dengan pneumonia pada balita.

Referensi

Dokumen terkait

Template yang diberikan bisa digunakan untuk mereview NDF dari tahun ke tahun dapat terus digunakan untuk menjaga langkah yang dilakukan tetap pada jalurnya,

Dalam standar mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, Namun

 Post-traumatic stress disorder: terjadi pada individu- individu yang mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis.  Kemudian mengalami kembali kejadian melalui mimpi buruk,

Pengembangan senyawa aktif baru dapat dilakukan terutama pada grup -4’OH cincin A genistein yang diprediksi merupakan farmakofor paling penting dalam interaksinya

Pada desain bangunan atas parameter yang digunakan untuk perencanaan menggunakan jalan rel sesuai dengan fungsinya sebagai jalur perkeretaapian. Pemilihan suatu tipe

Apabila dikaitkan dengan politik luar negeri Indonesia yang bertajuk “zero enemy thousand friends,” maka dengan dilaksanakannya MEF ini, TNI dapat memprioritaskan diri untuk

Hasil penelitian menunjukkan bahwa batik Tanjung Bumi merupakan souvenir wisata yang makin berkembang dengan adanya kemudahan akses menuju kesana karena pembangunan

Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana tingkat persetujuan wisatawan terhadap komponen daya tarik wisata serta motivasi wisatawan