• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALH ASKEP PPOM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAKALH ASKEP PPOM"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS PRAKTEK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

PPOM (PENYAKIT PARU OBSTRUKSI MENAHUN)

S E KO LA HT I NGG I I L M UK E SE H A T A N S Y EDZA SA INTIK A

Disusun oleh kelompok 2: Anggun sri permata (1002002)

Cici indra lasmita (1002004) Dia fawziah (1002005)

Nopri hadi (1002012) Septi asrini (1002016) Yulia nengsih (1002020)

Dosen pembimbing: Ns.Rhona sandra M,kep

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES SYEDZA SAINTIKA

PADANG

2013

(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PPOM (penyakit paru obstruksi menahun)” dengan baik.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tuntutan mata kuliah praktek keperawatan medikal bedah I. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini telah memperoleh banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis patut menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing.

Penulis berupaya semaksimal mungkin agar makalah ini bisa menjadi baik dan layak untuk sesama, namun penulis menyadari kesempurnaan masih jauh. Maka saran dan kritik yang membangun dari semua pihak demi perbaikan makalah ini sangatlah diharapkan dan akan diterima dengan lapang dada. Kiranya semua bantuan yang telah penulis dapatkan dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Padang, 27 maret 2013 Penulis

(3)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Penyakit paru-paru obstruksi menahun (PPOM) merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara. Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang ditandai dengan sebutan PPOM adalah : Bronkhitis, Emifisema paru-paru dan Asma bronkial.

Perjalanan PPOM yang khas adalah panjang dimulai pada usia 20-30 tahun dengan “batuk merokok” atau batuk pagi disertai pembentukan sedikit sputum mukoid. Mungkin terdapat penurunan toleransi terhadap kerja fisik, tetapi biasanya keadaan ini tidak diketahui karena berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Akhirnya serangan brokhitis akut makin sering timbul, terutama pada musim dingin dan kemampuan kerja penderita berkurang, sehingga pada waktu mencapai usia 50-60 an penderita mungkin harus mengurangi aktifitas.

Penderita dengan tipe emfisematosa yang mencolok, perjalanan penyakit tampaknya tidak dalam jangka panjang, yaitu tanpa riwayat batuk produktif dan dalam beberapa tahun timbul dispnea yang membuat penderita menjadi sangat lemah. Bila timbul hiperkopnea, hipoksemia dan kor pulmonale, maka prognosis adalah buruk dan kematian biasanya terjadi beberapa tahun sesudah timbulnya penyakit. (Price & Wilson, 1994 : 695)

B. Tujuan

a. Tujuan umum

Setelah mempelajari praktek keperawatan medikal bedah 1 mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien PPOM

b. Tujuan khusus

• Mengetahui tentang definisi dari PPOM

• Mengetahui penyebab dari PPOM.

• Mengetahui tanda dan gejala dari PPOM.

• Mengetahui Penatalaksanaan PPOM pada lansia.

(4)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Defenisi PPOM

PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,

bronkiektasis, emfisema dan asma. (Bruner & Suddarth, 2002). PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru.

2. Macam-macam bentuk PPOM

I. BRONKITIS KRONIS

A. Pengertian

Bronkitis kronis didefinisikan sebagai adanya batuk produktif yang berlangsung 3 bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut. (Bruner & Suddarth, 2002)

B. Patofisiologi

Asap mengiritasi jalan nafas mengakibatkan hipersekresi lendir dan inflamasi. Karena iritasi yang konstan ini, kelenjar-kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun dan lebih banyak lendir yang dihasilkan. Sebagai akibat bronkiolus dapat menjadi menyempit dan tersumbat.

Alveoli yang berdekatan dengan bronkiolus dapat menjadi rusak dan membentuk fibrosis, mengakibatkan perubahan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri. Pasien kemudian menjadi lebih rentan terhadap infeksi pernapasan. Penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi sebagai akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam jalan napas. Pada waktunya mungkin terjadi perubahan paru yang ireversibel, kemungkinan mengakibatkan emfisema dan bronkiektasis.

(5)

C. Tanda dan Gejala

Batuk produktif, kronis pada bulan-bulan musim dingin. D. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan analisa gas darah : hipoksia dengan hiperkapnia

2. Rontgen dada : pembesaran jantung dengan diafragma normal/mendatar 3. Pemeriksaan fungsi paru : Penurunan kapasitas vital (VC) dan volume

ekspirasi kuat (FEV), peningkatan volume residual (RV), kapasitas paru total (TLC) normal atau sedikit meningkat.

4. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit : dapat sedikit meningkat

II. BRONKIEKTASIS

a. Pengertian

Bronkiektasis adalah dilatasi bronki dan bronkiolus kronis yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi paru dan obstruksi bronkus; aspirasi benda asing, muntahan, atau benda-benda dari saluran pernapasan atas; dan tekanan akibat tumor, pembuluh darah yang berdilatasi, dan pembesaran nodus limfe. (Bruner & Suddarth)

b. Patofisiologi

Infeksi merusak dinding bronkial, menyebabkan kehilangan struktur pendukungnya dan menghasilkan sputum yang kental yang akhirnya dapat menyumbat bronki. Dinding bronkial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat. Infeksi meluas ke jaringan peribronkial sehingga dalam kasus bronkiektasis sakular, setiap tuba yang berdilatasi sebenarnya adalah abses paru, yang eksudatnya mengalir bebas melalui bronkus. Bronkiektasis biasanya setempat, menyerang lobus atau segmen paru. Lobus yang paling bawah lebih sering terkena.

Retensi sekresi dan obstruksi yang diakibatkannya pada akhirnya menyebabkan alveoli di sebelah distal obstruksi mengalami kolaps (ateletaksis). Jaringan parut atau fibrosis akibat reaksi inflamasi menggantikan jaringan paru yang berfungsi.

(6)

Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi pernapasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi dan peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas paru total. Terjadi kerusakan campuran gas yang diinspirasi (ketidakseimbangan ventilasi-perfusi) dan hipoksemia.

c. Tanda dan Gejala

i. Batuk kronik dan pembentukan sputum purulen dalam jumlah yang sangat banyak

ii. Jari tabuh, karena insufisiensi pernapasan

iii. Riwayat batuk berkepanjangan dengan sputum yang secara konsisten negatif terhadap tuberkel basil

d. Pemeriksaan Penunjang

i. Bronkografi

ii. Bronkoskopi

iii. CT-Scan : ada/tidaknya dilatasi bronkial

III.EMFISEMA

a. Pengertian

Emfisema didefinisikan sebagai suatu distensi abnormal ruang udara diluar bronkiolus terminal dengan kerusakan dinding alveoli. (Bruner & Suddarth, 2002)

b. Patofisiologi

Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu : inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan; kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi udara ke alveoli yang berfungsi.

Karena dinding alveoli mengalami kerusakan, area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan difusi oksigen.

(7)

Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan, mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri (hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius.

Karena dinding alveolar terus mengalami kerusakan, jaring-jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema. Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.

Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan kronis dengan damikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema memperberat masalah.

Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru, dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi. Posisi selebihnya adalah salah satu inflasi.

Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan membutuhkan upaya otot-otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi kaku, dan iga-iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest) pada banyak pasien ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.

c. Tanda dan Gejala

i. Dispnea

ii. Takipnea

(8)

iv. Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru v. Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi

vi. Hipoksemia vii. Hiperkapnia viii. Anoreksia ix. Penurunan BB x. Kelemahan d. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen dada : hiperinflasi, pendataran diafragma, pelebaran interkosta dan jantung normal

2. Fungsi pulmonari (terutama spirometri) : peningkatan TLC dan RV, penurunan VC dan FEV

IV. ASMA

a. Pengertian

Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Bruner & Suddarth, 2002)

b. Patofisiologi

Individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas, bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.

(9)

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial diatur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non alergi ketika ujung saraf pada jalan nafas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan, jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis.

Selain itu, reseptor α- dan β-adrenergik dari sistem saraf simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α adrenergik dirangsang , terjadi bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β-adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor α- dan β-adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosin monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor –alfa mengakibatkan penurunan c-AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi respon beta- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP, yang menghambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-adrenergik terjadi pada individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos.

c. Tanda dan Gejala 1. Batuk 2. Dispnea 3. Mengi 4. Hipoksia 5. Takikardi 6. Berkeringat

(10)

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Rontgen dada : hiperinflasi dan pendataran diafragma

2. Pemeriksaan sputum dan darah : eosinofilia (kenaikan kadar eosinofil). Peningkatan kadar serum Ig E pada asma alergik

3. AGD : hipoksi selama serangan akut 4. Fungsi pulmonari :

• Biasanya normal

• Serangan akut : Peningkatan TLC dan FRV; FEV dan FVC agak menurun

3. Etiologi PPOM

PPOM disebabkan oleh factor lingkungan dan gaya hidup, yang sebagian besar bias dicegah. Merokok diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus PPOM. Faktor resiko lainnya termasuk keadaan social-ekonomi dan status pekerjaaan yang rendah, kondisi lingkungsn yang buruk karena dekat lokasi pertambangan, perokok pasif, atau terkena polusi udara dan konsumsi alcohol yang berlebihan. Laki-laki dengan usia antara 30 hingga 40 tahun paling banyak menderita PPOM.

4. Patofisiologi

Patofisiologi PPOM adalah sangat kompleks dan komprehensif sehingga mempengaruhi semua sisitem tubuh yang artinya sama juga dengan mempengaruhi gaya hidup manusia. Dalam prosesnya, penyakit ini biasanya menimbulkan kerusakan pada alveolar sehingga bisa mengubah fisiologi pernafasan, kemudian mempengaruhi oksigenasi tubuh secara keseluruhan.

Abnormal pertukaran udara pada paru-paru terutama berhubungan dengan tiga mekanisme berikut ini:

a. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi

Hal ini menjadi penyebab utama hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Peningkatan keduanya terjadi ketika penyakit yang semakin berat sehingga menyebabkan kerusakan pada

(11)

alveoli dan dan kehilangan bed kapiler. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi sama. Ventilasi dan perfusi yang menurun biasa dilihat pada pasien PPOM, dimana saluran pernafasannya terhalang oleh mukus kental atau bronchospasme. Di sini penurunan ventilasi akan terjadi, akan tetapi perfusi akan sama, atau berkurang sedikit. Banyak di diantara pasien PPOM yang baik empisema maupun bronchitis kronis sehingga ini menerangkan sebabnya mengapa mereka memiliki bagian-bagian,dimana terjadi diantara keduanya yang meningkat dan ada yang menurun.

b. Mengalirnya darah kapiler pulmo

Darah yang tidak mengandung oksigen dipompa dari ventrikel kanan ke paru-paru, beberapa diantaranya melewati bed kapiler pulmo tanpa mengambil oksigen. Hal ini juga disebabkan oleh meningkatnya sekret pulmo yang menghambat alveoli.

c. Difusi gas yang terhalang

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari satu atau dua sebab yaitu berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara sebagai akibat dari penyakit empisema atau meningkatnya sekresi, sehingga menyebabkan difusi menjadi semakin sulit.

5. Tanda dan gejala

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri-ciri dari PPOM adalah malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya adalah ditandai dengan :

1) batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang menjadi di saat pagi hari. 2) Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

3) Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.

4) pasien akan sering mengalami infeksi pernafasan dan kehilangan berat badan yang cukup drastis, sehingga pada akhirnya pasien tersebut tidak akan mampu secara maksimal melaksanakan tugas-tugas rumah tangga atau yang menyangkut tanggung jawab pekerjaannya.

(12)

5) Pasien mudah sekali merasa lelah dan secara fisik banyak yang tidak mampu melakukan kegiatan sehari-hari.

6) pasien PPOM banyak yang mengalami penurunan berat badan yang cukup drastis sebagai akibat dari hilangnya nafsu makan karena produksi dahak yang makin melimpah, penurunan daya kekuatan tubuh, kehilangan selera makan,penrunan kemampuan pencernaan sekunder karena tidak cukup oksigenasi sel dalam system gastrointestinal. Pasien PPOM, lebih membutuhkan banyak kalori karena lebih banyak mengeluarkan tenaga dalam melakukan pernafasan.

6. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan PPOM adalah :

a) Usaha-usaha pencegahan, terutama ditujukan terhadap memburuknya penyakit.

b) Mobilisasi dahak.

c) Mengatasi bronkospasme. d) Memberantas infeksi.

e) Penanganan terhadap komplikasi.

(13)

ASUHAN KEPERAWATAN PPOM 1. Pengkajian

Anamnesa

Dispnea adalah keluhan utama ppom klien biasanya mempunyai riwayat merokok dan rwayat batuk kronis,bertempat tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat,adanya riwayat alergi pada keluarga,adanya riwayat asma pada saat anak-anak.

Perawat perlu mengkai riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi yang meliputi alergen,stres emosien ,peningkatan aktifitas fisik yang berlebihan,terpapar dengan folusi udara,serta infeksk saluran pernafasan.perawat juga perlu mengkaji obat-obat yang biasa diminum klen,memeriksa kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembal.

Pengkajian pada tahap lanjut penyakit,di dapatkan kadar oksigen yang rendah(hipoksemia) dan kadar karbon dioksida yang paling tinggi (hiperkapnea). Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat penggumpulan sekresi. Setelah infeksi terjadi,klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.

Anoreksia,penurunan berat badan,dan kelemahan adalah hal yang umum terjadi.vena jugularis mungkin mengalami distensi selama aspirasi.pada pengkajian yang dilakukan ditanggan,sering didapatkan adanya jari tabuh (clubbing fringer) sebai dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan.

Sebagai pengkajian untuk menentukan predisposisi penyakit yang mendasarinya, perawat perlu merujuk kembali pada penyakit yang mendasari,yaitu asma brochial,bronchitis klonis dan empisema pada pembahasan selanjut nya

Pemeriksaan fisik fokus

Inspeksi

Pada klien dengan kelainan PPOM,terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan ,serta penggunaan obat bantu napas (sternoklieidomastoid).

(14)

Pada saat inspeksi, biasanya dapat terlihat klien mempunyai bentuk dada barrel chest akbat udara yang terperangkap,penipisan masa otot, bernapas dengan bibir yang dirapatkan, pernapasan abnormal yang tdak efektif. Pada tahap lanjut, dispnea terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktf dengan sputum purulen disertai dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernapasan.

Palpasi

Pada palpasi, ekspansi menngkat dan taktil fremitus biasanya menurun Perkusi

Pada perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfragma mendatar atau menurun.

Auskultasi

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronchi dan whezzing sesuai tingkat keparahan obstruktif bronkhiolus.

Pengkajian diagnostik

Pengukuran Fungsi Paru

1. Kapasitas inspirasi menurun

2. Volume residu : meningkat pada bronkhitis, emfisiema, dan asma

3. FEV1 selalu menurun = derajat obstuksi progresf penyakit paru obstruksi kronis

4. FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma

5. TLC normal sampai meningkat sedang (prodominan pada emfisema) Analisa gas darah

PaO2 menurun PCO2 meningkat, sering menurun pada asma. Nlai pH normal, asdosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.

(15)

Pemeriksaan laboratorium

1. Hemoglobulin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisitemia sekunder 2. Jumlah darah merah meningkat

3. Eosinofil dan total IgE serum meningkat 4. Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun

5. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretik

Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan gram kuman/kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang biasa ditemukan adalah streptochocus, pneumonia, hemophylus inffluenza

Pemeriksaan Radiologi Thorax foto (AP dan lateral)

Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area paru. Pada emfisema paru didapatkan diafragma dengan letak yang rendah dan mendatar ruang udara retrosernal > (foto lateral), jantung tampak bergantung, memanjang dan menyempit.

Pemeriksaan bronkhogram

Menunjukkan dilatasi bronkhus kolap bronkhiale pada ekspirasi kuat.

EKG

Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat korpulmonal, terdapat deviasi aksis kekanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III dan aVE. Voltase QRS rendah. Di VI rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 V1 rasio R/S kurang dari 1 sering terdapat RBBB inkomplet.

Penatalaksanaan Medis

Intervensi medis bertujuan untuk :

o Memelihara kepatenan jalan napas dengan menurunkan spasme bronkhus dan membersihkan sekret yang berlebihan.

o Memelihara keefektifan pertukaran gas.

(16)

o Meningkatkan toleransi latihan.

o Mencegah adanya komplikasi (gagal napas akut dan status asmatikus) o Mencegah alergen/iritasi jalan napas.

o Membebaskan adanya kecemasan dan mengobati depresi yang sering menyertai adanya obstruksi jalan napas kronis.

Manajemen medis yang diberikan berupa : 1) Pengobatan farmakologi

• Anti-inflamasi (kortikosteroid, natrium kromolin, dll)

• Bronkhodilator

Adrenegin : efedrin, epineprin, dan beta adrenergik agonis selektif. Nonadrenergik : aminofili, teofilin.

• Antihistamin

• Steroid

• Antibiotik

• Ekspektoran

Oksigen digunakan 3 1/menit dengan nasal kanul. 2) Higiene paru

Cara ini bertujuan untuk membersihkan sekret dari paru, meningkatkan kerja silia, dan menurunkan risiko infeksi. Dilaksanakan dengan nebulizer, fisioterapi dada, dan postural drainase.

3) Latihan

Bertujuan untuk mempertinggi kebugaran dan melatih fungsi otak skeletal agar lebih efektif. Dilaksanakan dengan jalan sehat

4) Menghindari bahan iritan

Penyebab iritasi jalan napas yang harus dihindari diantaranya asap rokok dan perlu juga mencegah adanya elergen yang masuk tubuh.

5) Diet

Klien sering mengalami kesulitan makan karena adannya dispnea. Pemberian porsi yang kecil namun sering lebih baik dari pada makan sekaligus banyak.

(17)

2. Diagnosa keperawatan

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang b.d adanya bronkhokontriksi, akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektf.

2. Gangguan pertukaran gas yang b.d retensi CO2 peningkatan sekresi, peningkatan pernapasan dan proses penyakit.

3. Resiko tinggi infeksi pernafasan (pneumonia) b.d akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektif.

4. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang b.d penurunan nafsu makan

5. Gangguan ADL yang b.d kelemahan fisik umum dan keletihan.

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan intervensi Rasional

1 Ketidakefektifan

bersihan jalan napas yang b.d adanya bronkhokontriksi, akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya

kemampuan batuk efektf.

Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan intervensi jalan napas kembali efektif ditandai dengan berkurangnya sputum untuk mempebaikai ventilasi paru dan pertukaran gas. Kriteria hasil: tidak ada bunyi napas tambahan,dapat mendemontrasikan batuk efektif, pernapasan normal. - kaji warna,kekentalan,d an jumlah sputum - atur posisi semi fowler

- ajarkan cara batuk efektif

- bantu klien latihan napas dalam - karakteristik sputum dapatmenunjuk kan berat ringannya obstruksi -meningkatkan ekspansi dada - batuk efektif dapat memudahkan pengeluaran sekret yang melekat pad ajaln napas - ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan

(18)

-auskultasi paru sebelum dan sesudah program latihan. meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk dikeluarkan. - Pemantauan yang adekuat dapat untuk mengevaluasi kondisi dan kesiapan pasien 2 Gangguan

pertukaran gas yang b.d retensi CO2 peningkatan sekresi, peningkatan

pernapasan dan

proses penyakit.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas membaik. Kriteria hasil: Frekuensi napas normal 16-20 x/i, warna kulit normal, tidak ada dipsnea,GDA dalam batas normal. - kaji keefektifan jalan napas - kolaborasi untuk pemberian bronkhodilator secara aerosol - lakukan fisioterapi dada - kolaborasi untuk pemantauan AGD -bronkhospasme dideteksi ketika terdengar bungi mengi saat diauskultasi dengan stetoskop. - terapi aerosol membantu mengencerkan sekresi sehingga dapat di buang. - setelah inhalasi bronkhodilator nebulizer, klien disarankan untuk meminum air putih untuk lebih mengencerkan sekresi.

(19)

- Kolaborasi pemberian oksigen via nasal

- oksigen diberikan ketika tejadi

hipoksemia.

4. Implementasi

1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang b.d adanya bronkhokontriksi, akumulasi sekret jalan napas dan menurunnya kemampuan batuk efektf.

Implementasi:

• Mengkaji warna sputum = kehijau-hijauan,

• Mengkaji kekentalan sputum ,dan

• jumlah sputum1 cc

• Mengatur posisi pasien semi fowler

• Mengajarkan cara batuk efektif

• Membantu klien latihan napas dalam

• Mengkaji frekuensi pernapasan

• auskultasi paru sebelum dan sesudah program latihan.

(20)

S : Klien mengatakan sejak tadi malam napas sudah berkurang sesaknya

O : RR= 24 x/i

Warna sputum = kental kehijau-hijauan Jumlah sputum 0,5 cc

TD= 120/70 mmHg S = 37 °c

N = 75 x/i

A : Masalah sebagian teratasi

P : Intervensi di lanjutkan

I : Melatih batuk efektif

E : Bersihan jalan napas efektif

(21)

TINJAUAN KASUS 1. Pengkajian

a. Identitas klien

Nama : Tn.S

Umur : 65 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Agama : islam

Status : menikah

Pekerjaan :

-Alamat : jln lolong no.14 Padang

Pendidikan : SMP

No. RM :

Alasan masuk : Sesak napas

b. Riwayat kesehatan sekarang

Keluhan utama klien adalah sesak nafas, setelah terpapar oleh allergen atau factor lain yang mencetuskan serangan PPOM.

c. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan klien dahulu pernah mengalami sesak napas sejak 3 tahun yang lalu.

d. Riwayat kesehatan keluarga

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit gangguan pernapsan sebelumnya.

e. Pemeriksaan fisik

1) Sistem pernapasan

 Peningkatan frekuensi pernafasan, susah bernafas,

perpendekan periode inspirasi.

 Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi sternum, pengangkatan bahu waktu bernafas).

 Pernafasan cuping hidung.

 Adanya mengi yang terdengar tanpa stetoskop.

(22)

 Batuk keras, kering, dan akhirnya batuk produktif.

2) Sistem kardiovaskuler

 Takhikardi

 Tensi 130/80 mmHg

 Pulsus paradoksus (penurunan tekanan darah > 10 mmHg pada waktu inspirasi).

 Sianosis

 Dehidrasi

3) Integritas ego

Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang 4) Makanan / cairan

Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.

5) Higiene

Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan. 6) Keamanan

Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.

7) Seksualitas Penurunan libido. 8) Interaksi sosial

Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.

9) Aktivitas/istirahat

Keletihan, kelelahan,ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena sulit bernapas. Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

(23)

1) Pemeriksaan rutin Faal paru

- Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%).Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred.) <80%

- %VEP1% (VEP1/KVP) <75%

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk

menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. - Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan,

APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variability harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

2) Uji bronkodilator

Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20

menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <20%>

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil.

3) Darah rutin Hb, Ht, leukosit 4) Radiologi

Foto thoraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Pada emfisema terlihat gambaran: - Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar - Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance)

(24)

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21% kasus 5) Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hipereaktiviti bronkus derajat ringan.

6) Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednisone atau metilprednisolon) sebanyak 30-50mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20% dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.

7) Analisis gas darah Terutama untuk menilai: - Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik 8) Radiologi

- CT-Scan resolusi tinggi

- Mendeteksi emmfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto thoraks polos

- Scan ventilasi perfusi 9) Elektrokardiografi (EKG)

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh P pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.

10) Ekokardiografi

Menilai fungsi jantung kanan. 11) Bakteriologi

Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.

(25)

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan

primer dan sekunder, penyakit kronis.

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah. 5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan

kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

3. Intervensi Keperawatan

1. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi. Tujuan : Mengefektifkan jalan nafas

Hasil yang diharapkan :

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih / jelas - Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

Intervensi :

• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.

• Kaji frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema)

• Kaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

• Pertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll

• Bantu latihan nafas dalam

• Berikan obat sesuai indikasi

Implementasi :

1. Mengauskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misal : mengi, krekels, ronki.

2. Mengkaji frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi mengi (emfisema) 3. Mengkaji pasien untuk posisi yang nyaman misal: peninggian kepala tempat

tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.

4. Mempertahankan polusi lingkungan minimum debu, asap dll 5. Mengajarkan teknik nafas dalam batu efektif

(26)

6. Memberikan obat sesuai indikasi

Evaluasi:

S : Klien mengatakan sejak tadi malam napas sudah tidak sesak lagi.

O : TD= 120/80 mmHg

Nadi = 60 x/i Suhu = 36,5°c RR = 22x/i

Warna sputum= putih kekuning-kuningan Kekentalan sputum= agak kental

A : Masalah teratasi sebagian

P : Intervensi dilanjutkan I : Latihan napas dalam

E : Napas klien tampak tidak sesak

(27)

PEMBAHASAN

1. Pengkajian

Dalam pengkajian pada kasus PPOM kita sebagai perawat harus tahu tentang identitas pasien,alasan pasien dibawah kerumah sakit. Dan untuk mengumpulkan data selanjutnya perawat dapat menayakan riwayat kesehatan pasien baik riwayat kesehatan sekarang,riwayat kesehatan dahulu dan riwayat kesehatan keluarganya.

Untuk riwayat kesehatan sekarang kita bisa tanyakan keluhan yang dirasakan pasien saat datang kerumah sakit, pada riwayat kesehatan dahulu kita menanyakan apakah pasien ada riwayat merokok,minum-minum alkohol dan tempat tinggal pasien apakah di tempat dengan polusi udara yang berat. Sedagkan pada riwayat kesehatan keluarga yang perlu dikaji pada pasien PPOM ini adalah apakah ada anggota keluarga sebelumnya mengalami penyakit seperti yang dialami oleh pasien sekarang.

Dengan melakukan anamnesa kepada pasien atau keluarga kita senagai perawat dapat menegakkan diagnosa keperawatan dengan data-data yang mendukung.yang dapat kita lakukan pada proses pengkajian bukan hanya melakukan aamnesa saja,kita juga bisa mendapatka data dari pemeriksaan fisik pada pasien.

Pada pemeriksaan fisik bisa dilakukan secara head toe-toe atau persistem. Pada kasus PPOM pemeriksaan fisik sebaiknya berfokus pada sistem pernapasan dan sistem kardiovaskuler,tetapi bukan berarti pada sistem yang lain tidak dikaji. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan 4 cara yaitu Inspeksi,Palpasi,Perkusi,dan Auskultasi(IPPA).

Pengkajian pada sistem pernapasan data yang sering ditemukan pada pada pasien PPOM adalah:

(28)

Dilihat dari bentuk dada adanya perubahan bentuk dada dari yang normal bisa mejadi barrel chest(dada seperti tong) karena batuk yang telah lama,sehingga sulit untuk bernapas dan sewaktu bernapas menggunakan otot bantu pernapasan. Dari inspeksi juga bisa dilihat kesimetrisan antara dada kiri da dada kanan pasien,dilihat keadaan kulit pasien.

b. Palpasi

Dilakukan dengan cara meraba dada pasien apakah ada udem pada dada pasien,adaya nyeri tekan dan apakah ada massa di dada pasien.

c. Perkusi

Pada perkusi yang perlu dikaji yaitu bagaimana bunyi lapang paru saat dilakukan perkusi.

d. Auskultasi

Auskultasi pada pemeriksaan paru digunakan untuk mengetahui apakah ada bunyi napas tambahan seperti ronki,dan mengi.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk data penunjang supaya bisa menegakkan diagnosa. Tidak cukup data pemeriksaan fisik saja yang bisa menegakkan diagnosa juga diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:

a) Analisis gas darah

b) Pemeriksaan laboratorium c) Pemeriksaan sputum

d) Pemeriksaan radiologi thoraks e) EKG

2. Diagnosa

Untuk diagosa keperawatan pada kasus PPOM yang bisa ditegakkan berdasarkan teori dan dilihat dari kasus yaitu tentag masalah pernapasan. 1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya

sekresi.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen. 3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan

(29)

4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.

5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.

3. Intervensi

Pada intervensi yaitu merencakan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Kita sebagai perawat melakukan intervensi kepada pasien PPOM yaitu harus mempertahankan jalan napas pasien untuk mempertahankan hidupnya.

4. Implementasi

Pada implementasi yang kita lakukan sebagai perawat yaitu melaksanakan rencana yang telah kita buat pada intervensi sebelumya.

5. Evaluasi

Sejauh mana asuhan keperawatan yang kita berikan kepada pasien telah tercapai. Apakah sudah sesuai dengan yang kita harapkan pada intervensi atau belum. Jika belum kita bisa melanjutkan intervensi yang belum dicapai.

BAB V PENUTUP

(30)

A. Kesimpulan

PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.PPOM terdiri dari kumpulan tiga penyakit yaitu Bronkitis kronik, Emfisema paru dan Asma.

Faktor resiko dari PPOM adalah : merokok sigaret yang berlangsung lama, Polusi udara, Infeksi paru berulang, Umur, Jenis kelamin, Ras, Defisiensi alfa-1 antitripsin, Defisiensi anti oksidan

Penatalaksanaan pada penderita PPOM : Meniadakan faktor etiologi dan presipitasi, Membersihkan sekresi Sputum, Memberantas infeksi, Mengatasi Bronkospasme, Pengobatan Simtomatik, Penanganan terhadap komplikasi yang timbul, Pengobatan oksigen, Tindakan ”Rehabilitasi”

B. Saran

Makalah yang telah disusun ini jauh dari kata sempurna. Maka dari itu di harapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi sempurnanya makalah ini. Terima kasih.

(31)

Muttaqin arif.2012.asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta : salemba medika.

Somantri irman. 2008.keperawatan medikal bedah asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.penerbit salemba medika,Jakarta.

Brunner & suddarth.2001.buku ajar Keperawatan medikal bedah,ed 8.Jakarta:EGC. Doenges marilynn E. 1999. Rencana asuhan keperawatan. Ed 3. Jakarta :EGC.

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini dapat dibuktikan bahwa keputusan waktu panen lobster ternyata hasilnya tidak dapat selamanya benar dalam hal tidak dapat merubah situasi menjadi lebih baik

Ranah tafsir tematik memberi peluang cara mengurai reso- lusi konflik melalui ayat-ayat al-Qur’an yang terkait dengan multi- kulturalisme, namun multikulturalisme yang seperti apa

Pengujian secara in vivo adalah pengujian yang dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan untuk mengetahui metabolisme suatu senyawa di dalam tubuh.. Hewan percobaan yang

7 Veronica Napitupulu (2013) Pengaruh Return Saham, Volume Perdagangan dan Volatilitas Harga Saham Terhadap Bid-Ask Spread Pada Perusahaan yang Melakukan Stock

Gambar di atas menampilkan layar “Edit Supplier Confirmation”. Pada layar ini terdapat tiga checkbox yang dapat dipilih untuk mengkonfirmasi data apa saja pada supplier yang

Di dalam hidup berumah tangga, keluarga mempunyai beberapa fungsi, sebagai berikut :.. Fungsi Pendidikan : Dalam hal ini tugas keluarga adalah mendidik dan menyekolahkan anak

Proses audit internal dapat saja mengganggu rutininas operasi bisnis auditee, sehingga auditor perlu mengkomunikasikan tentang jadwal dan tujuan pelaksanaan

Persepsi tentang menjelang mati dan kematian di bertagai kebudayaan, mjadi landasan bagi reryons individu dan masyarakat dalam menghadapi keadaan menjelang nr,ati