• Tidak ada hasil yang ditemukan

Portofolio-Demam-Tifoid nadya.doc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Portofolio-Demam-Tifoid nadya.doc"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta : dr. Nadya Ramadhani Nama Pendamping : dr.Nandhi

No. ID dan Nama Wahana : RS Pertamina Balikpapan Topik : Demam tifoid

Tanggal (Kasus) : 06/01/2017

Nama Pasien : An A.E No. RM : R15070596 Tanggal Presentasi : 13/01/2017 Pendamping : dr. Nandhi Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RS Pertamina Balikpapan Objektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil Deskripsi : Anak laki-laki 13 tahun, Demam Tifoid

Tujuan : Tatalaksana Demam Tifoid Bahan Bahasan : Tinjauan

Pustaka

Riset Kasus Audit

Cara membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi

Email Pos Data

Pasien:

Nama: An. A.E Umur: 8 tahun Alamat:

Agama: Islam Bangsa: Indonesia

No. RM : R15070596

Nama Rumah Sakit: RS Pertamina Balikapapan

Telp : Terdaftar sejak : 6 Januari 2017 Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis:

Keadaan umum tampak sakit sedang dengan keluhan utama demam terus-menerus selama 7 hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari tanpa fase menggigil, disertai gejala konstitusional (malaise, anoreksia, dan nyeri perut) dan gejala gastrointestinal yang mendominan (mual-muntah dan buang air besar cair)

2. Riwayat Pengobatan :

Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan selama demam 3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :

(2)

terus-menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari. Menggigil tidak ada, berkeringat tidak ada, batuk pilek tidak ada. Pasien tampak lesu dan tidak nafsu makan. Lidah terasa pahit. Pasien juga mengeluh nyeri di daerah ulu hati, mual, dan muntah dengan frekuensi 2 kali/hari, banyaknya ¼-½ gelas belimbing, isi muntahan apa yang dimakan.

Sejak 5 hari sebelum berobat, demam masih dirasakan. Pasien juga mengeluh buang air besar dengan konsistensi cair, frekuensi 3x/hari, darah tidak ada, lendir tidak ada. Mual-muntah (+). Buang air kecil normal.

4. Riwayat Keluarga :

Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat kontak dengan penderita batuk lama atau TB paru disangkal 5. Riwayat Pekerjaan :

-6. Lain-lain :

Riwayat bepergian ke luar kota dalam 1 bulan terakhir disangkal Daftar Pustaka:

1. Soedarmo, Sumarmo S., dkk. Demam tifoid. Dalam : Buku ajar infeksi & pediatri tropis. Ed. 2. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 338-45. 2. Rezeki, Sri. Demam tifoid. 2008. Diunduh dari

http://medicastore.com/artikel/238/Demam_Tifoid_pada_Anak_Apa_yang P

erlu_Diketahui.html.

3. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi 1. Jakarta : Salemba Medika, 2002: 1-43.

4. Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin; edisi bahasa Indonesia: A Samik Wahab; Ilmu Kesehatan Anak Nelson, ed.15. Jakarta: EGC; 2000.

5. Alan R. Tumbelaka. Diagnosis dan Tata laksana Demam Tifoid. Dalam Pediatrics Update. Cetakan pertama; Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta : 2003: h. 2-20. 6. Prasetyo, Risky V. dan Ismoedijanto. Metode diagnostik demam tifoid pada anak.

Surabaya : FK UNAIR ; 2010: h. 1-10.

7. Mohamad, Fatmawati. Efektifitas kompres hangat dalam menurunkan demam pada pasien Thypoid Abdominalis di ruang G1 Lt.2 RSUD Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota

Gorontalo. 2012. Diunduh dari

http://journal.ung.ac.id/filejurnal/JHSVol05No01_08_2012/7_Fatwaty_JHSVol05No0 1_08_2012.pdf. 22 Januari 2012

Hasil Pembelajaran

1. Epidemiologi dan Etiologi 2. Patofisiologi demam tifoid

(3)

4. Penatalaksanaan demam tifoid 1. Subjektif :

Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh demam yang terus-menerus selama 7 hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari tanpa fase menggigil, disertai gejala konstitusional (malaise, anoreksia, dan nyeri perut) dan gejala gastrointestinal yang mendominan (mual-muntah dan buang air besar cair). Keluhan tersebut dicurigai dapat disebabkan oleh demam tifoid atau malaria.

2. Objektif :

Hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (laboratorium) sangat mendukung diagnosis demam tifoid. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan penemuan:

Lidah tampak kotor dengan tepi hiperemis (typhoid tongue)

 Pemeriksaan widal typhii O 1/320 3. Assessment :

Seorang anak laki-laki berumur 13 tahun diantar oleh orangtuanya ke rumah sakit dengan keluhan demam yang dirasakan sejak 7 hari sebelum berobat. Demam terus menerus sepanjang hari, meningkat terutama pada malam hari dan tidak begitu panas pada pagi dan siang hari, tidak menggigil, disertai keluhan gastrointestinal seperti mual, muntah, nyeri perut, tidak nafsu makan, dan BAB cair. Dari keluhan utama berupa demam lama dapat dipikirkan beberapa kemungkinan penyebab, antara lain demam tifoid, malaria, atau TB paru.

Berdasarkan anamnesa, kemungkinan TB paru dapat disingkirkan karena sifat demam pada penyakit ini biasanya subfebris. Selain itu penderita juga menyangkal adanya batuk kronis, penurunan berat badan yang signifikan, dan riwayat kontak dengan penderita Tb paru. Kemungkinan malaria masih belum dapat disingkirkan meskipun dari anamnesis didapatkan bahwa pola demam tidak khas untuk malaria, tidak ada keluhan menggigil, dan riwayat bepergian ke wilayah endemik malaria disangkal. Untuk memastikan diagnosis malaria perlu dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan apusan darah tebal dan tipis. Dari sifat demam yang remitten dan diikuti oleh adanya keluhan gastrointestinal (mual, muntah, nyeri perut, dan BAB cair), maka kecurigaan sementara diagnosa pasien ini adalah demam tifoid, meskipun harus dibuktikan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

(4)

laboratorium.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan, pasien tampak sakit sedang dengan suhu tubuh 37,80C. Hal ini menunjukkan pasien dalam keadaan demam. Lidah tampak kotor dengan tepi yang hiperemis menunjukkan gambaran typhoid tongue. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri tekan epigastrium dan pembesaran hepar 2 jari bawah arcus costae dengan permukaan rata dan tepi tumpul. Temuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik ini semakin menguatkan kecurigaan diagnosis sementara demam tifoid.

Untuk lebih memastikan maka dilakukan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologi widal yang bertujuan untuk mendeteksi adanya antibodi di dalam darah terhadap antigen kuman Salmonella typhi/paratypi. Uji ini dilakukan pada awal minggu kedua sakit dan dinyatakan positif bila titer O ≥ 1/200 atau meningkat lebih dari 4x dalam interval 1 minggu. Pada pasien ini, pemeriksaan serologi widal menunjukkan hasil kadar titer O 1/320. Dari hasil pemeriksaan widal sudah dapat dipastikan pasien ini menderita demam tifoid. Maka tatalaksana yang sesuai adalah pemberian antibiotik kloramfenikol dan terapi simptomatik.

4. Plan :

Diagnosis : Demam Tifoid Penatalaksanaan :

• Tirah baring total dan mobilisasi bertahap • Diet bubur

• Inj Novalgin • Inj Tricephine • Celestamine

• Nebulisasi (Pulmicort,Nacl,Bisolvon)

• Kloramfenikol tab 4x500 mg sampai 7 hari bebas panas, minimal 10 hari • Parasetamol tab 3x250 mg (jika suhu >39.5oC)

Edukasi keluarga :

1. Memberitahu keluarga bahwa penyakit ini membutuhkan istirahat total

2. Menjaga pola makan pasien dengan diet lunak (bubur saring) yang diberikan dalam porsi sedikit tapi sering, mengandung kalori dan protein yang tinggi, serta tidak merangsang (mengandung gas, pedas, asam, dan bebas serat)

(5)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever. Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan (usus halus) dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.1

Epidemiologi

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun.2 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.3

Etiologi

Demam tifoid adalah suatu infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B, dan Salmonella paratyphi C.

(6)

Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endotoksin.1

Salmonella typhi dapat hidup didalam tubuh manusia (manusia sebagai natural reservoir). Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekskresikannya melalui sekret saluran nafas, urin, dan tinja dalam jangka waktu yang sangat bervariasi. Salmonella typhi yang berada diluar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada didalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. Akan tetapi Salmonella typhi hanya dapat hidup kurang dari 1 minggu pada raw sewage, dan mudah dimatikan dengan klorinasi dan pasteurisasi (temp 63°C).1

Terjadinya penularan Salmonella typhi sebagian besar melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita atau pembawa kuman, biasanya keluar bersama-sama dengan tinja (melalui rute oral fekal).

Dapat juga terjadi transmisi transplasental dari seorang ibu hamil yang berada dalam bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekal dari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian.1

Patogenesis

Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks yang mengikuti ingesti organism, yaitu: 1) penempelan dan invasi sel- sel Peyer’s Patch, 2) bakteri bertahan hidup dan bermultiplikasi dalam makrofag Peyer’s Patch, nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ ekstra intestinal sistem retikuloendotelial 3) bakteri bertahan hidup di dalam aliran darah, 4) produksi enterotoksin yang meningkatkan kadar cAMP di dalam kripta usus dan meningkatkan permeabilitas membrane usus sehingga menyebabkan keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal.1

Masuknya kuman Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung karena suasana asam di lambung (pH < 2), namun sebagian lolos masuk ke dalam usus dan berkembang biak dalam peyer patch dalam

(7)

usus. Untuk diketahui, jumlah kuman yang masuk dan dapat menyebabkan infeksi minimal berjumlah 105 dan jumlah bisa saja meningkat bila keadaan lokal pada lambung yang menurun seperti aklorhidria, post gastrektomi, penggunaan obat-obatan seperti antasida, H2-bloker, dan Proton Pump Inhibitor.4

Bakteri yang masih hidup akan mencapai usus halus tepatnya di jejenum dan ileum. Bila respon imunitas humoral mukosa usus (IgA) kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (sel-M merupakan sel epitel khusus yang yang melapisi Peyer Patch, merupakan port de entry dari kuman ini) dan selanjutnya ke lamina propria. Di lamina propria kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel- sel fagosit terutama makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke peyer patch di ileum distal dan kemudian kelenjar getah bening mesenterika.

Selanjutnya melalui ductus thoracicus, kuman yang terdapat dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama yang sifatnya asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ RES ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya kembali masuk ke sirkulasi sistemik yang mengakibatkan bakteremia kedua dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik.

Di dalam hepar, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermitten” ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan bersama feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka pada saat fagositosis kuman Salmonella terjadi beberapa pelepasan mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, diare diselingi konstipasi, sampai gangguan mental dalam hal ini adalah delirium. Pada anak-anak gangguan mental ini biasanya terjadi sewaktu tidur berupa mengigau yang terjadi dalam 3 hari berturut- turut.1,4

Dalam Peyer’s patch makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasi jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi

(8)

pembuluh darah sekitar Peyer’s patch yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus.

Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoxin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskuler, respirasi, dan gangguan organ lainnya.

Peran endotoksin dalam pathogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari salmonella typhi ini menstimulasi makrofag di dalam hepar, lien, folikel usus halus dan kelenjar limfe mesenterika untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang dapat menimbulkan kelainan anatomis seperti nekrosis sel, sistem vaskuler yang tidak stabil, demam, depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem imunologis.1,4

Manifestasi Klinis

Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur Salmonela, status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit dirumahnya.1,4,5

Semua pasien demam tifoid selalu menderita demam pada awal penyakit. Banyak orangtua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada saat demam sudah tinggi, pada kasus demam tifoid dapat disertai gejala sistem saraf pusat, seperti kesadaran berkabut atau delirium, atau penurunan kesadaran mulai apati sampai koma.

Gejala sistemik lain yang menyertai timbulnya demam adalah nyeri kepala, malaise, anoreksia, nausea, mialgia, dan nyeri perut. Gejala gastrointestinal pada kasus demam tifoid sangat bervariasi. Pasien dapat mengeluh diare, onbstipasi, atau obstipasi kemudian disusul episode diare dan banyak dijumpai meteorismus. Pada sebagian pasien lidah tampak kotor dengan putih di tengah sedang tepi dan ujungnya kemerahan juga. Pembesaran hepar lebih banyak dijumpai dibandingkan pembesar limfa.1

(9)

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dibagi dalam empat kelompok, yaitu :

1. Pemeriksaan darah tepi

Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai sedang dengan peningkatan laju endap darah, gangguan eritrosit normokrom normositer, yang diduga karena efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Tidak selalu ditemukan leukopenia, diduga leukopenia disebabkan oleh destruksi leukosit oleh toksin dalam peredaran darah. Sering hitung leukosit dalam batas normal dan dapat pula leukositosis, terutama bila disertai komplikasi lain. Trombosit jumlahnya menurun, gambaran hitung jenis didapatkan limfositosis relatif, aneosinofilia, dapat shift to the left ataupun shift to the right bergantung pada perjalanan penyakitnya. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali menjadi normal setelah sembuh. Kenaikan SGOT dan SGPT tidak memerlukan penanganan khusus.

Gambaran sumsum tulang menunjukkan normoseluler, eritroid dan mieloid sistem normal, jumlah megakariosit dalam batas normal.1,4,6

2. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen S. typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri.6

Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi : a) Uji Widal

Uji serologi standar yang rutin digunakan untuk mendeteksi antibodi terhadap kuman S.typhi yaitu uji Widal. Uji telah digunakan sejak tahun 1896. Pada uji Widal terjadi reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Prinsip uji Widal adalah serum penderita dengan pengenceran yang berbeda ditambah dengan antigen dalam jumlah yang sama. Jika pada serum terdapat antibodi maka akan terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibodi dalam serum.

Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu;

(10)

1. Aglutinin O (dari tubuh kuman) 2. Aglutinin H (flagel kuman) 3. Aglutinin Vi (simpai kuman).

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini.

Pada demam tifoid mula-mula akan terjadi peningkatan titer antibodi O. Antibodi H timbul lebih lambat, namun akan tetap menetap lama sampai beberapa tahun, sedangkan antibodi O lebih cepat hilang. Pada seseorang yang telah sembuh, aglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, sedangkan aglutinin H menetap lebih lama antara 9 bulan-2 tahun. Antibodi Vi timbul lebih lambat dan biasanya menghilang setelah penderita sembuh dari sakit. Pada pengidap S.typhi, antibodi Vi cenderung meningkat. Antigen Vi biasanya tidak dipakai untuk menentukan diagnosis infeksi, tetapi hanya dipakai untuk menentukan pengidap S.typhi.

Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin ≥ 1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan membutuhkan waktu 45 menit) menunjukkan nilai ramal positif 96%. Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan tetapi apabila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat apabila titer O aglutinin sekali periksa ≥ 1/200 atau pada titer sepasang terjadi kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau, sedang Vi aglutinin dipakai pada deteksi pembawa kuman S. typhi (karier).

b) Tes TUBEX

Tes TUBEX® merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam diagnosis infeksi akut

(11)

karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit.7

Ada 4 interpretasi hasil :

Skala 2-3 adalah Negatif Borderline. Tidak menunjukkan infeksi demam tifoid. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang 3-5 hari kemudian.

Skala 4-5 adalah Positif. Menunjukkan infeksi demam tifoid Skala > 6 adalah positif. Indikasi kuat infeksi demam tifoid Kelebihan pemeriksaan menggunakan tes TUBEX :

Mendeteksi infeksi akut Salmonella Muncul pada hari ke 3 demam

Sensifitas dan spesifitas yang tinggi terhadap kuman Salmonella Sampel darah yang diperlukan relatif sedikit

Hasil dapat diperoleh lebih cepat c) Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOT

Uji serologi ini didasarkan pada metode untuk melacak antibodi spesifik IgM dan IgG terhadap antigen OMP 50 kD S. typhi. Deteksi terhadap IgM menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi IgG spesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut, konvalesen dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M® yang merupakan modifikasi dari metode Typhidot® telah dilakukan inaktivasi dari IgG total sehingga menghilangkan pengikatan kompetitif dan memungkinkan pengikatan antigen terhadap Ig M spesifik.

Uji dot EIA tidak mengadakan reaksi silang dengan salmonellosis non-tifoid bila dibandingkan dengan Widal. Dengan demikian bila dibandingkan dengan uji Widal, sensitivitas uji dot EIA lebih tinggi oleh karena kultur positif yang bermakna tidak selalu diikuti dengan uji Widal positif.Dikatakan bahwa Typhidot-M® ini dapat menggantikan uji Widal bila digunakan bersama dengan kultur untuk mendapatkan diagnosis demam tifoid akut yang cepat dan akurat.

(12)

Beberapa keuntungan metode ini adalah memberikan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dengan kecil kemungkinan untuk terjadinya reaksi silang dengan penyakit demam lain, murah (karena menggunakan antigen dan membran nitroselulosa sedikit), tidak menggunakan alat yang khusus sehingga dapat digunakan secara luas di tempat yang hanya mempunyai fasilitas kesehatan sederhana dan belum tersedia sarana biakan kuman. Keuntungan lain adalah bahwa antigen pada membran lempengan nitroselulosa yang belum ditandai dan diblok dapat tetap stabil selama 6 bulan bila disimpan pada suhu 4°C dan bila hasil didapatkan dalam waktu 3 jam setelah penerimaan serum pasien.6

d) Metode Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Uji Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) dipakai untuk melacak antibodi IgG, IgM dan IgA terhadap antigen LPS O9, antibodi IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibodi terhadap antigen Vi S. typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk mendeteksi adanya antigen S. typhi dalam spesimen klinis adalah double antibody sandwich ELISA. Pemeriksaan terhadap antigen Vi urine ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut akan tetapi tampaknya cukup menjanjikan, terutama bila dilakukan pada minggu pertama sesudah panas timbul, namun juga perlu diperhitungkan adanya nilai positif juga pada kasus dengan Brucellosis.6

3. Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan meliputi (1) jumlah darah yang diambil; (2) perbandingan volume darah dari media empedu; dan (3) waktu pengambilan darah.6

(13)

Penatalaksanaan

Non Medikamentosa a) Tirah baring

Seperti kebanyakan penyakit sistemik, istirahat sangat membantu. Pasien harus diedukasi untuk tinggal di rumah dan tidak bekerja sampai pemulihan.5

b) Nutrisi

Pemberian makanan tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) rendah serat adalah yang paling membantu dalam memenuhi nutrisi penderita namun tidak memperburuk kondisi usus. Sebaiknya rendah selulosa (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet untuk penderita demam tifoid, biasanya diklasifikasikan atas diet cair, bubur lunak, tim, dan nasi biasa.

c) Cairan

Penderita harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada penderita sakit berat, ada komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Cairan harus mengandung elektrolit dan kalori yang optimal. Kebutuhan kalori anak pada infus setara dengan kebutuhan cairan rumatannya.

d) Kompres air hangat

Mekanisme tubuh terhadap kompres hangat dalam upaya menurunkan suhu tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/ kehilangan energi/ panas melalui kulit meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali.7

Medikamentosa a) Simptomatik

Panas yang merupakan gejala utama pada tifoid dapat diberikan antipiretik. Bila mungkin peroral sebaiknya diberikan yang paling aman dalam hal ini adalah Paracetamol dengan dosis 10 mg/kg/kali minum, sedapat mungkin untuk menghindari aspirin dan turunannya karena mempunyai efek mengiritasi

(14)

saluran cerna dengan keadaan saluran cerna yang masih rentan kemungkinan untuk diperberat keadaannya sangatlah mungkin.

b) Antibiotik

Antibiotik yang sering diberikan adalah:1,4,5

 Chloramphenicol, merupakan antibiotik pilihan pertama untuk infeksi tifoid terutama di Indonesia. Dosis yang diberikan untuk anak- anak 100 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis, diberikan selama 10-14 hari atau sampai 7 hari setelah demam turun. Kelemahan dari antibiotik jenis ini adalah mudahnya terjadi relaps atau kambuh, dan karier.

 Cotrimoxazole, merupakan gabungan dari 2 jenis antibiotika trimetoprim dan sulfametoxazole dengan perbandingan 1:5. Dosis Trimetoprim 10 mg/kg/hari dan Sulfametoxzazole 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Efek samping dari pemberian antibiotika golongan ini adalah terjadinya gangguan sistem hematologi seperti Anemia megaloblastik, Leukopenia, dan granulositopenia. Dan pada beberapa Negara antibiotika golongan ini sudah dilaporkan resisten.

 Ampicillin dan Amoxicillin, memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan chloramphenicol dan cotrimoxazole. Namun untuk anak- anak golongan obat ini cenderung lebih aman dan cukup efektif. Dosis yang diberikan untuk anak 100-200 mg/kg/hari dibagi menjadi 4 dosis selama 2 minggu. Penurunan demam biasanya lebih lama dibandingkan dengan terapi chloramphenicol.

 Sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone, Cefotaxim, Cefixime), merupakan pilihan ketiga namun efektifitasnya setara atau bahkan lebih dari Chloramphenicol dan Cotrimoxazole serta lebih sensitive terhadap Salmonella typhi. Ceftriaxone merupakan prototipnya dengan dosis 100 mg/kg/hari IVdibagi dalam 1-2 dosis (maksimal 4 gram/hari) selama 5-7 hari atau dapat diberikan cefotaxim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4 dosis. Bila mampu untuk sediaan Per oral dapat diberikan Cefixime 10-15 mg/kg/hari selama 10 hari.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil validasi guru dan ahli materi dari segi format didapat nilai sebesar 26 yang berarti format video baik, sedangkan dari segi isi mendapatkan nilai 25 dengan

a) Faktor internal berupa 1) kekuatan dari objek wisata Danau Marambe adalah Pertama, listrik yang baik. Kedua, air bersih yang baik. Ketiga, telekomunikasi yang

a) SPT Masa adalah SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak. SPT Masa terdiri dari SPT Masa PPh,

Pengarah Eksekutif Kanannya, Wan Heng Choon, berkata GST juga adalah lebih telus dan seragam berbanding cukai jualan dan perkhidmatan (SST) yang dikenakan ketika ini yang

- Pemberian enhancer Na Lauryl Sulfat dapat meningkatkan penetrasi ekstrak etanol kencur dalam sediaan patch sehingga memberikan pengaruh terhadap efek

Pada penelitian selanjutnya disarankan melakukan uji antioksidan terhadap formula terbaik dari sediaan clay facial mask ekstrak air kering buah stroberi (Fragaria

Tabel 13 menunjukkan bahwa penggunaan kawasan permukiman yang tidak sesuai terbesar digunakan untuk perdagangan dan jasa, terluas di Kelurahan Empang karena

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN.. NEONATAL INFECTION NEONATAL