• Tidak ada hasil yang ditemukan

Paper Kompilasi Reviu Lkpd

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Paper Kompilasi Reviu Lkpd"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

Reviu Laporan

Keuangan Daerah

Disajikan oleh Kelompok 3:

1. Aden Rachman Hakim (2) 2. Dody Mardiansyah (9) 3. Ishaq (14)

4. Reni Dwi Agustina (25)

5. Reza Mahardian Yulandra (26) 6. Rosita Susilowati (29)

2015

Disajikan untuk memenuhi Tugas Audit Internal Kelas 8A STAR D-IV Sekolah Tinggi Akuntansi Negara 1/1/2015

(2)

PERENCANAAN REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pendahuluan

Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Gubernur/Bupati/Walikota wajib menyampaikan laporan keuangan kepada DPRD dan masyarakat umum setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Laporan Keuangan yang disampaikan tersebut meliputi Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tersebut harus disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.

Pengelolaan keuangan pemerintah daerah harus dilakukan berdasarkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance) yaitu pengelolaan keuangan yang dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal tersebut dapat terwujud jika entitas pemerintah daerah dapat menciptakan, mengoperasikan serta memelihara Sistem Pengendalian Intern (SPI) yang memadai.

Berkaitan dengan pemerintah daerah, dalam pasal 134 Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah disebutkan bahwa dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, Gubernur/Bupati/Walikota mengatur dan menyelenggarakan SPI di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya. Untuk itu, perlu dirancang suatu sistem yang mengatur proses pengklasifikasian, pengukuran, dan pengungkapan seluruh transaksi keuangan, sehingga dapat disusun menjadi laporan keuangan.

Sistem inilah yang disebut dengan Sistem Akuntansi. Pada pemerintah daerah, Sistem Akuntansi ditetapkan dengan peraturan Gubernur/Bupati/Walikota. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sistem Akuntansi dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pengendalian intern. Kualitas laporan keuangan tidak hanya diukur dari kesesuaian dengan SAP saja, tetapi juga dari sistem pengendalian internnya. Untuk itu, pemerintah daerah harus mendesain, mengoperasikan, dan memelihara SPI yang baik dalam rangka menghasilkan informasi keuangan yang andal.

Setiap Gubernur/Bupati/Walikota bertanggung jawab menyusun laporan keuangan sesuai dengan SAP, yang dihasilkan oleh SPI yang memadai. Tanggung jawab tersebut harus ditegaskan secara eksplisit dengan membuat surat pernyataan bahwa laporan keuangan disusun berdasarkan SPI yang memadai. Dalam pelaksanaannya, LKPD disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berdasarkan konsolidasi laporan keuangan yang disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

Dalam Pasal 33 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 yang merupakan penjabaran dari Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, diatur bahwa Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota melakukan reviu atas laporan keuangan dan kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan sebelum disampaikan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Pelaksanaan reviu dilakukan dengan tujuan untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa laporan

(3)

keuangan disajikan telah sesuai dengan SAP. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah(LKPD) yang telah direviu disampaikan kepada BPK untuk dilakukan pemeriksaan dalam rangka pemberian pendapat (opini).

Reviu sendiri adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam laporan keuangan, permintaan keterangan, dan analitik yang harus menjadi dasar memadai bagi Inspektorat untuk memperoleh keyakinan terbatas bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Keyakinan terbatas tersebut karena dalam reviu tidak dilakukan pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber.

Dalam praktiknya, pelaksanaan kegiatan reviu seringkali memiliki persamaan dengan pelaksanaan kegiatan audit. Untuk menghindari hal tersebut, maka perlu diberikan batasan-batasan yang membedakan antara kegiatan reviu dengan kegiatan audit. Berbeda dengan Audit, reviu tidak mencakup pengujian terhadap SPI, catatan akuntansi, dan pengujian atas respon terhadap permintaan keterangan melalui perolehan bahan bukti, serta prosedur lainnya seperti yang dilaksanakan dalam suatu audit. Sebagai contoh, dalam hal pengadaan barang modal yang nilainya material, proses reviu hanya meyakinkan bahwa pengadaan barang telah dicatat dalam aktiva tetap, sedang dalam audit, harus dilakukan pengujian bahwa prosedur pengadaan barang tersebut telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perbedaan juga dapat dilihat berdasarkan tujuan Audit yaitu untuk memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan tujuan reviu hanya sebatas memberikan keyakinan mengenai akurasi, keandalan, keabsahan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan.

Reviu tidak mencakup suatu pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber seperti perjanjian kontrak pengadaan barang/jasa, bukti pembayaran/kuitansi, serta berita acara fisik atas pengadaan barang/jasa, dan prosedur lainnya yang biasanya dilaksanakan dalam sebuah audit.

Tahapan Penyusunan Rencana Reviu

Perencanaan perlu dilakukan sebelum melaksanakan reviu agar kegiatan reviu dapat dilaksanakan secara terstruktur dan tujuan reviu dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan. Perencanaan reviu terdiri atas 3 (tiga) proses sebagai berikut :

1. Pemahaman Atas Entitas

Pemahaman lingkungan entitas pelaporan perlu dilakukan pada tahap perencanaan agar tim reviu dapat mengidentifikasikan kemungkinan kesalahan yang terjadi, memilih dengan tepat prosedur reviu berupa wawancara, prosedur analitis, atau prosedur reviu lainnya. Pemahaman terhadap entitas pelaporan ini meliputi:

a. Pemahaman terhadap latar belakang dan sifat dari lingkungan operasional entitas pelaporan. Pemahaman ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan berita-berita berkaitan dengan entitas termasuk peraturan perundangan yang terkait, membaca laporan keuangan dan hasil reviu entitas dari periode sebelumnya, serta informasi lain yang terkait.

b. Pemahaman terhadap proses transaksi yang signifikan. Hal ini dapat dilakukan dengan membaca Kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah dan/atau Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan

(4)

Daerah dan/atau Peraturan Gubernur/Bupati/ Walikota tentang Kebijakan Akuntansi, serta melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terlibat langsung dalam tiap proses transaksi untuk kemudian mendokumentasikan alur tahap-tahap dari proses transaksi yang signifikan.

c. Pemahaman terhadap prinsip dan metode akuntansi dalam pembuatan laporan keuangan entitas dapat dilakukan dengan mempelajari Kebijakan Gubernur/Bupati/Walikota mengenai Akuntansi dan Pelaporan Keuangan, melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait dalam proses akuntansi, membaca laporan keuangan entitas dan membaca kertas kerja reviu entitas periode sebelumnya.

2. Penilaian Atas Sistem Pengendalian Intern

Sistem Pengendalian Intern (SPI) adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh manajemen yang diciptakan untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian efektivitas, efisiensi, ketaatan terhadap peraturan perundangundangan yang berlaku, dan keandalan penyajian laporan keuangan.

Penilaian atas SPI dalam tahapan perencanaan reviu ini berguna untuk mengidentifikasi prosedur-prosedur pengelolaan keuangan daerah yang mempunyai resiko untuk terjadinya salah saji secara material dalam penyusunan laporan keuangan.

Hal yang harus diperhitungkan dalam penilaian SPI adalah apakah Inspektorat telah melakukan penilaian yang sama di periode sebelumnya atau di proses audit lainnya. Jika penilaian keandalan atas SPI sudah pernah dilakukan, maka tim reviu dapat memahami mengenai pengendalian intern dari dokumentasi periode sebelumnya dan hanya perlu melakukan update terhadap perubahan yang terjadi. Proses penilaian atas SPI dilakukan dengan proses sebagai berikut :

a. Memahami sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah yang meliputi: 1) Sistem dan Prosedur Penerimaan Kas;

2) Sistem dan Prosedur Pengeluaran Kas; 3) Sistem dan Prosedur Akuntansi Satuan Kerja;

4) Sistem dan Prosedur Akuntansi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD); 5) Sistem dan Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan.

Inspektorat harus mengembangkan pemahaman tersebut secara rinci sampai pada Sub-sistem-Sub-sistem yang ada, sesuai dengan Peraturan Kepala Daerah tentang Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah dan/atau peraturan perundangan lainnya. Misalnya:

 Sistem dan Prosedur Penerimaan Kas dikembangkan dalam Sub-sistem Penerimaan Kas melalui Bendahara Penerimaan, Sub-sistem Penerimaan Kas melalui Bank, dan seterusnya.

 Sistem dan Prosedur Pengeluaran Kas dikembangkan dalam Sub-sistem Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), Sub-sistem Pengajuan Dana Uang Persediaan (UP), Sub-sistem Pengajuan Dana Ganti Uang (GU), Sub-sistem Pengajuan Dana Langsung (LS), Sub-sistem Pertanggungjawaban Bendahara, dan seterusnya.

 Sistem dan Prosedur Akuntansi Satuan Kerja dikembangkan dalam Subsitem Akuntansi Pendapatan SKPD, Sub-sistem Akuntansi Belanja

(5)

dengan UP, Sub-sistem Akuntansi Belanja LS, Sub-sistem Akuntansi untuk Aset Tetap, Sub-sistem Akuntansi untuk Transaksi Non Kas, dan seterusnya.

 Sistem dan Prosedur Akuntansi PPKD dikembangkan dalam Sub-sistem Akuntansi Pendapatan Dana Perimbangan, Sub-sistem Akuntansi Belanja Hibah dan Bantuan, Sub-sistem Akuntansi Konsolidasi, Sub-sistem Akuntansi untuk Investasi, Sub-sistem Akuntansi untuk Hutang Jangka Panjang,dan seterusnya.

 Sistem dan Prosedur Penyusunan Laporan Keuangan dikembangkan dalam Sub-sistem Penyusunan Laporan Keuangan SKPD, Sub-sistem Penyusunan Laporan Keuangan PPKD, Sub-sistem Penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasi,dan seterusnya.

b. Melakukan observasi dan/atau wawancara dengan pihak terkait di setiap prosedur yang ada.

Aktivitas ini untuk mengidentifikasi resiko yang mungkin timbul di setiap sub proses yang ada dan keberadaan sistem pengendalian dalam rangka mengantisipasi resiko yang bersangkutan.

c. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah kesimpulan tentang kemungkinan terjadinya salah saji yang material dalam penyusunan laporan keuangan.

Misalnya: Pada sub proses pencairan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) GU, bendahara pengeluaran SKPD mencairkan dokumen SP2D yang diterima dan pada saat bersamaan PPK SKPD sebagai petugas akuntansi tidak mendapatkan lampiran SP2D yang bersangkutan. SPI seharusnya mengarahkan alur dokumen SP2D dari BUD menuju Pengguna Anggaran terlebih dahulu. Ketiadaan prosedur SPI terkait menyebabkan PPK SKPD tidak melakukan pencatatan atas penerimaan kas (SP2D GU) dengan benar. Dari kasus ini terdapat resiko terjadinya salah saji pada akun “Kas di Bendahara Pengeluaran” dalam Neraca SKPD.

d. Melakukan analisis atas resiko yang telah diidentifikasi pada sebuah kesimpulan tentang arah pelaksanaan reviu.

Misalnya: Hasil wawancara saat penilaian SPI terdapat informasi bahwa Neraca Saldo suatu SKPD seringkali terjadi kesalahan, sehingga menimbulkan resiko adanya salah saji dalam laporan keuangan SKPD yang bersangkutan dan juga laporan keuangan konsolidasi. Atas informasi tersebut, pada tahap pelaksanaan reviu diperlukan penelusuran angka sampai pada buku besar di SKPD bersangkutan.

Proses penilaian SPI dalam langkah 1 sampai 4 di atas didokumentasikan dalam tabel penilaian SPI yang dibuat untuk setiap Sub-sistem yang telah dikembangkan di setiap SKPD dan SKPKD.

Berikut adalah contoh tabel penilaian SPI pada 3 (tiga) Sub-sistem. Pemilihan Subsistem dan pengisian tabel hanya merupakan ilustrasi.

(6)

3. Penyusunan Program Kerja Reviu

Tahapan terakhir dalam perencanaan reviu adalah membuat Program Kerja Reviu (PKR) sebagai panduan agar pelaksanaan reviu dapat lebih terarah. PKR disusun berdasarkan tahapan-tahapan dalam perencanaan reviu yang telah dilakukan sebelumnya.

PKR harus memuat antara lain:

a. Langkah kerja reviu, yang merupakan langkah-langkah yang harus dilakukan oleh tim reviu dalam melaksanakan reviu laporan keuangan;

b. Teknik reviu, yang merupakan cara-cara yang dapat dilakukan dalam melaksanakan langkah kerja reviu. Teknik reviu meliputi antara lain: wawancara, pengisian kuesioner, prosedur analitis, dan teknik reviu lainnya yang dianggap perlu;

c. Sumber data, yang merupakan bahan-bahan yang diperlukan dalam melakukan teknik reviu. Sumber data dapat berasal dari data yang disediakan oleh entitas pelaporan;

d. Pelaksana, yang merupakan nama tim reviu yang akan melakukan langkah-langkah reviu;

e. Waktu pelaksanaan, yang menjelaskan kapan langkah-langkah reviu harus dilakukan.

(7)

Program Kerja Reviu dapat dilihat pada contoh berikut.

Keterangan:

W/K = Wawancara/Kuesioner LK = Laporan Keuangan

LBMD = Laporan Barang Milik Daerah LRA = Laporan Realisasi Anggaran

LHA = Laporan Hasil Audit

(8)

PELAKSANAAN REVIU LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pelaksanaan reviu berdasarkan Permendagri Nomor 4 Tahun 2008 dilakukan paling lambat dua bulan setelah tahun anggaran berakhir. Pelaksanaan reviu dilakukan secara paralel bersamaan dengan penyusunan laporan keuangan pemerintah daerah yang bersangkutan. Jadwal pelaksanaan reviu ini tidak berbeda dengan pernyataan di dalam PMK Nomor 8 Tahun 2015.

Berikut adalah contoh jadwal pelaksanaan reviu, berdasarkan Permendagri 4/2008.

Proses pelaksanaan reviu digambarkan melalui bagan alir berikut, berdasarkan Permendagri 4/2008.

(9)

PMK 8/2015 tidak mengatur lebih jauh mengenai aktvitas pelaksanaan reviu, sedangkan Permendagri 4/2008 membagi pelaksanaan reviu menjadi tiga kegiatan, meliputi penelusuran angka, permintaan keterangan dan prosedur analitis. Ketiga aktivitas reviu tersebut dijabarkan di bawah ini.

1. Penelusuran angka

Penelusuran angka dilakukan terhadap angka-angka yang disajikan di dalam laporan keuangan, buku, ataupun catatan-catatan lainnya. Tahapan dalam penelusuran angka, sebagai berikut:

i. Menelusuri angka laporan keuangan konsolidasi yang telah disajikan menurut Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) pada laporan keuangan konsolidasi yang belum dikonversi (yang menggunakan struktur Permendagri No. 13/2006). ii. Menelusuri angka laporan keuangan konsolidasi pada kertas kerja konsolidasi,

khususnya angka-angka yang dihasilkan dalam proses eliminasi dan penggabungan dari neraca saldo–neraca saldo yang bersumber dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD).

iii. Menelusuri angka-angka neraca saldo pada buku besar yang ada di masing-masing entitas akuntansi. Tahapan ini tidak selalu dilakukan untuk semua entita akuntansi. Berdasarkan pertimbangan penilaian resiko yang telah dilakukan pada saat perencanaan, dipilih beberapa neraca saldo yang perlu ditelusuri angka-angkanya pada saldo buku besar yang bersangkutan.

2. Permintaan keterangan

Permintaan keterangan mempertimbangkan:

i. sifat dan materialitas suatu pos dari kemungkinan salah saji dan pengetahuan yang diperoleh selama perencanaan reviu

ii. Pernyataan tentang kualifikasi para personel bagian akuntansi entitas tersebut; iii. Seberapa jauh pos tertentu dipengaruhi oleh pertimbangan manajemen; iv. Ketidakcukupan data keuangan entitas yang mendasar;

v. Ketidaklengkapan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan. 3. Prosedur Analitis

Fungsi dari Prosedur Analitis adalah untuk mengidentifikasi adanya hubungan antar akun dan kejadian yang tidak biasa serta tidak sesuai Standar Akutansi Pemerintahan (SAP). Analisis yang dilakukan adalah menilai kewajaran saldo dan rincian laporan keuangan, kesesuaian dan keterkaitan antar komponen laporan keuangan yang satu dengan komponen lainnya.

Dalam merancang prosedur ini Inspektorat harus mempertimbangkan hasil reviu Sistem Pengendalian Intern (SPI). Hal ini dilakukan agar reviu kesesuaian dengan SAP dapat terarah pada komponen laporan keuangan dan akun-akun yang lemah pengendaliannya. Dengan demikian Inspektorat dapat lebih memperdalam materi reviunya, serta mempertimbangkan jenis-jenis masalah yang membutuhkan penyesuaian, seperti terjadinya peristiwa luar biasa dan

(10)

Contoh prosedur analitis yang dilakukan terhadap neraca, berdasarkan Permendagri 4/2008.

PMK 8/2015 tidak membahas secara detail tahap-tahap pelaksanaan reviu, namun menekankan bahwa pereviu harus memiliki keyakinan terbatas yang dihasilkan di dalam reviu bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan SAPD dan LKPD telah disajikan sesuai dengan SAP.

Kertas Kerja Reviu

Di setiap kegiatan reviu perlu dibuat Kertas Kerja Reviu (KKR). KKR disusun sebagai bagian dari pertanggungjawaban tim yang telah melaksanakan seluruh langkah kerja reviu. KKR juga merupakan dokumentasi reviu. KKR yang baik akan menjamin kualitas hasil reviu. Kriteria KKR yang ditetapkan di dalam Permendagri 4/2008 sebagai berikut:

i. Kertas kerja disusun pada saat kegiatan reviu berlangsung. ii. Kertas kerja disusun dengan lengkap

iii. Memenuhi hal-hal sebagai berikut:  Relevan

 Sesuai dengan Program Kerja Reviu  Lengkap dan Cermat

 Mudah Dipahami  Rapi

(11)

Yang berbeda dari PMK 8/2015 adalah PMK ini mengatur mengenai reviu atas KKR secara berjenjang menurut peran dalam tim reviu demi menjamin pengendalian mutu reviu. Hal ini tidak diatur di dalam Permendagri 4/2008.

(12)

PELAPORAN HASIL REVIU Pelaporan hasil reviu menyajikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pernyataan Reviu

Pernyataan reviu merupakan tempat menuangkan hasil reviu dalam bentuk pernyataan telah direviu (PTD) yang dibuat Inspektorat/Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota.

Pernyataan Telah Direviu (PTD) dapat berupa: a. Pernyataan tanpa Paragraf Penjelas

Pernyataan tanpa Paragraf Penjelas adalah pernyataan yang dibuat dalam hal entitas pelaporan melakukan koreksi seperti yang direkomendasikan oleh Inspektorat Provinsi/Kabupaten/Kota, dan/atau teknik reviu dapat dilaksanakan.

b. Pernyataan dengan Paragraf Penjelas

Pernyataan dengan Paragraf Penjelas dibuat dalam hal entitas pelaporan tidak melakukan koreksi seperti yang direkomendasikan oleh Inspektorat Provinsi/ Kabupaten/Kota, teknik reviu tidak dapat dilaksanakan, dan/atau terjadi pembatasan dalam pelaksanaan reviu

2. Dasar Reviu

Dasar reviu yang digunakan adalah:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006

b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 Tahun 2015 d. Surat Tugas ….. Nomor …..

3. Waktu pelaksanaan Reviu

Reviu dilaksanakan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan LKPD, artinya:

a. Pelaksanaan reviu tidak perlu menunggu LKPD tersebut telah selesai disusun b. Pelaksanaan reviu paling lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir 4. Tujuan dan Sasaran Reviu

Tujuan reviu adalah untuk memberikan keyakinan terbatas atas laporan keuangan yang disajikan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Sasaran reviu adalah untuk laporan keuangan yang disajikan oleh PPKD/SKPD.

Laporan keuangan dimaksud mencakup Neraca, Laporan Realisasi Anggaran, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan.

5. Ruang Lingkup Reviu

Ruang lingkup reviu adalah penelaahan terhadap:

a. keandalan sistem pengendalian intern dalam penyajian laporan keuangan, dan b. kesesuaian laporan keuangan dengan SAP.

6. Simpulan dan Rekomendasi

Simpulan dan Rekomendasi memuat ringkasan hasil reviu, koreksi, dan rekomendasi yang telah didokumentasikan sebelumnya pada Kertas Kerja Reviu.

7. Tindak Lanjut Hasil Reviu Sebelumnya

Uraian tindak lanjut yang belum dilakukan atas hasil reviu sebelumnya yang dapat berasal dari reviu rutin dan berkala.

(13)

Mekanisme Pelaporan Hasil Reviu digambarkan dalam flowchart berikut ini:

Mekanisme pelaporan mulai dari konsep LHR sampai dengan penerbitannya tetap memperhatikan reviu berjenjang sebelum laporan disetujui/ditandatangani dan diserahkan kepada BPK, dengan prosedur sebagai berikut:

1. Ketua Tim menyusun Konsep LHR segera setelah pekerjaan lapangan selesai dan diserahkan kepada Supervisor/Pengendali Teknis/Pengendali Teknis.

Konsep LHR sekurang-kurangnya dilengkapi dengan: a. Routing slip,

b. Fotokopi surat tugas,

c. Pernyataan reviu (dua lembar, satu lembar untuk laporan keuangan dan satu lembar untuk LHR),

d. Notisi hasil reviu (koreksi) dan tindak lanjut yang telah dilakukan, e. Kertas Kerja Reviu (KKR),

f. Lembar reviu konsep LHR (review sheet).

2. Supervisor/Pengendali Teknis mereviu Konsep LHR dengan memperhatikan: a. Kesesuaian bentuk dan susunan LHR dengan petunjuk/standar

b. Kelengkapan dokumen pendukung

c. Ketepatan perhitungan aritmatika yang ada dalam LHR d. Kesesuaian badan laporan dengan daftar isi dan lampiran

e. Kelengkapan dan kesesuaian unsur-unsur permasalahan dalam LHR

f. Kesesuaian tata cara penulisan LHR dengan Petunjuk Teknis Tata Persuratan Dinas seperti bentuk dan ukuran huruf, penulisan alamat, tembusan dan penomoran.

(14)

3. Pembantu Penanggung Jawab/Pengendali Mutu melakukan reviu atas Konsep LHR dengan memperhatikan:

a. Ketepatan materi dan rekomendasi,

b. Kesesuaian LHR dengan norma pelaporan.

4. Inspektur mereviu Konsep LHR sebelum ditandatangani.

5. LHR yang telah ditandatangani Inspektur, selanjutnya diserahkan kepada KDH (kepala daerah), yaitu gubernur atau bupati atau walikota dalam rangka penandatanganan Pernyataan Tanggung Jawab (PTJ), yang menyatakan bahwa LKPD telah disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

PTJ bukan merupakan bagian dari proses pelaksanaan reviu atas LKPD, namun disusun berdasarkan LHR yang dibuat oleh Inspektorat/Bawasda sebagai aparat pengawas intern pemerintah daerah yang bertanggung jawab langsung kepada

Gubernur/Bupati/Walikota.

6. LHR yang telah dilengkapi Pernyataan Reviu dan Pernyataan Tanggung Jawab, selanjutnya diserahkan oleh KDH kepada Badan Pemeriksa Keuangan(BPK).

PERBANDINGAN PERMENDAGRI NOMOR 4 TAHUN 2008 DENGAN PMK NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG REVIU LKPD

Reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) diatur dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan PMK nomor 8 Tahun 2015 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.

Perbedaan isi Permendagri Nomor 4 Tahun 2008 dengan PMK Nomor 8 Tahun 2015 No Hal Pembeda Permendagri Nomor 4

Tahun 2008 PMK Nomor 8 Tahun 2015 1. Pengertian Reviu LKPD Prosedur penelusuran angka-angka, permintaan keterangan dan analitis yang harus menjadi dasar

memadai bagi Inspektorat untuk memberi keyakinan terbatas atas laporan keuangan bahwa tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan atas laporan keuangan agar laporan keuangan tersebut disajikan berdasarkan Sistem

Pengendalian Intern (SPI) yang memadai dan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).

Penelaahan atas

penyelengaraan akuntansi dan penyajian LKPD oleh

Inspektorat untuk memberikan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah dan LKPD telah disajikan sesuai dengan Standar Akuntansi

Pemerintahan dalam upaya membantu Kepala Daerah untuk menghasilkan LKPD yang berkualitas.

(15)

2. Tujuan Reviu Untuk memberikan

keyakinan terbatas bahwa LKPD diusun berdasarkan SPI yang memadai dan disajikan sesuai dengan SAP.

a. Membantu terlaksananya penyelenggaraan

akuntansi dan penyajian LKPD

b. Memberikan keyakinan terbatas bahwa akuntansi telah diselenggarakan berdasarkan SAPD dan LKPD telah disajikan sesuai dengan SAP. 3. Ruang Lingkup

Reviu

Penilaian terbatas terhadap keandalan SIP dan

kesesuaian dengan SAP.

Penelaahan atas

penyelenggaraan akuntansi dan penyajian LKPD, termasuk penelaahan atas catatan

akuntansi dan dokumen sumber yang diperlukan.

4. Sasaran Reviu Laporan Keuangan yang disajikan oleh PPKD (mencakup Neraca, LRA, LAK, dan CaLK).

Kepala Daerah memperoleh keyakinan bahwa akuntansi telah diselengarakan

berdasarkan SAPD dan LKPD telah disajikan sesuai dengan SAP.

5. Waktu Pelaksanaan Reviu

Reviu dilakukan secara paralel dengan penyusunan LKPD. Reviu dilaksanakan paling lambat 2 bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Reviu dilaksanakan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan LKPD.

6. Kompetensi Pereviu Tidak diatur Tim reviu secara kolektif harus memenuhi kompetensi:

- Memahami SAP - Memahami SAPD

- Memahami proses bisnis atau kegiatan pokok entitas yang direviu - Memahami dasar-dasar audit - Memahami teknik komunikasi - Memahami analisis basis data

(16)

CONTOH PELAKSANAAN REVIU LKPD Reviu dengan Bantuan Komputer (Praktik yang Ada)

Di lihat dari ruang lingkup kegiatannya, audit dan reviu merupakan hal yang berbeda. Meskipun demikian, teknik yang digunakan mungkin saja bisa sama. Perbedaan proses reviu dan audit dapat digambarkan melalui bagan berikut ini:

Bukti

transaksi

Jurnal

Besar

Buku

KeuanganLaporan

Pencatatan Pengikhtisaran Pelaporan

AKUNTANSI

Reviu = Tidak Menguji Bukti

Audit = menguji sampai bukti transakti

(17)
(18)

Hampir di seluruh kabupaten/kota dan provinsi di wilayah Indonesia kini menggunakan sistem akuntansi berbasis komputer, baik yang menggunakan aplikasi akuntansi keuangan daerah, maupun tidak. Hal ini tentu saja sedikit banyak berpengaruh terhadap teknik dan mekanisme reviu yang dilakukan oleh auditor, khususnya ketika melakukan penelusuran angka (trace back) dan prosedur analitis.

Pada dasarnya, ada sedikitnya 3 sistem akuntansi berbasis komputer yang digunakan oleh penyusun laporan keuangan yang ada pada level Pemerintah Daerah, yakni:

- SIPKD (dibuat oleh Kementerian Dalam Negeri) - SIMDA (dibuat oleh BPKP)

- Aplikasi manual seperti Ms. Excel

Penggunaan sistem informasi akuntansi berbasis komputer juga sangat membantu pereviu dalam rangka mengisi kertas kerja reviu. Aplikasi sistem informasi akuntansi seperti SIMDA dapat memberikan informasi (baik keuangan maupun BMD) terkait hal-hal yang mungkin diperlukan dalam melakukan prosedur analitis seperti laporan rekap maupun rincian pajak (yang dipungut bendahara), Laporan SPJ, daftar mutasi Aset Tetap, hingga bukti setoran sisa UP atau GU. Di samping itu, walaupun tidak sampai melakukan pengujian substansi dan penelusuran dokumen, periviu dapat dengan mudah mendeteksi adanya transaksi yang tidak melalui sistem apabila penyusun laporan keuangan baik lalai maupun dengan sengaja menyembunyikan sebuah transaksi.

Bahkan tidak hanya sampai disitu saja, dengan menggunakan sedikit keahlian yang lebih dalam mengenai proses pengolahan database, seorang periviu juga mampu melakukan analisis terhadap database dari laporan keuangan untuk keperluan pelaksanaan reviu. Teknik pengujian seperti penelusuran tanggal pembuatan dan pengentrian SP2D agar tidak mendahului SPM atau SPP dapat ditemukan menggunakan teknik tersebut. Menguji keandalan SPI dalam penyusunan laporan keuangan juga dapat dilakukan dengan penelusuran terhadap database tersebut, seperti otorisasi penggunaan user id penginputan transaksi.

ISU TERKAIT REVIU LKPD

Dalam menjalankan tugasnya untuk melakukan reviu terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, Inspektorat Daerah sering mendapat permasalahan teknis terkait penerapan Permendagri Nomor 4 Tahun 2008. Terdapat 3 isu yang sering dijumpai Inspektorat Daerah dalam melakukan reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yaitu Samakah reviu dengan audit?

Kesalahan persepsi dalam menerjemahkan reviu atas laporan keuangan banyak ditemukan pada saat awal penerapan Permendagri Nomor 4 Tahun 2008. Tak heran kalau kemudian laporan hasil reviu lebih mirip dengan laporan hasil audit karena auditor yang bertugas melaksanakan reviu menggunakan prosedur audit. Sehingga, tak jarang kalau dalam pelaksanaannya auditor sampai meminta bukti-bukti transaksi dan melakukan pemeriksaan fisik.

Ada beberapa hal yang membedakan antara reviu dan audit antara lain lingkup reviu jauh lebih sempit dibandingkan dengan lingkup audit yang tujuannya untuk menyatakan

(19)

pendapat atas laporan keuangan secara keseluruhan. Sedangkan reviu tidak bertujuan untuk menyatakan pendapat seperti dalam audit.

Dalam melaksanakan reviu, APIP menggunakan pedoman reviu sesuai Permendagri Nomor 4 tahun 2008 yaitu melakukan penelaahan SPI terkait dengan penyajian laporan keuangan dan kesesuaian dengan SAP. Caranya dengan permintaan keterangan melalui wawancara/ memberikan kuesioner dan prosedur analisis, tanpa pengujian bukti. Reviu tidak mencakup suatu pengujian atas kebenaran substansi dokumen sumber seperti perjanjian kontrak pengadaan barang/jasa, bukti pembayaran/kuitansi, serta berita acara fisik atas pengadaan barang/jasa, dan prosedur lainnya yang biasanya dilaksanakan dalam sebuah audit. Sedangkan dalam melakukan audit, auditor menggunakan standar audit yang meliputi pemahaman SPI secara menyeluruh, penetapan risiko pengendalian, pengujian catatan akuntansi, dan pengujian atas respon pertanyaan. Tentunya dengan cara pengujian bahan bukti yang menguatkan melalui inspeksi, observasi atau konfirmasi dan prosedur audit lainnya.

Permendagri Nomor 4 Tahun 2008 mendefinisikan reviu sebagai prosedur penelusuran angka-angka, permintaan keterangan dan analitis yang harus menjadi dasar memadai bagi Inspektorat untuk memberi keyakinan terbatas atas laporan keuangan. Kalau kita cermati tujuan dari reviu itu sendiri memang hanya memberikan keyakinan terbatas. Hal ini tentu berbeda dengan audit yang dimaksudkan untuk memberikan keyakinan yang memadai. Tujuan audit yaitu untuk memberikan dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan, sedangkan tujuan reviu hanya sebatas memberikan keyakinan mengenai akurasi, keandalan, keabsahan informasi yang disajikan dalam Laporan Keuangan Hasil Reviu yang berupa keyakinan terbatas setidaknya dapat memberikan gambaran awal tentang kualitas LKPD. Hasil reviu ini akan menjadi referensi bagi auditor eksternal untuk melakukan pendalaman dalam melakukan audit atas LKPD. Pengungkapan kelemahan SPI tentu akan memudahkan auditor dalam menentukan risiko audit yang mungkin timbul. Sehingga, proses audit dapat dilaksanakan secara lebih efektif dan efisien.

Dengan demikian, jelaslah bahwa reviu dan audit tidaklah sama. Di dalam reviu tidak akan mengemukakan temuan-temuan yang berindikasi kerugian daerah/negara atau masalah-masalah yang berkaitan dengan unsur tindak pidana korupsi karena metodenya yang berbeda dengan metode audit. Jadi, proses reviu tidak sama dengan proses audit, demikian pula tujuannya juga tidak sama dan bentuk laporannya pun berbeda.

Apakah masalah kerugian daerah bisa diungkapkan dalam laporan hasil reviu? Dalam konteks pemeriksaan, kerugian daerah merupakan bagian dari temuan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hasil pemeriksaan atas kepatuhan ini mengungkap masalah-masalah seperti penggunaan langsung atas PAD, pembayaran honor yang tidak sesuai, adanya denda keterlambatan dan kekurangan fisik pekerjaan. Atas permasalahan tersebut tentunya yang terjadi adalah adanya kerugian daerah yang mengharuskan adanya pengembalian ke kas daerah. Hasil temuan atas kepatuhan ini juga akan mempengaruhi opini yang diberikan oleh BPK. Jika hasil temuan cukup material tentu akan menjadi kendala pemerintah daerah untuk mendapatkan opini WTP. Sehingga, untuk mendapatkan opini WTP pemerintah daerah harus dapat meminimalisir adanya temuan atas kepatuhan ini.

Di sisi lain, permendagri nomor 4 tahun 2008 hanya mengharapkan pemda untuk melakukan reviu untuk menguji SPI dan kesesuaian LKPD dengan SAP. Dengan kata

(20)

lain, aspek kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang merupakan salah satu kriteria pemberian opini tidak tercakup dalam permendagri. Boleh jadi hal ini disebabkan tujuan reviu hanya sebatas memberikan keyakinan terbatas dan bukan keyakinan memadai sebagaimana yang diharapkan pada audit. Namun, jika pemerintah daerah mengharapkan hasil yang optimal dari reviu guna meningkatkan kualitas laporan keuangan aspek kepatuhan perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan reviu. Sehingga, temuan berupa kerugian daerah yang ditemukan pada saat reviu dapat segera diketahui dan dilakukan tindak lanjut segera sebelum audit BPK dilaksanakan.

Selanjutnya, kalau kita coba sinergikan hal ini dengan PP 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) maka ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan adalah bagian dari tujuan yang ingin dicapai dalam penyelenggaran SPIP. Artinya, temuan-temuan terkait dengan ketaatan yang ditemukan pada saat reviu seharusnya dapat ditinjau dari aspek SPIP. Misalnya, dalam hal temuan atas kekurangan fisik pekerjaan elemen SPIP yang masih lemah seharusnya dapat diidentifikasi. Dari aspek lingkungan pengendalian, apakah sub unsur kepemimpinan yang kondusif dan pendelegasian wewenang yang tepat sudah tercipta. Dari aspek kegiatan pengendalian, apakah pencatatan yang akurat telah dilaksanakan. Dalam hal kekurangan fisik tentu akan mempengaruhi nilai aset tetap yang tercatat dalam laporan keuangan. Besarnya aset tetap seharusnya dicatat berdasarkan realisasi fisik bukan realisasi keuangan. Sehingga nilai tercatat aset tetap dalam neraca mengalami kelebihan penyajian jika kegiatan pengendalian berupa pencatatan yang akurat ini tidak dilakukan.

Dengan demikian, menurut hemat kami jika pemerintah daerah ingin mengharapkan manfaat yang lebih dari pelaksanaan reviu maka aspek kepatuhan juga harus dimasukkan. Selain untuk meminimalisir jumlah temuan, hal ini juga merupakan bagian dari upaya untuk mencapai tujuan SPIP.

Kapan dilakukan reviu?

Selama ini reviu lebih sering dilaksanakan ketika laporan keuangan telah selesai. Dalam Permendagri Nomor 4 Tahun 2008 Pasal 13 ayat (2) dikatakan bahwa reviu dilaksanakan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Sehingga, pelaksanaannya pun tak jarang mendekati akhir bulan maret tepat sebelum auditor eksternal melakukan audit. Jika hal ini yang dilakukan maka jelas bahwa hasil reviu belum membawa manfaat banyak untuk peningkatan kualitas laporan keuangan.

Permendagri Nomor 4 Tahun 2008 sebenarnya telah menyatakan bahwa reviu laporan keuangan tidak hanya dilakukan satu kali namun dapat dilakukan semesteran sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 19. Pelaksanaan reviu untuk semester pertama tentu akan dapat memberikan manfaat kepada pemerintah daerah guna perbaikan atas laporan keuangan. Temuan hasil reviu seharusnya dapat dijadikan acuan untuk perbaikan. Sehingga, di akhir tahun permasalahan yang ditemukan pada saat reviu atas laporan keuangan semester pertama diharapkan telah ditindaklanjuti dan tidak lagi menjadi temuan pada reviu berikutnya. Demikian halnya jika reviu dilaksanakan jauh hari sebelum laporan diserahkan kepada auditor eksternal. Temuan hasil reviu diharapkan dapat segera ditindaklanjuti sehingga pada saat dilakukan audit oleh BPK permasalahan tersebut sudah diselesaikan.

Alternatif lainnya adalah melakukan reviu secara bersamaan dengan penyusunan laporan keuangan sebagaimana yang ditawarkan oleh permendagri nomor 4 tahun 2008.

(21)

Pelaksanaan reviu secara paralel ini juga memungkinkan untuk dilakukan perbaikan ketika ditemukan adanya kelemahan pengendalian ataupun adanya ketidaksesuaian dengan SAP. Manfaatnya, PPKD selaku pihak yang bertanggungjawab menyusun LKPD mempunyai waktu yang cukup melakukan perbaikan ketika ditemukan adanya kelemahan pengendalian (SPI) ataupun adanya ketidaksesuaian dengan SAP.

Intinya, apabila APIP dapat melakukan reviu dua kali dalam setahun (per semester), maka lakukanlah. Namun, kalau tidak bisa dilakukan, maka lakukanlah secara paralel dengan penyusunan LKPD, termasuk menjadikan aspek kepatuhan sebagai bagian dari kegiatan reviu. Dengan demikian, diharapkan akan menjadi “Jalan Yang Nyaman” bagi Auditor Eksternal dalam melakukan audit atas LKPD. Oleh karena telah dilakukan sejak jauh hari sehingga temuan-temuan hasil reviu tentu saja akan cepat ditindaklanjuti dan diperbaiki.

Referensi:

Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Standar Reviu atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

http://ambinauditor.blogspot.com/2014/08/keyakinan-terbatas-versus-keyakinan.html. Diakses 1 Juli 2015.

http://aparatpengawasinternpemerintah.blogspot.com/2014/04/tujuan-reviu-lkpd.html. Diakses 1 Juli 2015.

http://www.warungkopipemda.com/bisakah-kerugian-daerah-diungkap-dalam-hasil-reviu-atas-laporan-keuangan. Diakses 1 Juli 2015.

Referensi

Dokumen terkait

menunjukkan bahwa ikan betina menghasilkan waktu yang lebih cepat dalam menangkap mangsa dibandingkan ikan jantan, sehingga suara yang dihasilkan dapat berasal dari

Indonesia mempergunakan aliran Rechtsvinding (penemuan hukum).  Hal ini berarti bahwa hakim dalam memutuskan perkara berpegang pada Undang-undang dan hukum lainnya yang berlaku

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui analisis dokumentasi RPP dan angket respon penilaian diri guru di SMA Kabupaten Gresik dapat disimpulkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Persepsi guru terhadap penerapan TQM di SMK Telkom Makassar semua sangat tinggi, hal ini berarti pemahaman semua guru

Responden AB dalam melakukan suatu perilaku agresi, salah satunya berdasarkan pengakuan, didasari karena adanya tekanan dalam diri atau masalah yang dirasa

KKN Tematik yang dilaksanakan mahasiswa Program Studi Pendidikan Seni Pertunjukan di desa Lembongan berupaya melakukan pelatihan penari dan pena-buh seni sakral,

persyaratan permohonan kehendak nikah, KUA Kecamatan Nunukan harus bisa membuktikan bahwa kebijakan penambahan syarat administrasi di atas akan dilaksanakan sesuai

Program yang telah terancang dan terkomputerisasi dipergunakan untuk pelayanan Pendaftaran Pasien Rawat Inap pada Rumah Sakit Daerah Banyuwangi yang akan membantu segala