• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan operasinya untuk menghasilkan laba. Salah satu ciri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. melakukan kegiatan operasinya untuk menghasilkan laba. Salah satu ciri"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kebangkrutan adalah suatu fase dimana perusahaan tidak bisa lagi melakukan kegiatan operasinya untuk menghasilkan laba. Salah satu ciri perusahaan mengalami kebangkrutan ditandai dengan ketidakmampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban kepada pihak-pihak lain, dimana aset yang dimiliki tidak bisa menutupi kewajibannya, selain itu terjadinya beban yang melonjak tinggi sedangkan penghasilan menurun. Jika perusahaan gagal dalam mencari jalan keluar dari masalahnya tersebut, maka masalah yang terjadi akan semakin berlarut-larut sehingga menimbulkan kebangkrutan atau perusahaan tersebut dapat dinyatakan pailit.

Pada bulan Agustus tahun 2015, salah satu perusahaan yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), milik pemkot kota Bogor yaitu Perusahaan Daerah Jasa Transportasi (PDJT) diambang kebangkrutan, hal ini bisa dilihat dari ketidakmampuan perusahaan dalam memberikan THR kepada karyawannya saat lebaran lalu. Pengelola Trans Pakuan ini merugi sekitar Rp 150 juta perbulannya (Azis, Agustus 2015).

Selain itu, di Februari 2014, terjadi kasus kebangkrutan pada Merpati Air Lines. Merpati Airlines merupakan salah satu perusahaan jasa transportasi penerbangan yang tergolong perusahaan yang sukses, karena merupakan salah satu perusahaan penerbangan yang dibawah naungan pemerintahan (BUMN), namun tidak terelakan kalau perusahaan tersebut

(2)

mengalami kegagalan sehingga akhirnya tidak beroperasi. Salah satu pemicu dari tumbangnya perusahaan Merpati Airlines adalah terjadinya lonjakan utang yang sangat besar kesejumlah pihak, hal ini dikarenakan adanya campur tangan sejumlah kepentingan dalam pengambilan keputusan di manajement, sehingga perusahaan memutuskan menggunakan pesawat yang tidak komersial. Utang yang ditimbulkan dari kegiatan tersebut jumlahnya lebih dari Rp 6,7 triliun, sebesar 75% diantaranya kepada pemerintah, dan BUMN seperti Pertamina dan Angkasa Pura, serta Bank Mandiri, sisanya merupakan utang dari pihak lain.(Aditiasari, 2014). Selain itu kasus kebangkrutan terjadi pada perusahaan Tommy Soeharto Hummus sea Transport Pte,Ltd yang dinyatakan bangkrut atau pailit di singapura pada awal januari 2012 (Viva news dari halaman resmi bursa efek indonesia). Eastman kodak co, merupakan perusahaan yang mendominasi industri jasa potografi sejak tahun 1880, dan dinyatakan pailit per 20 Januari 2012 (Antara News).

Dengan adanya kejadian-kejadian tersebut, tercermin bahwa banyaknya perusahaan yang mengalami kebangkrutan, salah satunya pada perusahaan jasa. Perusahaan jasa tersendiri merupakan salah satu perusahaan pendukung perekonomian suatu negara, maka dari itu selain perusahaan manufaktur, perusahaan jasa juga turut serta dalam mendirikan pilar ekonomi negara. Setiap perusahaan, khususnya jasa, harus selalu dipantau kondisi ekonominya, bukan berarti perusahaan yang tidak terlihat laju

(3)

perkembangan ataupun penurunanya bisa tergolong pada perusahaan dalam zona aman kebangkrutan.

Dari kejadian yang telah dibahas sebelumnya, tentunya setiap perusahaan haruslah pintar dan jeli dalam mengevaluasi atau mengelola aset, kewajiban, maupun sumber-sumber lainnya yang dimiliki agar tidak mengarah ke fase kebangkrutan. Tindakan antisipasi dapat dilakukan sedini mungkin untuk menghindari terjadinya kebangkrutan ataupun businnes failure, salah satunya adalah dengan melakukan analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu untuk mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang, dan masa lalu dengan tujuan untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang. Langkah-langkah yang dilakukan yaitu menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif yang lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Dalam melakukan analisis laporan keuangan, rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk membentuk suatu model prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang sering digunakan dalam menganalisis laporan keuangan perusahaan adalah rasio keuangan berbasis akrual, terkadang ada juga beberapa perusahaan yang menggunakan

(4)

pendekatan berbasis arus kas. Informasi yang digunakan untuk menghasilkan rasio keuangan berbasis akrual berasal dari laporan laba rugi dan neraca perusahaan, sedangkan informasi yang digunakan dalam menghasilkan rasio keuangan berbasis kas berasal dari laporan arus kas perusahaan.

Penelitian prediksi Business Failure ditunjukan oleh Profesor Altman yang menggunakan Multiple Discriminant Analysis (MDA), atau bisa disebut Analisis Diskriminasi Berganda. Dalam analisis ini dibangunlah beberapa model yang berfungsi untuk pengambilan keputusan keuangan. Dalam penelitian tersebut, Altman menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi kondisi operasi perusahaan dan kondisi keuangan perusahaan yang dapat menyebabkan terjadinya kebangkrutan. Model Altman ini dikenal dengan istilah Z-Score yang menunjukkan angka index prediksi terjadinya kebangkrutan. Altman menyatakan bahwa jika perusahaan memiliki indeks kebangkrutan (Z-Score) di atas 2.99 maka perusahaaan tersebut dikategorikan sebagai perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan, jika perusahaan memiliki Z-Score di bawah 1,81 maka perusahaan tersebut dimasukkan dalam kategori perusahaan yang mengalami kebangkrutan, sedangkan perusahaan yang memiliki Z-Score antara nilai 1,81 dan 2,99 maka perusahaan tersebut dimasukan dalam zona abu-abu (zone of ignorance) (Altman, 1968) dalam Ambari (2014). Maka dari itu dengan banyaknya model-model analisis prediksi kebangkrutan tidak perlu dikhawatirkan lagi akan situasi tersebut, karena bila perusahaan bisa

(5)

menerapkannya maka perusahaan tersebut akan lebih berhati-hati lagi dalam pengambilan suatu keputusan. Selain itu perusahaan dapat lebih cermat dalam memantau kondisi ekonominya agar tidak terjerumus dalam kebangkrutan.

Pada awal tahun 1980-an, penelitian model prediksi kepailitan mulai memasukkan rasio-rasio keuangan berbasis arus kas. Hal ini didasarkan pada tigaalasan yaitu: (1) analisis yang diperoleh dari data pailitnya Penn Central dan W.T. Grant menunjukkan pentingnya arus kas dalam memprediksi kepailitan, (2) merujuk pada penelitian Gombola dan Ketz (1985) yang berhasil menemukan bahwa rasio arus kas memuat informasi tertentu yang tidak terlihat pada rasio keuangan lainnya, (3) kegunaan informasi arus kas dalam satu kesatuan tujuan laporan keuangan disarankan oleh Institut Eksekutif Keuangan dalam Exposure Drafts dan SFAC No. 95 yang dikeluarkan FASB (Zu’amah, 2005).

Seringkali banyak penelitian yang menggunakan data yang berasal dari laporan akrual berbasis akuntansi keuangan yaitu neraca dan laporan laba rugi, sangat sedikit studi yang menggunakan data dari laporan arus kas. Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan membandingkan antara rasio berbasis kas dengan berbasis akrual yang digunakan dalam memprediksi kebangkrutan. Menurut Financial Accounting Standards Board (1985) menyatakan bahwa akuntansi akrual umumnya menghasilkan laporan keuangan yang menggambarkan posisi keuangan dan hasil operasi yang lebih akurat dan lebih baik dibandingkan dengan informasi yang hanya

(6)

menampilkan penerimaan dan pengeluaran kas. Sedangkan, beberapa penelitian lain yang menggunakan rasio-rasio keuangan berbasis arus kas seperti yang dilakukan oleh Largay & Stickney (1980), Casey & Bartczak (1985), Gentry, Newbold, & Whitford (1985), Gombola et. Al (1987), Aziz et. Al (1988), dan Schellenger & Noe Cross (1994) menunjukkan bahwa rasio-rasio keuangan berbasis arus kas mempunyai kemampuan untuk mengklasifikasikan lebih akurat dibanding dengan model-model prediksi yang berbasis akrual terutama untuk satu tahun sebelum pailit (Ambari, 2014). Namun menurut penelitian yang dilakukan oleh Bhandari dan Iyer (2013) menyebutkan adanya keterbatasan dalam keberhasilan penelitian bila bila menggunakan data dari laporan arus kas.

Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Zu'amah. (2005) mengenai perbandingan ketepatan klasifikasi model prediksi kepailitan berbasis akrual dan berbasis arus kas, hasil penelitian menyatakan bahwa model prediksi kepailitan berbasis akrual mampu memprediksi terjadinya kepailitan dengan lebih baik dibandingkan dengan model prediksi berbasis arus kas.

Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Ambari (2014) yang menyatakan bahwa prediksi rasio keuangan berbasis akrual terbukti lebih baik dari pada prediksi rasio keuangan berbasis arus kas. Hal ini sesuai dengan uji klasifikasi model prediksi, dimana untuk prediksi berbasis akrual yang diteliti sebesar 92,1% data yang sesuai kelompok dengan nilai validasi silang sebesar 87,3%, sedangkan prediksi dengan model arus kas sebesar

(7)

91,8% yang sesuai data kelompok dengan nilai validasi silang sebesar 82,0%.

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Gunathilaka (2014), yang meneliti perusahaan Bursa Efek di Sri Lanka, menyebutkan bahwa model Z-score (akrual) menunjukan tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam mempredisksi kesulitan keuangan, secara khusus ia memiliki potensi untuk meminimalkan kesalahan klasifikasi sebuah perusahaan. Oleh karena itu, adanya model prediksi kepailitan yang dibangun dari rasio-rasio keuangan sangat diperlukan sebagai evaluasi dini bagi para pemakai laporan keuangan untuk menilai kelangsungan hidup suatu perusahaan.

Berdasarkan adanya pertentangan tersebut, maka penelitian ini akan mencoba membandingkan kemampuan ketepatan prediksi antara model kebangkrutan yang terbentuk dari rasio keuangan berbasis arus kas dan rasio keuangan berbasis akrual. Penelitian ini menggunakan perusahaan jasa sebagai sampel penelitian. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menciptakan suatu model prediksi kebangkrutan yang dapat digunakan oleh para pemakai laporan keuangan terutama investor dan kreditor dalam mempertimbangkan keputusan yang berkaitan dengan perusahaan sehingga manajemen perusahaan mampu mengambil sebuah tindakan antisipasi untuk menghindari kebangkrutan (busniess failure). Dengan dasar uraian tersebut, penelitian ini mengambil judul “Analisis Perbandingan Model Prediksi Rasio Berbasis Akrual dan Rasio Berbasis Arus Kas terhadap Ketepatan Penilaian Kebangkrutan Suatu

(8)

Perusahaan (Studi Kasus pada Perusahaan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015)”.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, Maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Apakah model yang dibentuk dari rasio berbasis akrual dan arus kas dapat memprediksi kebangkrutan di perusahaan jasa yang terdapat di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015?

2. Model manakah yang lebih tepat, apakah penggunaan model berbasis akrual atau model berbasis arus kas dalam memprediksi kebangkrutan di perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2011-2015?

C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

a. Untuk menganalisis seberapa akuratkah penggunaan model berbasis akrual dan arus kas dalam memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan jasa yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015

b. Untuk menganalisis model manakah yang lebih tepat dalam memprediksi kebangkrutan pada perusahaan jasa yang terdaftar

(9)

di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2015, apakah model berbasis akrual ataukah model berbasis arus kas.

2. Kontribusi Penelitian a. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi perusahaan khususnya dalam memprediksi kondisi menuju ke arah kebangkrutan perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan berbasis kas dan berbasis akrual sehingga pihak perusahaan diharapkan dapat mengambil kebijakan mengenai tindakan antisipasi dan perbaikan dalam mengelola kinerja keuangan perusahaan. Serta untuk memberikan gambaran bagi perusahaan tentang metode mana yang lebih baik digunakan bila melakukan langkah untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan.

b. Bagi Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan dan dapat menjadi perbandingan dalam mengkaji masalah yang sama sehingga kekurangan yang ada dalam penelitian ini dapat diperbaiki.

c. Pihak Eksternal

Penelitian ini diharapkan bisa lebih menambah wawasan mengenai Businnes Failure, terutama wawasan mengenai tanda atau gejala perusahaan yang akan menuju dalam kondisi

(10)

tersebut, serta penanganan dini untuk mengkaji dan mengevaluasi kondisi tersebut.

Referensi

Dokumen terkait

Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang di- alokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus

pada formula bekatul cenderung menunjukkan rata-rata jumlah koloni yang paling tinggi dibandingkan pada formula kompos dan beras jagung.. Pada minggu ke-6

Oleh karena kinerja saham menjadi salah satu pertimbangan investor dalam melakukan investasi, maka penelitian ini ingin menganalisis kembali temuan penelitian

menyatakan bahwa faktor eksternal yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kualitas dari proses pembelajaran dalam hal ini adalah dengan keberadaan Rintisan Sekolah

Unit penyelenggara bandar udara atau badan usaha bandar udara yang memiliki landasan pacu lebih dari 1 (satu) yang dioperasikan secara terpisah (independent)

Hasil penelitian Djohar dan Bambang Subali (1983) yang menggunakan modifikasi dari alat uji perkembangan mental Piaget juga menunjukkan bahwa siswa SMA pun

sekolah untuk lebih memperhatikan motivasi kerja karyawannya khususnya guru honorer dengan melihat organizational commitment; (b) Pada guru honorer diharapkan mampu memiliki