• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur dengan Model Poisson dan Binomial Negatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemodelan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur dengan Model Poisson dan Binomial Negatif"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

PEMODELAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI JAWA TIMUR DENGAN MODEL POISSON DAN

BINOMIAL NEGATIF

THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakaan bahwa tesis Pemodelan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur dengan Model Poisson dan Binomial Negatif adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2011

(3)

ABSTRACT

THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING. Dengue Fever (DF) Case Modelling in East Java with Poisson and Negative Binomial Models. Supervised by AUNUDDINandLA ODE ABDUL RAHMAN.

The total number of dengue fever victims in East Java can be assumed to have a Poisson distribution. The Poisson regression method can be used to model the relationship of the environmental factors and dengue fevers incidents. The model of this method assumes equidispersion, that is the equality of mean and variance of the response variables. If variance of the response variable exceeds the mean, it is called overdispersion. Negative binomial regression model is used to overcome the overdispersion. Negative binomial regression model shows that the quantity of dengue fever victims in every kabupaten (district) is influenced by the quantity of flood and the quantity of malnutrition victims. Negative binomial regression shows that the increasing number of flood will enhance the quantity of dengue fever victims in East Java district whereas the increasing quantity of malnutrition victims will enhance the quantity of dengue fever victims in the same place district.

(4)

RINGKASAN

THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING. Pemodelan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur dengan Model Poisson dan Binomial Negatif. Dibimbing oleh AUNUDDIN and LA ODE ABDUL RAHMAN.

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti (Anggraeni 2010). Jenis nyamuk ini terdapat di hampir seluruh Indonesia, kecuali di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Jumlah kasus DBD cenderung meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Kasus DBD dapat ditekan jika faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD sudah diketahui. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah penderita DBD dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD merupakan data cacah (count data) dan merupakan kejadian yang relatif jarang terjadi. Model regresi Poisson diasumsikan memiliki nilai tengah dan ragam yang sama. Akan tetapi, pada penerapannya sering ditandai adanya ragam yang lebih besar daripada nilai tengah atau disebut overdispersi (McCullagh dan Nelder 1989). Regresi Poisson yang mengandung overdispersi akan menghasilkan galat baku yang kecil. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi overdispersi antara lain menggunakan model binomial negatif.

Tujuan penelitian ini yaitu memodelkan kasus DBD untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyebab penyakit DBD di Jawa Timur dengan menggunakan model Poisson dan binomial negatif. Penelitian ini menggunakan data PODES 2008 yang dipublikasikan oleh BPS. Peubah respon yang digunakan adalah jumlah penderita DBD. Peubah penjelas yang diamati antara lain ketinggian kabupaten/kota dari permukaan air laut, jumlah kejadian banjir, jumlah sekolah, jumlah layanan kesehatan, jumlah penderita gizi buruk, jumlah keluarga penerima ASKESKIN dan kondisi sumber air dominan (tertutup atau terbuka).

Data jumlah penderita DBD dianalisis menggunakan model regresi Poisson kemudian diperiksa asumsi equidispersi, dengan menggunakan rasio antara deviance dan derajat bebas. Rasio yang lebih besar dari 1 menunjukkan overdispersi dan kurang dari 1 menunjukkan underdispersi. Keberadaan overdispersi dalam model harus diatasi, salah satunya dengan menggunakan model regresi binomial negatif. Model binomial negatif selanjutnya diperiksa kemampuannya mengatasi overdispersi. Model binomial negatif yang dapat mengatasi overdispersi selanjutnya digunakan untuk membentuk model dengan kombinasi peubah penjelas berdasarkan koefisien determinasi deviance (R2DEV,NB). Model yang terbentuk selanjutnya dipilih yang terbaik berdasarkan

R2DEV,NB, nilai deviance dan AIC, sehingga akhirnya dapat ditentukan

faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD.

(5)

Model binomial negatif terbaik berdasarkan koefisien determinasi, deviance dan AIC pada pemodelan kasus DBD melibatkan dua peubah, yaitu jumlah kejadian banjir dan jumlah penderita gizi buruk. Jadi, faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD di Jawa Timur adalah jumlah kejadian banjir dan jumlah penderita gizi buruk.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB

(7)

PEMODELAN KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

DI JAWA TIMUR DENGAN MODEL POISSON DAN

BINOMIAL NEGATIF

THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Statistika

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc.

(9)

Judul Tesis : Pemodelan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur dengan Model Poisson dan Binomial Negatif Nama : Theresia M D N L Tobing

NRP : G151080201

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M.Sc. La Ode Abdul Rahman, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Statistika Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Erfiani, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M. Sc. Agr.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Judul karya ilmiah ini

adalah “Pemodelan Kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jawa Timur dengan Model Poisson dan Binomial Negatif”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Aunuddin, M.Sc selaku pembimbing I dan La Ode Abdul Rahman, M.Si selaku pembimbing II, terima kasih atas bimbingan, saran dan waktunya. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Aji Hamim Wigena, M.Sc. selaku penguji luar komisi pada ujian tesis dan seluruh staf Program Studi Statistika.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Papa, Mama dan Abang serta seluruh keluarga atas doa, dukungan dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman Statistika dan Statistika Terapan angkatan 2008 atas bantuan dan kebersamaannya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, April 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Samarinda, Kalimantan Timur pada tanggal 29 November 1986 sebagai anak kedua dari dua bersaudara, anak dari pasangan Bapak M.L. Tobing, S.H. dan Ibu S.T. Simorangkir.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 3

Regresi Poisson ... 4

Overdispersi... 5

Regresi Binomial Negatif ... 6

Ukuran Kebaikan Model ... 8

Koefisien Determinasi (R2) ... 9

METODOLOGI PENELITIAN Data ... 11

Metode Analisis ... 11

HASIL DAN PEMBAHASAN Model Regresi Poisson ... 13

Model Regresi Binomial Negatif ... 15

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 25

Saran ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(13)

Halaman

DAFTAR TABEL

1 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas ... 14

(14)

Halaman

DAFTAR GAMBAR

1 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi Poisson .. 14 2 Plot kuantil-kuantil Poisson dari data jumlah penderita DBD ... 15 3 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif

... 16 4 Hubungan jumlah peubah dengan nilai R2DEV,NB dari model regresi binomial

negatif ... 19 5 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai deviance dari model regresi

binomial negatif ... 20 6 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai AIC dari model regresi

binomial negatif ... 21 7 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif

(15)

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN

1 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan satu peubah... 29

2 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan dua peubah ... 29

3 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan tiga peubah ... 29

4 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan empat peubah ... 29

5 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan lima peubah ... 30

6 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan enam peubah ... 30

7 Nilai deviance dari model regresi binomial negatif ... 30

8 Nilai AIC dari model regresi binomial negatif ... 30

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan

malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Anggraeni 2010). Jenis nyamuk ini terdapat di hampir seluruh Indonesia, kecuali di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Jumlah kasus DBD cenderung meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Penyebaran DBD menjadi lebih cepat dan luas karena gigitan seekor nyamuk Aedes aegypti betina dapat berulang kali menggigit orang yang berbeda (Anggraeni 2010).

Kasus DBD dapat ditekan jika faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD sudah diketahui. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah penderita DBD dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang cocok digunakan adalah regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD merupakan data cacah (count data) dan merupakan kejadian yang relatif jarang terjadi.

Model regresi Poisson diasumsikan memiliki nilai tengah dan ragam yang sama. Akan tetapi, pada penerapannya seringkali ditandai adanya ragam yang lebih besar daripada nilai tengah atau disebut overdispersi (McCullagh dan Nelder 1989). Regresi Poisson yang mengandung overdispersi akan menghasilkan simpangan baku penduga koefisien regresi lebih kecil dari seharusnya. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi overdispersi antara lain dengan menggunakan model binomial negatif, yang diharapkan dapat memberikan hasil lebih baik daripada menggunakan model Poisson.

(17)

mengetahui peluang nasabah dalam mengajukan klaim asuransi kendaraan bermotor di Malaysia, dan Ismail dan Jemain (2007) di bidang asuransi untuk mengatasi overdispersi dengan menggunakan binomial negatif dan Poisson Terampat.

Penyakit DBD merupakan masalah yang terus dihadapi oleh masyarakat Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi yang memiliki jumlah kasus DBD yang tinggi. Hal ini disebabkan antara lain kondisi lingkungan yang mendukung berkembangnya nyamuk Aedes aegypti, belum ditemukannya vaksin DBD, kurangnya dana yang dialokasikan pemerintah untuk mengatasi masalah DBD, tingginya mobilitas penduduk dan masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD (Bappeprov Jatim 2008).

Tujuan

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah

penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Anggraeni 2010). Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh Indonesia, kecuali di tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Adapun nyamuk Aedes aegypti memiliki kemampuan terbang mencapai radius 100-200 meter. Oleh sebab itu, jika di suatu lingkungan terjadi kasus DBD, maka masyarakat yang berada pada radius tersebut harus waspada (Anggraeni 2010).

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya (Jawa Timur) pada tahun 1968. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 1980 telah diketahui bahwa seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD, kecuali Timor-Timur. Peningkatan jumlah kasus dan wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air dan adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kristina et al. 2004).

Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia (Kristina et al. 2004). Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan infeksi. Infeksi hanya dapat terjadi jika daya tahan tubuh kurang, karena secara alamiah virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh (Anggraeni 2010). Antibodi dengue secara pasif telah ada pada bayi atau secara aktif melalui infeksi yang terjadi sebelumnya.

(19)

hingga siang hari. Waktu tersebut merupakan waktu aktif nyamuk Aedes aegypti untuk menggigit. Penyakit ini juga dapat diderita oleh orang yang sebagian besar tinggal di lingkungan lembab dan daerah pinggiran kumuh (Kristina et al. 2004). Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, berbau dan lembab. Tempat perindukan yang sering dipilih nyamuk Aedes aegypti adalah kawasan yang padat dengan sanitasi yang kurang memadai, terutama di genangan air dalam rumah, seperti pot, vas bunga, bak mandi atau tempat penyimpanan air lainnya seperti tempayan, drum atau ember plastik.

Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah. Kebijakan tersebut antara lain menyatakan bahwa semua rumah sakit tidak menolak pasien yang menderita DBD dan harus memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.

Regresi Poisson

Sebaran Poisson sering digunakan untuk memodelkan kejadian yang jarang terjadi, seperti jumlah penderita kanker hati di suatu daerah pada periode waktu tertentu, jumlah kecelakaan lalu lintas pada suatu lokasi per tahun dan lainnya (Kleinbaum 1988). Cameron dan Trivedi (1998) menyatakan suatu peubah acak Y yang diskrit akan mengikuti sebaran Poisson jika µ adalah rata-rata suatu kejadian per unit waktu dan t adalah periode waktu tertentu, maka rata-rata dari y menjadi µt. Peluang terjadinya kejadian y pada periode waktu ke-t sebagai berikut :

,

y= 0,1,2,.... ; µ > 0

Jika selang waktu kejadian adalah sama, maka fungsi sebaran peluang untuk peubah acak Poisson Y dengan parameter µ menjadi :

,

y = 0,1,2,.... ; µ > 0 dan E(Y) = µ, VAR(Y) = µ

(20)

Trivedi 1998). Analisis regresi Poisson biasanya diterapkan dalam penelitian kesehatan masyarakat, biologi dan teknik. Model regresi Poisson termasuk salah satu model persamaan regresi nonlinear. Model regresi Poisson dapat ditulis sebagai berikut (Myers 1990) :

i=1,2,..,n

dengan adalah nilai tengah jumlah kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian y dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

yi = jumlah penderita DBD di kabupaten = 0, 1, 2, 3, …

i = kabupaten/kota =1,2,...,n

Pendugaan parameter koefisien regresi Poisson dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi kemungkinan dari regresi Poisson adalah

dan logaritma natural dari fungsi kemungkinansebagai berikut :

Model regresi Poisson termasuk model nonlinear, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson (Cameron dan Trivedi 1998).

Overdispersi

(21)

signifikansi dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Dugaan dispersi dapat diukur dari rasio antara deviance atau Pearson’s Chi -Square dengan derajat bebasnya. Rasio ini selanjutnya disebut sebagai rasio dispersi. Dugaan dispersi dikatakan overdispersi jika rasio dispersi > 1 dan underdispersi jika rasio dispersi < 1.

Regresi Binomial Negatif

Pada penerapannya asumsi dari model Poisson tidak selalu terpenuhi karena adanya overdispersi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk menghadapi overdispersi adalah menggunakan model binomial negatif seperti yang dikembangkan oleh Long (1997) dalam Jackman (2007). Sebaran binomial negatif merupakan sebaran campuran Poisson-Gamma. Diasumsikan terdapat peubah δi

yang menyebar gamma dengan nilai tengah 1 dan ragam 1/θi dalam nilai tengah

sebaran Poisson. Misalkan vi adalah sumber keragaman yang tidak teramati,

sehingga nilai tengah sebaran campuran Poisson-Gamma adalah

dengan adalah nilai tengah model Poisson dan δi=exp(vi).

Berdasarkan asumsi E(δi)=1, maka model Poisson dan binomial negatif memiliki

nilai tengah yang sama, yaitu . Fungsi peluang sebaran campuran Poisson-Gamma dapat ditulis sebagai berikut :

Peubah δi menyebar gamma dengan parameter α dan β. Fungsi peluang gamma

adalah

(22)

dengan nilai harapan , sehingga untuk memperoleh maka parameter . Misalkan untuk parameter α dan β ditentukan sebesar θi , maka

fungsi peluang gamma menjadi

sebaran campuran Poisson-Gamma dapat diperoleh dengan pengintegralan peubah

δi ke dalam fungsi peluang Poisson sebagai berikut :

dengan θi > 0, akan diperoleh fungsi gamma

dengan demikian fungsi binomial negatif yang merupakan campuran Poisson-Gamma diperoleh sebagai berikut

dan memiliki nilai tengah yang sama dengan Poisson

dengan ragam

Parameter ragam θi (δi) biasanya ditetapkan konstan dan θ merupakan

parameter ekstra yang diduga bersamaan dengan parameter β. Pendugaan parameter di dalam regresi binomial negatif dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi kemungkinan. Fungsi kemungkinan bagi model binomial negatif yaitu

(23)

Pemilihan model regresi yang terbaik perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisis regresi yang optimal. Beberapa ukuran kebaikan model yang akan digunakan, yaitu deviance dan Akaike Information Criteria (AIC).

Deviance

(24)

Akaike Information Criteria (AIC)

Perhitungan kebaikan model kemungkinan maksimum yang sering digunakan adalah Akaike Information Criteria (AIC). Akaike mendefinisikan perhitungan AIC sebagai berikut :

dengan adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas dan p yaitu banyaknya parameter. AIC merupakan kriteria yang mempertimbangkan banyaknya parameter. Nilai AIC yang semakin kecil menunjukkan model yang semakin baik.

Koefisien Determinasi (R2)

Ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas disebut koefisien determinasi atau R2. Koefisien determinasi (R2) dalam analisis regresi linier didasarkan pada pemakaian jumlah kuadrat dengan metode kuadrat terkecil. Penggunaan R2 dapat menggambarkan keeratan hubungan regresi antara peubah respon Y dengan peubah penjelas X. Nilai R2 yang semakin besar ( 0 ≤ R2 ≤ 1) menunjukan semakin tepat dugaan dari model regresi. Model regresi Poisson dapat diduga dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum, sehingga terdapat beberapa ukuran R2 dalam regresi Poisson yang didasarkan pada proporsi reduksi dalam logaritma natural dari fungsi kemungkinanyang dimaksimumkan.

Ada beberapa ukuran R2 yang telah dikembangkan dalam model regresi Poisson (Heinzl dan Mittlböck 2003). Penggunaan ukuran R2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut :

(25)

dalam model, yi adalah nilai amatan dari peubah respon;

adalah logaritma natural dari fungsi

kemungkinan ketika semua parameter βj disertakan dalam model, adalah nilai

dugaan (predicted value) untuk amatan ke-i; – adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika hanya β0

yang disertakan dalam model; dan adalah rata-rata respon y. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Ukuran ini dapat ditinjau apabila peubah-peubah penjelas relatif banyak dibandingkan dengan ukuran sampel (n). Suatu koreksi terhadap dapat dilakukan dengan menggunakan derajat bebas :

dengan k adalah banyaknya peubah penjelas. Adapun menurut Cameron dan Windmeijer (1995), ukuran R2 dalam model regresi binomial negatif untuk mengatasi overdispersi yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut :

θ θθ

θ θθ

Algoritma pemilihan model terbaik menurut Draper dan Smith (1992) dapat dilakukan dengan meggunakan sebagian dari semua kombinasi peubah penjelas yang masuk ke dalam model. Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik didasarkan pada tiga kriteria, yaitu nilai R2 maksimum, nilai R2 terkoreksi maksimum dan statistik Cp Mallows. Penelitian ini selanjutnya akan meggunakan

(26)

METODOLOGI PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari Podes 2008 meliputi data jumlah penderita penyakit DBD pada 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Peubah respon dalam penelitian ini yaitu jumlah penderita DBD tiap kabupaten di Jawa Timur. Adapun peubah penjelas yang digunakan sebagai berikut (*) :

1. Ketinggian kabupaten di Jawa Timur dari permukaan air laut

2. Jumlah kejadian bencana banjir dalam 3 tahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

3. Jumlah sekolah (SD, SMP dan SMA) setiap kabupaten di Jawa Timur 4. Jumlah layanan kesehatan setiap kabupaten di Jawa Timur

5. Jumlah penderita gizi buruk dalam 3 tahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

6. Jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

7. Sumber air yang dominan setiap kabupaten di Jawa Timur : 1 = sumber air yang tertutup dan 0 = sumber air yang terbuka.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menentukan model regresi Poisson dengan menggunakan tujuh peubah penjelas

2. Menganalisis adanya overdispersi dari model regresi Poisson

3. Menentukan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas

4. Menganalisis adanya overdispersi dari model regresi binomial negatif

(27)

model regresi binomial negatif dengan menggunakan ukuran koefisien determinasi (R2). Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik berdasarkan nilai R2 maksimum. Penggunaan ukuran R2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) :

θ θθ

θ θθ

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Regresi Poisson

Hubungan antara jumlah penderita DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang digunakan adalah regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD dapat diasumsikan menyebar Poisson. Penelitian ini melibatkan tujuh faktor yang terkait dengan jumlah penderita DBD.

Model regresi Poisson yang dibentuk merupakan model dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini dapat dilihat pada Tabel 1. Model ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suatu kabupaten dari permukaan air laut (X1) maka akan menurunkan

jumlah penderita DBD. Peningkatan jumlah kejadian banjir (X2), jumlah layanan

kesehatan (X4), jumlah penderita gizi buruk (X5) dan jumlah keluarga penerima

ASKESKIN (X6) akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Adapun semakin

bertambahnya jumlah sekolah (X3) dapat menurunkan jumlah penderita DBD.

Kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X7) tertutup memiliki

jumlah penderita DBD yang lebih rendah daripada kabupaten dengan sumber air terbuka.

Tabel 1 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(>|z|)

β0 (intersep) -7.6730 0.0288 -266.3730 0.0000

Deviance: 4200.9; derajat bebas: 30; Rasio: 140.03; R2DEV: 58.73%; R

2

DEV,dB: 49.10%

(29)

dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 1. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar.

McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan bahwa overdispersi terjadi jika nilai ragam lebih besar dari nilai tengah, Var(Y) > E(Y). Dugaan dispersi diukur dengan menggunakan rasio antara nilai deviance dan derajat bebasnya. Overdispersi terjadi jika nilai rasio yang dihasilkan lebih besar dari 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rasio yang dihasilkan sebesar 140.03. Nilai ini berarti model regresi Poisson mengalami overdispersi, sehingga tidak layak digunakan.

Gambar 1 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi Poisson

Overdispersi dalam model mengakibatkan simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan efek nyata dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Kondisi ini menyebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD tidak dapat dipastikan berdasarkan model regresi Poisson ini. Penggunaan model regresi lain untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD perlu dilakukan. Model regresi yang diharapkan dapat mengatasi masalah overdispersi pada kasus ini adalah model regresi binomial negatif.

(30)

antara Q(pi) dan y(i) menunjukkan bahwa sebaran data cenderung membentuk garis lurus, sehingga berdasarkan plot ini data cenderung mengikuti sebaran Poisson.

Gambar 2 Plot kuantil-kuantil Poisson dari data jumlah penderita DBD

Bentuk sebaran data dapat juga dilihat berdasarkan pendekatan χ2. Pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa jika contoh diambil dari suatu populasi, diharapkan adanya suatu kecocokan yang erat antara frekuensi yang teramati dengan frekuensi harapan. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Gugus data diambil dari populasi dengan sebaran Poisson

H1 : Gugus data bukan berasal dari populasi dengan sebaran Poisson Nilai χ2

yang dihasilkan sangat besar dibandingkan dengan χ2 tabel, sehingga tolak H0. Artinya, data bukan berasal dari sebaran Poisson. Berdasarkan pendekatan χ2

ini, maka dapat dibuktikan bahwa model regresi Poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini.

Model Regresi Binomial Negatif

Pemodelan selanjutnya menggunakan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah ketinggian suatu kabupaten dari permukaan air laut (X1) maka akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Peningkatan

(31)

buruk (X5) dan jumlah keluarga penerima ASKESKIN (X6) akan meningkatkan

jumlah penderita DBD. Adapun semakin bertambahnya jumlah sekolah (X3) dapat

menurunkan jumlah penderita DBD dan kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X7) tertutup memiliki jumlah penderita DBD yang lebih rendah

daripada kabupaten dengan sumber air terbuka.

Gambar 3 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif

Plot antara sisaan terhadap dugaan dari model ini memberikan petunjuk bahwa pola cenderung lebih menyebar di sekitar garis nol. Pola yang dihasilkan antara plot nilai dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 3. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar karena pola data cenderung menyebar di sekitar garis nol.

Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(>|z|)

β0 (intersep) -7.8130 0.2245 -34.8030 0.0000 β1 (tinggi) -0.0006 0.0005 -1.1560 0.2480 β2 (banjir) 0.0008 0.0009 0.9190 0.3580 β3 (sekolah) -0.0002 0.0002 -0.8440 0.3990 β4 (layanan kesehatan) 0.0035 0.0030 1.1940 0.2330 β5 (gizi buruk) 0.0005 0.0004 1.3880 0.1650 β6 (miskin) 0.0000 0.0000 -0.1270 0.8990 β7 (sumber air) -0.0850 0.2401 -0.3540 0.7230

(32)

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rasio dispersi dari model regresi binomial negatif yang dihasilkan sebesar 1.32. Nilai rasio dispersi ini mendekati nilai 1 dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai rasio dispersi dari model regresi Poisson. Hal ini menunjukkan bahwa model binomial negatif telah mampu mengatasi overdispersi yang terjadi pada model regresi Poisson.

Simpangan baku yang diperoleh dari regresi Poisson (Tabel 1) dan binomial negatif (Tabel 2) menunjukkan nilai yang berbeda. Nilai simpangan baku dari regresi Poisson lebih kecil daripada binomial negatif. Simpangan baku yang kecil mengakibatkan pengaruh peubah penjelas menjadi nyata terhadap peubah respon. Efek nyata pengaruh peubah respon ini terjadi karena adanya overdispersi, sehingga tidak dapat menggunakan hasil regresi Poisson untuk memperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DBD.

Pendekatan menggunakan binomial negatif menghasilkan nilai simpangan baku yang lebih besar. Nilai simpangan baku binomial negatif lebih mendekati nilai simpangan baku yang sebenarnya, sehingga efek nyata dari pengaruh peubah penjelas yang sebelumnya berbias dapat teratasi. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi DBD selanjutnya menggunakan regresi binomial negatif. Hal ini dapat menegaskan pembahasan sebaran data sebelumnya, bahwa sebaran data tidak mengikuti sebaran Poisson melainkan sebaran binomial negatif.

Pemilihan model regresi binomial negatif yang terbaik perlu dilakukan untuk mengetahui faktor yang sesungguhnya mempengaruhi jumlah penderita DBD. Penggunaan kombinasi dari faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD mendasari pembentukan model regresi binomial negatif selanjutnya.

Pembentukan model regresi binomial negatif dibagi ke dalam enam kelompok model sesuai dengan jumlah peubah penjelas yang digunakan dalam model. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi binomial negatif dapat menaikkan nilai koefisien determinasi deviance untuk binomial negatif (R2DEV,NB), meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap peubah respon. Nilai R2DEV,NB yang terbesar (maksimum) menunjukkan

(33)

Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh model terbaik pada penelitian ini menggunakan nilai koefisien determinasi maksimum (R2DEV,NB

maksimum) dari sebagian kombinasi peubah penjelas yang dapat dibentuk. Model terbaik satu peubah penjelas dipilih berdasarkan R2DEV,NB maksimum. Model dua

peubah yang terbaik melibatkan kombinasi antara peubah penjelas dari model terbaik satu peubah dengan peubah penjelas lainnya. Dua peubah penjelas ini kemudian dikombinasikan dengan peubah penjelas lainnya untuk membentuk model terbaik tiga peubah. Proses ini diteruskan sampai diperoleh model terbaik untuk masing-masing kelompok model.

Nilai koefisien determinasi masing-masing model satu peubah secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Kelompok pemodelan satu peubah menunjukkan bahwa model yang melibatkan peubah X5 (jumlah penderita gizi

buruk) merupakan model terbaik, karena memiliki nilai R2DEV,NB terbesar. Nilai

R2DEV,NB yang dihasilkan sebesar 64.38%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman

jumlah penderita DBD dapat dijelaskan oleh jumlah penderita gizi buruk sekitar 64.38%.

Model terbaik dari kelompok dua peubah merupakan kombinasi antara peubah X2 (jumlah kejadian banjir) dan X5 (jumlah penderita gizi buruk).

Koefisien determinasi yang dihasilkan dari model ini sebesar 66.02%, nilai tersebut merupakan nilai terbesar jika dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah penderita DBD dapat dijelaskan oleh jumlah kejadian banjir sekitar 1.65%.

Lampiran 3 menunjukan nilai koefisien determinasi dari tiap model tiga peubah. Pemodelan terbaik dari kelompok ketiga merupakan kombinasi peubah X2 (jumlah kejadian banjir), X4 (jumlah layanan kesehatan) dan X5 (jumlah

penderita gizi buruk). Koefisien determinasi yang dihasilkan dari model ini sebesar 66.97%. Penggunaan peubah X4 (jumlah layanan kesehatan) dalam model

meningkatkan R2deviance sekitar 0.95%.

Model terbaik dari kelompok keempat yaitu model yang melibatkan peubah X1 (tinggi kabupaten dpl). Peubah X1 dalam model ini meningkatkan R2deviance

(34)

peubah penjelas ke dalam model selanjutnya hanya memberikan peningkatan nilai R2 deviance yang relatif lebih kecil, yaitu kurang dari 0.1%. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara nilai R2 deviance binomial negatif dengan penambahan peubah penjelas ke dalam model.

Model terbaik dari tiap kelompok berdasarkan R2DEV,NB maksimum akan

dipilih model yang terbaik secara keseluruhan. Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan dari satu peubah menjadi dua peubah penjelas dalam model memberikan kenaikan yang paling besar dibandingkan dengan penambahan dari dua menjadi tiga atau tiga menjadi empat peubah penjelas.

Gambar 4 Hubungan jumlah peubah dengan nilai R2DEV,NB dari model regresi

binomial negatif

Nilai R2DEV,NB ini cenderung meningkat dengan semakin banyaknya peubah

yang digunakan. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai R2DEV,NB, meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh

nyata terhadap peubah respon. Penggunaan tiga peubah atau lebih dalam model memberikan peningkatan R2DEV,NB yang kecil dibandingkan model dua peubah,

yaitu kurang dari 1%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan peubah penjelas sudah tidak memberikan manfaat yang besar ke dalam pemodelan, sehingga penggunaan tiga peubah atau lebih tidak perlu dilakukan. Berdasarkan plot ini, maka model terbaik adalah model dengan menggunakan dua peubah.

(35)

Information Criteria (AIC). Nilai deviance dan AIC yang kecil menunjukkan semakin kecil kesalahan yang dihasilkan model, artinya model semakin tepat. Nilai deviance akan semakin berkurang dengan bertambahnya parameter ke dalam model (McCullagh dan Nelder 1989). Adapun AIC merupakan kriteria yang telah mempertimbangkan banyaknya parameter.

Gambar 5 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai deviance dari model regresi binomial negatif

Gambar 5 merupakan plot antara jumlah peubah penjelas dan nilai deviance. Nilai deviance dari model regresi binomial negatif secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 7. Penurunan nilai deviance terjadi dari model satu peubah sampai model dengan empat peubah. Selanjutnya, terjadi peningkatan pada penggunaan lima peubah penjelas. Penggunaan lima atau lebih peubah penjelas dalam model menghasilkan nilai deviance yang cenderung sama. Nilai deviance yang paling kecil dari model tidak dapat menunjukkan model tersebut merupakan model terbaik, karena penambahan peubah ke dalam model akan menurunkan nilai deviance. Model terbaik yang dapat dipilih berdasarkan nilai deviance, merupakan model yang memiliki perubahan nilai deviance terbesar, yaitu model dengan dua peubah penjelas.

Gambar 6 merupakan plot antara jumlah peubah penjelas dengan nilai AIC. Nilai AIC dari model regresi binomial negatif secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 8. Penambahan peubah penjelas tidak selalu menurunkan nilai AIC.

(36)

Model dengan nilai AIC terkecil merupakan model dengan menggunakan satu dan dua peubah penjelas. Penambahan dari satu menjadi dua peubah penjelas memberikan perubahan nilai AIC yang kecil, yaitu sebesar 0.13. Nilai AIC semakin meningkat dengan bertambahnya peubah penjelas ke dalam model. Model terbaik berdasarkan nilai AIC merupakan model yang menggunakan dua peubah penjelas.

Gambar 6 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai AIC dari model regresi binomial negatif

Model regresi binomial negatif terbaik berdasarkan koefisien determinasi, nilai deviance dan AIC pada kasus ini adalah model yang melibatkan jumlah kejadian banjir dan jumlah penderita gizi buruk. Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan dua peubah penjelas dapat dilihat pada Lampiran 9. Model tersebut dapat ditulis sebagai berikut :

µi=exp(β0 + β2X2 + β5X5)

µi=exp( -7.9062 + 0.0013 X2 + 0.0005 X5 )

Model tersebut menunjukkan bahwa setiap kenaikan satu satuan dari jumlah kejadian bencana banjir akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita DBD meningkat sebesar exp(0.0013) = 1.0013 kali dengan asumsi jumlah penderita gizi buruk tetap. Artinya, setiap kenaikan 10.000 kejadian banjir akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita DBD sebanyak 10.013 orang dengan asumsi jumlah penderita gizi buruk tetap. Kejadian banjir dapat menyebabkan genangan

(37)

air atau tertampungnya air di tempat-tempat yang tidak diperhatikan, seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat atau wadah yang dapat menampung air. Genangan air atau tempat-tempat tersebut memungkinkan menjadi tempat nyamuk Aedes aegypti dapat berkembangbiak. Selain itu, kejadian banjir biasanya terjadi pada saat musim penghujan, dimana tempat-tempat tersebut dapat pula menampung air hujan. Hal ini diduga dapat meningkatkan serangan DBD di kabupaten yang memiliki kejadian banjir yang tinggi.

Setiap kenaikan satu satuan dari jumlah penderita gizi buruk akan menyebabkan nilai harapan jumlah penderita DBD meningkat sebesar exp(0.0005) = 1.0005 kali dengan asumsi jumlah kejadian banjir tetap. Artinya, setiap kenaikan 10.000 penderita gizi buruk akan meningkatkan nilai harapan jumlah penderita DBD sebanyak 10.005 orang dengan asumsi jumlah kejadian banjir tetap. Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia akan memberikan reaksi yang berbeda tergantung pada daya tahan tubuh seseorang. Seseorang yang mengalami gizi buruk memiliki daya tahan tubuh yang rendah, sehingga jika digigit nyamuk Aedes aegypti dapat menimbulkan infeksi yang dapat berlanjut menjadi DBD. Kondisi gizi buruk ini diduga dapat meningkatkan jumlah penderita DBD.

Gambar 7 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif dua peubah

(38)
(39)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penggunaan model regresi Poisson pada kasus DBD di Jawa Timur menunjukkan adanya pelanggaran asumsi overdispersi. Pemodelan dengan binomial negatif pada kasus tersebut mampu mengatasi masalah overdispersi. Model binomial negatif terbaik berdasarkan koefisien determinasi, deviance dan AIC pada pemodelan kasus DBD melibatkan dua peubah, yaitu jumlah kejadian banjir dan jumlah penderita gizi buruk. Jadi, faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD di Jawa Timur adalah jumlah kejadian banjir dan jumlah penderita gizi buruk.

Saran

(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni DS. 2010. Stop!Demam Berdaeah Dengue. Bogor: Bogor Publishing House.

Bappeprov Jatim. 2008. Kasus DBD Triwulan I 2008 Meningkat. Badan Perencanaan Pembangunan Propinsi Jawa Timur Official Site [terhubung berkala]. http://bappeda.jatimprov.go.id/webnews.phpview=163 [12 Oktober 2010].

Cameron AC, Trivedi PK. 1998. Regression Analysis of Count Data. Cambridge University Press. New York.

Cameron AC, Windmeijer FAG. 1995. R-squared Measures for Count Data Regression Models with Applications to Health Care Utilization. Journal of Business and Economics Statistics (1995).

Draper NR, Smith H. 1992. Analisis Regresi Terapan Edisi Kedua. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Heinzl H, Mittlböck M. 2003. Pseudo R-squared Measures for Poisson Regression Models with Over- or Underdispersion. Computational & Data Analysis 44 (2003). 253-271.

Ismail N, Jemain AA. 2005. Generalized Poisson Regression: An Alternative For Risk Classification. Jurnal Teknologi Malaysia. Universiti Teknologi Malaysia. 39-54.

Ismail N, Jemain AA. 2007. Handling Overdispersion with Negative Binomial and Generalized Poisson Regression Models. Casualty Society Forum. 103-158.

Jackman S. 2007. Models for Counts Political Science. http://jackman.stanford.edu/classes/350C/07/poisson.pdf [3 Agustus 2010]. Kleinbaum DG, Kupper LL, Muller KE. 1988. Apllied Regression Analysis and

Other Multivariable Methods. PWS-KENT Publishing Company. Boston. Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Kajian Masalah Kesehatan. [terhubung

berkala]. http://www.litbang.depkes.go.id/maskes/052004/demamberdarah1 [11 Oktober 2010].

Long JS. 1997. Regression Models for Categorical and Limited Dependent Variables. Number 7 in Advanced Quantitative Techniques in the Social Sciences. Sage Publications. Thousand Oaks, California.

McCullagh P, Nelder JA. 1989. Generalized Linear Models. Chapman&Hall. London.

(41)

Lampiran 1 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi Layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 66.97 Miskin, banjir, gizi buruk 66.04 Sumber air, banjir, gizi buruk 64.94

Lampiran 4 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan empat peubah

Peubah R2DEV,NB (%)

Tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 67.75 Sekolah, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 67.29 Miskin, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 67.02 sumber air, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 66.97

Lampiran 5 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

(42)

Peubah R2DEV,NB (%)

Sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 68.22 Miskin, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 67.80 Sumber air, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 67.76

Lampiran 6 Nilai Koefisien Determinasi deviance (R2DEV,NB) dari model regresi

binomial negatif dengan enam peubah

Peubah R2DEV,NB (%)

Miskin, sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 68.22 Sumber air, sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 68.32

Lampiran 7 Nilai deviance dari model regresi binomial negatif

Peubah deviance

Gizi buruk 39.618

Banjir, gizi buruk 39.552

Layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 39.511 Tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 39.465 Sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 39.481 Sumber air, sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 39.478 Miskin, sumber air, sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi

buruk 39.478

Lampiran 8 Nilai AIC dari model regresi binomial negatif

Peubah AIC

Gizi buruk 514.94

Banjir, gizi buruk 515.07

Layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 515.95

Tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 517.01

Sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 518.43

Sumber air, sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi buruk 520.31

Miskin, sumber air, sekolah, tinggi, layanan kesehatan, banjir, gizi

buruk 522.29

Lampiran 9 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(>|z|)

(43)
(44)

ABSTRACT

THERESIA MARIANE DEBORA NATALIA LUMBAN TOBING. Dengue Fever (DF) Case Modelling in East Java with Poisson and Negative Binomial Models. Supervised by AUNUDDINandLA ODE ABDUL RAHMAN.

The total number of dengue fever victims in East Java can be assumed to have a Poisson distribution. The Poisson regression method can be used to model the relationship of the environmental factors and dengue fevers incidents. The model of this method assumes equidispersion, that is the equality of mean and variance of the response variables. If variance of the response variable exceeds the mean, it is called overdispersion. Negative binomial regression model is used to overcome the overdispersion. Negative binomial regression model shows that the quantity of dengue fever victims in every kabupaten (district) is influenced by the quantity of flood and the quantity of malnutrition victims. Negative binomial regression shows that the increasing number of flood will enhance the quantity of dengue fever victims in East Java district whereas the increasing quantity of malnutrition victims will enhance the quantity of dengue fever victims in the same place district.

(45)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan

malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Anggraeni 2010). Jenis nyamuk ini terdapat di hampir seluruh Indonesia, kecuali di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Jumlah kasus DBD cenderung meningkat, baik dalam jumlah maupun luas wilayah yang terjangkit. Penyebaran DBD menjadi lebih cepat dan luas karena gigitan seekor nyamuk Aedes aegypti betina dapat berulang kali menggigit orang yang berbeda (Anggraeni 2010).

Kasus DBD dapat ditekan jika faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD sudah diketahui. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah penderita DBD dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang cocok digunakan adalah regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD merupakan data cacah (count data) dan merupakan kejadian yang relatif jarang terjadi.

Model regresi Poisson diasumsikan memiliki nilai tengah dan ragam yang sama. Akan tetapi, pada penerapannya seringkali ditandai adanya ragam yang lebih besar daripada nilai tengah atau disebut overdispersi (McCullagh dan Nelder 1989). Regresi Poisson yang mengandung overdispersi akan menghasilkan simpangan baku penduga koefisien regresi lebih kecil dari seharusnya. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengatasi overdispersi antara lain dengan menggunakan model binomial negatif, yang diharapkan dapat memberikan hasil lebih baik daripada menggunakan model Poisson.

(46)

mengetahui peluang nasabah dalam mengajukan klaim asuransi kendaraan bermotor di Malaysia, dan Ismail dan Jemain (2007) di bidang asuransi untuk mengatasi overdispersi dengan menggunakan binomial negatif dan Poisson Terampat.

Penyakit DBD merupakan masalah yang terus dihadapi oleh masyarakat Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi yang memiliki jumlah kasus DBD yang tinggi. Hal ini disebabkan antara lain kondisi lingkungan yang mendukung berkembangnya nyamuk Aedes aegypti, belum ditemukannya vaksin DBD, kurangnya dana yang dialokasikan pemerintah untuk mengatasi masalah DBD, tingginya mobilitas penduduk dan masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk terlibat secara aktif dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD (Bappeprov Jatim 2008).

Tujuan

(47)

TINJAUAN PUSTAKA

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah

penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Anggraeni 2010). Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh Indonesia, kecuali di tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Adapun nyamuk Aedes aegypti memiliki kemampuan terbang mencapai radius 100-200 meter. Oleh sebab itu, jika di suatu lingkungan terjadi kasus DBD, maka masyarakat yang berada pada radius tersebut harus waspada (Anggraeni 2010).

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya (Jawa Timur) pada tahun 1968. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 1980 telah diketahui bahwa seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD, kecuali Timor-Timur. Peningkatan jumlah kasus dan wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air dan adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kristina et al. 2004).

Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia (Kristina et al. 2004). Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan infeksi. Infeksi hanya dapat terjadi jika daya tahan tubuh kurang, karena secara alamiah virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh (Anggraeni 2010). Antibodi dengue secara pasif telah ada pada bayi atau secara aktif melalui infeksi yang terjadi sebelumnya.

(48)

hingga siang hari. Waktu tersebut merupakan waktu aktif nyamuk Aedes aegypti untuk menggigit. Penyakit ini juga dapat diderita oleh orang yang sebagian besar tinggal di lingkungan lembab dan daerah pinggiran kumuh (Kristina et al. 2004). Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, berbau dan lembab. Tempat perindukan yang sering dipilih nyamuk Aedes aegypti adalah kawasan yang padat dengan sanitasi yang kurang memadai, terutama di genangan air dalam rumah, seperti pot, vas bunga, bak mandi atau tempat penyimpanan air lainnya seperti tempayan, drum atau ember plastik.

Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah. Kebijakan tersebut antara lain menyatakan bahwa semua rumah sakit tidak menolak pasien yang menderita DBD dan harus memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.

Regresi Poisson

Sebaran Poisson sering digunakan untuk memodelkan kejadian yang jarang terjadi, seperti jumlah penderita kanker hati di suatu daerah pada periode waktu tertentu, jumlah kecelakaan lalu lintas pada suatu lokasi per tahun dan lainnya (Kleinbaum 1988). Cameron dan Trivedi (1998) menyatakan suatu peubah acak Y yang diskrit akan mengikuti sebaran Poisson jika µ adalah rata-rata suatu kejadian per unit waktu dan t adalah periode waktu tertentu, maka rata-rata dari y menjadi µt. Peluang terjadinya kejadian y pada periode waktu ke-t sebagai berikut :

,

y= 0,1,2,.... ; µ > 0

Jika selang waktu kejadian adalah sama, maka fungsi sebaran peluang untuk peubah acak Poisson Y dengan parameter µ menjadi :

,

y = 0,1,2,.... ; µ > 0 dan E(Y) = µ, VAR(Y) = µ

(49)

Trivedi 1998). Analisis regresi Poisson biasanya diterapkan dalam penelitian kesehatan masyarakat, biologi dan teknik. Model regresi Poisson termasuk salah satu model persamaan regresi nonlinear. Model regresi Poisson dapat ditulis sebagai berikut (Myers 1990) :

i=1,2,..,n

dengan adalah nilai tengah jumlah kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian y dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

yi = jumlah penderita DBD di kabupaten = 0, 1, 2, 3, …

i = kabupaten/kota =1,2,...,n

Pendugaan parameter koefisien regresi Poisson dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi kemungkinan dari regresi Poisson adalah

dan logaritma natural dari fungsi kemungkinansebagai berikut :

Model regresi Poisson termasuk model nonlinear, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson (Cameron dan Trivedi 1998).

Overdispersi

(50)

signifikansi dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Dugaan dispersi dapat diukur dari rasio antara deviance atau Pearson’s Chi -Square dengan derajat bebasnya. Rasio ini selanjutnya disebut sebagai rasio dispersi. Dugaan dispersi dikatakan overdispersi jika rasio dispersi > 1 dan underdispersi jika rasio dispersi < 1.

Regresi Binomial Negatif

Pada penerapannya asumsi dari model Poisson tidak selalu terpenuhi karena adanya overdispersi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk menghadapi overdispersi adalah menggunakan model binomial negatif seperti yang dikembangkan oleh Long (1997) dalam Jackman (2007). Sebaran binomial negatif merupakan sebaran campuran Poisson-Gamma. Diasumsikan terdapat peubah δi

yang menyebar gamma dengan nilai tengah 1 dan ragam 1/θi dalam nilai tengah

sebaran Poisson. Misalkan vi adalah sumber keragaman yang tidak teramati,

sehingga nilai tengah sebaran campuran Poisson-Gamma adalah

dengan adalah nilai tengah model Poisson dan δi=exp(vi).

Berdasarkan asumsi E(δi)=1, maka model Poisson dan binomial negatif memiliki

nilai tengah yang sama, yaitu . Fungsi peluang sebaran campuran Poisson-Gamma dapat ditulis sebagai berikut :

Peubah δi menyebar gamma dengan parameter α dan β. Fungsi peluang gamma

adalah

(51)

dengan nilai harapan , sehingga untuk memperoleh maka parameter . Misalkan untuk parameter α dan β ditentukan sebesar θi , maka

fungsi peluang gamma menjadi

sebaran campuran Poisson-Gamma dapat diperoleh dengan pengintegralan peubah

δi ke dalam fungsi peluang Poisson sebagai berikut :

dengan θi > 0, akan diperoleh fungsi gamma

dengan demikian fungsi binomial negatif yang merupakan campuran Poisson-Gamma diperoleh sebagai berikut

dan memiliki nilai tengah yang sama dengan Poisson

dengan ragam

Parameter ragam θi (δi) biasanya ditetapkan konstan dan θ merupakan

parameter ekstra yang diduga bersamaan dengan parameter β. Pendugaan parameter di dalam regresi binomial negatif dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi kemungkinan. Fungsi kemungkinan bagi model binomial negatif yaitu

(52)

Pemilihan model regresi yang terbaik perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisis regresi yang optimal. Beberapa ukuran kebaikan model yang akan digunakan, yaitu deviance dan Akaike Information Criteria (AIC).

Deviance

(53)

Akaike Information Criteria (AIC)

Perhitungan kebaikan model kemungkinan maksimum yang sering digunakan adalah Akaike Information Criteria (AIC). Akaike mendefinisikan perhitungan AIC sebagai berikut :

dengan adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas dan p yaitu banyaknya parameter. AIC merupakan kriteria yang mempertimbangkan banyaknya parameter. Nilai AIC yang semakin kecil menunjukkan model yang semakin baik.

Koefisien Determinasi (R2)

Ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas disebut koefisien determinasi atau R2. Koefisien determinasi (R2) dalam analisis regresi linier didasarkan pada pemakaian jumlah kuadrat dengan metode kuadrat terkecil. Penggunaan R2 dapat menggambarkan keeratan hubungan regresi antara peubah respon Y dengan peubah penjelas X. Nilai R2 yang semakin besar ( 0 ≤ R2 ≤ 1) menunjukan semakin tepat dugaan dari model regresi. Model regresi Poisson dapat diduga dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum, sehingga terdapat beberapa ukuran R2 dalam regresi Poisson yang didasarkan pada proporsi reduksi dalam logaritma natural dari fungsi kemungkinanyang dimaksimumkan.

Ada beberapa ukuran R2 yang telah dikembangkan dalam model regresi Poisson (Heinzl dan Mittlböck 2003). Penggunaan ukuran R2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut :

(54)

dalam model, yi adalah nilai amatan dari peubah respon;

adalah logaritma natural dari fungsi

kemungkinan ketika semua parameter βj disertakan dalam model, adalah nilai

dugaan (predicted value) untuk amatan ke-i; – adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika hanya β0

yang disertakan dalam model; dan adalah rata-rata respon y. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Ukuran ini dapat ditinjau apabila peubah-peubah penjelas relatif banyak dibandingkan dengan ukuran sampel (n). Suatu koreksi terhadap dapat dilakukan dengan menggunakan derajat bebas :

dengan k adalah banyaknya peubah penjelas. Adapun menurut Cameron dan Windmeijer (1995), ukuran R2 dalam model regresi binomial negatif untuk mengatasi overdispersi yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut :

θ θθ

θ θθ

Algoritma pemilihan model terbaik menurut Draper dan Smith (1992) dapat dilakukan dengan meggunakan sebagian dari semua kombinasi peubah penjelas yang masuk ke dalam model. Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik didasarkan pada tiga kriteria, yaitu nilai R2 maksimum, nilai R2 terkoreksi maksimum dan statistik Cp Mallows. Penelitian ini selanjutnya akan meggunakan

(55)

METODOLOGI PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari Podes 2008 meliputi data jumlah penderita penyakit DBD pada 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Peubah respon dalam penelitian ini yaitu jumlah penderita DBD tiap kabupaten di Jawa Timur. Adapun peubah penjelas yang digunakan sebagai berikut (*) :

1. Ketinggian kabupaten di Jawa Timur dari permukaan air laut

2. Jumlah kejadian bencana banjir dalam 3 tahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

3. Jumlah sekolah (SD, SMP dan SMA) setiap kabupaten di Jawa Timur 4. Jumlah layanan kesehatan setiap kabupaten di Jawa Timur

5. Jumlah penderita gizi buruk dalam 3 tahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

6. Jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

7. Sumber air yang dominan setiap kabupaten di Jawa Timur : 1 = sumber air yang tertutup dan 0 = sumber air yang terbuka.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menentukan model regresi Poisson dengan menggunakan tujuh peubah penjelas

2. Menganalisis adanya overdispersi dari model regresi Poisson

3. Menentukan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas

4. Menganalisis adanya overdispersi dari model regresi binomial negatif

(56)

model regresi binomial negatif dengan menggunakan ukuran koefisien determinasi (R2). Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik berdasarkan nilai R2 maksimum. Penggunaan ukuran R2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) :

θ θθ

θ θθ

(57)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Regresi Poisson

Hubungan antara jumlah penderita DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang digunakan adalah regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD dapat diasumsikan menyebar Poisson. Penelitian ini melibatkan tujuh faktor yang terkait dengan jumlah penderita DBD.

Model regresi Poisson yang dibentuk merupakan model dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini dapat dilihat pada Tabel 1. Model ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suatu kabupaten dari permukaan air laut (X1) maka akan menurunkan

jumlah penderita DBD. Peningkatan jumlah kejadian banjir (X2), jumlah layanan

kesehatan (X4), jumlah penderita gizi buruk (X5) dan jumlah keluarga penerima

ASKESKIN (X6) akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Adapun semakin

bertambahnya jumlah sekolah (X3) dapat menurunkan jumlah penderita DBD.

Kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X7) tertutup memiliki

jumlah penderita DBD yang lebih rendah daripada kabupaten dengan sumber air terbuka.

Tabel 1 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(>|z|)

β0 (intersep) -7.6730 0.0288 -266.3730 0.0000

Deviance: 4200.9; derajat bebas: 30; Rasio: 140.03; R2DEV: 58.73%; R

2

DEV,dB: 49.10%

(58)

dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 1. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar.

McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan bahwa overdispersi terjadi jika nilai ragam lebih besar dari nilai tengah, Var(Y) > E(Y). Dugaan dispersi diukur dengan menggunakan rasio antara nilai deviance dan derajat bebasnya. Overdispersi terjadi jika nilai rasio yang dihasilkan lebih besar dari 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rasio yang dihasilkan sebesar 140.03. Nilai ini berarti model regresi Poisson mengalami overdispersi, sehingga tidak layak digunakan.

Gambar 1 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi Poisson

Overdispersi dalam model mengakibatkan simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan efek nyata dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Kondisi ini menyebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD tidak dapat dipastikan berdasarkan model regresi Poisson ini. Penggunaan model regresi lain untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD perlu dilakukan. Model regresi yang diharapkan dapat mengatasi masalah overdispersi pada kasus ini adalah model regresi binomial negatif.

(59)

antara Q(pi) dan y(i) menunjukkan bahwa sebaran data cenderung membentuk garis lurus, sehingga berdasarkan plot ini data cenderung mengikuti sebaran Poisson.

Gambar 2 Plot kuantil-kuantil Poisson dari data jumlah penderita DBD

Bentuk sebaran data dapat juga dilihat berdasarkan pendekatan χ2. Pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa jika contoh diambil dari suatu populasi, diharapkan adanya suatu kecocokan yang erat antara frekuensi yang teramati dengan frekuensi harapan. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Gugus data diambil dari populasi dengan sebaran Poisson

H1 : Gugus data bukan berasal dari populasi dengan sebaran Poisson Nilai χ2

yang dihasilkan sangat besar dibandingkan dengan χ2 tabel, sehingga tolak H0. Artinya, data bukan berasal dari sebaran Poisson. Berdasarkan pendekatan χ2

ini, maka dapat dibuktikan bahwa model regresi Poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini.

Model Regresi Binomial Negatif

Pemodelan selanjutnya menggunakan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah ketinggian suatu kabupaten dari permukaan air laut (X1) maka akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Peningkatan

Gambar

Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan tujuh
Gambar 5 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai deviance dari model
Gambar 6 Hubungan antara jumlah peubah dengan nilai AIC dari model regresi
Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan tujuh
+3

Referensi

Dokumen terkait

dan juga adanya peningkatan jumlah perkawinan dari tahun ketahun, proses pemeriksaan sebelum dan sesudah SIMKAH cenderung sama hanya saja berbeda pada waktu yang

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar ialah kegiatan-kegiatan aktif yang dilakukan siswa yang bersifat fisik dan

Menggunakan Menyajikan bagan Menyajikan bagan Menyajikan aporan Belum dapat bagan atau atau diagram alur atau diagram alur bagan atau bagan atau diagram untuk menjelaskan

Langkah tersebut secara normatif dilatarbelakangi oleh ketentuan Pasal 76 Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Dengan demikian, sistem PBE diharapkan dapat menunjang pendidikan dari segi materi pengajaran karena mesin-mesin yang digunakan untuk praktek dan pekerjaannya sendiri

Laporan Kinerja Biro Perencanaan secara keseluruhan menunjukkan capaian kinerja yang melebihi dari target yang sudah ditetapkan, namun demikian dengan adanya tantangan yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah jantan meningkat 6 kali pada induk F1 yang diimplan hormon 17  -methyl testosteron sedangkan induk F1 yang tidak