• Tidak ada hasil yang ditemukan

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah (DB) atau demam berdarah dengue (DBD) adalah

penyakit demam akut yang ditemukan di daerah tropis dengan penyebaran geografis yang mirip dengan malaria. Penyakit ini disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus dari genus Flavivirus, famili Flaviviridae (Anggraeni 2010). Virus dengue ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh Indonesia, kecuali di tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut (Kristina et al. 2004). Adapun nyamuk Aedes aegypti memiliki kemampuan terbang mencapai radius 100-200 meter. Oleh sebab itu, jika di suatu lingkungan terjadi kasus DBD, maka masyarakat yang berada pada radius tersebut harus waspada (Anggraeni 2010).

Penyakit DBD pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya (Jawa Timur) pada tahun 1968. Penyakit ini kemudian menyebar ke berbagai daerah. Pada tahun 1980 telah diketahui bahwa seluruh propinsi di Indonesia telah terjangkit penyakit DBD, kecuali Timor-Timur. Peningkatan jumlah kasus dan wilayah yang terjangkit disebabkan karena semakin baiknya sarana transportasi penduduk, adanya pemukiman baru, kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pembersihan sarang nyamuk, terdapatnya vektor nyamuk hampir di seluruh pelosok tanah air dan adanya empat sel tipe virus yang bersirkulasi sepanjang tahun (Kristina et al. 2004).

Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis dan muncul pada musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim atau alam serta perilaku manusia (Kristina et al. 2004). Virus dengue yang masuk ke dalam tubuh manusia tidak selalu menimbulkan infeksi. Infeksi hanya dapat terjadi jika daya tahan tubuh kurang, karena secara alamiah virus tersebut akan dilawan oleh antibodi tubuh (Anggraeni 2010). Antibodi dengue secara pasif telah ada pada bayi atau secara aktif melalui infeksi yang terjadi sebelumnya.

Penyakit ini sering menyerang anak-anak usia sekolah yang berusia di bawah 15 tahun. Anak-anak tersebut cenderung duduk di dalam kelas selama pagi

hingga siang hari. Waktu tersebut merupakan waktu aktif nyamuk Aedes aegypti untuk menggigit. Penyakit ini juga dapat diderita oleh orang yang sebagian besar tinggal di lingkungan lembab dan daerah pinggiran kumuh (Kristina et al. 2004). Nyamuk Aedes aegypti lebih menyukai tempat yang gelap, berbau dan lembab. Tempat perindukan yang sering dipilih nyamuk Aedes aegypti adalah kawasan yang padat dengan sanitasi yang kurang memadai, terutama di genangan air dalam rumah, seperti pot, vas bunga, bak mandi atau tempat penyimpanan air lainnya seperti tempayan, drum atau ember plastik.

Pemerintah Indonesia telah mengambil beberapa kebijakan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan oleh penyakit demam berdarah. Kebijakan tersebut antara lain menyatakan bahwa semua rumah sakit tidak menolak pasien yang menderita DBD dan harus memberikan pertolongan secepatnya kepada penderita DBD sesuai dengan prosedur tetap yang berlaku.

Regresi Poisson

Sebaran Poisson sering digunakan untuk memodelkan kejadian yang jarang terjadi, seperti jumlah penderita kanker hati di suatu daerah pada periode waktu tertentu, jumlah kecelakaan lalu lintas pada suatu lokasi per tahun dan lainnya (Kleinbaum 1988). Cameron dan Trivedi (1998) menyatakan suatu peubah acak Y yang diskrit akan mengikuti sebaran Poisson jika µ adalah rata-rata suatu kejadian per unit waktu dan t adalah periode waktu tertentu, maka rata-rata dari y menjadi µt. Peluang terjadinya kejadian y pada periode waktu ke-t sebagai berikut :

,

y= 0,1,2,.... ; µ > 0

Jika selang waktu kejadian adalah sama, maka fungsi sebaran peluang untuk peubah acak Poisson Y dengan parameter µ menjadi :

,

y = 0,1,2,.... ; µ > 0 dan E(Y) = µ, VAR(Y) = µ

Kasus DBD dapat ditekan jika faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD sudah diketahui. Hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan jumlah penderita DBD dapat didekati dengan analisis statistik. Pendekatan yang sering digunakan untuk data cacah yang memiliki peluang kejadian kecil (peluang  0), khususnya dalam analisis regresi adalah regresi Poisson (Cameron dan

Trivedi 1998). Analisis regresi Poisson biasanya diterapkan dalam penelitian kesehatan masyarakat, biologi dan teknik. Model regresi Poisson termasuk salah satu model persamaan regresi nonlinear. Model regresi Poisson dapat ditulis sebagai berikut (Myers 1990) :

i=1,2,..,n

dengan adalah nilai tengah jumlah kejadian. Peluang terjadinya suatu kejadian y dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut :

yi = jumlah penderita DBD di kabupaten = 0, 1, 2, 3, …

i = kabupaten/kota =1,2,...,n

Pendugaan parameter koefisien regresi Poisson dapat dilakukan dengan menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE). Fungsi kemungkinan dari regresi Poisson adalah

dan logaritma natural dari fungsi kemungkinansebagai berikut :

Model regresi Poisson termasuk model nonlinear, sehingga proses pendugaan parameter koefisien regresinya menggunakan iterasi dengan metode Newton-Raphson (Cameron dan Trivedi 1998).

Overdispersi

Long (1997) dalam Jackman (2003) menyatakan kejadian overdispersi karena adanya sumber keragaman yang tidak teramati pada data atau adanya pengaruh peubah lain yang mengakibatkan peluang terjadinya suatu kejadian bergantung pada kejadian sebelumnya. McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan dalam bukunya bahwa data cacah untuk regresi Poisson dikatakan mengandung overdispersi jika ragam lebih besar dari nilai tengah, var(Y) > E(Y). Simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan

signifikansi dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Dugaan dispersi dapat diukur dari rasio antara deviance atau Pearson’s Chi- Square dengan derajat bebasnya. Rasio ini selanjutnya disebut sebagai rasio dispersi. Dugaan dispersi dikatakan overdispersi jika rasio dispersi > 1 dan underdispersi jika rasio dispersi < 1.

Regresi Binomial Negatif

Pada penerapannya asumsi dari model Poisson tidak selalu terpenuhi karena adanya overdispersi. Pendekatan yang dapat digunakan untuk menghadapi overdispersi adalah menggunakan model binomial negatif seperti yang dikembangkan oleh Long (1997) dalam Jackman (2007). Sebaran binomial negatif merupakan sebaran campuran Poisson-Gamma. Diasumsikan terdapat peubah δi

yang menyebar gamma dengan nilai tengah 1 dan ragam 1/θi dalam nilai tengah

sebaran Poisson. Misalkan vi adalah sumber keragaman yang tidak teramati,

sehingga nilai tengah sebaran campuran Poisson-Gamma adalah

dengan adalah nilai tengah model Poisson dan δi=exp(vi).

Berdasarkan asumsi E(δi)=1, maka model Poisson dan binomial negatif memiliki

nilai tengah yang sama, yaitu . Fungsi peluang sebaran campuran Poisson-Gamma dapat ditulis sebagai berikut :

Peubah δi menyebar gamma dengan parameter α dan β. Fungsi peluang gamma

adalah

dengan nilai harapan , sehingga untuk memperoleh maka parameter . Misalkan untuk parameter α dan β ditentukan sebesar θi , maka

fungsi peluang gamma menjadi

sebaran campuran Poisson-Gamma dapat diperoleh dengan pengintegralan peubah

δi ke dalam fungsi peluang Poisson sebagai berikut :

dengan θi > 0, akan diperoleh fungsi gamma

dengan demikian fungsi binomial negatif yang merupakan campuran Poisson- Gamma diperoleh sebagai berikut

dan memiliki nilai tengah yang sama dengan Poisson

dengan ragam

Parameter ragam θi (δi) biasanya ditetapkan konstan dan θ merupakan

parameter ekstra yang diduga bersamaan dengan parameter β. Pendugaan parameter di dalam regresi binomial negatif dapat diperoleh dengan memaksimumkan fungsi kemungkinan. Fungsi kemungkinan bagi model binomial negatif yaitu

Ukuran Kebaikan Model

Pemilihan model regresi yang terbaik perlu dilakukan untuk memperoleh hasil analisis regresi yang optimal. Beberapa ukuran kebaikan model yang akan digunakan, yaitu deviance dan Akaike Information Criteria (AIC).

Deviance

Deviance model regresi Poisson memiliki persamaan sebagai berikut (Kleinbaum et al. 1988) :

dengan adalah logaritma natural dari model kemungkinan tanpa melibatkan semua peubah penjelas dan adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas. Nilai deviance yang kecil menunjukkan semakin kecil kesalahan yang dihasilkan model, artinya model semakin tepat. Nilai deviance akan semakin berkurang dengan bertambahnya parameter ke dalam model (McCullagh dan Nelder 1989).

Akaike Information Criteria (AIC)

Perhitungan kebaikan model kemungkinan maksimum yang sering digunakan adalah Akaike Information Criteria (AIC). Akaike mendefinisikan perhitungan AIC sebagai berikut :

dengan adalah logaritma natural dari model yang melibatkan semua peubah penjelas dan p yaitu banyaknya parameter. AIC merupakan kriteria yang mempertimbangkan banyaknya parameter. Nilai AIC yang semakin kecil menunjukkan model yang semakin baik.

Koefisien Determinasi (R2)

Ukuran proporsi keragaman peubah respon yang dapat diterangkan oleh peubah penjelas disebut koefisien determinasi atau R2. Koefisien determinasi (R2) dalam analisis regresi linier didasarkan pada pemakaian jumlah kuadrat dengan metode kuadrat terkecil. Penggunaan R2 dapat menggambarkan keeratan hubungan regresi antara peubah respon Y dengan peubah penjelas X. Nilai R2 yang semakin besar ( 0 ≤ R2 ≤ 1) menunjukan semakin tepat dugaan dari model regresi. Model regresi Poisson dapat diduga dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum, sehingga terdapat beberapa ukuran R2 dalam regresi Poisson yang didasarkan pada proporsi reduksi dalam logaritma natural dari fungsi kemungkinanyang dimaksimumkan.

Ada beberapa ukuran R2 yang telah dikembangkan dalam model regresi Poisson (Heinzl dan Mittlböck 2003). Penggunaan ukuran R2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut :

dengan – adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika semua parameter βj ( j = 0,1, , k ) tidak disertakan

dalam model, yi adalah nilai amatan dari peubah respon;

adalah logaritma natural dari fungsi

kemungkinan ketika semua parameter βj disertakan dalam model, adalah nilai

dugaan (predicted value) untuk amatan ke-i; – adalah logaritma natural dari fungsi kemungkinan ketika hanya β0

yang disertakan dalam model; dan adalah rata-rata respon y. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap respon. Ukuran ini dapat ditinjau apabila peubah-peubah penjelas relatif banyak dibandingkan dengan ukuran sampel (n). Suatu koreksi terhadap dapat dilakukan dengan menggunakan derajat bebas :

dengan k adalah banyaknya peubah penjelas. Adapun menurut Cameron dan Windmeijer (1995), ukuran R2 dalam model regresi binomial negatif untuk mengatasi overdispersi yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) sebagai berikut :

θ θθ θ θθ

Algoritma pemilihan model terbaik menurut Draper dan Smith (1992) dapat dilakukan dengan meggunakan sebagian dari semua kombinasi peubah penjelas yang masuk ke dalam model. Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik didasarkan pada tiga kriteria, yaitu nilai R2 maksimum, nilai R2 terkoreksi maksimum dan statistik Cp Mallows. Penelitian ini selanjutnya akan meggunakan

METODOLOGI PENELITIAN

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data sekunder yang diperoleh dari Podes 2008 meliputi data jumlah penderita penyakit DBD pada 38 kabupaten/kota yang ada di Jawa Timur. Peubah respon dalam penelitian ini yaitu jumlah penderita DBD tiap kabupaten di Jawa Timur. Adapun peubah penjelas yang digunakan sebagai berikut (*) :

1. Ketinggian kabupaten di Jawa Timur dari permukaan air laut

2. Jumlah kejadian bencana banjir dalam 3 tahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

3. Jumlah sekolah (SD, SMP dan SMA) setiap kabupaten di Jawa Timur 4. Jumlah layanan kesehatan setiap kabupaten di Jawa Timur

5. Jumlah penderita gizi buruk dalam 3 tahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

6. Jumlah keluarga yang menerima kartu ASKESKIN dalam setahun terakhir setiap kabupaten di Jawa Timur

7. Sumber air yang dominan setiap kabupaten di Jawa Timur : 1 = sumber air yang tertutup dan 0 = sumber air yang terbuka.

Metode Analisis

Langkah-langkah analisis data yang dilakukan berkaitan dengan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menentukan model regresi Poisson dengan menggunakan tujuh peubah penjelas

2. Menganalisis adanya overdispersi dari model regresi Poisson

3. Menentukan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas

4. Menganalisis adanya overdispersi dari model regresi binomial negatif

5. Menentukan model regresi binomial negatif dengan menggunakan kombinasi beberapa peubah penjelas dan proporsi keragaman peubah penjelas dari

model regresi binomial negatif dengan menggunakan ukuran koefisien determinasi (R2). Pemilihan kombinasi peubah penjelas terbaik berdasarkan nilai R2 maksimum. Penggunaan ukuran R2 yang didasarkan pada sisaan deviance (deviance residual) :

θ θθ θ θθ

6. Menentukan model regresi binomial negatif terbaik berdasarkan deviance model dan AIC. Nilai deviance dan AIC yang semakin kecil menunjukkan model yang semakin baik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Model Regresi Poisson

Hubungan antara jumlah penderita DBD dan faktor-faktor yang mempengaruhinya dapat diketahui dengan menggunakan analisis regresi. Analisis regresi yang digunakan adalah regresi Poisson, karena jumlah penderita DBD dapat diasumsikan menyebar Poisson. Penelitian ini melibatkan tujuh faktor yang terkait dengan jumlah penderita DBD.

Model regresi Poisson yang dibentuk merupakan model dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Nilai dugaan parameter dari model ini dapat dilihat pada Tabel 1. Model ini menunjukkan bahwa semakin tinggi suatu kabupaten dari permukaan air laut (X1) maka akan menurunkan

jumlah penderita DBD. Peningkatan jumlah kejadian banjir (X2), jumlah layanan

kesehatan (X4), jumlah penderita gizi buruk (X5) dan jumlah keluarga penerima

ASKESKIN (X6) akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Adapun semakin

bertambahnya jumlah sekolah (X3) dapat menurunkan jumlah penderita DBD.

Kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X7) tertutup memiliki

jumlah penderita DBD yang lebih rendah daripada kabupaten dengan sumber air terbuka.

Tabel 1 Nilai dugaan parameter model regresi Poisson dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(>|z|)

β0 (intersep) -7.6730 0.0288 -266.3730 0.0000 β1(tinggi) -0.0002 0.0001 -3.8880 0.0001 β2(banjir) 0.0007 0.0001 10.5180 0.0000 β3(sekolah) -0.0004 0.0000 -22.0110 0.0000 β4(layanan kesehatan) 0.0044 0.0002 18.0070 0.0000 β5(gizi buruk) 0.0004 0.0000 13.1310 0.0000 β6(miskin) 0.0000 0.0000 -0.4580 0.6473 β7(sumber air) -0.1203 0.0238 -5.0510 0.0000

Deviance: 4200.9; derajat bebas: 30; Rasio: 140.03; R2DEV: 58.73%; R

2

DEV,dB: 49.10%

Plot antara sisaan terhadap dugaan memberikan petunjuk bahwa pola cenderung menyebar di sekitar garis nol. Pola yang dihasilkan antara plot nilai

dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 1. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar.

McCullagh dan Nelder (1989) menyatakan bahwa overdispersi terjadi jika nilai ragam lebih besar dari nilai tengah, Var(Y) > E(Y). Dugaan dispersi diukur dengan menggunakan rasio antara nilai deviance dan derajat bebasnya. Overdispersi terjadi jika nilai rasio yang dihasilkan lebih besar dari 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai rasio yang dihasilkan sebesar 140.03. Nilai ini berarti model regresi Poisson mengalami overdispersi, sehingga tidak layak digunakan.

Gambar 1 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi Poisson

Overdispersi dalam model mengakibatkan simpangan baku dari parameter dugaan menjadi berbias ke bawah (underestimate) dan efek nyata dari pengaruh peubah penjelas menjadi berbias ke atas (overestimate). Kondisi ini menyebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD tidak dapat dipastikan berdasarkan model regresi Poisson ini. Penggunaan model regresi lain untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD perlu dilakukan. Model regresi yang diharapkan dapat mengatasi masalah overdispersi pada kasus ini adalah model regresi binomial negatif.

Gambar 2 merupakan plot kuantil-kuantil Poisson. Plot ini dapat digunakan untuk mengetahui kesesuaian pola sebaran data terhadap pola sebaran teoritik. Pola sebaran teoritik yang digunakan adalah pola sebaran Poisson, dengan Q(pi) merupakan kuantil Poisson dan y(i) merupakan data jumlah penderita DBD. Plot

antara Q(pi) dan y(i) menunjukkan bahwa sebaran data cenderung membentuk garis lurus, sehingga berdasarkan plot ini data cenderung mengikuti sebaran Poisson.

Gambar 2 Plot kuantil-kuantil Poisson dari data jumlah penderita DBD

Bentuk sebaran data dapat juga dilihat berdasarkan pendekatan χ2. Pendekatan ini menggunakan prinsip bahwa jika contoh diambil dari suatu populasi, diharapkan adanya suatu kecocokan yang erat antara frekuensi yang teramati dengan frekuensi harapan. Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : Gugus data diambil dari populasi dengan sebaran Poisson

H1 : Gugus data bukan berasal dari populasi dengan sebaran Poisson Nilai χ2

yang dihasilkan sangat besar dibandingkan dengan χ2 tabel, sehingga tolak H0. Artinya, data bukan berasal dari sebaran Poisson. Berdasarkan pendekatan χ2

ini, maka dapat dibuktikan bahwa model regresi Poisson tidak tepat digunakan dalam penelitian ini.

Model Regresi Binomial Negatif

Pemodelan selanjutnya menggunakan model regresi binomial negatif dengan menggunakan tujuh peubah penjelas secara bersamaan. Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin rendah ketinggian suatu kabupaten dari permukaan air laut (X1) maka akan meningkatkan jumlah penderita DBD. Peningkatan

buruk (X5) dan jumlah keluarga penerima ASKESKIN (X6) akan meningkatkan

jumlah penderita DBD. Adapun semakin bertambahnya jumlah sekolah (X3) dapat

menurunkan jumlah penderita DBD dan kabupaten yang menggunakan sumber air yang dominan (X7) tertutup memiliki jumlah penderita DBD yang lebih rendah

daripada kabupaten dengan sumber air terbuka.

Gambar 3 Hubungan antara nilai dugaan dan sisaan dari model regresi binomial negatif

Plot antara sisaan terhadap dugaan dari model ini memberikan petunjuk bahwa pola cenderung lebih menyebar di sekitar garis nol. Pola yang dihasilkan antara plot nilai dugaan dan sisaan dapat dilihat pada Gambar 3. Plot ini menunjukkan bahwa keragaman data cenderung tidak besar karena pola data cenderung menyebar di sekitar garis nol.

Tabel 2 Nilai dugaan parameter model regresi binomial negatif dengan tujuh peubah penjelas

Parameter Nilai dugaan Simpangan baku Nilai z P(>|z|)

β0 (intersep) -7.8130 0.2245 -34.8030 0.0000 β1 (tinggi) -0.0006 0.0005 -1.1560 0.2480 β2 (banjir) 0.0008 0.0009 0.9190 0.3580 β3 (sekolah) -0.0002 0.0002 -0.8440 0.3990 β4 (layanan kesehatan) 0.0035 0.0030 1.1940 0.2330 β5 (gizi buruk) 0.0005 0.0004 1.3880 0.1650 β6 (miskin) 0.0000 0.0000 -0.1270 0.8990 β7 (sumber air) -0.0850 0.2401 -0.3540 0.7230

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rasio dispersi dari model regresi binomial negatif yang dihasilkan sebesar 1.32. Nilai rasio dispersi ini mendekati nilai 1 dan jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai rasio dispersi dari model regresi Poisson. Hal ini menunjukkan bahwa model binomial negatif telah mampu mengatasi overdispersi yang terjadi pada model regresi Poisson.

Simpangan baku yang diperoleh dari regresi Poisson (Tabel 1) dan binomial negatif (Tabel 2) menunjukkan nilai yang berbeda. Nilai simpangan baku dari regresi Poisson lebih kecil daripada binomial negatif. Simpangan baku yang kecil mengakibatkan pengaruh peubah penjelas menjadi nyata terhadap peubah respon. Efek nyata pengaruh peubah respon ini terjadi karena adanya overdispersi, sehingga tidak dapat menggunakan hasil regresi Poisson untuk memperoleh faktor-faktor yang berpengaruh terhadap DBD.

Pendekatan menggunakan binomial negatif menghasilkan nilai simpangan baku yang lebih besar. Nilai simpangan baku binomial negatif lebih mendekati nilai simpangan baku yang sebenarnya, sehingga efek nyata dari pengaruh peubah penjelas yang sebelumnya berbias dapat teratasi. Penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi DBD selanjutnya menggunakan regresi binomial negatif. Hal ini dapat menegaskan pembahasan sebaran data sebelumnya, bahwa sebaran data tidak mengikuti sebaran Poisson melainkan sebaran binomial negatif.

Pemilihan model regresi binomial negatif yang terbaik perlu dilakukan untuk mengetahui faktor yang sesungguhnya mempengaruhi jumlah penderita DBD. Penggunaan kombinasi dari faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penderita DBD mendasari pembentukan model regresi binomial negatif selanjutnya.

Pembentukan model regresi binomial negatif dibagi ke dalam enam kelompok model sesuai dengan jumlah peubah penjelas yang digunakan dalam model. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi binomial negatif dapat menaikkan nilai koefisien determinasi deviance untuk binomial negatif (R2DEV,NB), meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap peubah respon. Nilai R2DEV,NB yang terbesar (maksimum) menunjukkan

model yang terbaik, yang artinya peubah penjelas yang digunakan dapat menjelaskan keragaman dari peubah respon.

Pendekatan yang dilakukan untuk memperoleh model terbaik pada penelitian ini menggunakan nilai koefisien determinasi maksimum (R2DEV,NB

maksimum) dari sebagian kombinasi peubah penjelas yang dapat dibentuk. Model terbaik satu peubah penjelas dipilih berdasarkan R2DEV,NB maksimum. Model dua

peubah yang terbaik melibatkan kombinasi antara peubah penjelas dari model terbaik satu peubah dengan peubah penjelas lainnya. Dua peubah penjelas ini kemudian dikombinasikan dengan peubah penjelas lainnya untuk membentuk model terbaik tiga peubah. Proses ini diteruskan sampai diperoleh model terbaik untuk masing-masing kelompok model.

Nilai koefisien determinasi masing-masing model satu peubah secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Kelompok pemodelan satu peubah menunjukkan bahwa model yang melibatkan peubah X5 (jumlah penderita gizi

buruk) merupakan model terbaik, karena memiliki nilai R2DEV,NB terbesar. Nilai

R2DEV,NB yang dihasilkan sebesar 64.38%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman

jumlah penderita DBD dapat dijelaskan oleh jumlah penderita gizi buruk sekitar 64.38%.

Model terbaik dari kelompok dua peubah merupakan kombinasi antara peubah X2 (jumlah kejadian banjir) dan X5 (jumlah penderita gizi buruk).

Koefisien determinasi yang dihasilkan dari model ini sebesar 66.02%, nilai tersebut merupakan nilai terbesar jika dibandingkan dengan kombinasi lainnya (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa keragaman jumlah penderita DBD dapat dijelaskan oleh jumlah kejadian banjir sekitar 1.65%.

Lampiran 3 menunjukan nilai koefisien determinasi dari tiap model tiga peubah. Pemodelan terbaik dari kelompok ketiga merupakan kombinasi peubah X2 (jumlah kejadian banjir), X4 (jumlah layanan kesehatan) dan X5 (jumlah

penderita gizi buruk). Koefisien determinasi yang dihasilkan dari model ini sebesar 66.97%. Penggunaan peubah X4 (jumlah layanan kesehatan) dalam model

meningkatkan R2deviance sekitar 0.95%.

Model terbaik dari kelompok keempat yaitu model yang melibatkan peubah X1 (tinggi kabupaten dpl). Peubah X1 dalam model ini meningkatkan R2deviance

sekitar 0.78%. Nilai koefisien determinasi masing-masing model empat, lima dan enam peubah secara lengkap disajikan pada Lampiran 4, 5 dan 6. Penambahan

peubah penjelas ke dalam model selanjutnya hanya memberikan peningkatan nilai R2 deviance yang relatif lebih kecil, yaitu kurang dari 0.1%. Gambar 4 menunjukkan hubungan antara nilai R2 deviance binomial negatif dengan penambahan peubah penjelas ke dalam model.

Model terbaik dari tiap kelompok berdasarkan R2DEV,NB maksimum akan

dipilih model yang terbaik secara keseluruhan. Gambar 4 menunjukkan bahwa penambahan dari satu peubah menjadi dua peubah penjelas dalam model memberikan kenaikan yang paling besar dibandingkan dengan penambahan dari dua menjadi tiga atau tiga menjadi empat peubah penjelas.

Gambar 4 Hubungan jumlah peubah dengan nilai R2DEV,NB dari model regresi

binomial negatif

Nilai R2DEV,NB ini cenderung meningkat dengan semakin banyaknya peubah

yang digunakan. Penambahan suatu peubah penjelas ke dalam model regresi dapat menaikkan nilai R2DEV,NB, meskipun peubah penjelas tersebut tidak berpengaruh

nyata terhadap peubah respon. Penggunaan tiga peubah atau lebih dalam model memberikan peningkatan R2DEV,NB yang kecil dibandingkan model dua peubah,

yaitu kurang dari 1%. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan peubah penjelas sudah tidak memberikan manfaat yang besar ke dalam pemodelan, sehingga penggunaan tiga peubah atau lebih tidak perlu dilakukan. Berdasarkan plot ini,

Dokumen terkait