DISERTASI
TRADISI MAKOTEK DI DESA MUNGGU, BADUNG
PADA ERA GLOBAL
GEDE YOGA KHARISMA PRADANA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
DISERTASI
TRADISI MAKOTEK DI DESA MUNGGU, BADUNG
PADA ERA GLOBAL
GEDE YOGA KHARISMA PRADANA NIM. 1390371006
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
TRADISI MAKOTEK DI DESA MUNGGU, BADUNG
PADA ERA GLOBAL
Disertasi untuk memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya
Program Pascasarjana Universitas Udayana
GEDE YOGA KHARISMA PRADANA NIM. 1390371006
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI Tanggal 19 Januari 2016
Promotor,
Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum. NIP 196102121988031001
Kopromotor I,
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP 194807201978031001
Kopromotor II,
Dr. I Nyoman Dhana, M.A. NIP 195709161984031002
Mengetahui, Ketua
Program Studi Doktor (S3) Kajian Budaya Program
Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP 194807201978031001
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K). NIP 195902151985102001
Disertasi ini telah Diuji pada Ujian Tertutup Tanggal 28 Desember 2015.
Panitia Penguji Disertasi berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana Nomor : 4301/UN.14.4/HK/2015
Tanggal 28 Desember 2015.
Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum.
Anggota : 1. Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. 2. Dr. Drs. I Nyoman Dhana, M.A.
3. Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S.
4. Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.S.Kar., M. Hum. 5. Dr. Drs. Putu Sukardja, M.Si. 6. Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum.
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Gede Yoga Kharisma Pradana NIM : 1390371006
Program Studi : Program Doktor Kajian Budaya Pascasarjana Universitas Udayana
Judul Disertasi : “Tradisi Makotek di Desa Munggu, Badung pada Era Global”
Pada kesempatan ini menyatakan bahwa disertasi berjudul “Tradisi Makotek di Desa Munggu, Badung pada Era Global” bebas plagiat. Apabila pada kemudian hari karya ilmiah ini terbukti plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan Mendiknas RI No. 17, Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 19 Januari 2016 Yang membuat pernyataan,
Gede Yoga Kharisma Pradana
Om Swastiastu, pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur dan terima kasih kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, atas asung wara
nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., sebagai promotor; Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U., selaku kopromotor I; dan Dr. Drs. I Nyoman Dhana, M.A., selaku kopromotor II, atas bimbingan, dorongan, dan semangat yang diberikan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan disertasi ini.
Dalam proses penyusunan disertasi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis memberikan penghargaan dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak berikut.
1) Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.P.D-KEMD., selaku Rektor Universitas Udayana, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan Program Doktoral (S3) Kajian Budaya, PascasarjanaUniversitas Udayana.
2) Ibu Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K)., selaku Direktur Pascasarjana Universitas Udayana, Assisten Direktur I, Prof. Dr. Made Budiarsa, M.A., dan Assisten Direktur II, Prof. Ir. Made Sudiana Mahendra, M.AppSc., Ph.D.
3) Ketua Program Studi Doktor Kajian Budaya, Universitas Udayana, Prof. Dr. A. A. Bagus Wirawan, S.U., dan Sekretaris Program Doktor Kajian Budaya Universitas Udayana, Dr. Putu Sukardja,M.Si., yang telah banyak memberikan kemudahan dalam pelayanan dan dorongan untuk penyusunan disertasi ini.
4) Tim penguji, yakni Prof. Dr. I Nyoman Suarka, M.Hum., Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U., Dr. Drs. I Nyoman Dhana. M.A., Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, S.H., M.S., Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum., Dr. Drs. Putu Sukardja. M.Si., Dr. Ni Made Wiasti, M.Hum. yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga disertasi ini dapat terwujud.
5) Teman sekampus dan sekelas Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah berperan sebagai penyemangat dan mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6) Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu secara langsung atau tidak langsung sehingga disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis juga menyampaikan rasa hormat dan syukur untuk doa dan kesempatannya berbagi waktu kepada segenap keluarga, khususnya Ibunda tercinta Dr. Ni Made Ruastiti, S.S.T., M.Si., Made Yogi Dwiyana Utama, Brigjen Pol. Drs. I
Nyoman Rubrata, S.H., M.Sc., Ir. I Ketut Ruastika, saudara-saudaraku, orang-orang terdekat atas dukungan, bantuan dan motivasinya selama penulis menempuh studi pada Program Doktor Kajian Budaya, Pascasarjana Universitas Udayana.
Tidak lupa juga penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Universitas Hindu Indonesia dan pihak Asosiasi Kajian Tradisi Lisan, Kemenristek Dikti yang telah memberikan dukungan, beasiswa kepada penulis dalam menyelesaikan studi pada Program Doktor Kajian Budaya, Universitas Udayana. Semoga budi baik dan segala partisipasi yang telah diberikan memperoleh rahmat dari Tuhan Yang Mahaesa.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari sempurna. Namun, penulis berharap mudah-mudahan disertasi ini dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi pembaca pada umumnya dan bagi ilmuwan sosial khususnya Cultural Studies yang mengkaji masalah tradisi lisan sebagai salah satu kekuatan kultural bangsa pada era global.
OM Santih Santih Santih OM
Denpasar, 19 Januari 2016 Penulis
TRADISI MAKOTEK DI DESA MUNGGU, BADUNG PADA ERA GLOBAL
Makotek merupakan sebuah tradisi lisan yang dimaknai sebagai ritual tolak bala
bagi masyarakat di Desa Munggu, Badung. Tradisi itu dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya setiap hari raya Kuningan. Hingga pada era global, tradisi Makotek yang melibatkan banyak pihak dan komponen budaya itu tetap dilaksanakan masyarakat Desa Munggu. Hal itu merupakan tantangan bagi masyarakat Desa Munggu yang tidak menutup diri dari pengaruh modernisasi.
Tujuan penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dan memahami permasalahan yang terkait dengan pelaksanaan tradisi Makotek pada era global. Penelitian yang berlokasi di Desa Munggu ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan dianalisis dengan teori dekonstruksi, teori religi, teori simbol, teori praktik, dan teori kuasa pengetahuan. Permasalahan yang dikaji meliputi (1) mengapa masyarakat di Desa Munggu hingga pada era global tetap melaksanakan tradisi
Makotek; (2) bagaimana mereka melaksanakan; dan (3) apa implikasinya bagi mereka
hingga pada era global tetap melaksanakan tradisi Makotek.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) masyarakat Desa Munggu memandang mereka harus tetap melaksanakan tradisi Makotek karena dalam kehidupannya dilatari oleh ideologi religi, ideologi konservasi, ideologi kuasa, dan ideologi budaya yang membuatnya patuh terhadap tradisi yang telah mereka miliki; (2) pada era global masyarakat Desa Munggu melaksanakan tradisi Makotek sangat meriah namun tetap sesuai dengan tahapan, tradisi, dan adat istiadat yang telah mereka miliki; (3) Implikasi pelaksanaan tradisi Makotek pada era global bagi masyarakat Desa Munggu tampak langsung menyentuh ciri khas kehidupannya, penguatan terhadap solidaritas mekanik dan solidaritas organik dalam kehidupannya, penguatan terhadap kualitas nilai budaya kebersamaan bagi mereka dalam menghadapi tantangan perubahan budaya pada era global.
Kata kunci: tradisi Makotek, era global, masyarakat di Desa Munggu, ideologi religi, solidaritas mekanik.
TRADITION OF MAKOTEK AT MUNGGU VILLAGE, BADUNG REGENCY, IN GLOBALIZATION ERA
Makotek is a cultural tradition which is performed as a ritual to ward off
misfortune for those living at Munggu Village, Badung Regency. It is performed once in six months, namely, every Kuningan Feast Day. It has been inherited from generation to generation as an oral tradition. In the globalization era, it involves numerous parties and cultural components. It is still performed until now; however, those living at Munggu Village are also open to the impact of modernization.
This present study is intended to identify the matters pertaining to the performance of the Makotek tradition. Therefore, the target of the present study is the performance of the Makotek tradition in the globalization era. The study was conducted at Munggu Village using the qualitative method. The data were analyzed using the theory of Deconstruction, the theory of Practice, the theory of Symbol, the theory of Religion, and the theory Power of Knowledge. The problems of the study are formulated as follows; (1) why those living at Munggu Village still perform the
Makotek tradition in the globalization era; (2) how they perform it in the globalization
era?; (3) what is the implication of the Makotek tradition in the globalization era. The result of the study shows that (1) those living at Munggu Village still find it necessary to perform the Makotek tradition in the globalization era due to the religious ideology, the ideology of conservation, the ideology of power, and the cultural ideology; they all have caused the villagers to perform such a tradition faithfully; (2) those living at Munggu Village have performed such a tradition step by step, in accordance with the tradition they have had since a long time ago; (3) the implication of the study is that the Makotek tradition seems to touch the specific characteristic of the society’s life at Munggu Village; the villagers strengthen their mechanic and organic solidarities and the quality of the cultural value; the villagers become motivated to face the changes in the globalization era.
Keywords: performance of Makotek tradition, globalization era, Munggu society, religious ideology, mechanic solidarity.
RINGKASAN
Makotek merupakan sebuah tradisi lisan yang dimaknai sebagai ritual tolak bala
bagi masyarakat di Desa Munggu, Badung. Tradisi tersebut dilaksanakan setiap enam bulan sekali, tepatnya setiap hari raya Kuningan. Hingga pada era global, tradisi
Makotek yang melibatkan banyak pihak dan komponen budaya tersebut tetap
dilaksanakan masyarakat di Desa Munggu. Hal itu merupakan tantangan bagi kehidupan mereka yang tidak menutup diri dari pengaruh modernisasi.
Secara ideologis, kehidupan masyarakat pada era global akan cenderung sibuk memenuhi kebutuhan hidupnya agar sesuai dengan zamannya. Hal itu menyebabkan mereka akan menempatkan ekonomi kapitalistik pada posisi sentral dan dominan dalam jaringan sosialnya. Dalam kehidupannya pun mereka akan cenderung melibatkan konstruksi pasar kapitalis lengkap dengan rangkaian relasi sosial, aliran komoditas, modal, teknologi, dan ideologi dari berbagai budaya belahan dunia. Kondisi tersebut membuat mereka sibuk mengejar dan berkompetisi untuk memenangkan pertarungan dalam memperoleh keuntungan finansial. Namun, di tengah-tengah kesibukannya mengarungi arus globalisasi yang identik dengan ekonomi kapitalistik tersebut hingga kini masyarakat Desa Munggu tetap melaksanakan tradisi
Makotek. Padahal, tradisi tersebut tidak memberikan mereka keuntungan finansial.
Bahkan, untuk itu mereka pun harus mengorbankan waktu, materi, dan sebagainya agar bisa ikut serta dalam pelaksanaan tradisi tersebut.
Di Bali banyak terdapat tradisi lisan yang dimaknai masyarakatnya sebagai ritual tolak bala. Beberapa di antaranya terdapat tradisi Geret Pandan di Desa Tenganan, Karangasem; tradisi Ngusaba Dangsil di Desa Sulahan, Bangli; tradisi
Ngusaba Nini di Desa Bongaya, Karangasem; tradisi Masuryak di Desa Bongan,
Tabanan; tradisi Perang Tipat di Desa Kapal, Badung; tradisi Omed-omedan di Desa Sesetan, Kota Denpasar; tradisi Makotek di Desa Munggu, Badung, dan lain-lainnya. Namun, dari semua tradisi tersebut, tradisi Makotek yang paling menarik untuk dikaji. Selain keberlangsungannya yang cukup panjang, pelaksanaannya yang melibatkan
seluruh warga masyarakatnya serta penyajiannya yang semakin meriah dan semarak pada era global tersebut membuat tradisi Makotek menarik untuk dikaji.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui permasalahan terkait dengan tradisi Makotek yang hingga pada era global tetap dilaksanakan oleh masyarakat di Desa Munggu. Penelitian yang berlokasi di Desa Munggu tersebut dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan dianalisis dengan teori dekonstruksi, teori praktik, teori simbol, teori religi, dan teori kuasa pengetahuan. Fokus permasalahan yang dikaji meliputi (1) mengapa masyarakat Desa Munggu masih tetap melaksanakan tradisi
Makotek pada era Global; (2) bagaimana mereka melaksanakannya; dan (3) apa
implikasinya bagi masyarakat di Desa Munggu pada era global.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Makotek merupakan sebuah tradisi lisan yang dimaknai sebagai ritual tolak bala bagi masyarakat Desa Munggu, Badung. Hingga pada era global tradisi Makotek yang melibatkan banyak pihak dan komponen budaya tersebut masih lestari. Hal itu merupakan tantangan bagi masyarakat di Desa Munggu yang tidak menutup diri dari pengaruh modernisasi. Penelitian yang berlokasi di Desa Munggu, Badung dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan dianalisis dengan teori dekonstruksi, teori religi, teori simbol, teori praktik, teori kuasa pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut.
Pertama. Masyarakat Desa Munggu hingga pada era global tetap melaksanakan
tradisi Makotek karena dalam kehidupan kolektifnya dilatari ideologi religi dan mitos. Secara ideologis, masyarakat Desa Adat Munggu memiliki keyakinan bahwa dengan melaksanakan tradsi Makotek mereka akan dapat memproteksi sumber daya pada kesatuan humanitasnya. Begitu kuatnya ideologi religi kolektif mereka hingga konstruksi stigmatis bahwa tradisi agama budaya yang dianggap antik dan kuno tidak berlaku baginya. Mitos tentang keberhasilan leluhurnya dalam menyikapi masalah wabah penyakit pada masa lampau juga sangat kuat melatari kehidupannya. Masyarakat Desa Munggu lebih percaya dengan apa yang mereka yakini, sehingga walaupun kehidupan mereka kini telah maju tetapi tidak mempengaruhi sikapnya dalam melaksanakan tradisi tersebut. Bahkan justru tampak sebaliknya. Semakin
mapan sumber daya masyarakatnya, membuat tradisi Makotek semakin kuat melembaga. Hal itu terefleksi secara sosial struktural hingga pada era global ini.
Kedua. Hingga pada era global, masyarakat Desa Munggu tetap melaksanakan
tradisi Makotek berdasarkan awig-awig desa adat setempat. Pada tahap awal mereka melakukan persiapan ritual Makotek di rumahnya masing-masing. Pada saat itu mereka melakukan upacara penyucian diri dan peralatan (kayu pulet) yang akan digunakan dalam perayaan Makotek. Kayu pulet yang telah dihiasi tamiang, pandan, dan plawa itu disucikan dengan upakara penyucian dilengkapi percikan tirta dan sarana mantra. Pada pukul 13.00 WITA seluruh warga berkumpul di Balai Banjar masing-masing dengan menggunakan pakaian adat ringan. Ditandai bunyi kulkul mereka kemudian berjalan beramai-ramai menuju Pura Puseh untuk melaksanakan upacara pecaruan, penyucian alam wilayah Desa Munggu. Seluruh peralatan upacara, seperti kober, umbul-umbul,
tombak, dan tamiang kolem yang disucikan di Pura Puseh turut disucikan. Seusai
upacara pecaruan dan proses penyucian peralatan dilakukan, rombongan prosesi
Makotek yang terdiri atas : (1) barisan kotekan kayu (2) barisan benda-benda sakral
pura seperti tombak, umbul-umbul, tamiang kolem, dan kober (3) barisan pemangku dan penyarikan pura membawa sarana pusaka keramat, (4) barisan sekaa gamelan
balaganjur, (5) barisan sekaa kidung perlahan-lahan bergerak ke arah selatan
mengelilingi wilayah Desa Munggu. Pada setiap persimpangan jalan, barisan pemuda pembawa tongkat kayu pulet berputar-putar, mengadupadankan tongkatnya hingga membentuk formasi kerucut berupa piramida dan mengadukan diri antarkelompok
kotekan. Seorang pemuda kemudian menaiki puncak formasi piramida itu diiringi
gemuruhnya gamelan balaganjur. Pemangku memercikkan tirta pada setiap pura yang dilewati barisan prosesi tersebut sebagai simbol penyucian. Setelah prosesi ngider
bhuana selesai dilakukan, seluruh peserta prosesi diperciki tirta sebagai simbol berkah
yang diyakini dapat meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup mereka.
Ketiga. Pelaksanaan tradisi Makotek pada era global berimplikasi bagi pelaku,
masyarakat, dan pada budaya Desa Munggu. Bagi pelaku, pelasanaan tradisi Makotek dapat meningkatkan kesadaran kolektif. Bagi masyarakat Desa Munggu, pelaksanaan tradisi tersebut berimplikasi pada politik dan perekonomian masyarakat setempat yang
ditandai meningkatnya solidaritas organik dan solidaritas mekanik. Bagi kebudayaan Desa Munggu, berimplikasi pada penguatan nilai budaya khususnya peningkatan pemahaman akan pelestarian tradisi budaya mereka.
Temuan Baru
Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terdapat temuan baru antara lain, sebagai berikut.
Tradisi makotek tetap hidup pada era global, tetapi telah mengalami glokalisasi. Semakin mapannya sumberdaya masyarakat Desa Munggu ternyata tidak membuat mereka meninggalkan tradisinya. Bahkan justru sebaliknya tradisi Makotek tampak melembaga semakin kuat.
Tradisi Makotek dilaksanakan tidak hanya untuk tolak bala, tetapi juga untuk pelebur dasa mala (10 sifat keburukan manusia).
Makotek ternyata sebuah prosesi tolak bala berkonstruksi teatrikal seni
bernuansa religius dengan struktur terdiri atas barisan kotekan, barisan umat pembawa benda keramat, barisan pemangku pembawa pusaka, barisan sekaa gong, barisan sekaa
santhi, dan barisan umat.
Hingga pada era global, sebagai sebuah tradisi lisan Makotek ternyata masih mampu mendidik, menuntun warganya dalam menata konstruksi masalah gender, menumbuhkan sikap peduli lingkungan melalui mekanisme kultural yang damai sebagai perayaan, memediasi kebebasan berekspresi secara kultural dan menetralisir politik praktis bagi kesahajaan hidup, memberdayakan sumberdaya lokal, mempertebal religisiusitas masyarakat, dan menyelamatkan beragam habitus melalui momen bermartabat.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan sebagai berikut.
Kepada masyarakat Desa Adat Munggu disarankan agar tradisi Makotek terus dikembangkan dan dipromosikan sebagai tontonan budaya terkait dengan pariwisata dalam rangka pelestarian budaya lokal pada era global.
Kepada dinas kebudayaan, asosiasi tradisi lisan, dan Balai Pelestarian Budaya Tradisional agar mengupayakan penelitian tradisi lisan secara berkelanjutan, memberi penghargaan dan merancang regulasi sebagai upaya pelestarian budaya lokal pada era global.
Kepada masyarakat akademik disarankan agar terus melakukan penelitian untuk menggali dan menemukan hal-hal yg belum terungkap dalam rangka pemberdayaan sumber daya masyarakat.
GLOSARIUM
amertha : sesuatu yang terberkati oleh Ida Sang Hyang Widhi untuk
kepentingan dan kelanggengan kebahagiaan makhluk, diyakini dapat membuat manusia menjadi panjang umur. Dalam mitologi disebutkan bahwa terdapat energi suci, murni dan menyejukan yang disebut amertha. Amertha layak diberikan kepada makhluk pemohon setelah memenuhi persyaratan, prinsip-prinsip dan tata tertib tertentu. Persyaratan mendasar yaitu dengan
mempersembahkan makanan, minuman atau bahan dasar lain sebagai pengganti amerta itu di alam kesucian. Setelah
melakukan proses penyucian berulang-ulang pada akhirnya roh pemohon bersama bahan persembahannya dapat mencapai alam dewa guna mendapatkan amertha.
animo : hasrat yang disertai keinginan kuat untuk berbuat atau mengikuti
sesuatu. Keinginan itu disertai semangat karena minat, kesukaan dan keadaan.
anonim : identitas pribadi tidak dapat diketahui. Identitas itu tidak dapat
diketahui karena disembunyikan atau tidak memiliki identitas pribadi.
awig-awig : aturan, tata krama adat. Awig-awig dapat dimaknai sebagai
sesuatu yang membuat menjadi baik. Secara harfiah, awig-awig memiliki arti suatu ketentuan yang mengatur pergaulan dalam masyarakat untuk kebertahanan masyarakat. Norma dan aturan itu dibuat oleh krama desa pakraman atau krama banjar adat yang dipakai sebagai pedoman dalam bermasyarakat.
banten : sarana upakara. Sarana yang memiliki simbol yang mewakili diri
umat, kemahakuasaan Ida Sang Hyang Widhi dan alam semesta (bhuana agung).
dedemit : makhluk gaib yang dipercaya masyarakat dapat menyakiti orang
dan sebaliknya dapat menjadi penjaga dan pelindung ketika diberikan persembahan pada saat ritual. Istilah itu mewakili makhluk halus yang tergolong dimensi rendah. Secara umum, Dedemit juga seringkali mewakili penampakan makhluk halus yang mengejutkan manusia di daerah angker.
gaib : tidak tampak, tidak nyata, dan secara religius memiliki potensi
kedahsyatan supranatural. Gaib dapat berarti unsur spiritualitas dalam interaksi maupun penjelajahan alam gaib.
hari raya kuningan
: hari raya yang diselenggarakan umat hindu bali setiap saniscara
kliwon kuningan. Kata kuningan memiliki arti mencapai
peningkatan spiritual melalui mengadakan janji, pemberitahuan kepada Ida sang Hyang Widhi, interospeksi diri. Pada hari itu, diyakini umat bahwa Ida Sang Hyang Widhi memberikan berkahnya sejak pukul 00.00 sampai 12.00 wita.
jaba tengah
pura : area bagian tengah dari arsitektur pura. Jaba tengah disebut madya mandala dalam prinsip asta kosala-kosali. Bagian tengah termasuk bagian dalam pura. Pada bagian itu umat diharapkan perhatiannya mulai terfokus untuk menghadap Sang Hyang Widhi. Pada areal ini terdiri dari bangunan bale agung, bale pegongan, bale penyimpenan. Di atas pintu masuk bale penyimpenan terdapat karang bhoma yang berfungsi menjaga barang-barang dalam ruangan tersebut.
jeroan pura : area bagian terdalam dan tersuci sebuah pura. Area itu disebut
utama mandala dalam prinsip asta kosala-kosali. Pada bagian utama ini, umat sudah diharuskan benar-benar terfokus untuk menghadap Sang Hyang Widhi dengan melupakan nafsu keduniawiannya. Pada area itu terdapat pelinggih-pelinggih seperti padmasana sebagai stana Ida Sang Hyang Widhi atau pelinggih lain untuk pemujaan roh leluhur. Selain bangunan pelinggih juga terdapat bale piasan dan bangunan panglurah untuk para pengawal-Nya.
kaul : janji yang diikrarkan oleh orang suci, orang religius dengan
pertukaran spiritual. Pada umumnya, kaul diucapkan setelah masa novisiat. Ada dua macam kaul, kaul sementara dan kaul kekal. Kaul itu bisa berupa niat untuk melakukan perjalanan suci. Oleh karenannya, kaul menyempit maknannya terbatas pada kaum religius. Istilah itu pada perkembangannya menyempit lagi pada kaul kemiskinan, kemurnian dan ketaatan yang diikrarkan oleh kaum religius. Orang yang berkaul pada kondisi tertentu dapat membatalkan kaulnya. Akan tetapi butuh proses lama dan melalui dukungan rohaniawan yang kompeten.
kober : Bendera yang berfungsi sebagai sarana pelengkap ritual umat
hindu pada upacara panca yadnya. Ukuran ideal kober dapat dilihat pada asta kosala-kosali.
kotekan : sejenis kayu yang digunakan sebagai sarana Makotek. Kayu yang
dipergunakan berasal dari kayu pulet. Kayu dengan karakteristik kuat dan awet yang mudah ditemui di desa Munggu, Badung. laskar Munggu : bala tentara dari Desa Munggu ketika perang melawan
Blambangan. Bala tentara tersebut dikenal sebagai kumpulan pasukan yang tangguh dan telah berjasa dalam masa kejayaan kerajaan Mengwi.
mitologis : kisah suci yang dikaitkan dengan keyakinan. Mitologi dekat
dengan legenda maupun cerita rakyat. Mitologi dapat mencakup kisah penciptaan dunia sampai asal mula suatu bangsa yang disucikan.
mitos : pernyataan irasional yang secara religius memiliki arti kebenaran
pada komunitasnya. Mitos merupakan bagian dari cerita prosa rakyat yang menceritakan kisah berlatar lampau, mengandung penafsiran tentang alam semesta dan keberadaan makhluk di dalamnya.
ngiring : sebuah bentuk pengabdian umat Hindu Bali. Sebuah bentuk
loyalitas umat hindu dalam menjaga integrasi dan integritas komunitas religiusnya.
ngrebeg : upacara adat tolak bala di Bali. Prosesi upacara itu
mempergunakan sarana upakara lengkap dengan pusaka yang diusung keliling desa agar terhindar dari mara bahaya.
pasupati : proses penjiwaan sarana di Bali untuk meningkatkan kesucian,
kedahsyatan kekuatan supranatural. Pasupati dapat berarti permohonan yang tujukan kepada sanghyang Pasupati melalui mantra weda dan banten pasupati yang dimohonkan kepada para dewa.
primitif : kesukuan yang masih sangat tergantung dengan alam. Suatu
kebudayaan masyarakat primitif belum mengenal dunia luar, tidak mengenal tata krama dan belum beradab.
punggawa : pemimpin pasukan. Posisi kehormatan bagi seorang tokoh dalam
memimpin pasukan dan bertugas memberi komando serangan. ritual : serangkaian kegiatan religius yang secara simbolis dilaksanakan
berdasarkan tradisi dari komunitas tertentu. Rangkaian kegiatan itu pada umumnya diatur oleh suatu kaidah agama.
sesaji : persembahan kepada makhluk halus. Persembahan itu
mempergunakan upakara maupun bahan dasar lainnya sebagai sarana demi keseimbangan dan kelancaran penyelenggaraan upacara.
takhayul : suatu bentuk kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau
sakti. Padahal, seringkali sebaliknya.
tapakan : dasar tumpuan yang menjadi tinjauan simbolik. Beragam simbol
dari tapakan disucikan oleh umat. Oleh karena itu, peletakannya ditempatkan pada tempat khusus yang tergolong keramat dan ketika hendak diusung memerlukan upacara tertentu.
tolak bala : penangkal wabah dan bencana penyakit. Upaya tersebut
merupakan mekanisme menanggulangi penyakit secara preventif dalam skala makro. Bentuk penanggulangannya sering dilakukan pada komunitas masyarakat tradisional dan masih dilakukan secara anonim dan irasional.
ulam suci : daging sebagai sarana upakara sebagai simbol utama
permohonan
umat supaya dijauhkan dari marabahaya. Simbol itu diyakini sebagai prasyarat paling penting dalam rangkaian upakara dan telah disucikan sebagai bagian ritual.
yadnya : upacara kurban suci pada umat Hindu Bali di dasari oleh
pemahaman terhadap tri rna. Upacara itu terdiri dari lima jenis yaitu dewa yadnya, pitra yadnya, manusia yadnya, rsi yadnya dan bhuta yadnya.
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... iii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT………. v
UCAPAN TERIMA KASIH………. vi
ABSTRAK... viii
ABSTRACT……….. ix
RINGKASAN……… x
GLOSARIUM……… xv
DAFTAR ISI... xix
DAFTAR TABEL ……… xxiii
DAFTAR GAMBAR... xxiv
DAFTAR LAMPIRAN ………. xxvi
BAB I PENDAHULUAN……… 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan Penelitian... 8 1.4 Manfaat Penelitian... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN……… .. 10 2.1 Kajian Pustaka... 10 2.2 Konsep……… ….. 16 2.2.1 Tradisi Makotek……… 17
……… 2.2.3 Masyarakat Desa Munggu... 19 2.3 Landasan Teori... 21 2.3.1 2.3.2 2.3.3 Teori Dekonstruksi……….. ………… Teori Praktik……… Teori Simbol... 21 22 23 2.3.4 Teori Religi... 26 2.3.5 Teori Kuasa Pengetahuan……… 30 2.4 Model Penelitian………. 31
BAB III METODE PENELITIAN………..……... 37 3.1 Rancangan Penelitian... 37 3.2 Lokasi Penelitian... 42 3.3 Penentuan Informan... 43 3.4 Jenis dan Sumber Data………... 45 3.5 Instrumen Penelitian... 46 3.6 Teknik Pengumpulan Data... 48 3.6.1 Observasi... ... 48 3.6.2 Wawancara... .... 51 3.6.3 FGD………... .... 57 3.6.4 Studi Kepustakaan... 59
3.6.5 Studi Dokumentasi... 60 3.7 Teknik Analisis Data... 61 3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis
Data………..
66
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA MUNGGU..………....….. ………
68 4.1 Gambaran Umum Desa Munggu, Kabupaten
Badung…... 68 4.2 Demografi dan Kependudukan………... 78 4.3 Mata Pencaharian Hidup... 91 4.4 Kekerabatan……… … 95 4.5 Kehidupan Beragama………. ………... 97 4.6 Sejarah Singkat Desa
Munggu………...
114
BAB V PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN TRADISI MAKOTEK PADA ERA
GLOBAL………
128 5.1 Hakikat Pelaksanaan Tradisi Makotek pada Era Global.
……….
128 5.2 Visi Kolektif Pelaksanaan Tradisi Makotek pada Era Global……..……..………… 168 5.3 Kesatuan Humanitas
………...
175 5.4 Ideologi dalam Pelaksanaan Tradisi Makotek pada Era Global………….
………….
181
5.4.2 Ideologi Konservasi……….. ………. 197 5.4.3 Ideologi Kuasa……….…….. ……… 207 5.4.4 Ideologi Budaya………..…….. ……. 220
BAB VI PELAKSANAAN TRADISI MAKOTEK PADA ERA GLOBAL………….
222
6.1 Persiapan Pelaksanaan Tradisi Makotek………..…. 225
6.2 Pelaksanaan Tradisi Makotek……….………. 238
6.3 Peralatan dalam Pelaksanaan Tradisi Makotek………... 248
6.4 Estetika dalam Pelaksanaan Tradisi Makotek……….. 275
6.5 Pelaku Tradisi Makotek………. 291
6.5 Penerusan Nilai Budaya Melalui Pelaksanaan Tradisi Makotek…………... 303
BAB VII IMPLIKASI PELAKSANAAN TRADISI MAKOTEK.. ……… 310 7.1 Implikasi bagi Masyarakat Desa Munggu…..………... 311
7.2 Implikasi terhadap Politik dan Perekonomian Masyarakat Desa Munggu... 376
7.3 Implikasi terhadap Budaya Masyarakat Desa Munggu... 396
BAB VIII PENUTUP..………. 413
8.1 Simpulan... 413 8.2 Temuan Baru……….. ………… 417 8.3 Saran………..……… 419 DAFTAR PUSTAKA... 422 LAMPIRAN... .. 430
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin... 92 Tabel 4.2 Penduduk Digolongkan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun
2005
94 Tabel 4.3 Penduduk Digolongkan Menurut Tingkat Pendidikan Tahun
Tabel 4.5 Penduduk Digolongkan Menurut Mata Pencaharian Hidup…….. 99 Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Menurut Agama, 2004--2005………... 102 Tabel 4.7 Jumlah Penduduk Menurut Agama, 2012……….. 103
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Jalan Umum Desa
Munggu………... 69 Gambar 4.2 Peta Desa Munggu……….
………...
71 Gambar 4.3 Kehidupan Gotong Royong Masyarakat Desa Munggu.…..…... 72 Gambar 4.4 Pura Kahyangan Wisesa Munggu, pusat perayaan 74
Makotek…….
Gambar 5.1 Warga Desa Munggu Musyawarah Menjelang Pelaksanaan
Makotek……….………
135 Gambar 5.2 Ekspresi Heroik Pelaksanaan Tradisi Makotek……… 141 Gambar 5.3 Tradisi Makotek………..
……..
152 Gambar 5.4 Masyarakat Desa Munggu Melaksanakan Tradisi
Makotek……. 159
Gambar 5.6 Pegarahan Menjelang Pelaksanaan
Makotek………....
165 Gambar 5.7 Menjelang Pelaksanaan
Makotek………..
169 Gambar 6.1 Warga Desa Munggu Melaksanakan Prosesi Ritual Makotek.... 223 Gambar 6.2 Warga Desa Munggu Mempersiapkan Peralatan Upacara
Makotek………... 229
Gambar 6.3 Persiapan Tradisi Makotek di Jaba Pura Puseh Desa Munggu………..
………...
232
Gambar 6.4 Ketertiban Warga Desa Munggu Melaksanakan Tradisi
Makotek………...………..
……...
244
Gambar 6.5 Kesemaraan Pelaksanaan
Makotek………...
245 Gambar 6.6 Warga Desa Munggu Mempersiapkan Banten
Makotek………....
…………
252
Gambar 6.7 Penggunaan Padupaan Dalam Prosesi Ritual
Makotek………...……….
………
254
Gambar 6.8 Banten Daksina Pada Pelaksanaan Ritual Makotek……….
………...
255
………...
Gambar 6.10 Tombak, Umbul-umbul Pada Prosesi
Makotek……….……….
……..
259
Gambar 6.11 Kayu Kotekan………….……….. ……
261 Gambar 6.12 Ciri Kotekan……..……….
…... 262
Gambar 6.13 Tamiang Kolem Pada Ritual Makotek……… 264 Gambar 6.14 Penampilan Adat Masyarakat Pada Ritual Makotek…………... 294 Gambar 6.15 Pecalang Pada Pelaksanaan Ritual Makotek……….. 300 Gambar 7.1 Masyarakat Desa Munggu Melaksanakan Makotek……… 323 Gambar 7.2 Kebersamaan Masyarakat Dalam Pelaksanaan Makotek …….. 338 Gambar 7.3 Implikasi Ekonomi Pelaksanaan Makotek……….. 342 Gambar 7.4 Seragam Pakaian Adat ……… 378
Lampiran 1 Daftar Informan Lampiran 2 Pedoman Wawancara Lampiran 3 Surat Izin Penelitian
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Penggandaan Naskah Disertasi Lampiran 5 Lembar Pengesahan Tim Penguji