UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA JUMLAH CD4+ DENGAN JUMLAH
KOLONI CANDIDA sp. PADA RONGGA MULUT ANAK
TERINFEKSI HIV
TESIS
WIDYA APSARI NPM : 1106125545
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN ANTARA JUMLAH CD4+ DENGAN JUMLAH
KOLONI CANDIDA sp. PADA RONGGA MULUT ANAK
TERINFEKSI HIV
TESIS
Diajukan sebagai persyaratan memperoleh gelar spesialis penyakit mulut
WIDYA APSARI NPM : 1106125545
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-Nya, penelitian ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. drg Afi Savitri Sarsito, Sp.PM sebagai pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama penelitian dan penyusunan tesis.
2. dr. Nia Kurniati Sp.A (K) sebagai pembimbing II atas masukan dan saran yang diberikan dalam penelitian dan penyusunan tesis.
3. DR. dr. Mardiastuti M.Sc., Sp.MK (K) sebagai pembimbing III yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan saran selama penelitian dan penyusunan tesis.
4. DR. drg. Harum Sasanti, Sp.PM, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia atas dukungan dan saran yang diberikan dalam penyelesaian penelitian.
5. drg. Gus Permana, PhD, Sp.PM selaku Koordinator Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia dan juga sebagai pembimbing akademis atas segala dukungan dan saran dalam penyelesaian penelitian dan juga dalam pendidikan.
6. drg. Siti Aliyah Pradono Sp.PM selaku penguji tesis atas saran yang diberikan.
7. Seluruh Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Mulut, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia atas masukan sehingga menjadikan penyusunan tesis ini lebih baik lagi.
8. Seluruh relawan penelitian atas pastisipasinya.
9. Seluruh staf dan dokter di Poli Klinik Anak, Subspesialis Alergi dan Imunologi atas bantuan selama pengambilan sampel.
10. Staf Laboratorium Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, terutama Mba Linda atas bantuannya selama pengerjaan spesimen di laboratorium.
11. dr. Ahmad Fuady M.Sc- HEPL atas bantuan dalam pengerjaan statistik pada tesis ini.
13. drg. Endah Ayu Sp.PM dan seluruh Dokter dan Staf Poli Gigi dan Mulut RSCM atas segala dukungan yang diberikan.
14. Teman-teman seperjuangan dan seangkatan dalam Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Penyakit Mulut: Sarah, Manuel, dan Hedwin serta kepada teman-teman semuanya: Aron, Mba Eva, Mba Helena, Mba Fitri, Pudji, Ambar dan Elis atas segala dukungan yang diberikan.
15. Mba Krisna atas segala bantuannya yang telah diberikan.
16. Devi, Adianti, dan Arfina atas segala dukungan yang telah diberikan.
17. Semua pihak yang telah membantu kelancaran pembuatan tesis ini dan tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.
Atas segala kekurangan dalam penulisan hasil penelitian ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Saran dan kritik dari pembaca sangat diharapkan untuk peningkatan ilmu pengetahuan dan penulisan yang lebih baik di kemudian hari. Semoga tesis ini bermanfaat bagi semua pihak
Jakarta, 14 Juli 2014
Program Studi : Ilmu Penyakit Mulut
Judul : Hubungan antara Jumlah CD4+ dengan Jumlah Koloni
Candida sp. pada Rongga Mulut Anak Terinfeksi HIV
Candida adalah jamur oportunistik yang umum ditemukan pada kasus HIV/AIDS. Penurunan jumlah CD4+ pada infeksi HIV mempengaruhi sifat Candida sp. dari komensal menjadi patogen. Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk mencari hubungan antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni Candida sp. pada rongga mulut anak terinfeksi HIV. Tiga puluh lima anak dengan infeksi HIV dibagi menjadi 3 kelompok sesuai jumlah CD4+. Isolasi Candida sp. ditemukan pada 27 sampel subjek(77,1%). Total koloni Candida sp. pada anak dengan CD4+ rendah sebesar 1315(30-2100)CFU/ml dan CD4+ normal sebesar 30(0-1020)CFU/ml. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan bermakna antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni Candida sp.
Kata kunci:
Name : Widya Apsari
Study Program : Oral Medicine Specialist Program
Title : The Correlation between CD4+ Count and The Number of
Candida sp. from Oral Cavity in HIV Children
Candida is an opportunistic fungi that is commonly found in HIV/AIDS patients. Decrease in CD4+ count in HIV infection, affects the nature of Candida sp. from commensal be pathogenic. This was a cross-sectional study to find out the relationship between CD4+ count and the number of Candida sp. from oral cavity in HIV children. Thirty-five children with HIV infection were divided into 3 groups according to CD4+ count. Isolation of Candida sp. were found in 27 samples of subjects (77.1%). The total colony Candida sp. was 1315(30-2100)CFU/ml in children with lower CD4+ count and 30(0-1020)CFU/ml in children with normal CD4+ count. The results showed a significant relationship between CD4+count and the number of Candida sp.
Keywords:
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ………...iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ...vii
ABSTRACT ...viii
DAFTAR ISI ...ix
DAFTAR SINGKATAN ...xi
DAFTAR TABEL ...xii
DAFTAR GAMBAR ...xiii
DAFTAR LAMPIRAN...xiv
PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Rumusan Masalah ...2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Jamur Candida pada Rongga Mulut……….. 4
2.2 Spesies Candida ………....5
2.3 Patogenesis Infeksi Candida sp. pada Rongga Mulut ……..…………7
2.3.1 Faktor Virulensi Candida sp. ……….7
2.3.2 Kolonisasi dan Infeksi Candida sp. ………...9
2.3.3 Interaksi Sistem Imun dengan Candida sp. pada Rongga Mulut ...11
2.4 Kultur dan Perhitungan Koloni Candida sp. ………...13
2.5 Candida sp. dan Pasien Anak Terinfeksi HIV……….14
2.5.1 Infeksi HIV pada Anak ………14
2.5.2 Kolonisasi dan Infeksi Candida sp. pada Rongga Mulut .... 15
2.5.3 Manifestasi Kandidiasis Oral pada Pasien Anak Terinfeksi HIV ………. 17
2.5 Kerangka Teori……….18
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL.. 19
3.1 Kerangka Konsep ………..………..19 3.2 Hipotesis ………..19 3.3 Variabel Penelitian ………..………... 19 3.4 Definisi Operasional ………20 METODOLOGI PENELITIAN ………23 4.1 Jenis Penelitian ………23
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ……….23
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………..23
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ………...24
4.9 Alur Penelitian ………....29
HASIL PENELITIAN……….………30
PEMBAHASAN………...………37
KESIMPULAN DAN SARAN ………..……… 42
DAFTAR PUSTAKA.……..……….. .43
HIV : Human Imunodeficiency Virus
AIDS : Acquired Immunodeficiency Syndrome
HAART : High active antiretroviral therapy
RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunusumo
ICU : Intensive Care Unit
ALS : Agglutinin-like sequence
Sap : Secreted aspartyl proteinase
CWPs : Cell wall protein
CFU/ml : Colony Forming Unit/ml
PBS : Phosphate Buffered Saline
SDA : Sabouraud dextrose agar
IgA : Imunoglobulin A
LGE : Linear gingiva eritema
Hb : Hemoglobin
OHI-S : Oral higiene index – simplified
DI : Debris Index
CI : Calculus Index
Gambar 1.1. Model hubungan faktor yang mempengaruhi kolonisasi di rongga mulut (a)akuisisi, (b)pertumbuhan, (c)perlepasan, (d)kerusakan jaringan dan penetrasi ..………..…...10
Gambar 4.1. (a)Vortex,(b)Sentrifus,(c)Biosafety cabinet,(d)Inkubator ... 26
Gambar 5.1. Koloni Candida sp. yang tumbuh pada media CHROMagar setelah diinkubasi 48 jam …………..………33
Tabel 5.1. Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, terapi HAART, penggunaan antibiotik,
kadar Hb, jumlah CD4+, serta kebersihan rongga mulut ...30 Tabel 5.2.1 Tabel distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan
warna koloni pada CHROMagar dan spesies Candida ...31 Tabel 5.2.2 Tabel distribusi spesies Candida ...32 Tabel 5.3 Sebaran data jumlah koloni Candida sp. ...32 Tabel 5.4.1 Hasil analisis Kruskal-Walls terhadap jumlah koloni
Candida sp. dengan jumlah CD4+ ...34
Tabel 5.4.2 Uji analisis Post Hoc terhadap jumlah CD4+ ...34 Tabel 5.5 Hasil analisis Mann-Whitney terhadap jumlah koloni
Candida sp. dengan pemakaian antibiotik, kadar Hb,dan
kebersihan rongga mulut...35 Tabel 5.6 Tabel tabulasi silang jumlah CD4+ dengan pemakaian
Lampiran 1. Surat keterangan lolos kaji etik ...47
Lampiran 2. Formulir persetujuan mengikuti penelitian ...48
Lampiran 3. Informed Consent ...51
Lampiran 4. Lembar pemeriksaan pasien ...54
1.1 Latar Belakang Masalah
Candida sp. merupakan mikroorganisme pada rongga mulut dan saluran
gastrointestinal pada 75% manusia sebagai mikroorganisme komensal.(1)
Candidia albicans merupakan spesies Candida paling banyak ditemukan di
individu HIV positif maupun pada individu sehat.(2) Sedangkan Candida
non-albicans umumnya ditemukan pada pasien imunokompromis seperti pada
HIV/AIDS.(3) Temuan C. non-albicans menyebabkan pengobatan kandidiasis menjadi lebih sulit, oleh karena resistensi obat anti jamur seperti amfoterisin B dan flukonazol pada spesies C. non-albicans.(4)
Pada pasien HIV, terdapatnya Candida sp. menjadi penyebab infeksi oportunistik yang dapat berakibat fatal bagi pasien.(1, 5, 6) Spektrum infeksi
Candida sp. ini sangat beragam, mulai dari kolonisasi asimptomatik hingga
bentuk patologis.(5) Infeksi Candida sp. dapat berupa kandidiasis orofaring,
esofagitis, onikomikosis, vulovaginitis, kandidiasis kutaneus, kandidiasis sistemik
dan kandidiasis invasif, hingga infeksi Candida sp. dalam aliran darah atau disebut juga kandidemia.(7) Kandidemia adalah bentuk infeksi Candida sp. yang paling jarang ditemukan, namun merupakan penyebab kematian pada lebih dari 60% kasus.(6)
Dari sekian banyak infeksi yang disebabkan oleh Candida sp., kandidiasis orofaring merupakan infeksi yang paling sering ditemukan pada pasien HIV(1, 8) baik anak-anak maupun dewasa.(2, 9) Timbulnya kandidiasis oral pada pasien HIV anak dan dewasa erat kaitannya dengan penurunan jumlah CD4+.(6) Pada orang dewasa timbulnya kandidiasis oral menjadi penanda penurunan jumlah CD4+ hingga di bawah 200sel/µl.(5, 9)
Rongga mulut merupakan lokasi kolonisasi Candida sp. paling banyak. Seperti pada penelitian Nilima dkk. pada anak-anak HIV positif, kolonisasi
Candida sp terbanyak terdapat pada rongga mulut(41,8%), kemudian disusul oleh
urin, cairan serebrospinal, kulit, dan darah.(10) Kolonisasi Candida pada mukosa saluran gastrointestinal dan orofaring merupakan tahap pertama menuju infeksi
Candida sp. yang lebih luas. Maka, kolonisasi Candida sp. pada rongga mulut
tidak dapat dianggap remeh, oleh karena tidak tertutup kemungkinan kolonisasi yang berlebihan pada rongga mulut dapat memicu terjadinya infeksi Candida sp. pada aliran darah atau kandidemia.(5)
Dengan berbagai permasalahan tersebut di atas, serta masih terdapatnya keterbatasan dalam penelitian mengenain kolonisasi Candida sp. rongga mulut pada anak terinfeksi HIV, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai hubungan antara CD4+ dengan kolonisasi Candida sp. rongga mulut pada anak terinfeksi HIV. Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), oleh karena RSCM merupakan pusat rujukan rumah sakit pemerintah, dan memiliki Poli Klinik Anak, dengan Subspesialis Alergi dan Imunologi khusus pasien HIV pada anak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni
Candida sp. rongga mulut pada anak terinfeksi HIV di RSCM
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni
Candida sp. rongga mulut pada pasien anak terinfeksi HIV di RSCM
Untuk mengetahui spesies Candida terbanyak yang ditemukan pada pasien anak terinfeksi HIV di RSCM
Untuk mengetahui insidensi kandidiasis oral pada pasien anak terinfeksi HIV di RSCM
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Para Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data/informasi dasar pada penelitian lanjut terkait Candida sp. pada pasien anak terinfeksi HIV.
1.4.2 Bagi Kepentingan Akademis dan Instansi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber pengetahuan mengenai faktor yang mempengaruhi jumlah koloni Candida sp pada pasien anak terinfeksi HIV.
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar hal prevalensi kandidiasis oral pada pasien anak terinfeksi HIV di RSCM
Data yang diperoleh dapat menjadi dasar pertimbangan pemberian antijamur profilaksis pada pasien anak terinfeksi HIV di RSCM.
1.4.3 Bagi Subjek Penelitian
Mendapat informasi dan edukasi mengenai kandidiasis oral. Mendapat edukasi mengenai menjaga kebersihan rongga mulut
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jamur Candida pada Rongga Mulut
Lesi oral yang disebabkan oleh Candida atau kandidiasis oral pertama kali ditemukan oleh Hippocrates pada 377 SM,(11) dan merupakan mikosis mukokutaneus pada rongga mulut yang umum dijumpai.(12) Penyakit infeksi ini disebabkan oleh genus Candida dari keluarga deuteromycetes.(4, 11, 13) yang ditemukan di rongga mulut pada 53% populasi umum.(12) Terdapat 150 spesies
Candida yang dapat diisolasi dari rongga mulut,(4, 11, 12) dan 80% di antaranya Candida albicans yang ditemukan sendiri maupun bersama dengan spesies
lainnya.(12)
Candida sp. merupakan jamur berbentuk bulat oval dengan diameter 3-30
μm.(12) Jamur ini bereproduksi secara aseksual dan bersifat dimorfik, karena mempunyai sel ragi/blastospora/yeast dan bentuk intermedia/ pseudohifa dan hifa, tergantung dari kondisi lingkungannya.(4, 6, 12, 14)
Pada rongga mulut, Candida sp. dapat ditemukan di berbagai tempat, yaitu pada sel epitel mukosa bukal, lidah, permukaan gigi, permukaan protesa, serta pada mikroorganisme lain di rongga mulut yang sebelumnya telah melekat pada permukaan rongga mulut.(15) Secara klinis Candida sp. dapat dikultur dari usapan mukosa bukal, lidah, permukaan gigi palsu, gigi dan juga sampel plak.(15) Lidah merupakan lokasi yang paling umum ditemukan Candida sp. pada individu tanpa manifestasi klinis kandidiasis oral.(15, 16)
Dari berbagai spesies Candida yang dapat diisolasi di rongga mulut, hanya beberapa spesies yang menyebabkan infeksi, antara lain C. albicans, C.
tropicalis, C. krusei, C. parapsilosis, C. guilliermondi(4, 12, 17) C. dubliniensis, C. glabrata(4, 12, 18), dan C. kefyr.(4, 18). Laporan lain menyebutkan mengenai
temuan spesies C. inconspicua, C. lusitaniae, C. norvegensis dan C. rugosa pada infeksi di rongga mulut.(4) Dari berbagai spesies Candida tersebut, terdapat 5 spesies yang dapat menyebabkan kandidemia yaitu C. albicans, C. glabrata, C.
parapsilosis, C. tropicalis, dan C. krusei.(19) Seluruh spesies Candida tersebut
kemampuan invasi dan kepekaan terhadap obat anti jamur.(4) Terjadinya resistensi umumnya akibat penggunaan antijamur dalam jangka waktu yang lama. Namun, pada beberapa spesies Candida dilaporkan memiliki sifat resisten terhadap jenis obat antijamur tertentu.(20)
2.2 Spesies Candida
Candida albicans ditemukan pada 50% individu,(6) merupakan jamur
dimorfik yang dapat menyebabkan berbagai infeksi pada tubuh manusia.(17) Penelitian mikologi menunjukkan bahwa C. albicans ini ditemukan pada 80% jenis kandidiasis pada manusia.(6) Model infeksi kandidiasis pada hewan menunjukkan C. albicans merupakan spesies paling patogen. Pada percobaan in vitro diketahui bahwa C. albicans memiliki faktor virulensi lebih tinggi bila dibandingkan dengan spesies Candida lainnya.(6) Namun, secara alami jamur ini bersifat peka terhadap berbagai jenis obat antijamur.(6)
Berbeda dengan C. albicans, Candida non-albicans bersifat saprofit nonpatogenik, merupakan flora normal individu sehat, dan jarang menyebabkan infeksi pada manusia.(21) Namun, pada individu imunokopromis, C. non-albicans dapat menjadi patogen oportunistik yang menyebabkan infeksi di berbagai organ, terutama mukosa oral.(3) Perkembangan terapi perawatan kanker, peningkatan prosedur invasif, kegawatan pada pasien HIV/AIDS dan juga penggunaan antibiotik yang luas dilaporkan menjadi pencetus peningkatan kolonisasi C.
non-albicas pada infeksi mukosa.(4)
Pada tahun 1995, Candida dubliniensis pertama kali ditemukan.(4, 20, 22, 23) dan secara fenotip dan genotip berhubungan erat dengan C. albicans.(4, 20) Keduanya memproduksi germ tube dan klamidospora. Berbeda dari C. albicans,
C. dubliniensis tidak tumbuh baik pada suhu 42oC.(4) Mayoritas C. dubliniensis
ditemukan pada rongga mulut pasien dengan HIV/AIDS baik pada dewasa maupun anak-anak, dan umumnya kombinasi dengan C. albicans dan/atau dengan spesies Candida yang lain.(22) Prevalensi jamur ini pada pasien HIV dan AIDS di rongga mulut berkisar antara 15-37%.(4, 20) Pada penelitian lain disebutkan terdapat 27% C. dubliniensis diisolasi dari rongga mulut pada subjek HIV dan 32% pada pasien AIDS dengan kandidiasis oral.(23) Candida dubliniensis ini
merupakan penyebab kandidiasis orofaring pada pasien dengan infeksi rekuren.(22) Namun jamur ini bukan merupakan penyebab umum dari infeksi Candida dalam aliran darah, oleh karena virulensi C. dubliniensis yang lebih rendah dibandingkan dengan C. albicans.(4) Pada uji klinis, C. dubliniensis diketahui peka terhadap beberapa obat antijamur,(23) terutama flokonazol.(20, 22)
Candida glabrata merupakan agen penyebab kandidemia ke-2 di Amerika Serikat sejak tahun 1990. Umumnya spesies ini diisolasi dari rongga mulut individu yang terinfeksi HIV. (4) Kandidiasis oral pada pasien HIV akibat C.
glabrata lebih sukar untuk diobati oleh karena resistensi terhadap flukonazol.(4)
Hal ini mengakibatkan infeksi C. glabrata merupakan penyebab resiko kematian dan tingginya angka rawat inap pada pasien HIV.(21)
Candida krusei merupakan penyebab infeksi pada pasien kritis dan
mayoritas diisolasi dari pasien dengan keganasan hematologi dan neutropenia parah. Spesies Candida ini jarang sekali menyebabkan kandidemia.(4) Resistensi dilaporkan pada obat anti jamur flukonazol,(4, 24) itraconazol dan amfoterisin B.(4) Meluasnya penggunaan flukonazol untuk mencegah infeksi jamur pada pasien yang terinfeksi HIV menyebabkan peningkatan signifikan pada infeksi
C.krusei.(4)
Infeksi C. guilliermondi pada mukosa oral termasuk yang sangat jarang ditemukan.(25) Infeksi spesies ini dianggap sebagai emergency agent,(20) oleh karena umumnya berhubungan dengan kondisi sistemik yang buruk dan keganasan hematologi.(26) Candida guilliermondii dilaporkan resisten terhadap obat anti jamur, terutama amfoterisin B(4, 20) dan flukonazol.(26)
Sejak tahun 1980 Candida parapsilosis dianggap sebagai penyebab
penting terjadinya kandidemia.(20) Umumnya ditemukan pada pasien kritis neonatal dan pasien Intensive Care Unit (ICU). Bayi prematur dan berat badan yang rendah merupakan faktor resiko terjadinya infeksi C. paraspsilosis,(4, 27) yang kemungkinan berhubungan dengan pemberian nutrisi parenteral dan central
lines.(27) Hal ini disebabkan oleh kemampuan spesies ini dalam menghasilkan
polisakarida ekstraseluler, atau lendir, yang dapat membantu perlekatan dan pembentukan biofilm pada permukaan plastik.(4, 20) Umumnya pada isolasi
klinik, jamur ini bersifat peka terhadap amfoterisin B dan triazol.(20) Namun, dilaporkan juga adanya resistensi terhadap amfoterisin B dan flukonazol.(4) Pada pemberian flukonazol dosis rendah sebagai profilaksis dapat menyebabkan strain yang resisten terhadap flukonazol selama 10 tahun.(4)
Candida tropicalis adalah spesies C. non-albicans yang paling virulen,
kondisi ini kemungkinan disebabkan oleh kemampuan untuk melekat pada permukaan epitel secara in vitro dan kemampuan mensekresi proteinase.(4) Jamur ini umumnya diisolasi dari rongga mulut dan kulit,(4) dapat menyebabkan infeksi pada esofagus(4) dan merupakan penyebab kedua kandidemia.(20) Candida
tropicalis bersifat resisten terhadap flukonazol,(28) namun peka terhadap
amfoterisin dan triazol.(20)
2.3 Patogenesis Infeksi Candida sp. pada Rongga Mulut 2.3.1 Faktor Virulensi Candida sp.
Virulensi adalah kemampuan mikroorganisme dalam memicu terjadinya suatu penyakit.(29) Candida sp. memiliki faktor virulensi yang terletak pada dinding selnya,(29, 30) yang mengakibatkan perlekatan dan invasi ke dalam jaringan hospes.(31) Perubahan dari kondisi komensal menjadi penyakit berhubungan dengan karateristik virulen dari Candida sp. antara lain adherensi (perlekatan), (6, 16, 18, 20, 29, 30) pembentukan hifa,(20) perubahan fenotipik,(29) dimorfisme,(16) produksi toksin,(16, 20) sekresi proteinase atau enzim hidrolitik ekstraselular, serta formasi biofilm.(6) Berbagai faktor virulensi ini dapat menyebabkan terjadinya perlekatan pada sel epitel dan aktifitas fungisidal oleh netrofil. Kemudian dengan adanya penurunan respon imun hospes dapat menimbulkan kandidiasis.(18)
Perlekatan Candida sp. pada permukaan hospes dibutuhkan untuk kolonisasi dan menetapnya organisme pada hospes.(6) Terdapat beberapa faktor adheren yang diekspresikan oleh C. albicans yaitu agglutinin-like sequence (Als)(6, 29) yang memiliki peranan terhadap patogenesis dan formasi biofilm.(6) Als1p dan Als5p berfungsi dalam perlekatan jamur ini ke sel epitelial bukal manusia dan fibronectin. Als1p sangat penting dalam perlekatan organisme pada
mukosa oral pada tahap awal infeksi.(29) Sekresi Als hanya diproduksi oleh beberapa spesies Candida, terutama C. albicans.(6)
Spesies Candida mensekresi enzim hidrolitik ekstraselular yang memegang peranan penting dalam pertumbuhan Candida sp..(31) Enzim ini meliputi secreted aspartyl proteinase (Sap) dan phospholipase degrade
immunoglobuline, lipase, phosphomonoesterase dan hexosaminase.(6) Phospolipase berfungsi dalam pemecahan fosfolipid pada membran sel
hospes(32) dan atau merusak sel hospes.(33) Sedangkan Sap berfungsi untuk menurunkan beberapa substrat fisiologis yaitu albumin, imunoglobulin dan protein kulit yang berkontribusi terhadap penetrasi Candida sp. ke jaringan.(32, 33)
Candida sp. harus memasuki fase saprofit untuk dapat menyebabkan lesi
klinis.(12) Ragi merupakan bentuk yang tidak berbahaya, sedangkan hifa berhubungan dengan invasi ke jaringan hospes.(6, 17) Timbulnya hifa dari sel ragi disebut dengan formasi germ tube.(14) Pembentukan hifa ini secara signifikan berpengaruh terhadap patogenitas Candida sp.(6) Terdapatnya hifa menunjukkan peningkatan kemampuan perlekatan ke hospes.(4) Penetrasi hifa ke dalam epitel difasilitasi oleh Sap dan phospholipase.(30) Penelitian in vitro menunjukkan bahwa jumlah hifa pada C. albicans mutan dan strain C. non-albicans lebih sedikit dibandingkan dengan C. albicans. Hal ini menyebabkan C. albicans bersifat lebih patogen dari pada spesies Candida lainnya.(6, 12) Sedangkan kemampuan perlekatan Candida non-albicans hingga saat ini masih sedikit yang diketahui (34)
Hifa pada Candida sp. juga merupakan bentuk dengan virulensi tinggi bila dibandingkan dengan spora. Hal ini disebabkan oleh karena bentuknya yang lebih besar sehingga lebih sulit untuk difagositosis oleh makrofag, sehingga dibutuhkan mekanisme imun lain dalam mengeliminasi hifa dalam jaringan.(30) Selain itu, proses perlekatan juga terjadi akibat perubahan bentuk dari blastopora menjadi klamidospora, dan kemampuan membentuk pseudohifa yang juga merupakan faktor penting dari virulensi.(30)
Strain Candida sp. yang bersifat virulen memiliki kemampuan membentuk biofilm.(6) Biofilm adalah lapisan ekstraselular matriks polisakarida yang
dihasilkan oleh perlekatan antara Candida sp. dengan mikroorganisme lain di dalam rongga mulut.(6) Penelitian terbaru menunjukkan adanya hubungan antara biofilm dengan 65% infeksi yang didapat dari rumah sakit. Lapisan biofilm tersebut berfungsi sebagai proteksi terhadap mekanisme normal pembilasan oleh saliva dan cairan servikal gingiva serta sebagai pertahanan terhadap penetrasi sistem imun dan agen antimikroorganisme. Menurut Hawser dan Douglas adanya biofilm Candida merupakan penyebab terjadinya resistensi terhadap obat anti jamur.(4, 6)
Mekanisme perubahan fenotipik dan keterlibatan perubahan terhadap virulensi Candida sp. belum diketahui secara pasti. Pada C. albicans terjadi perubahan koloni putih halus dengan sel bulat lonjong (round-ovoid) menjadi berwarna abu-abu dan datar (flat) dengan sel berbentuk memanjang (opaque). Fase sel opaque ini memimiliki kemampuan lebih tinggi untuk berkolonisasi dan berkembang biak.(29)
2.3.2 Kolonisasi dan Infeksi Candida sp.
Proses kolonisasi dan penetrasi Candida sp. ke epitelium hospes dapat dianalisis dalam 4 tahapan: perlekatan awal ke epitelium, replikasi dan kolonisasi, pembentukan hifa, serta lesi epitelium dan penetrasi.(20, 30) Pada individu sehat, kolonisasi Candida sp. berkisar antara 17% hingga 75% tergantung dari populasi penelitian.(4) Candida albicans merupakan spesies yang paling umum diisolasi dari rongga mulut, baik pada individu sehat maupun sakit.(4) Mikroba ini ditemukan 1,9% hingga 62,3% pada individu sehat, dan 6% hingga 69,6% pada pasien rawat inap rumah sakit tanpa manifestasi klinis kandidasis oral.(14)
Kolonisasi Candida sp. dapat didefinisikan sebagai akuisisi dan keseimbangan populasi sel Candida, tanpa terjadi penyakit klinis.(14) Pada rongga mulut, terjadinya kolonisasi ini memerlukan akuisisi, perlekatan, serta replikasi/pertumbuhan.(15) Perlekatan Candida sp. terhadap permukaan hospes merupakan tahap awal dari kolonisasi dan memiliki kontribusi terhadap menetapnya organisme pada hospes,(6) yang terjadi melalui ekspresi berbagai protein antigen pada dinding sel yang bertindak sebagai molekul perlekatan pada sel epitel.(30) Dinding sel Candida sp. merupakan bagian yang memegang
peranan penting dalam interaksi dengan hospes manusia dalam kondisi sehat maupun sakit.(14) Dinding sel C. albicans mengandung karbohidrat dan protein dinding sel (cell wall protein) (CWPs) yang tidak terdapat pada tubuh manusia. Oleh karena itu dinding sel Candida sp. merupakan target imunologi yang ideal dalam pencegahan terjadinya infeksi.(35)
Kolonisasi Candida sp., penetrasi, dan kerusakan jaringan hospes terjadi oleh karena ketidakseimbangan antara virulensi jamur dan pertahanan hospes, reaksi imunologi atau non imunologi, perubahan pH lokasi anatomi kolonisasi
Candida sp., pembentukan hifa, biofilm dan resistensi mikroorganisme.(33)
Umumnya sel Candida sp. akan dibersihkan oleh saliva dan kegiatan penelanan, kecuali bila terjadi perlekatan dan replikasi.(14) Pada penelitian oleh Epstein dkk. terhadap hubungan antara jumlah kolonisasi Candida sp. pada saliva dengan terjadinya infeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koloni Candida sp. lebih dari 400 CFU/ml (Colony Forming Unit/ml) menimbulkan tanda dan gejala kandidiasis oral yang lebih signifikan daripada mereka yang memiliki jumlah koloni kurang dari 400 CFU/ml.(36) Sedangkan menurut Cannon (2001) pada saliva individu umumnya terdapat 300-500 sel per ml sel Candida.(15)
Gambar 1.1 Model hubungan faktor yang mempengaruhi kolonisasi di rongga mulut (a) akusisi, (b) pertumbuhan, (c) pelepasan, (d) kerusakan jaringan dan penetrasi (14)
Akusisi (a)
Kolonisasi Pertumbuhan (b) C. albicans
Pelepasan (c) Penyakit pada mukosa
(d)
Kelainan sistemik
Apabila kecepatan pelepasan sama dengan akuisisi dan pertumbuhan, akan terjadi kolonisasi. Clearance terjadi apabila kecepatan pelepasan lebih besar daripada akuisisi dan pertumbuhan. Sedangkan apabila kecepatan pelepasan rendah dan terdapat kerusakan jaringan, akan terjadi kandidiasis. Oleh karena itu kolonisasi Candida sp. tergantung dari akuisisi atau masuknya Candida sp. ke dalam rongga mulut, perlekatan dan pertumbuhan dalam sel mukosa mulut, penetrasi ke dalam jaringan, dan lepasnya sel Candida dari rongga mulut (gambar1.1).(14)
Banyaknya koloni Candida sp. di rongga mulut dipengaruhi oleh faktor sistemik dan lokal. Faktor sistemik, antara lain faktor fisik (bayi, kehamilan, dan lansia), kelainan endokrin (diabetes melitus dan hipotiroid), faktor nutrisi (defisiensi zat besi asam folat, dan B12), kondisi kelainan dan keganasan darah (leukemia dan agranulositosis), serta adanya penurunan imun dan imunosupresi (HIV/AIDS). Sedangkan faktor lokal yaitu kondisi hiposalivasi misalnya pada sindrom Sjogren, radioterapi, dan akibat pemakaian obat tertentu, penggunaan obat antibiotik spektrum luas dan kortikosteroid, diet tinggi karbohidrat, pemakaian gigi palsu, dan merokok.(11, 16, 17, 37) Penelitian oleh Muzurovic dkk. dijumpai adanya hubungan yang signifikan antara kolonisasi Candida sp. dengan kebersihan rongga mulut.(38) Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kolonisasi dan distribusi spesies Candida dengan infeksi
Candida sp., terutama C. albicans dan beberapa spesies C. non-albicans misalnya C. tropicalis,C. krusei, dan C. glabrata.(39)
2.3.3 Interaksi Sistem Imun dengan Candida sp. pada Rongga Mulut
Permukaan mukosa memiliki regulasi sistem pertahanan yang sampai saat ini belum banyak diketahui.(20) Secara imunologis, pertahanan hospes terbagi menjadi 2, yaitu pertahanan bawaan (innate) dan didapat (acquired). Sistem imun bawaan bersifat kongenital dan berorientasi pada DNA, merupakan pertahanan tubuh dasar terhadap antigen patogen. Efektor mekanisme sistem imun bawaan yaitu makrofag, fagosit dan sistem komplemen yang segera aktif setelah terdapat antigen yang masuk ke hospes, dengan waktu tunda berkisar antara 3 hingga 5 hari.(33) Sedangkan sistem imun didapat yaitu limfosit T dan B.(33) Imunitas
didapat diaktivasi oleh infeksi antigen mikrobial, dapat juga melalui antigen lingkungan dan self antigen misalnya pada penyakit alergi maupun autoimun.(33)
Mekanisme pertahanan primer bawaan memegang peranan penting dalam pencegahan kolonisasi jamur pada rongga mulut.(11) Pertahanan primer tersebut meliputi barier fisik epitel, lingual antimicrobial peptide, sekresi IgA, dan faktor saliva.(11) Sedangkan pertahanan kedua terhadap invasi Candida sp. yaitu proses fagositosis.(11) Pada individu imunokompeten proses fagositosis sel ragi dan hifa
Candida sp. ini dilakukan oleh netrofil, eosinofil dan monosit untuk mencegah
penetrasi ke jaringan yang lebih dalam.(11, 40)
Saliva memegang peranan sebagai pertahanan bawaan dalam mencegah timbulnya kandidiasis oral. Saliva mengandung protein yang bersifat antijamur seperti laktoferin, lisosim, dan histatin.(33) Penelitian telah membuktikan terdapatnya hubungan laju aliran saliva dengan kejadian kandidiasis oral. Laju dan kandungan saliva menyebabkan terjadinya keseimbangan antara Candida sp. dan mikroorganisme komensal di rongga mulut,(11, 33) sebagai agen perlindungan terhadap timbulnya kandidiasis oral pada individu sehat. Kandungan molekul saliva seperti lisosim, histatin, dan laktoferin memiliki perangkat
candidacidal.(11) Di samping itu terdapatnya antibodi spesifik IgA Candida pada
saliva merupakan respon humoral spesifik terhadap Candida sp. untuk menghambat kolonisasi dan perlekatan pada epitelium oral.(33)
Sistem imun mukus dapat terlokalisir atau menyebar. Pada saat antigen masuk, antigen akan dibawa ke suatu struktur yang memicu respon imun. Kemudian bersama dengan berbagai komponen imun yang tersebar seperti limfosit T dan B, sel plasma, makrofag dan berbagai sel yang dipicu oleh antigen seperti eosinofil, basofil, dan mastosit menginduksi respon sel mukosa, respon imun seluler atau toleransi, dan membentuk antibodi.(20)
Secara histologis, 60% mukosa oral memiliki kemiripan karakteristik dengan mukosa esofagus dan vagina. Mukosa oral terdiri dari epitelium skuamosa bertingkat dan lamina propria jaringan ikat, terutama dibentuk oleh serat kolagen padat, yang dipisahkan oleh membran basal.(33) Pada infeksi Candida sp., mukosa oral melakukan berbagai respon perlindungan dengan adanya netrofil,
makrofag, lekosit polimorfonuklear, sel dendritik dan juga limfosit untuk membunuh sel Candida.(33)
Pada mukosa oral, bila dibandingkan dengan kulit, tidak dijumpai limfosit B namun hanya limfosit T yang terletak menyebar pada membran basal. Sel epitel oral mempunyai kira-kira 37 kali lebih banyak limfosit T daripada epitelium kulit. Ratio limfosit CD4+:CD8+ pada mukosa oral 1:2, sedangkan pada kulit adalah 1:4. Kondisi ini merupakan indikasi bahwa pada mukosa oral secara signifikan mengadung sel CD4+ lebih banyak dibandingkan dengan kulit.(33) Sel CD4+ di mukosa oral merupakan perlindungan dasar terhadap Candida sp..(33) Imunitas T helper (Th1) dari CD4+ limfosit T merupakan komponen penting untuk proteksi terhadap Candida sp, sedangkan pertahanan kedua melalui CD8+ limfosit T dan sel epitel.(32)
2.4 Kultur dan Perhitungan Koloni Candida sp.
Teknik isolasi Candida sp. dari rongga mulut dapat dilakukan dengan oral smear, oral swab, imprint culture, salivary sampel, consentrated saliva rinse, dan
biopsi mukosa. Tiap metode memiliki kekurangan dan kelebihan. Pemilihan metode tersebut sesuai dengan lokasi lesi yang akan diteliti. Pemilihan metode
swab dan smear lebih disukai oleh karena memberikan informasi dari
mikroorganisme yang terdapat di lesi. Sedangkan dalam kasus tidak ada atau tidak jelasnya lesi dan pada akses lesi yang sukar, pengambilan sampel dapat dilakukan dengan pengumpulan spesimen saliva atau dengan oral rinse.(41)
Metode consentrated saliva rinse dilakukan dengan teknik oral rinse atau
kumuran rongga mulut dengan larutan Phosphate Buffered Saline (PBS) (0,01M, pH 7,2) selama 1 menit. Larutan kemudian disentrifugasi dan diinokulasi pada media agar. Setelah 24-48 jam inkubasi pada 37 oC, pertumbuhan dinilai dengan menghitung jumlah koloni dan dinyatakan sebagai unit per ml (CFU/ml).(36, 41)
Sabouraud dextrose agar (SDA) merupakan media isolasi Candida sp.
yang paling sering digunakan.(41) Namun, SDA bukan merupakan media diferensial, sehingga koloni spesies ragi yang tumbuh pada media tidak dapat dibedakan dengan mudah antara satu sama lain.(42) Pada agar Sabouraud dan agar darah, Candida sp. tumbuh setelah 24-48 jam pada suhu 37oC membentuk
koloni marble-white, lembab, bulat, dan konveks.(20, 41) Koloni terdiri dari
blastokondia yang dapat menghasilkan pseudohifa. Klamidospora dan true hyphae dapat terbentuk dengan kondisi dan nutrisi khusus. True hyphae dibentuk
dari sel menyerupai ragi yang kemudian berkembang menjadi germ tube. Pada C.
albicans dan C. dubliniensis, germ tube dapat terbentuk dengan pemberian
albumin pada suhu 37oC selama 3 jam. Karakteristik ini umumnya dipakai untuk identifikasi di laboratorium.(20)
CHROMagar merupakan medium kultur yang selektif dan efektif. Media ini digunakan untuk isolasi, identifikasi langsung, dan diferensiasi spesies Candida(42) melalui reaksi warna dan morfologi koloni dengan akurasi tinggi.(39)
2.5 Candida sp. dan Pasien Anak terinfeksi HIV 2.5.1 Infeksi HIV pada Anak
Human Immunodefisiency Virus merupakan penyakit infeksi yang bersifat
merusak, memiliki dampak terhadap penurunan sosio-ekonomi dan populasi.(33) Sedangkan AIDS adalah suatu penyakit yang memiliki karakteristik cell mediated
immunodefisiency yang mengakibatkan supresi ireversibel pada limfosit T oleh
karena HIV.(43) Virus ini menyebabkan infeksi kronis akibat supresi imun yang berkepanjangan.(43, 44)
Sel CD4+ merupakan sel target utama untuk HIV. Infeksi HIV secara bertahap menyebabkan penurunan sel CD4+, sel T helper (CD4 Sel T), limfosit B, makrofag dan sel natural killer. Selanjutnya kondisi tersebut dapat berkembang menjadi berbagai jenis infeksi berat yang disebabkan oleh agen yang jarang menimbulkan penyakit serius pada individu imunokompeten.(44) Salah satu infeksi oportunistik yang sering ditemukan yaitu infeksi jamur misalnya kandidiasis, kriptokosus, aspergilosis invasif, histoplasmosis diseminata, dan koksidioidomikosis diseminata.(33) Dari berbagai infeksi jamur oportunistik tersebut, infeksi yang paling sering ditemukan yaitu kandidiasis oral, baik pada anak maupun dewasa.(9)
Di negara maju, jumlah anak yang terinfeksi HIV yang memperoleh highly
Baru pada tahun 1998, HAART digunakan secara luas untuk sejumlah besar anak-anak.(9) Pemulihan imunitas selular dengan HAART dapat mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi oportunis dengan tidak terdeteksinya RNA-HIV dan jumlah CD4+ di atas 500 sel/mm3 setelah pengobatan HAART jangka panjang.(9) Kemampuan pemulihan CD4+ setelah pengobatan dengan HAART jangka panjang pada anak terinfeksi HIV dengan jumlah CD4+ yang kurang dari 5% lebih rendah daripada jika jumlah CD4+ antara 5-15%. Perbaikan persentase sel CD4+ menuju normal belum tentu akan tercapai dengan terapi HAART jangka panjang.(9)
2.5.2 Kolonisasi dan Infeksi Candida sp. pada Rongga Mulut
Pada penelitian oleh Khan dkk. terhadap 165 orang pasien HIV positif 80 orang di antaranya menderita kandidiasis, 52 orang dengan kandidiasis oral, 5 orang dengan kandidiasis oral dan esofagus, 2 orang dengan kandidemia, 1 orang dengan kandidemia dan kandidiasis paru, 4 orang dengan diare Candida dan 9 orang dengan kandidiasis kutan.(7) Pada penelitian Alvaro-Meca dkk., dari 1000 pasien anak terinfeksi HIV dengan HAART, 141 anak dijumpai kandidiasis dan 104 di antaranya kandidiasis oral.(9) Nilima dkk. melakukan penelitian mengenai infeksi jamur pada anak terinfeksi HIV. Dari 55 subjek yang diteliti infeksi jamur terdapat pada 43 (78,18%) pasien. Dari infeksi jamur tersebut, Candida sp. merupakan penyebab terbanyak, yaitu pada 27 (62,79%) pasien, dan mayoritas sebagai penyebab kandidiasis orofaring.(10)
Saat ini terdapat berbagai penelitian pada anak dengan HIV positif terhadap distribusi spesies Candida pada rongga mulut. Pomaric dkk. membandingkan kolonisasi Candida sp. pada 66 orang anak dengan HIV positif dengan 40 orang HIV negatif. Pada anak dengan HIV positif menunjukkan pertumbuhan ragi lebih banyak daripada anak dengan HIV negatif (80% vs 57%) dengan p< 0.05. Pada anak dengan HIV negatif didapatkan konsentrasi ragi pada saliva yang lebih banyak (77,1 ± 230,4 CFU/mL) daripada pasien anak dengan HIV positif (68,5 ± 178,2 CFU/mL).(2). Penelitian pada 921 isolat klinis pasien HIV dengan kandidiasis oral, 10% di antaranya disebabkan oleh Candida non
albicans, dengan Candida dubliniensis merupakan spesies yang paling umum
dijumpai pada rongga mulut pasien HIV/AIDS.(4)
Mayoritas pasien yang terinfeksi HIV tidak memiliki lesi pada mulut sebelum sampai fase progresif penyakitnya.(33) Terdapatnya infeksi Candida sp. merupakan tanda terjadinya gejala disfungsi imunologik pada individu.(11) Sebelum terjadi infeksi oportunistik Candida sp., sudah terjadi penurunan ketahanan mukosa oral penderita HIV. Terdapatnya hifa C. albicans pada mukosa oral juga sudah terjadi sebelum terjadinya penurunan kadar CD4+ dalam darah dan penurunan konsentrasi IgA pada saliva.(33)
Berbagai kondisi imunitas sistemik dan mukosa oral pada pasien dengan HIV positif mempengaruhi kolonisasi dan infeksi Candida sp. pada mukosa oral. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, saliva memiliki peranan dalam mencegah perlekatan Candida sp. ke mukosa oral melalui laju aliran saliva dan juga kandungan IgA.(33) Pada pasien dewasa dengan HIV positif terjadi pengurangan laju saliva sebanyak 40%. Di samping itu, pada lingkungan rongga mulut yang asam dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya kandidiasis oral.(33) Sedangkan pada anak-anak, manifestasi oral berupa hiposalivasi termasuk yang jarang ditemukan.(45)
Penurunan sistem kekebalan tubuh akibat infeksi HIV menyebabkan penurunan mekanisme fagositosis terhadap sel Candida. Pada individu dengan HIV positif tidak terjadi fagositosis oleh makrofag.(33) Makrofag membentuk asam nitrit sebagai produk anti-Candida. Pembentukan makrofag diatur oleh sel T gamma-delta yang tidak terdapat pada pasien positif HIV.(33) Adanya replikasi sel HIV pada sel dendritik mukosa oral menyebabkan penurunan kemampuan sel ini untuk mempresentasikan antigen ke sel T CD4+ oleh karena defek pada molekul MHC klas II .(33)
Infeksi Candida sp. pada mukosa oral pasien dengan HIV positif juga dipengaruhi oleh adanya penurunan limfosit, terutama limfosit T. Respon imun berupa Th1 oleh CD4+ merupakan pertahanan pasien dengan HIV terhadap kandidiasis oral maupun vulvovaginal. Jumlah pengurangan limfosit T CD4+ menyebabkan timbulnya kandidiasis oral,(33) walaupun menurut penelitian tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara penurunan limfosit dengan jumlah koloni Candida sp.(46)
Konstantyner dkk. meneliti berbagai faktor sistemik pada pasien anak terinfeksi HIV yang turut mempengaruhi timbulnya kandidiasis oral, yaitu adanya imunodepresi ringan-sedang-berat, anemia, malnutrisi, hospitalisasi dan penggunaan obat antiretroviral. Namun, pada beberapa penelitian menyebutkan ditemukannya oral thrush pada individu dengan jumlah CD4+ yang normal.(47) 2.5.3 Manifestasi Kandidiasis Oral pada Pasien Anak terinfeksi HIV
Lesi orofaringeal pada pasien HIV positif pertamakali diketahui pada tahun 1980,(33) dan sejak saat itu dianggap sebagai penanda progesivitas infeksi HIV.(9, 33) Pada 72% anak terinfeksi HIV, kandidiasis oral tampak sebagai manifesitasi klinis HIV yang pertama kali terlihat.(45) Bedasarakan penggolongan manifestasi oral pada HIV menurut WHO, kandidiasis oral termasuk dalam golongan pertama yaitu golongan yang erat kaitanya dengan HIV, bersama dengan infeksi herpes, linear gingiva eritema (LGE), pembesaran parotis dan stomatitis aftosa rekuren.(45)
Kandidiasis pseudomembran merupakan varian kandidiasis oral yang paling sering ditemukan pada anak terinfeksi HIV, disusul dengan kandidiasis eritematosus dan angular cheilitis.(45) Kandidiasis pseudomembran merupakan lesi oral yang jarang ditemukan pada 6 bulan pertama siklus kehidupan bayi. Namun pada anak dengan imunokompromis kondisi ini menjadi sering dan bersifat rekuren.(45) Varian kandidiasis oral ini bersifat non-adherens multifokal, krim putih dengan papula atau plak putih melapisi mukosa mulut. Lepasnya lapisan ini akan meninggalkan eritema pada mukosa dan kadang disertai perdarahan. Hal ni biasanya terjadi pada mukosa bukal, mucobuccal fold, dorsolateral lidah dan orofaring, namun dapat terjadi di seluruh daerah orofaringeal.(45)
Kandidiasis eritematosus terlihat sebagai daerah kemerahan yang datar pada mukosa oral, dengan berbagai derajat intensitas warna merah, dan terkadang dapat berupa makula menyerupai daerah perdarahan. Lesi umumnya terletak pada bagian dorsum lidah dan palatum. Varian ini dapat muncul bersamaan dengan
kandidiasis pseudomembran. Adanya lesi ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien oleh karena adanya sensasi terbakar.(45)
Varian kandidiasi oral yang terakhir adalah angular cheilitis. Angular
cheilitis muncul sebagai celah merah atau ulserasi linear di sudut mulut.
Umumnya lesi bilateral, dan beberapa papula merah dapat ditemukan pada perioral, yang berdekatan dengan kulit.(45)
2.5 Kerangka Teori
Pasien anak terinfeksi HIV
Peningkatan koloni Candida Ketidakseimbangan virulensi Candida dengan pertahanan hospes
Kandidiasis oral Perusakan jaringan hospes Faktor sistemik - Anemia - Malnutrisi
- Riwayat penyakit berat (keganasan, penyakit endokrin) - Penggunaan antibiotik spektrum luas - Penggunaan kortikosteroid Faktor lokal:
- Kebersihan rongga mulut - Kualitas saliva
Penurunan imunitas sistemik oleh karena infeksi HIV
BAB 3
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
3.2 Hipotesis
Terdapat hubungan antara jumlah CD4+ dengan jumlah koloni Candida
sp. pada anak terinfeksi HIV
3.3 Variabel Penelitian
Variabel Skala Skor/nilai
Variabel bebas
Jumlah CD4+ Kategorik 1= normal
2= di bawah normal 3= di atas normal Variabel tergantung
Jumlah koloni Candida sp. Numerik Numerik Variabel lain
Pemakaian antibiotik spektrum
luas Kategorik 1 = tidak ada 2 = ada
Kadar Hb Kategorik 1 = Hb normal
2 = Hb di bawah normal Kebersihan rongga mulut Kategorik 1 = baik
2 = sedang 3 = buruk
Jumlah CD4+ Jumlah koloni Candida sp. pada
rongga mulut
Variabel bebas Variabel tergantung
- Pemakaian antibiotik spektrum luas
- Kadar hemoglobin (Hb) - Kebersihan rongga mulut
3.4 Definisi Operasional
3.4.1 Pasien Anak terinfeksi HIV
Pasien anak yang berobat jalan di Poli Alergi Imunologi, Departemen Kesehatan Anak RSCM yang telah ditetapkan terinfeksi HIV.
3.4.2 Jumlah CD4+
Banyaknya jumlah sel CD4+ fungsional yang bersirkulasi di dalam peredaran darah yang diperoleh dari rekam medis RSCM subjek penelitian dengan batas rentang waktu 6 bulan sebelum waktu penelitian. Nilai tersebut kemudian dikelompokkan dalam kategori normal, di bawah normal, dan di atas normal yang ditetapkan oleh laboratorium tempat hasil pemeriksaan tersebut dilakukan.
Batas normal jumlah CD4+ menurut Laboratorium Patologi Klinik RSCM adalah 410-1590 sel/µl.
3.4.3 Jumlah Koloni Candida sp.
Jumlah Candida sp. yang tumbuh pada media kultur yang dihitung dengan satuan colony forming unit (CFU/ml)
3.4.4 Manifestasi Kandidiasis Oral
Ada atau tidaknya gambaran klinis kandidiasis oral pada subjek yang diketahui melalui pengamatan klinis pada mukosa mulut. Gambaran klinis kandidiasis oral antara lain adanya krim putih dengan papula atau plak putih melapisi mukosa mulut yang bila terlepas akan meninggalkan eritema pada mukosa dan kadang disertai pendarahan, adanya daerah kemerahan pada mukosa oral, atau sebagai celah merah atau ulserasi linear di sudut mulut.(45)
3.4.5 Spesies Candida
Identifikasi spesies Candida berdasarkan warna koloni yang dihasilkan pada media CHROMagar. Warna hijau menunjukkan C. albicans sedangkan warna selain itu merupakan C. non-albicans,(48) yaitu warna putih sebagai C.
parapsilosis, ungu sebagai C. glabrata, biru sebagai C. tropicalis, merah jambu
3.4.5 Pemakaian Antibiotik Spektrum Luas
Ada atau tidaknya paparan berbagai jenis antibiotik spektrum luas terhadap subjek penelitian pada saat dilakukan pangambilan sampel. Riwayat pemakaian antibiotik ini diperoleh dari status rekam medis pasien di RSCM
3.4.7 Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar Hb pada subjek penelitian yang terdapat pada rekam medis RSCM subjek penelitian yang bersangkutan. Kadar Hb dibagi dalam kategori normal dan di bawah normal sesuai dengan batas normal yang ditetapkan oleh laboratorium tempat pemeriksaan Hb tersebut dilakukan.
Menurut laboratorium RSCM batas normal dari Hb sesuai usia adalah sebagai berikut*:
Usia Kadar Hb normal
1,5-3 tahun 10,8-12,8
5 tahun 10,7-14,7
10 tahun 10,8-15,6
12 tahun 11,8-15,0
15 tahun 12,8-16,8
*Sumber: arsip laboratorium Patologi Klinik RSCM
3.4.8 Kebersihan Rongga Mulut
Kondisi kebersihan rongga mulut diukur melalui metode Oral higiene
index – simplified (OHI-S) dengan cara pengukuran menjumlahkan debris index
(DI) dengan calculus index (CI). (51, 52) Debri Index (DI):
6/V 1/I 6/V 6/V 1/I 6/V
bukal bukal labial
bukal bukal labial
Penilaian Debri Index
0 = Tidak ada debris/stain
1 = Debris lunak yang menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi atau adanya stain ekstrinsik tanpa adanya debris pada permukaan gigi tersebut 2 = Debris lunak menutupi lebih dari 1/3
permukaan gigi.
3 = Debris lunak menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi
Calculus Index (CI) :
6/V 1/I 6/V 6/V 1/I 6/V
OHIS = DI + CI 6 6
Kriteria nilai OHI-S: 0 – 1,2 : baik 1,3 – 3,0 : sedang 3,1 – 6,0 : buruk
bukal bukal labial
bukal bukal labial
Penilaian Calculus Index:
1 = Tidak ada kalkulus
2 = Kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 1/3 permukaan gigi tetapi tidak lebih dari 2/3 permukaan gigi dan/atau terdapat sedikit kalkulus supragingiva 3 = Kalkulus supragingiva menutupi lebih
dari 2/3 permukaan gigi dan/atau kalkulus subgingiva yang menutupi atau melingkari servikal gigi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan merupakan penelitian analitik observasional potong lintang (cross sectional study)
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat : Poli Klinik Anak, Subspesialis Alergi dan Imunologi Lt 5, RSCM
Jl. Diponegoro No.17
Jakarta Pusat
Laboratorium Mikrobiologi Klinik
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia (FKUI) Jl. Pegangsaan Timur No.16
Jakarta Pusat
Waktu : Mei 2014
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah pasien anak dengan HIV yang berobat jalan ke Poli Anak RSCM. Diagnosis HIV ditetapkan oleh Divisi Alergi dan Imunologi, Departemen Kesehatan Anak.
4.3.2 Sampel Penelitian
Sampel pada penelitian yaitu kumuran rongga mulut (oral rinse) pasien anak terinfeksi HIV di Poli Anak RSCM yang memenuhi kriteria inklusi. Sampel diambil secara consecutive sampling dari setiap subjek penelitian yang memenuhi inklusi dalam kurun waktu tertentu, hingga jumlah subjek yang diperlukan memenuhi syarat jumlah minimal sampel.
4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.4.1 Kriterian Inklusi
Pasien anak terinfeksi HIV yang mendapat persetujuan dari orang tua/ walinya untuk menjadi subjek penelitian dan menandatangani lembar informed consent.
Pria dan wanita Dapat berkumur
Komunikatif dan kooperatif 4.4.2 Kriterian Eksklusi
Dalam perawatan malnutrisi
Sedang mengkonsumsi antijamur dalam 1 minggu terakhir Sedang dalam masa kritis (sepsis)
Mengidap penyakit lain yang tidak terkait HIV Sedang menggunakan obat kumur antiseptik 4.5 Besar Sampel
Jumlah sampel dihitung dengan menggunakan rumus sampel tunggal untuk estimasi proporsi suatu populasi dengan menggunakan ketepatan absolut
Keterangan : N = Besar sampel
Zα = Deviat baku alpha. Peneliti menetapkan tingkat kepercayaan 95%, maka, α = 5 % dan Zα = 1,96
P = Proporsi kategori ditentukan 0,1 N = (1,96)2 x 0,1 x 0,9
(0,1)2
= 35
N = (Zα)2 PQ d2
Q = 1-P
d = Presisi. Peneliti menetapkan presisi 10%
Besar sampel pada penelitian ini ditetapkan 35 orang 4.6 Alat dan Bahan
Kaca mulut, sonde, pinset sekali pakai Sarung tangan dan masker
Kontainer saliva steril
Cooler box pembawa sampel kumuran rongga mulut Vortex mixer
Sentrifus Cawan Petri Gelas objek
Tip kuning dan tip biru Mikro pipet
Inkubator Timer Batang gelas Bunsen
Gentian violet, safranin, alkohol, dan lugol untuk pewarnaan Gram Mikroskop
Colony counter
Phosphate buffered saline (PBS) CHROMagar
Tabung falcon Biosafety cabinet
a. b.
c. d.
Gambar 4.1 (a)Vortex, (b)Sentrifus, (c)Biosafety cabinet, (d)Inkubator 4.7 Cara Kerja
4.7.1 Informed Consent
Setelah informasi mengenai penelitian yang akan dilakukan disampaikan kepada orang tua/wali subjek penelitian, apabila bersedia turut dalam penelitian maka orang tua/ wali subjek penelitian menandatangani lembar persetujuan penelitian (informed consent).
4.7.2 Data Demografi
Data demografi subjek penelitian seperti jenis kelamin dan tanggal lahir diperoleh dari rekam medis RSCM subjek penelitian.
4.7.3 Data Riwayat Medis
Data pasien berupa nilai CD4+, kadar Hb, dan pemakaian antibiotik yang diperoleh dari status rekam medis RSCM dari subjek penelitian.
4.7.4 Penerapan Universal Precaution
Seluruh teknik kerja pada penelitian ini menerapkan kontrol infeksi dan keselamatan kerja selama penelitian sesuai dengan universal precaution, yaitu menggunakan peralatan proteksi personal (personal protective equipment), yaitu sarung tangan dan masker, menjaga kebersihan tangan, pembuangan sampah medik (alat-alat sekali pakai dan bahan-bahan yang terkontaminasi saliva subjek penelitian) sesuai prosedur standar di RSCM dan penerapan prosedur keselamatan kerja di laboratorium sesuai standar di Laboratorium Mikrobiologi Klinik Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia
4.7.5 Pengambilan Spesimen dengan Teknik Oral Rinse
Subjek diinstruksikan untuk berkumur dengan larutan Phosphate Buffer
Steril (PBS) 1M, 7,2 pH sebanyak 10 ml selama 30 detik, kemudian hasil
kumuran ditampung dalam kontainer steril dan langsung ditutup rapat.(53, 54) Kemudian sampel kumuran rongga mulut dibawa ke laboratorium Mikrobiologi FK UI untuk dilakukan kultur.
4.7.6 Kultur Sampel Kumuran Rongga Mulut dan Perhitungan Koloni
Candida sp.
Sampel kumuran rongga mulut dicampur sampai homogen sebelum
plating.(54) Sampel disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit.
Kemudian supernatan dibuang dan endapan yang dihasilkan diambil untuk dibuat suspensi dengan 1ml larutan PBS dan divorteks selama 1 menit. Kemudian suspensi yang dihasilkan diambil menggunakan mikropipet steril sebanyak 100µl dan ditanam pada media CHROMagar, diinkubasi pada suhu 37oC selama 48jam. Koloni yang dihasilkan kemudian dikonfirmasi dengan pewarnaan Gram dan diperiksa di bawah mikroskop untuk melihat adanya sel ragi dan hifa. Selanjutnya dilakukan perhitungan koloni Candida sp. dengan satuan colony forming unit per
ml (CFU/ml).(53) Penanaman Candida sp. dilakukan di dalam biosafety cabinet untuk mencegah kontaminasi mikroorganisme lain.
4.7.7 Pencatatan Data dan Analisis Statistik
Pengolahan data dilakukan dengan piranti lunak statistik SPSS 17.0. Data karakteristik populasi dianalisis menggunakan statistik deskriptif. Kemudian dilakukan analisis bivariat dengan uji Mann-Whitney untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan tergantung, t-test digunakan untuk analisis data kontinu apabila sebaran data normal. Sedangkan bila sebaran data tidak normal dilakukan tes nonparametrik yang sesuai. Batas kemaknaan pada penelitan ini adalah sebesar 5% dengan ketentuan bermakna bila nilai p ≤ 0.05 dan tidak bermakna bila nilai p> 0.05
4.8 Etika Penelitian
Permohonan ijin etika penelitian (ethical clearance) diajukan kepada komisi etik penelitian FKUI/RSCM. Subjek dan orang tua/wali dimotivasi untuk ikut penelitian secara sukarela, diberikan penjelasan tujuan, manfaat dan ketidaknyamanan yang mungkin akan dirasakan. Segala tindakan pemeriksaan yang akan dilakukan dijelaskan terlebih dahulu kepada subjek penelitian dan orang tua/wali melalui lembar informasi penelitian (lampiran 1). Apabila bersedia turut dalam penelitian, orang tua/ wali subjek penelitian menandatangai lembar persetujuan penelitian tanpa paksaan (lampiran 2).
4.9 Alur Penelitian
Pasien anak terinfeksi HIV
Kriteria inklusi
Inform consent Pengisian data demografi, riwayat medis dan obat-obatan
Pengambilan sampel dengan teknik oral rinse
Biakan
Hitung koloni Candida sp. dan identifikasi Kriteria eksklusi
BAB 5
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei 2014. Pengambilan sampel dan pengambilan data medis pasien dilakukan pada setiap Selasa dan Jumat di Divisi Alergi Imunologi, Poli Anak, RSCM, Jakarta. Pemeriksaan laboratorium dilakukan setelah pengambilan sampel dan perhitungan jumlah koloni Candida
sp. dilakukan 48 jam setelah kultur sampel di Laboratorim Mikrobiologi Klinik,
FKUI. Subjek penelitian yang diperoleh berjumlah 35 orang, terdiri dari pasien anak yang terinfeksi HIV yang memenuhi kriteria inklusi. Tidak dijumpai manifestasi klinis kandidiasis oral pada seluruh subjek penelitian. Dari 35 subjek terdapat 34 subjek yang telah diterapi dengan HAART dan 1 orang yang belum mendapatkan HAART
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Pada tabel 5.1 dapat dilihat distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, terapi HAART, penggunaan antibiotik, kadar hemoglobin (Hb), jumlah CD4+, serta kebersihan rongga mulut.
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi subjek penelitian berdasarkan karakteristik jenis kelamin, usia, terapi HAART, penggunaan antibiotik, kadar Hb, jumlah CD4+, serta kebersihan rongga mulut (N=35)
Karaktestik demografi Jumlah Persentase
Jenis kelamin
Perempuan 19 54,3
Laki-laki 16 45,7
Usia Median (min-max) 8 (5-14)
Penggunaan antibiotik
Tidak mengkonsumsi antibiotik 30 85,7
Kadar Hemoglobin (Hb) Normal 29 82,9 Di bawah normal 6 17,1 Jumlah CD4+ Di bawah normal 6 17,1 Normal 25 71,4 Di atas normal 4 11,4
Kebersihan rongga mulut
Baik 25 71,4
Sedang 10 28,6
5.2 Distribusi Frekuensi Spesies Candida albicans dan C. non-albicans
Pada penelitian ini digunakan media CHROMagar yang menghasilkan intensitas warna yang berbeda-beda sesuai dengan spesies Candida. Dari 35 spesimen yang diambil dan dibiakkan pada media CHROMagar, 8 di antaranya tidak tumbuh. Tabel 5.2.1 memperlihatkan distribusi frekuensi subjek berdasarkan temuan spesies Candida atas dasar interpretasi warna koloni di CHROMagar Tabel 5.2.1 Tabel distribusi frekuesnsi subjek penelitian berdasarkan warna koloni pada CHROMagar dan spesies Candida (N=35)
Warna pada CHROMagar
Spesies Candida Jumlah
Tidak tumbuh 8
Hijau C. albicans 15
Hijau dan putih C. albicans dan C. Parapsilosis 1
Hijau, putih, dan hijau tua
C. albicans, C. parapsilosis, dan C. Dubliniensis
1
Hijau dan ungu C. albicans dan C. Glabrata 3
Hijau, ungu, dan biru C. albicans, C. glabrata, dan C. Tropicalis 1
Hijau, ungu, dan putih C. albicans, C. glabrata dan C. parapsilosis 1
Merah jambu C. krusei 3
Putih C. parapsilosis 1
Kemudian dari 27 spesimen yang tumbuh, didapat 38 isolat Candida sp.. Distribusi masing-masing spesies Candida dapat dilihat pada tabel 5.2.2
Tabel 5.2.2 Tabel distribusi spesies Candida (N=38)
Spesies Candida Jumlah
C. albicans 22 C. non-albicans 16 C. glabrata 6 C. parapsilosis 4 C. krusei 4 C. tropicalis 1 C. dubliniensis 1
5.3 Jumlah Koloni Candida sp. pada Medium CHROMagar
Pada penelitian ini, perhitungan koloni Candida sp.yang tumbuh pada medium CHROMagar dilakukan setelah diinkubasi selama 48 jam. Jumlah koloni
Candida sp. dengan satuan Colony Forming Unit per ml (CFU/ml). Hasil ini
kemudian dicatat pada lembar pemeriksaan pasien. Hasil uji normalitas Shapiro-Smirnov pada sebaran data jumlah koloni Candida sp. didapat p= 0,000. Karena didapatkan nilai p < 0,05, maka distribusi data jumlah jumlah koloni Candida sp. tidak normal.
Tabel 5.3 Sebaran data jumlah koloni Candida sp.
N Median Minimal Maksimal Jumlah koloni
Candida sp.
Gambar 5.1 Koloni Candida sp. yang tumbuh pada media CHROMagar setelah inkubasi 48 jam
Gambar 5.2 Sel ragi dan pseudohifa pada Candida sp. pada pewarnaan Gram
5.4 Hubungan antara Jumlah Koloni Candida sp. dengan Jumlah CD4+ Dengan sebaran data jumlah koloni Candida sp. yang tidak normal maka analisis kedua variabel tersebut dilakukan dengan uji korelasi non parametrik Kruskal-Walls yang dapat dilihat pada tabel 5.3
Tabel 5.4.1 Hasil analisis Kruskal-Walls terhadap jumlah koloni Candida sp. dengan jumlah CD4+
Jumlah CD4+ n Jumlah koloni Candida sp. Median (minimun-maximum)
p
Di bawah normal 6 1315 (30-2100) 0,041
Nomal 25 30 (0-1020)
Di atas normal 4 50 (0-500)
Analisis hubungan terhadap kedua variabel tersebut didapat nilai signifikansi p<0,05. Oleh karena itu disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara jumlah koloni Candida sp. dengan jumlah CD4+ pada seluruh subjek penelitian. Selanjutnya untuk mengetahui kelompok jumlah CD4+ mana yang memiliki hubungan, analisis statistik dilanjutkan dengan uji analisis Post hoc yang dapat dilihat pada tabel 5.4.2.
Tabel 5.4.2 Uji analisis Post Hoc terhadap jumlah CD4+
p
Normal vs di bawah normal 0,012
Normal vs di atas normal 0,749
Di bawah normal vs di atas normal 0,087
Dari tabel 5.4.2 dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara jumlah CD4+ kategori normal versus di bawah normal terhadap jumlah koloni Candida sp pada subjek penelitian (p<0,05). Sedangkan pada kategori normal versus di atas normal dan kategori di bawah normal dan di atas normal
tidak menunjukkan hubungan bermakna terhadap kolonisasi Candida sp pada subjek penelitian (p>0,05).
5.5 Hubungan antara Jumlah Koloni Candida sp. dengan Pemakaian Antibiotik, Kadar Hb, dan Kebersihan Rongga Mulut
Tabel tabulasi silang antara jumlah koloni Candida sp. dengan pemakaian antibiotik, kadar Hb, dan kebersihan rongga mulut terlihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Hasil analisis Mann-Whitney terhadap jumlah koloni Candida sp. dengan pemakaian antibiotik, kadar Hb, dan kebersihan rongga mulut
n Jumlah koloni Candida sp.
Median (minimun-maximum)
p
Pemakaian antibiotik
Tidak mengkonsumsi antibiotik 30 35 (0-2100) 0,083 Mengkonsumsi antibiotik 5 720 (20-2030)
Kadar Hb
Normal 29 50 (0-2100) 0,537
Di bawah normal 6 435 (0-2030)
Kebersihan rongga mulut
Baik 25 50 (0-2100) 0,797
Sedang 10 35 (0-840)
Analisis hubungan terhadap ketiga variabel tersebut dilakukan dengan uji non parametrik Mann-Whitney dan didapat nilai p semuanya adalah >0,05. Oleh karena itu disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah koloni
Candida sp. dengan pemakaian antibiotik, kadar Hb, dan kebersihan rongga mulut
5.6 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian menurut Jumlah CD4+ dengan Pemakaian Antibiotik, Kadar Hb, dan Kebersihan Rongga Mulut
Pada tabel 5.6 dapat dilihat tabel tabulasi silang jumlah CD4+ dengan pemakaian antibiotik, kadar Hb, dan kebersihan rongga mulut.
Tabel 5.6 Tabel tabulasi silang jumlah CD4+ dengan pemakaian antibiotik, kadar Hb, dan kebersihan rongga mulut
Jumlah CD4+
Di bawah normal
Normal Di atas normal Pemakaian antibiotik Tidak mengkonsumsi
antibiotik 2 24 4 Mengkonsumsi antibiotik 4 1 0 Kadar Hb Normal 3 23 3 Di bawah normal 3 2 1 Kebersihan rongga mulut Baik 5 18 2 Sedang 1 7 2
BAB 6 PEMBAHASAN
Candida merupakan bagian dari flora normal pada mayoritas individu. Awal kolonisasi Candida sp. terjadi pada saat bayi, yaitu melalui paparan dengan
Candida sp. yang terdapat pada vagina ibunya sebagai flora normal pada saat
proses kelahiran.(4) Penelitian oleh Pongsiriwet pada anak terinfeksi HIV di Thailand Utara, kolonisasi Candida sp. terdapat pada 70% subjek penelitian.(55) Pada penelitian oleh Pohan (2005) terhadap pasien dewasa yang terinfeksi HIV di RSCM, kolonisasi Candida sp. terdapat pada 73,4% subjek penelitian.(46) Sedangkan pada penelitian ini, Candida sp. pada rongga mulut ditemukan pada 27 sampel (77,1%) subjek. Dalam literatur disebutkan kandungan Candida sp. pada rongga mulut berkisar antara 17% hingga 75%, tergantung dari usia dan tingkat kesehatan populasi penelitian.(4) Maka kolonisasi Candida sp. penelitian ini lebih besar dari pada dua penelitian sebelumnya dan juga persentase yang disebutkan dalam literatur.
Terdapat berbagai teknik isolasi Candida sp. dari rongga mulut, antara lain
oral smear, oral swab, imprint culture, salivary sampel, consentrated saliva rinse (oral rinse), dan biopsi mukosa. Pemilihan teknik ini tergantung dari kondisi
subjek penelitian. Pada kasus tidak ada atau tidak jelasnya lesi dan pada akses lesi yang sukar dijangkau, pengambilan sampel dapat dilakukan dengan pengumpulan spesimen saliva atau dengan oral rinse.(41) Maka pada penelitian ini, pemilihan teknik oral rinse sebagai teknik isolasi Candida sp. pada rongga mulut dianggap paling sesuai oleh karena seluruh subjek penelitian tidak memiliki lesi kandidiasis oral. Dengan teknik ini juga diharapkan dapat mewakili jumlah koloni Candida
sp. keseluruhan di dalam rongga mulut.
CHROMagar merupakan medium identifikasi spesies Candida berdasarakan tampilan warna yang dihasilkan.(41) Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ozcelik (2006), spesifisitas dan sensitivitas CHROMagar dalam mengidentifikasi C. albicans, C. tropicalis, dan C. krusei mencapai 100%, sedangkan untuk C. glabrata dan C. parapsilosis sebesar 99%.(48) Pada penelitian oleh Odds dan Bernaerts (1994) didapatkan hasil spesifisitas dan
sensivitas untuk C. albicans sebesar 100%, sedangkan C. tropicalis, dan C. krusei sebesar 99%.(56) Namun pada literatur lain menyebutkan spesifisitas dari identifikasi spesies Candida melalui CHROMagar sebesar 95%. Hal ini disebabkan karena timbulnya kesulitan dalam membedakan C. albicans dan C.
dubliniesis. Candida albicans dan C .dubliniensis sama-sama memiliki waran
hijau, namun pada C. dubliniensis memiliki warna hijau yang lebih gelap dibandingkan dengan C. albicans. Sehingga untuk memastikan identifikasi dari kedua spesies ini terkadang harus dilakukan kultur ulang dengan suhu 45oC untuk membedakannya.(41) Saat ini berkembang metode identifikasi spesies Candida melalui teknik biokimia, serologi, maupun molekular yang memiliki sensitifitas dan spesifitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan CHROMagar.(41) Pada penelitian tidak dilakukan identifikasi lanjut dan hanya menggunakan CHROMagar oleh karena tidak merupakan tujuan penelitian.
Pada penelitian ini spesies Candida yang paling banyak ditemukan yaitu
C. albicans. Hal ini sesuai dengan literatur dan beberapa penelitian yang
dilakukan pada pasien anak terinfeksi HIV.(2, 4, 55, 57)
Menurut literatur, isolat C. albicans pada rongga mulut berkisar antara 60% hingga 80%.(4, 6) Pada penelitian Pongsiriwet dkk. terhadap anak terinfeksi HIV di Thailand menunjukkan C. albicans sebanyak 92,8%, disusul C. glabrata dan C. krusei.(55) Penelitian oleh Pomarico dkk. terhadap anak terinfeksi HIV, dijumpai C. albicans sebanyak 94%, disusul oleh C. guilliermondii 23%, C.
tropicalis 17%, C. lusitaniae 8%, C. parapsilosis 6%, C. krusei 2%, C. dubliniensis 2%, dan C. glabrata 2%.(2) Bila dibandingkan dengan dua penelitian
tersebut, ratio isolat C. albicans dan C. non-albicans pada penelitian ini adalah 22:16 (57,9%:42,1%). Hasil tersebut memperlihatkan C. albicans lebih sedikit daripada dua penelitian sebelumnya, sehingga terdapat kemungkinan adanya peningkatan kolonisasi C. non-albicans pada subjek penelitian. Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan peningkatan C. non-albicans pada rongga mulut subjek penelitian ini antara lain, penurunan imunitas akibat kondisi HIV, penggunaan antibiotik luas,(4) dan riwayat penggunaan obat anti jamur dalam jangka waktu panjang.(3) Peningkatan koloni C. non-albicans perlu mendapatkan perhatian