• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKULTURASI BUDAYA CINA PADA BANGUNAN MASJID CHENG HOO DAN PERAYAAN HARI RAYA CINA DI KEHIDUPAN JEMAAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKULTURASI BUDAYA CINA PADA BANGUNAN MASJID CHENG HOO DAN PERAYAAN HARI RAYA CINA DI KEHIDUPAN JEMAAT"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

AKULTURASI BUDAYA CINA PADA BANGUNAN MASJID

CHENG HOO DAN PERAYAAN HARI RAYA CINA DI

KEHIDUPAN JEMAAT

Audilia Stefani, Erwin, Cendrawaty Tjong

Binus University, JL. Kemanggisan Ilir III/45, Palmerah, Jakarta Barat, 021-53276730

odilmuth@yahoo.com.au; erwin89indo@yahoo.com; cencen_zzz@yahoo.com

ABSTRACT

Indonesia is a country that have many varieties of religion. One of those most known religion is Moslem.Muhammad Cheng Ho was one of the famous people who promulgated moslem for Indonesian chinese people, especially in Surabaya. In his journey in East-Asian, Muhammad Cheng Ho not only do the trading but also establishing friendship. To commemorate Cheng Ho's merit, Chinese Surabaya people built a mosque with some shade of chinese characteristic. This Muhammad Cheng Ho's mosque is an acculturation mosque which come from many different culture, these can be seen from its building and chinese festivies. We can see that chinese moslem didn't erase their identify as a chinese . These was our focus in this thesis. Our objective was to know the acculturation in Muhammad Cheng Ho's mosque. To support this research, we use qualitative method as our method research. Contents of this thesis will be divided by 5 parts. First part was the preface, second was theortical basis, third was research method, forth was the building analysis and Chinese's festivities in Muhammad Cheng Ho's mosque, the last was the conclusion.

Keywords: Surabaya, Muhammad Cheng Ho's mosque, Architecture, Festival, Culture acculturation

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam agama. Salah satu agama yang paling banyak dianut adalah agama Islam. Muhammad Cheng Hoo adalah salah satu tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam untuk warga Tionghoa di Indonesia, terutama Surabaya. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara Muhammad Cheng Hoo bukan hanya berdagang tetapi juga menjalin persahabatan. Maka untuk mengenang jasa-jasa Muhamaad Cheng Hoo, warga Tionghoa Surabaya, membangun sebuah masjid bernuansa Tionghoa. Masjid Muhammad Cheng Hoo adalah masjid yang memiliki akulturasi dari berbagai kebudayaan, hal ini terlihat jelas pada akulturasi budaya pada bangunan dan perayaan hari besar Cina yang masih dirayakan, disini dapat dilihat bahwa Muslim Tionghoa tidak menghilangkan identitasnya sebagai orang Tionghoa. itulah yang menjadi fokus dalam penelitian kami. Tujuan dari penelitian ini adalah kami ingin mengetahui akulturasi yang ada di masjid Muhammad Cheng Hoo. Untuk mendukung proses penelitian ini, kami menggunakan metode kualitatif sebagai metode penelitian. Isi skripsi ini dibagi menjadi 3 bagian, bab pertama berisi pendahuluan, bab 2 berisi landasan teori, bab 3 berisi metode penelitian, bab 4 berisi tentang analisis bangunan dan perayaan hari besar Cina di Masjid Muhammad Cheng Hoo, dan bab 5 berisi tentang kesimpulan. Kata Kunci : Surabaya, Masjid Muhammad Cheng Hoo, Bangunan , Hari Raya, Akulturasi Budaya

(2)

PENDAHULUAN

Kebudayaan merupakan wujud ideal yang bersifat abstrak dan tidak dapat diraba yang ada di dalam pikiran manusia yang berupa gagasan, ide, norma, keyakinan dan lain sebagainya. Dalam setiap kebudayaan terdapat unsur-unsur yang dimiliki kebudayaan lain. Salah satunya adalah Masjid Muhammad Cheng Hoo-Surabaya, yang merupakan Masjid bernuansa Tionghoa yang berlokasi di jalan Gading, ketabang, genteng, Surabaya atau 1.000 m utara Gedung Balaikota Surabaya. Masjid Muhammad Cheng Hoo adalah masjid yang memiliki percampuran budaya Cina, Jawa, dan Arab. Tokoh yang memiliki andil penting dalam sejarah Masjid Muhammad Cheng Hoo adalah Muhammad Cheng hoo, (1371-1433). Muhammad Cheng Hoo merupakan salah satu orang Tionghoa yang pada saat itu mempunyai peran penting masuknya Islam di Indonesia, terutama di Surabaya. Makna dari perpaduan unsur yang berbeda tersebut menunjukkan adanya perpaduan kebudayaan Tionghoa di Masjid Muhammad Cheng Hoo. Hal ini membuat penulis tertarik untuk meneliti tentang bagaimana kebudayaan Tionghoa yang mayoritas memeluk agama Buddha dapat berjalan seiringan dengan agama Islam yang identik dengan kebudayaan Arab atau Timur Tengah. Disamping itu juga penulis ingin mengetahui apakah orang Muslim Tionghoa di Masjid Muhammad Cheng Hoo masih merayakan perayaan hari besar Cina atau tidak.

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dan studi pustaka. Studi Pustaka yang kami lakukan adalah dengan mencari sumber yang dapat menunjang skripsi kami. Dimana metode yang digunakan untuk mengumpulkan data kami, dengan cara menggunakan teknik wawancara langsung kepada informan-informan yang dapat memberikan informasi yang kami butuhkan. Informan yang kami wawancarai antara lain adalah : PITI (Persatuan Imam Tauhid Indonesia), DPD (Dewan Pimpinan Daerah), Yayasan Masjid Muhammad Cheng Hoo dan Ta’mir Muhammad Cheng Hoo. Untuk menunjang proses penelitian ini, kami menggunakan beberapa instrument : 1. Kamera yang digunakan untuk mengambil data berupa foto, 2. Alat recorder yang digunakan untuk merecord wawancara, 3. Alat tulis dan buku yang digunakan untuk mencatat.

HASIL DAN BAHASAN

Berikut ini adalah hasil pembahasan dari penelitian kami yang berjudul Akulturasi Budaya Cina Pada Bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo dan Perayaan Hari Besar Cina Di kehidupan Jemaat.

1. Sejarah Masuknya Islam 1.1 Masuknya Islam ke Cina

Masuknya Islam ke Cina pertama kali dilakukan pada masa Dinasti Tang pada abad ke-7 oleh para pedagang Muslim Arab dan Persia dengan menempuh jalur Sutra dan jalur Keramik. Bangkitnya peradaban Islam terkait erat dengan pengaruh kuat dari para pedagang Arab, yang terlibat dalam perdagangan rempah-rempah. Jalur Sutra tumbuh dan berkembang selama lebih dari seribu tujuh ratus tahun dan menjadi jalur kunci seluruh perdagangan kuno dan pertukaran budaya antara Timur dan Barat. Sutra merupakan komoditas terbesar yang diperdagangkan, maka jalur perdagangan yang besar itu lambat laun dinamakan jalur Sutra. Selain Sutra dan daun teh, ekspor Cina yang terpenting adalah benda-benda keramik yang diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Porselen-porselen elegan telah menjadi komoditas ekspor utama di Cina. Maka jalur perdagangan itu lama-lama dinamakan jalur keramik.

1.2 Masuknya Islam ke Indonesia

Penyebaran Islam ke Kepulauan Asia Tenggara dimulai sekitar akhir abad ke-13 dan awal abad ke-14. Penyebarannya itu dilakukan oleh pedagang-pedagang Arab dan Muslim India. Perkembangan Tionghoa Muslim di Indonesia sendiri bermula dari abad 14 (1405) pada saat kedatangan Muhammad Cheng Hoo ke Nusantara. Muhammad Cheng Hoo adalah salah satu orang yang memiliki peran penting dalam menyebarkan agama Islam. Muhammad Cheng Hoo juga memiliki misi membantu mempercepat langkah proses Islamisasi di Kepulauan Asia Tenggara dan mengantar era Islami di Nusantara. Berikut ini adalah data ekspedisi pelayaran Muhammad Cheng Hoo ke berbagai daerah di Asia dan Afrika : Vietnam, Taiwan, Malaka (bagian dari Malaysia),

(3)

Sumatra, Pulau Jawa, Wilayah Selatan India, Persia, Amerika, Sri Lanka, Arab, Teluk Persia, Laut Merah, ke Utara hingga Mesir, Benua Afrika ke Selatan hingga Selat Mozambik.

2 Tokoh Penting Dalam Penyebaran Agama Islam Di Indonesia 2.1 Muhammad Cheng Hoo (郑和)(郑和) (郑和)(郑和)

Salah satu tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam untuk warga Tionghoa di Indonesia adalah Muhammad Cheng Hoo. Nama asli Muhammad Cheng Hoo (1371-1433) adalah Ma He (马和), Ma adalah sebuah marga yang merupakan singkatan nama depan muslim Mamhud atau Muhammad dan He artinya adalah damai. Muhammad Cheng Hoo berasal dari provinsi

Yunnan. Ayah Muhammad Cheng Hoo bernama Ma Hazhi (马哈只) dan ibunya bermarga Wen, yang

lahir pada tahun Hongwu ke-4 (1371-1433M). Ia berasal dari etnis Hui (etnis Cina yang beragama Islam). Sejak usia belia Muhammad Cheng Hoo telah menjadi seorang kasim di kerajaan Dinasti Ming, yang mayoritas beragama Buddha. Berkat kesolehan dan sikap baik sebagai seorang kasim, maka Muhammad Cheng Hoo menjadi orang kepercayaan oleh keluarga Kerajaan. Pada suatu hari Muhammad Cheng Hoo mendapat tugas dari Raja Dinasti Ming untuk ikut menghadiri upacara pembukaan klenteng Buddha. Meski seorang muslim tetapi Cheng Hoo tetap mengikuti upacara tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada umat Buddha, karena kesalehan Muhammad Cheng Hoo, Kepala Biksu Kerajaan memberikan sebuah nama kehormatan Buddha Fuk San (福善) Fuk berarti rejeki dan San memiliki arti berjiwa Sholeh. Lalu karena kekaguman sikap Muhammad Cheng Hoo, saudara-saudara seiman Budha pun ikut memberi julukan, yaitu Fo Fa Chen (佛法僧). Fo berarti orang yang dianggap Nabi, Fa berarti taat terhadap hukum Islam dan Chen berarti puasa.

Muhammad Cheng Hoo juga dikenal dengan sebutan San Bao (三宝) yang memiliki makna :

San artinya tiga, sedangkan Bao artinya pelindung dan pusaka. Menurut Kong Yuanzhi, yang paling

memungkinkan adalah pendapat bahwa San Pao yang bermakna “tiga pusaka” dalam agama Buddha, yaitu Buddha, biksu, dan kitab suci agama Buddha. Kepercayaan yang diberikan Dinasti Ming kepada Muhammad Cheng Hoo membuatnya menjadi seorang Laksamana untuk mengepalai armada kapal yang sangat besar. Pada tahun 1405 Muhammad Cheng Hoo memulai pelayarannya berturut-turut tujuh kali mengarungi samudera Hindia. Muhammad Cheng Hoo dalam pelayarannya juga bersilahturahmi mengunjungi Kerajaan Majapahit untuk menjalin hubungan perdagangan. Saat berlayar barang-barang yang dibawanya adalah kain sutra, keramik, obat-obatan dan teh. Maka dalam sejarah dikenal dengan perdagangan atau perjalanan Sutra. Muhammad Cheng Hoo merupakan salah satu orang Tionghoa yang pada saat itu mempunyai peran penting dalam masuknya agama Islam di Indonesia, terutama di Surabaya. Dalam perjalanannya di kawasan Asia Tenggara, Muhammad Cheng Hoo bukan hanya berdagang dan menjalin persahabatan, tetapi juga menyebarkan agama Islam. Orang-orang Tionghoa yang berasal dari Yunnan pun mulai berdatangan untuk menyebarkan agama islam, terutama di pulau Jawa pada masa Dinasti Ming (1368-1643) abad ke 15.

3 Akulturasi

3.1 Makna Akulturasi

Akulturasi adalah Proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.

Jika melihat di Masjid Muhammad Cheng Hoo, ada beberapa unsur yang telah mengalami akulturasi kebudayaan di dalamnya. Salah satu aspek yang mengalami akulturasi kebudayaan adalah pada bangunan Masjid, yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu : bagian Eksterior, Interior dan Dekorasi. Tidak hanya itu akulturasi juga terjadi pada perayaan hari besar Cina di dalam kehidupan jemaat nya, terutama Muslim Tionghoa. Agar penelitian ini tidak meluas, kami memfokuskan pada 5 perayaan besar, perayaan hari besar Cina tersebut terdiri dari Chun Jie (春节), Yuan Xiao Jie (元宵节), Qing

(4)

3.2 Bagian Eksterior Bangunan

Gambar 1. Bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo Gambar 2. Tulisan Arab

Dari gambar terlihat jelas, bahwa warna yang mendominasi bangunan tersebut adalah warna merah. Dalam kebudayaan tradisional Cina, tembok kelenteng pun menggunakan warna merah, untuk mewakili kebahagiaan dan keberuntungan. Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap pendeta Hasan, yang merupakan pemimpin muslim di Mesjid Cheng Hoo Surabaya, penulis mendapatkan informasi bahwa bentuk pagoda ini diperoleh dari pencontohan terhadap Masjid yang ada di Niu Jie (牛街). Selain itu, pagoda memiliki 8 bidang, yang mengandung makna Ba Gua(八卦), yang berarti keberuntungan yang didapat oleh para umat.

Lalu bagian atap pada Masjid Muhammad Cheng Hoo memiliki tipe bangunan Xuan Shan

Ding (悬山顶) yang hirarkinya paling rendah, akan tetapi di Cina, pada umunya tempat ibadah

biasanya menggunakan Wu Dian Ding (庑殿顶), yang hirarkinya paling tinggi. Pada dasarnya Xuan

Shan Ding (悬山顶) adalah rumah rakyat, kemudian warna atap pada Masjid Muhammad Cheng Hoo

adalah hijau, yang biasanya digunakan untuk rakyat biasa. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Masjid Muhammad Cheng Hoo merupakan tempat ibadah, dimana rakyat biasa atau siapa pun dapat melakukan ritual ibadahnya di Masjid Muhammad Cheng Hoo.

Kemudian pada dinding tembok Masjid Muhammad Cheng Hoo pada gambar 2 terlihat adanya tulisan Arab yang berbunyi “BISMILLAA HIR ROHMAANIRROHIM”, yang artinya “DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG”.

3.3 Bagian Interior Dan Dekorasi Bangunan

(5)

Gambar 5. Langit-Langit Pagoda Gambar 6. Relief dan Perahu

Tidak hanya bagian eksterior, tetapi bagian interior bangunan Masid ini juga mengalami akulturasi, jika kita melihat gambar 3, bahwa anak tangga di dalam memiliki 5 anak tangga, yang memiliki 5 Rukun Islam, ini mengandung makna wu gong (lima kemampuan, keahlian) dalam agama Islam, disebut juga dengan wu xiang shan xing (lima jenis perilaku baik):

1. Nian gong (念功) atau kemampuan membaca : dalam seumur hidupnya, sang penganut harus

benar-benar mengerti “banyak barang yang bukanlah kita pemiliknya, hanya Allah Muhammad yang merupakan utusan Tuhan” sebagai dasar dalam membaca petunjuk yang ada dalam kitab Al’Quran.

2. Bai gong (拜功) atau kemampuan bersembahyang/sholat) : penganut harus melakukan ritual

sembahyang lima kali dalam sehari, masing-masing pada saat chén (辰 subuh), shǎng (晌 tengah hari), bū (哺 pkl.15.00-Pkl.17.00), hūn (昏 senja), xiāo (宵 malam). Termasuk bersujud, berdiri, membungkukkan badan (member hormat), mulut membaca pernyataan iman dan bagian dari kitab Al’Quran, berdoa dengan muka menghadap Mekkah Ka’bah. Setiap hari jum’at dan hari besar, muslim harus berkumbul di Mesjid melakukan sembahyang/sholat bersama-sama, untuk mengenang Allah (Yang Esa).

3. Ke gong (课功), disebut juga dengan Ke shui (课税): umat muslim seharusnya dermawan

dan murah hati, setiap tahun menyumbangkan 1/40 dari zakat kekayaannya, untuk dijadikan sebagai bentuk pengabdian terhadap masyarakat/lingkungan.

4. Zhai gong (斋功) : pada bulan Ramadhan, umat muslim harus melaksanakan puasa pada saat

sebelum matahari terbit dan sesudah matahari tenggelam.

5. Chao gong (朝功): jika memungkinkan, sekali dalam seumur hidupnya umat muslim harus

berziarah ke Mekkah Ka’bah.

Pada gambar 4 memiliki 6 anak tangga yang artinya 6 Rukun Iman. Enam kepercayan ini adalah enam kepercayaan dasar dalam agama Islam, juga disebut dengan liu da xin tiao (enam kepercayaan). Ini adalah enam kepercayaan penganut agama Islam, yaitu : percaya Allah, percaya malaikat, percaya Nabi Muhammad sebagai utusan Allah, percaya Al-Quran, percaya kiamat, dan percaya takdir.

Pada bagian Dekorasi, terlihat di gambar 5 terdapat ukiran Arab yang menuliskan 20 sifat Allah, yang di setiap kata memiliki arti tersendiri, kemudian langit-langit tersebut dikombinasikan dengan Pat Kwa yang merupakan kebudayaan dari Cina, di satu sisi memiliki arti yang menceritakan asal usul Rasulullah SAW.

Kemudian di sisi Utara terdapat relief Laksamana Muhammad Cheng Hoo bersama armada kapal yang digunakan beliau mengarungi Samudera Hindia. Relief ini memiliki pesan kepada Muslim Tionghoa di Indonesia agar tidak risih dan sombong sebagai orang Islam, karena 600 tahun yang lalu sudah ada etnis Tionghoa yang menyebarkan agama Islam, yaitu Muhammad Cheng Hoo.

Pada perayaan hari besar Cina yang dijalankan oleh Muslim Tionghoa pun mengalami akulturasi budaya, perayaan itu seperti : Chun Jie (春节) yang dikenal dengan Imlek, Cap Go Meh (元宵节), Sembayang Kubur (清明节) , Perayaan Peh Cun(端午节)dan Perayaan Kue Bulan (中秋节). Adanya akulturasi pada perayaan tersebut, membuktikan bahwa Muslim Tionghoa tidaklah

(6)

meninggalkan identitas mereka sebagai orang Tionghoa, mereka tidak melupakan tradisi-tradisi dalam kebudayaan Cina.

Untuk lebih jelas mari kita lihat table dibawah ini, dimana penulis telah melakukan wawancara kepada 45 responden untuk pengambilan data, berikut hasil table nya :

Tabel 1.Akulturasi Pada Perayaan Hari Besar Cina Perayaan

Hari Besar

Cina

Informan Akulturasi Di Kehidupan

Jemaat

Mengikuti Tidak Mengikuti

春节 春节 春节

春节 45 - 1.Makan Ketupat

2 Baju Kokoh (pria)

3.Memakai Kerudung (Wanita) 元宵节

元宵节元宵节

元宵节 10 35 1.Makan Lontong Cap Go meh

清明节 清明节清明节

清明节 30 15 1. Berdoa Menurut Ajaran Islam

2. Membersihkan Kuburan

端午节 端午节端午节 端午节

22 23 1.Makan bakcang isi daging ayam atau vegetarian

中秋节 中秋节中秋节

中秋节 20 25 1.Makan kue-kue bulan yang berlabel “HALAL”

(7)

SIMPULAN DAN SARAN

Akulturasi yang memiliki unsur Arab yang terdapat di dalam Masjid tersebut : lafas ALLAH pada atas pagoda, warna yang mendominasi Masjid Muhammad Cheng Hoo adalah warna merah yang melambangkan kebahagiaan dan keberuntungan, kemudian terdapat huruf Arab yang terdapat pada dinding tembok Masjid, adanya bedug yang digunakan sebagai pengingat Sholat, langit-langit pagoda yang menuliskan 20 sifat ALLAH. Kemudian jika melihat dari bangunan Cina, biasanya terdapat simbol berupa binatang, dikarenakan menurut ajaran Islam tidak diperbolehkan menyembah barang berhala, kecuali ALLAH. Peoples dan Baileys menjelaskan tradisi ini: Al-Quran melarang penggunaan gambaran manusia yang dianggap sebagai pemberhalaan. Sehingga umat Muslim banyak yang mengartikan hal ini juga termasuk semua gambar dari manusia, kesenian Islam sama sekali tanpa gambaran naturalistic, lebih terfokus pada design geometris atau linear.

Lalu perayaan hari besar Cina, yang terdiri dari Chun Jie(春节), Yuan Xiao Jie(元宵 节), Duan Wu Jie(端午节), Zhong Qiu Jie(中秋节), dan Qing Ming Jie(清明节).Dari hasil wawancara yang kami ambil semua responden merayakan Chun Jie, karena mereka ingin menjaga hubungan baik anatar sanak saudara, sebagai tempat berkumpul untuk bersilahturahmi.Yuan Xiao Jie, sebagian tidak merayakan karena faktor lingkungan yang tidak mendukung, dapat dilihat dari sarana dan prasarana yang kurang memadai, seperti tidak adanya lampion-lampion sebagai objek dalam perayaan tersebut, lalu Duan Wu Jie, bagi yang merayakan perayaan ini tidak memakan bacang yang mengandung babi, karena menurut ajaran Islam dilarang untuk memakan makanan yang mengandung babi, sehingga mereka menggantinya dengan memakan bacang isi ayam atau vegetarian (sayuran), sedangkan sebagian lagi sudah tidak merayakan Duan Wu Jie, karena ditinjau dari sibuknya aktivitas yang memadati, sehingga tidak ada waktu untuk membeli bacang, bagi mereka perayaan ini tidak terlalu khusus, lalu Zhong Qiu Jie, bagi yang merayakan perayaan ini, biasanya orang Muslim Tionghoa sangat berhati-hati dalam memilih kue bulan, sehingga mereka biasanya membeli kue bulan dengan yang berlabeb “Halal”, lalu sebagian tlagi yang idak merayakan menganggap perayaan ini tidak terlalu penting, karena sebagian sudah ada yang menikah dengan orang pribumi, sehingga perayaan ini semakin lama semakin pudar, kemudian Qing Ming Jie sebagian tidak merayakan karena mereka beranggapan jika membersihkan kuburan itu bisa dilakukan kapan pun tanpa harus pada saat Qing Ming Jie.Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Muslim Tionghoa ini, meskipun memeluk agama Islam, mereka tidak menghilangkan identitas diri dan kebudayaan mereka sebagai orang Tionghoa, juga masih menjalankan adat istiadat yang dibawa oleh leluhur mereka.

REFERENSI

冯今源[J]。中国清真寺建筑风格赏析,1991(2):1-10

林义虎。三宝太监郑和七次下面及其他[M]。雅加达:印花作协,2007。 民俗卷。传统节日[M]。北京:海南大学出版社,2001。

(8)

王晓莉。中国少数民族建筑[M]。北京:五洲传播出版社,2007。

Koentjaraningrat. (2009). Pengantar Ilmu Antropologi (edisi revisi). Jakarta : PT. Rineka Cipta. Maulana, Rezza. (2011). Pergulatan Identitas Tionghoa Muslim : Pengalaman Yogyakarta . 26 (1) :121.

Samovar, L.A. & Porter, R.E. (2010).Komunitas Lintas Budaya “Communication Between

Cultures”.(edisi 7).Jakarta : Salemba Humanika.

Setiadi, E.M., Kolip, U. (2011). Pengantar Sosiologi Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan

Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya (catatan ke-1). Jakarta : Prenada Media Group

Suwarno, Jonathan. (2006). Metode penelitian Kuantitatif & Kualitatif. Yogyakarta : Graha Ilmu. Sumalyo, Yulianto. (2006). Arsitektur Mesjid Dan Monumen Sejarah Muslim, UGM : Universitas Gajah Mada.

TanTaSen. (2010). Cheng Hoo Penyebar Islam Ke Nusantara. Jakarta : Kompas. Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo.(2010). Cheng Hoo, halaman 16-19. Yayasan Mesjid Muhammad Cheng Hoo. (2010). Komunitas, hal 3.

Yayasan Haji Muhammad Cheng Hoo. (2007). JUZ’AMMA 4 BAHASA. Surabaya : PT. Tanjungmas Inti.

RIWAYAT PENULIS

Audilia Stefani lahir di kota Bogor pada tanggal 09 Februari 1990. Penulis menamatkan pendidikan SMA di SMA Mardi Yuana pada tahun 2008. Pernah bekerja sebagai guru private mandarin di bimbel “Guang Ming” untuk kelas TK – 6 SD selama 4 bulan.

Erwin lahir di kota Jakarta pada tanggal 09 Maret 1990. Penulis menamatkan pendidikan SMA di Harapan Bangsa pada tahun 2008.

Cendrawaty Tjong lahir di kota Jakarta pada tanggal 05 Mei 1978. Penulis memperoleh gelar S2 tahun 2008 di Universitas Xiamen, China.Penulis saat ini bekerja sebagai dosen pengajaran di Universitas Bina Nusantara, Jakarta dan sebagai dosen pembimbing mahasiswa tingkat prasarjana.

Gambar

Gambar 1. Bangunan Masjid Muhammad Cheng Hoo                     Gambar 2. Tulisan Arab
Tabel 1.Akulturasi Pada Perayaan Hari Besar Cina  Perayaan

Referensi

Dokumen terkait

Tuliskan pengalaman bermain dan beribadah bersama keluarga besarmu. Menggunakan alat pengukur panjang sederhana yang terbuat dari batang korek

Metode penilaian kerusakan pada ruas jalan Palembang – Betung mengacu pada Pavement Condition Index (PCI), Pemeriksaan kerusakan dilakukan secara visual

Penelitian ini bertitik tolak pada permasalahan pokok tentang bagaimana peran instruktur dalam meningkatkan motivasi belajar melalui metode fun learning di Lembaga

PENERAPAN MODEL EXPERIENTIAL LEARNING MELALUI MEDIA AUDIO VISUAL BERBASIS BUDAYA LOKAL DALAM PEMBELAJARAN MENULIS NARASI.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ROM aktif dan variabel yang dipengaruhi adalah pemulihan peristaltik usus pasca operasi sectio caesaria dengan anestesi spinal pada pasien di Bangsal An-Nisaa’ RSU PKU

Hubungan peran orang tua memberikan pendidikan seks pranikah dengan perilaku seks pranikah pada remaja di SMKN 2 Sewon Bantul Distribusi frekuensi peran orang

penataan huruf pada media manual berupa lempeng baja yang timbul atau karet (stempel) yang timbul yang berkenaan dengan tinta dan akan dituangkan ke permukaan kertas..

Berdasarkan data-data yang telah dijelaskan di atas, diskusi ber- sama Observer dan Wali Kelas, dapat disimpulkan bahwa penerapan model problem posing untuk meningkatkan hasil