• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI. untuk mengembangkan konsep dalam melakukan optimasi rule dalam diagnosa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN TEORI. untuk mengembangkan konsep dalam melakukan optimasi rule dalam diagnosa"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

9 BAB II KAJIAN TEORI

Bab II berisi tentang teori dan temuan-temuan yang dapat dijadikan acuan untuk mengembangkan konsep dalam melakukan optimasi rule dalam diagnosa kanker payudara. Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya mengenai kanker payudara, Wisconsin Diagnostic Breast Cancer (WDBC), FCM (Fuzzy C-Means), teori himpunan fuzzy, sistem fuzzy, dan pengujian sistem fuzzy. A. Kanker Payudara (Breast Cancer)

1. Pengertian Kanker Payudara

Kanker adalah sel tubuh yang mengalami mutasi (perubahan) dan tumbuh tidak terkendali serta membelah lebih cepat dibandingkan dengan sel normal. Sel kanker tidak mati setelah usianya cukup, melainkan tumbuh terus dan bersifat invasif sehingga sel normal tubuh dapat terdesak atau malah mati (Sabrida, 2015: 16).

Dokter sering mengklasifikasikan kanker payudara (Breast Cancer) dalam istilah medis yaitu normal dan abnormal. Abnormal terdiri dari dua yaitu abnormal jinak (benign) yang biasa disebut tumor dan abnormal ganas (malignant) yang biasa disebut kanker. Abnormal jinak tidak disebut kanker karena dapat dihilangkan dan tidak muncul kembali serta tidak menyebar pada bagian tubuh. Abnormal ganas disebut kanker karena dapat menyerang dan merusak jaringan disekitarnya serta menyebar ke bagian tubuh lain. Sel kanker membelah dan memasuki aliran darah atau sistem limfa untuk membentuk tumor sekunder di bagian tubuh lain.

(2)

10 a. Normal

Payudara normal merupakan kondisi dimana pertumbuhan sel di payudara normal, dengan kata lain pertumbuhan sel-sel dari payudara sama dengan sel-sel payudara yang rusak atau mati.

b. Tumor (Benign)

Tumor payudara merupakan kondisi payudara dimana pembelahan sel-sel pada payudara lebih cepat daripada sel-sel yang rusak atau mati. Pertumbuhan sel ini tidak mengganggu kerja sistem yang lain dan hanya terjadi pada jaringan payudara.

c. Kanker (Malignant)

Kanker payudara merupakan kondisi payudara dimana pertumbuhan sel yang terjadi merusak jaringan payudara dan mengganggu jaringan yang lain. Sebagian besar tumor payudara terdeteksi oleh mamografi adalah tumor jinak (benign). Pertumbuhan tumor jinak yang tidak bersifat kanker tersebut tidak menyebar di luar payudara ke organ lainnya. (Stanford Cancer Institute, 2017)

Dalam beberapa kasus sulit untuk membedakan benign dengan ganas (malignant) dengan mammografi. Jika sel ganas tidak melalui membran basal dan menyebar ke jaringan sekitarnya, hal ini disebut in situ atau non-invasive. Jika kanker tersebut telah melewati membran basal dan menyebar ke jaringan sekitarnya, hal tersebut disebut invasive. Oleh karena itu, deteksi dini sangatlah penting (Raad, Kalakech, & Avache, 2012: 16).

(3)

11 2. Anatomi Payudara

Payudara pada perempuan sebagian besar terbuat dari lobules, ducts, dan stroma. Setiap payudara memuat antara 15 s.d 25 lobes yang terhubung pada puting melalui ducts. Setiap lobe tersusun atas banyak lobules.

Gambar 2.1. Anatomi Payudara pada Wanita (American Cancer Society, 2017: 4)

i. Lobules merupakan kelenjar yang memproduksi susu.

ii. Ducts merupakan pipa kecil yang membawa susu dari lobules menuju putting. iii. Stroma merupakan jaringan lemak dan jaringan penghubung sekeliling ducts

dan lobules, seperti pembuluh darah dan pembuluh limfa. (Raad, Kalakech, & Avache, 2012: 15-16)

3. Faktor Penyebab Kanker Payudara

Faktor-faktor penyebab kanker payudara merupakan segala sesuatu yang dapat meningkatkan atau menurunkan peluang seseorang menderita kanker payudara.

(4)

12 a. Jenis Kelamin

Payudara pada pria maupun wanita memiliki sifat yang sama, akan tetapi tingkat pertumbuhan payudara pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan payudara pada wanita dipengaruhi oleh hormon esterogen dan progesterone. Oleh karena itu, wanita memiliki tingkat resiko terkena kanker payudara lebih tinggi dibandingkan pria. b. Usia

Resiko terkena kanker payudara sebanding dengan meningkatnya usia. Wanita yang berusia kurang dari empat puluh tahun beresiko lebih kecil dibandingkan wanita berusia enam puluh tahun keatas.

c. Faktor Genetik

Sekitar 5%-10% kasus kanker payudara diturunkan secara hereditas. Hal tersebut disebabkan mutasi gen yang diturunkan oleh orang tua. Mutasi warisan pada BRCA1 atau BRCA2 yang biasanya menjadi penyebab kanker payudara keturunan. Wanita dengan mutasi BRCA beresiko tinggi terkena kanker payudara selama hidupnya. Sementara itu, mutasi pada gen lain memiliki resiko rendah terkena kanker payudara keturunan.

d. Riwayat Keluarga Kanker Payudara

Resiko terkena kanker payudara pada wanita yang memiliki riwayat anggota keluarga terkena kanker lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat kanker pada keluarganya. (American Cancer Society, 2017: 7-15)

(5)

13

B. Wisconsin Diagnostic Breast Cancer (WDBC)

Street, Wolberg, & Margasarian (1992: 3-5) menjelaskan bahwa data WDBC digunakan pertama kali dalam penelitian mengenai ekstraksi fitur inti sel yang berkaitan dengan diagnosis kanker payudara. Output yang dihasilkan terbagi menjadi dua yaitu benign (tumor) dan malignant (kanker). Sepuluh fitur bernilai riil yang dihitung pada setiap inti sel yang dinyatakan dalam variabel yaitu radius, tekstur, perimeter, area, smoothness, compactness, concavity, concave points, symmetry, dan fractal dimension.

1. Radius

Radius dari inti sel diperoleh dari mengukur rata-rata panjang segmen garis radial dari pusat massa.

2. Tekstur

Tekstur merupakan standar deviasi dari nilai gray scale. Menghitung tekstur dapat dilakukan dengan menentukan variasi dari intensitas gray scale pada komponen-komponen pixel citra.

3. Perimeter

Perimeter adalah garis keliling inti sel yang diukur sebagai jumlah dari jarak antara titik-titik pada keliling inti sel.

(6)

14 4. Area

Area diukur dengan menghitung jumlah pixel bagian dalam batas dan menabahkan satu setengah dari pixel pada perimeter.

5. Smoothness

Smoothness merupakan variasi lokaldi sepanjang radius. Fitur kehalusan dihitung dengan mengukur perbedaan antara radius dan rata-rata garis disekitarnya.

6. Compactness

Compactness menggabungkan perimeter dan area untuk memberikan

ukuran kekompakan sel. Compactness dapat dihitung dengan

7. Concavity

Concavity dihitung dengan mengukur kecekungan kurva pada batas (boundary) inti sel.

8. Concave points

Menghitung concave points hampir sama dengan concavity, perbedaannya concave point hanya dihitung dari banyaknya titik batas yang terletak di daerah cekung batas.

(7)

15 9. Symmetry

Cara mengukur symmetry adalah menghitung sumbu utama atau segmen terpanjang yang melalui titik pusat. Selanjutnya menghitung selisih antara garis yang tegak lurus sumbu utama menuju batas inti sel di kedua arah.

10. Fractal Dimension

Fractal dimension didekati dengan menggunakan coast-line

approximation, yang dideskripsikan oleh Mandelbrot (1997).

C. FCM (Fuzzy C-Means Clustering)

Kusumadewi (2002: 159-160) menjelaskan bahwa fuzzy clustering merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan cluster optimal dalam suatu ruang vektor yang didasarkan pada bentuk normal Euclidian untuk jarak antar vektor. Salah satu metode clustering adalah Fuzzy C-Means (FCM).

FCM adalah salah satu teknik pengklusteran data dimana keberadaan tiap-tiap titik data dalam suatu cluster ditentukan oleh derajat keanggotaan. Output dari FCM bukan merupakan fuzzy inference system (FIS), akan tetapi berupa deretan pusat cluster dan beberapa derajat keanggotaan untuk tiap-tiap titik data. Informasi ini dapat digunakan untuk membangun suatu FIS.

Berikut merupakan algoritma Fuzzy C-Means (FCM):

1. Input data yang akan dikluster X yang berupa matriks berukuran n x m (n= jumlah sampel data, m= atribut setiap data).

(8)

16 2. Menentukan,

Jumlah cluster = c

Pangkat = w

Maksimum Iterasi = MaxIter

Error terkecil yang diharapkan = Fungsi obyektif awal = = 0

Iterasi awal = t = 1

3. Membangkitkan bilangan random , i= 1, 2, …, c; sebagai elemen-elemen

matriks partisi awal U.

Menghitung jumlah setiap kolom (atribut):

( )

dengan j= 1, 2, …, m.

( )

4. Menghitung pusat cluster ke-k: , dengan k= 1, 2, …, c dan j= 1, 2, …, m.

(( ) ) ∑ ( )

( )

5. Hitung fungsi obyektif pada iterasi ke-t,

∑ ∑ (*∑( ) + ( ) ) ( )

(9)

17 6. Hitung perubahan matriks partisi:

0∑ ( ) 1 ∑ 0∑ ( ) 1 ( )

dengan i=1,2,…,n; dan k=1,2,…,c. 7. Cek kondisi berhenti:

Jika (| | ) atau (t > MaxIter) maka berhenti, sedangkan jika t=t+1, ulangi langkah ke-4.

Contoh 2.1. Sebagai contoh klasifikasi menggunakan metode FCM.

Tabel 2.1. Data WDBC Data ke-i Atribut Radius ( ) Tekstur ( ) 1 15,27 12,91 2 11,84 18,94 3 15,54 31,46 4 20,29 14,34

Langkah 1, input data yang akan dikluster X yang berupa matriks berukuran n x m. Data Tabel 2.1 yang memuat tiga variabel , , dan untuk masing-masing empat item 1, 2, 3, dan 4.

(10)

18

Langkah 2, data dikelompokkan menjadi 2 cluster yang dinotasikan dengan k=2, dengan pangkat atau bobot w=2, maksimal iterasi =100, faktor koreksi (error terkecil)= , fungsi objektif awal (t= 0),

( ) .

Langkah 3, membangkitkan bilangan random , i= 1, 2, …, c; sebagai elemen-elemen matriks partisi awal U.

U=initfcm(4,2) ( ) [ ]

Langkah 4, menghitung pusat cluster yang terbentuk berdasarkan matriks partisi awal.

Tabel 2.2. Pusat Cluster Pertama Pada Iterasi ke-1

0,3788 15,27 12,91 0,14348944 2,191084 1,852449 0,1999 11,84 18,94 0,03996001 0,473127 0,756843 0,3341 15,54 31,46 0,11162281 1,734618 3,511654 0,0873 20,29 14,34 0,00762129 0,154636 0,109289 ∑ 0,30269355 4,553465 6,230234 ∑ ( ) ∑ ( ) 15,04315 20,58265

(11)

19

Tabel 2.3. Pusat Cluster Kedua Pada Iterasi ke-1

0,6655 15,27 12,91 0,44289025 6,762934 5,717713 0,03 11,84 18,94 0,0009 0,010656 0,017046 0,261 15,54 31,46 0,068121 1,0586 2,143087 0,0435 20,29 14,34 0,00189225 0,038394 0,027135 ∑ 0,5138035 7,870584 7,904981 ∑ ( ) ( ) 15,31828 15,38522

Sehingga pusat cluster yang terbentuk adalah:

[ ]

Fungsi objektif yang dihasilkan adalah

∑ ∑ ∑ ( ) ( )

Tabel 2.4. Perhitungan Fungsi Objektif pada Iterasi ke-1

∑ ( ) ∑ ( ) LT 0,1434894 4 0,4428902 5 25,86533 23,84856 3,71140 1 10,5622 9 14,2736 9 0,0399600 1 0,0009 142,7021 51,50218 5,70237 6 0,04635 2 5,74872 8 0,1116228 1 0,068121 20,66427 1037,903 2,30660 4 70,7029 9 73,0095 9 0,0076212 9 0,0018922 5 24,54413 4,094545 0,18705 8 0,00774 8 0,19480 6 93,2268 2

(12)

20

Karena | | | | dan t= 1 <

MaxIter= 100, maka proses dilanjutkan ke Iterasi ke-2 dengan menghitung perubahan matriks partisi,

Tabel 2.5. Perhitungan matriks partisi pada iterasi ke-1

Total M1 M2 MT 0,038662 0,041931 0,080593 0,479716 0,520284 0,007008 0,019417 0,026424 0,265196 0,734804 0,048393 0,000963 0,049356 0,980479 0,019521 0,040743 0,244227 0,28497 0,142973 0,857027

Diperoleh matriks partisi yang baru yaitu

[ ] Iterasi ke-2

Selanjutnya menghitung pusat-pusat cluster yang terbentuk berdasarkan matriks partisi awal.

(13)

21

Tabel 2.6. Pusat cluster pertama yang dihasilkan pada iterasi ke-2

0,479716 15,27 12,91 0,230127441 3,514046 2,970945 0,265196 11,84 18,94 0,070328918 0,832694 1,33203 0,980479 15,54 31,46 0,961339069 14,93921 30,24373 0,142973 20,29 14,34 0,020441279 0,414754 0,293128 1,282236707 19,7007 34,83983 ∑ ( ) ( ) 15,36433 27,17114

Tabel 2.7. Pusat cluster kedua yang dihasilkan pada iterasi ke-2

0,520284 15,27 12,91 0,270695441 4,133519 3,494678 0,734804 11,84 18,94 0,539936918 6,392853 10,22641 0,019521 15,54 31,46 0,000381069 0,005922 0,011988 0,857027 20,29 14,34 0,734495279 14.90291 10.53266 ∑ 1,545508707 25,4352 24,26573 ∑ ( ) ∑ ( ) 16,4575 15,70081

Sehingga pusat cluster yang terbentuk adalah [ ]

Fungsi objektif yang dihasilkan adalah

∑ ∑ ∑ ( ) ( )

(14)

22

Tabel 2.8. Perhitungan Fungsi Objektif pada Iterasi ke-2

∑ ( ) ∑ ( ) LT 0,2301274 41 0,2706954 41 143,89115 34 40,1740 9 33,1133 10,8749 4 43,9882 5 0,0703289 18 0,5399369 18 355,52851 77 32,7378 1 25,0039 4 17,6763 5 42,6802 9 0,9613390 69 0,0003810 69 131,22765 25 946,282 126,154 3 0,36059 9 126,514 9 0,0204412 79 0,7344952 79 3,8238389 44 12,0985 9 0,07816 4 8,88636 8,96452 4 222,147 9 Karena | | | | dan t= 1 < MaxIter= 100, maka proses dilanjutkan ke Iterasi berikutnya

dengan menghitung perubahan matriks partisi,

Tabel 2.9. Perhitungan matriks partisi pada iterasi ke-2

Total M1 M2 MT 0,006949698 0,024892 0,031841 0,21826 0,78174 0,002812714 0,030546 0,033358 0,084318 0,915682 0,007620345 0,001057 0,008677 0,878212 0,121788 0,261517291 0,082654 0,344172 0,759846 0,240154

Diperoleh matriks partisi yang baru sebagai berikut

[ ]

(15)

23

Demikian seterusnya sampai terpenuhi kondisi | ( ) ( )| atau t>

MaxIter. Proses pengerjaannya berhenti pada iterasi ke-3 (t=3) karena terpenuhinya salah satu syarat yaitu:

| | | | .

Pusat cluster tersebut diperoleh informasi sebagai berikut:

[ ]

a. Cluster yang pertama, terdiri dari objek yang memiliki rata-rata X1 sebesar dan rata-rata X2

b. Cluster yang kedua, terdiri dari objek yang memiliki rata-rata X1 sebesar dan rata-rata X2

Matriks partisi U pada iterasi terakhir:

[ ]

Didapatkan informasi mengenai kecenderungan setiap objek untuk masuk ke cluster tertentu. Derajat keanggotaan terbesar pada suatu cluster menunjukkan bahwa objek itu cenderung menjadi anggota dari cluster tersebut, yang seperti terlihat pada Tabel 2.10.

(16)

24

Tabel 2.10. Derajat Keanggotaan Setiap Objek pada Iterasi Terakhir

Objek

Variabel Derajat Keanggotaan padaIterasi Terakhir

Kecenderungan Data Masuk pada Cluster

1 15,27 12,91 0,13571 0,86429 * 2 11,84 18,94 0,166998 0,833002 * 3 15,54 31,46 0,913625 0,086375 * 4 20,29 14,34 0,83262 0,16738 *

Hasil akhirnya adalah terbentuknya 2 buah cluster, dimana untuk cluster pertama beranggotakan objek 3 dan 4, sementara objek 1 dan 2 menjadi anggota cluster kedua.

Sebesar Fuzzy toolbox matlab mempunyai 2 fungsi khusus untuk melakukan clustering yaitu FCM dan subclust. Fungsi FCM dibuat dengan menggunakan algoritma FCM, sedangkan fungsi subclust menggunakan algoritma subtractive clustering.

Berikut ini merupakan sintaks fungsi FCM:

[Center]=fcm(X,JumlahCluster) (2.6) dengan,

Center = pusat cluster yang dihasilkan, tiap-tiap baris menunjukkan satu pusat cluster

X = matriks data yang akan dicluster, tiap baris menunjukkan satu titik data

(17)

25

JumlahCluster = jumlah cluster yang diinginkan (lebih dari 1) D. Teori Himpunan Fuzzy

1. Himpunan Klasik dan Himpunan Fuzzy

Wang (1997: 20) mendefinisikan himpunan klasik sebagai berikut. Misal U adalah semesta pembicaraan atau himpunan semesta semua elemen yang mungkin. A merupakan himpunan dengan batasan yang tegas, atau secara sederhana yaitu himpunan A pada batasan semesta U, dapat didefinisikan dengan mendaftar semua anggota (list method) atau dengan menentukan aturan yang harus dipenuhi oleh anggota dari himpunan (rule method).

Metode aturan berlaku lebih umum. Pada metode aturan, himpunan A dapat dituliskan :

* | + ( ) Kemudian untuk mendefinisikan himpunan A adalah dengan fungsi keanggotaan dimana A merupakan keanggotaan antara 0 sampai 1 untuk A, dilambangkan dengan ( ) :

( ) * ( )

Untuk mengatasi keterbatasan himpunan klasik maka diperlukan himpunan fuzzy. Himpunan fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian hingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaannya menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak diantaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya benar atau salah saja, akan tetapi masih ada nilai-nilai yang terletak diantaranya.

(18)

26

Dalam bukunya Wang (1997: 21) mendefinisikan bahwa suatu himpunan fuzzy pada himpunan semesta U dapat dinyatakan dengan nilai fungsi keanggotaan pada interval [0,1].

Misal U adalah himpunan universal, maka himpunan fuzzy A pada U dinyatakan fungsi ( ) , - selanjutnya disebut fungsi keanggotaan dari himpunan fuzzy A dan ( ) disebut tingkat keanggotaan pada himpunan fuzzy A. secara matematis dapat dinotasikan sebagai berikut:

{( ( ))| } ( ) Contoh 2.2. (Kusumadewi, 2002: 17-18) Misalkan diketahui klasifikasi berikut :

MUDA umur < 35 tahun

SETENGAH BAYA umur 55 tahun

TUA umur > 55 tahun

Dengan menggunakan pendekatan himpunan klasik untuk orang yang berusia 55 tahun dengan 56 tahun berada dikelompok yang jauh berbeda padahal jarak umur kedua orang tersebut tidak jauh berbeda. Sementara itu, dengan pendekatan himpunan fuzzy seseorang dapat masuk dalam 2 atau lebih himpunan yang berbeda dan eksistensi seseorang tersebut dalam suatu himpunan bergantung pada nilai keanggotaannya.

2. Fungsi Keanggotaan

Kusumadewi & Purnomo (2004: 8-23) menjelaskan bahwa fungsi keanggotaan (membership function) adalah suatu kurva yang menunjukkan pemetaan titik-titik input data ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Dengan

(19)

27

kata lain, fungsi keanggotaan bertujuan untuk menunjukkan eksistensi anggota himpunan dalam suatu himpunan.

Fungsi keanggotaan dapat disajikan dalam berbagai macam. Dalam penelitian ini akan disajikan fungsi keanggotaan kurva linier, fungsi keanggotaan kurva segitiga, fungsi keanggotaan kurva trapesium, fungsi keanggotaan kurva-S, dan fungsi keanggotaan kurva bentuk lonceng.

a. Fungsi Keanggotaan Linier

Kurva linier merupakan bentuk paling sederhana dan digunakan untuk pendekatan pada konsep yang kurang jelas. Pada kurva linier, pemetaan input ke derajat keanggotaannya digambarkan sebagai suatu garis lurus.

Ada dua bentuk kurva linier. Bentuk pertama adalah kurva linier naik, dimana kenaikan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan 0 bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih tinggi.

Gambar 2.2. Representasi Kurva Linier Naik

Fungsi keanggotaan kurva linier naik :

, - { ( ) a b

(20)

28

Contoh 2.3. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy nilai radius tinggi ditunjukan pada Gambar 2.3. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

, - {

Gambar 2.3. Himpunan Fuzzy Radius Tinggi

Gambar 2.3. menggambarkan bahwa pada himpunan fuzzy radius, domain yang berada pada interval , - memiliki derajat keanggotaan 0 sedangkan domain yang berada pada interval [ - memiliki derajat keanggotaan 1.

Bentuk kedua adalah fungsi keanggotaan kurva linier turun, dimana penurunan himpunan dimulai pada nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan 1 bergerak ke kanan menuju ke nilai domain yang memiliki derajat keanggotaan lebih rendah.

8 10 12 14 16 18 20 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain (x )

(21)

29

Gambar 2.4. Representasi Kurva Linier Turun

Fungsi keanggotaan kurva linier turun :

, - ,

( )

( )

( )

Contoh 2.4. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy nilai radius rendah ditunjukan pada Gambar 2.5. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

, - ,

( )

( )

Gambar 2.5. Himpunan Fuzzy Radius Rendah

Gambar 2.3. menggambarkan bahwa pada himpunan fuzzy radius, domain yang berada pada interval , - memiliki derajat keanggotaan 1

8 10 12 14 16 18 20 22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain (x ) a b

(22)

30

sedangkan domain yang berada pada interval [ - memiliki derajat keanggotaan 0.

b. Fungsi Keanggotaan Kurva Segitiga

Fungsi keanggotaan kurva segitiga merupakan gabungan antara dua garis (linier) yaitu linier naik dan linier turun.

Gambar 2.6. Representasi Kurva Segitiga

Fungsi keanggotaan kurva segitiga :

, -{ ( ) ( ) ( ) ( ) (2.12)

Contoh 2.5. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius sedang ditunjukan pada Gambar 2.7. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

, -{ ( ) ( ) ( ) ( ) a b c

(23)

31

Gambar 2.7. Himpunan Fuzzy Segitiga Radius Sedang

Gambar 2.7. menggambarkan bahwa pada himpunan fuzzy radius, domain yang berada pada interval , - dan [ - memiliki derajat keanggotaan 0. Pusat himpunan fuzzy memiliki derajat keanggotaan 1 yang berada di domain 15,1.

c. Fungsi Keanggotaan Kurva Trapesium

Pada dasarnya fungsi keanggotaan kurva trapesium seperti fungsi keanggotaan kurva segitiga, hanya saja ada beberapa titik yang memiliki derajat keanggotaan 1.

Gambar 2.8. Representasi Kurva Trapesium

8 10 12 14 16 18 20 22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) b c a d

(24)

32 Fungsi keanggotaan kurva trapesium :

, - { (2.13)

Contoh 2.6. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius sedang ditunjukan pada Gambar 2.9. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

, - {

Gambar 2.9. Himpunan Fuzzy Radius Sedang

Gambar 2.9. menggambarkan bahwa pada himpunan fuzzy radius, domain yang berada pada interval , - dan [ - memiliki derajat keanggotaan 0, sedangkan domain yang berada pada interval [13; 15,1] memiliki derajat keanggotaan 1.

d. Fungsi Keanggotaan Kurva-S

Sama halnya dengan fungsi keanggotaan kurva linier, kurva-S memiliki dua bentuk yakni kurva pertumbuhan dan kurva penyusutan. Kedua kurva tersebut menggambarkan kenaikan dan penurunanpermukaan secara tak linier.

8 10 12 14 16 18 20 22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x )

(25)

33

Bentuk pertama dari kurva-S adalah pertumbuhan, dimana kurva bergerak dari sisi paling kiri yang memiliki nilai keanggotaan 0 ke sisi paling kanan yang memiliki nilai keanggotaan 1.

Kurva-S dapat didefinisikan dengan menggunakan tiga parameter,yaitu nilai keanggotaan nol ( ), nilai keanggotaan lengkap ( ), dan titik infleksi atau crossover ( ) yaitu titik yang memiliki domain 50% benar.

Gambar 2.10. Representasi Kurva-S Pertumbuhan

Fungsi keanggotaan kurva-S pertumbuhan :

( ) { .( )( )/ .( )( )/ (2.14)

Contoh 2.7. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius tinggi ditunjukan pada Gambar 2.11. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

( ) { ( ( ) ( )) ( ( ) ( )) 𝛼 𝛽 𝛾

(26)

34

Gambar 2.11. Himpunan Fuzzy Radius Tinggi

Bentuk kedua dari kurva-S adalah penyusutan, dimana kurva bergerak dari sisi paling kiri yang memiliki nilai keanggotaan 1 ke sisi paling kanan yang memiliki nilai keanggotaan 0.

Gambar 2.12. Representasi Kurva-S Penyusutan

Fungsi keanggotaan kurva-S penyusutan:

( ) { .( )( )/ .( )( )/ (2.15)

Contoh 2.8. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius rendah ditunjukan pada Gambar 2.13. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

8 10 12 14 16 18 20 22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) 𝛼 𝛽 𝛾

(27)

35 ( ) { ( ( ) ( )) ( ( ) ( ))

Gambar 2.13. Himpunan Fuzzy Radius Rendah

e. Fungsi Keanggotaan Kurva Bentuk Lonceng (Bell Curve)

Dalam merepresentasikan bilangan fuzzy, biasanya digunakan kurva bentuk lonceng. Berdasarkan gradiennya, kurva bentuk lonceng ini terbagi menjadi tiga kelas yaitu kurva , beta, dan gauss.

(i) Kurva

Kurva berbentuk lonceng dengan derajat keanggotaan 1 terletak pada pusat dengan domain (b-c), dan lebar kurva (a-b).

Gambar 2.14. Representasi kurva

8 10 12 14 16 18 20 22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) b c a d

(28)

36 Fungsi keanggotaan kurva :

( ) { . / . / . / . / (2.16)

Contoh 2.9. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius sedang ditunjukan pada Gambar 2.15. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

( ) { ( ) ( ) ( ) ( )

Gambar 2.15. Himpunan Fuzzy Radius Sedang

8 10 12 14 16 18 20 22 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x )

(29)

37 (ii) Kurva Beta

Kurva beta juga berbentuk lonceng akan tetapi lebih rapat jika dibandingkan dengan kurva . Kurva beta didefinisikan dengan 2 parameter, yaitu nilai domain yang menunjukkan pusat kurva (c), dan setengah lebar kurva (b).

Gambar 2.16. Representasi kurva beta

Fungsi keaggotaan kurva beta :

( )

| | (2.17)

Contoh 2.10. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius sedang ditunjukan pada Gambar 2.17. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

( )

| | ( )

Gambar 2.17. Himpunan Fuzzy Radius Sedang

0 5 10 15 20 25 30 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) b c a

(30)

38 (iii) Kurva Gauss

Kurva gauss didefinisikan dengan 2 parameter, yaitu ( ) untuk menunjukkan nilai domain pada pusat kurva, dan ( ) yang menunjukkan lebar kurva.

Gambar 2.18. Representasi Kurva Gauss Fungsi keanggotaan kurva gauss:

( ) ( ) (2.18)

Contoh 2.11. Grafik fungsi keanggotaan untuk himpunan fuzzy radius rendah ditunjukan pada Gambar 2.19. dengan fungsi keanggotaan sebagai berikut:

( ) ( ) ( )

Gambar 2.19. Himpunan Fuzzy Radius Rendah

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) 5 10 15 20 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 domain m iu (x ) k 𝛾

(31)

39

Gambar 2.19. menggambarkan bahwa pada himpunan fuzzy radius, pusat himpunan fuzzy berada di domain 11,26131 memiliki derajat keanggotaan 1. Lebar himpunan fuzzy adalah 0,905905.

3. Fungsi Keanggotaan pada Toolbox Matlab

Matlab menyediakan berbagai macam tipe fungsi keanggotaan yang dapat digunakan untuk merepresentasikan himpunan fuzzy. Tipe-tipe yang akan dibahas dalam penelitian ini meliputi trimf, trapmf, gaussmf, gauss2mf, sigmf, smf dan zmf.

a. Trimf

Fungsi ini berguna untuk membuat fungsi keanggotaan kurva segitiga dengan menggunakan 3 parameter yaitu [a b c].

Fungsi keanggotaan untuk trimf adalah sebagai berikut:

( ) { ( ) ( ) ( ) ( ) (2.19) Contoh 2.12. >> x=0:1:5; >> y=trimf(x,[2 3 4]); >> plot(x,y);grid;title('Trimf');xlabel('domain'); ylabel('μ(x)');

(32)

40

Gambar 2.20. Output Perintah dalam Contoh Trimf

b. Trapmf

Fungsi trapmf berguna untuk membuat fungsi keanggotaan kurva trapesium dengan menggunakan 4 parameter yang dapat digunakan yaitu [a b c d].

Fungsi keanggotaan trapmf:

( ) { ( ) ( ) ( ) ( ) (2.20) Contoh 2.13. >> x=0:0.1:10; y=trapmf(x,[1 5 7 8]); plot(x,y);grid;title('Trapmf');xlabel('domain');ylabel( 'miu(x)'); 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Trimf domain (x )

(33)

41

Gambar 2.21. Output Perintah dalam Contoh Trapmf

c. Gaussmf

Fungsi Gaussian simetris bergantung pada dua parameter dan c [sig c], seperti terlihat pada fungsi keanggotaaan berikut:

( ) ( ) . (2.21) Contoh 2.14. x=0:0.1:10; y=gaussmf(x,[2 5]); plot(x,y);grid;title('Gaussmf');xlabel('domain');ylabel ('miu(x)'); 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Trapmf domain m iu (x )

(34)

42

Gambar 2.22. Output Perintah dalam Contoh Gaussmf

d. Gauss2mf

Fungsi gauss2mf merupakan kombinasi antara dua parameter. Fungsi pertama ditentukan oleh dan c1 untuk menentukan bentuk kurva left-most. Sedangkan fungsi kedua ditentukan oleh dan c2 untuk menetukan bentuk kurva right-most.

Fungsi keanggotaan gauss2mf:

( ) ( ) . (2.22) Contoh 2.15. >>x = (0:0.1:10)'; >>y1 = gauss2mf(x, [2 4 1 8]); >>y2 = gauss2mf(x, [2 5 1 7]); 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Gaussmf domain m iu (x )

(35)

43 >>y3 = gauss2mf(x, [2 6 1 6]); >>y4 = gauss2mf(x, [2 7 1 5]); >>y5 = gauss2mf(x, [2 8 1 4]); >>plot(x, [y1 y2 y3 y4 y5]);grid;title('Gaussmf');xlabel('domain');ylabel('miu (x)');

Gambar 2.23. Output Perintah dalam Contoh Gauss2mf

e. Sigmf

Fungsi sigmf didasarkan pada dua parameter yaitu a dan c, dimana parameter a dapat bernilai positif maupun negatif.

Fungsi keanggotaan sigmf :

( ) ( ) (2.23) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Gauss2mf domain m iu (x )

(36)

44 Contoh 2.16. x=0:0.1:10; y=sigmf(x,[2 4]); plot(x,y);grid;title('Sigmf');xlabel('domain');ylabel(' miu(x)');

Gambar 2.16. Output Perintah dalam Contoh Sigmf

f. Smf

Kurva smf didasarkan pada dua parameter yaitu a dan b. Fungsi keanggotaan smf adalah sebagai berikut:

( ) { . / . / (2.24) Contoh 2.17. x=0:0.1:10; 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Sigmf domain m iu (x )

(37)

45 y=smf(x,[1 8]);

plot(x,y);grid;title('Smf');xlabel('domain');ylabel('mi u(x)');

Gambar 2.25. Output Perintah dalam Contoh Smf

g. Zmf

Kurva zmf menggunakan dua parameter yaitu a dan b. Fungsi keanggotaan zmf adalah sebagai berikut:

( ) { . / . / (2.25) Contoh 2.18. x=0:0.1:10; y=zmf(x,[3 7]); plot(x,y);grid;title('Zmf');xlabel('domain');ylabel('mi u(x)'); 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Smf domain m iu (x )

(38)

46

Gambar 2.26. Output Perintah dalam Contoh Zmf

4. Operator-operator Fuzzy a. Operator AND

Operator AND, berhubungan dengan operasi interaksi pada himpunan. Misalkan A dan B adalah himpunan fuzzy dari himpunan universal X, maka -predikat sebagai hasil operasi dengan operator AND diperoleh dengan mengambil nilai keanggotaan terkecil antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.

( , - , -) (2.26)

Contoh 2.19. Misalkan , - dan , - 25 maka ( , - , -) , -

b. Operator OR

Operator OR merupakan operator yang berhubungan dengan operasi union pada himpunan. Misalkan A dan B adalah himpunan fuzzy dari himpunan universal X, maka -predikat sebagai hasil operasi dengan operator OR diperoleh

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Zmf domain m iu (x )

(39)

47

dengan mengambil nilai keanggotaan terbesar antar elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan.

( , - , -) (2.27)

Contoh 2.20. Misalkan , - dan , - maka ( , - , -) , -

c. Operator NOT

Operator NOT merupakan yang berhubungan dengan operasi komplemen pada himpunan. Misalkan A adalah himpunan fuzzy dari himpunan universal X, maka -predikat sebagai hasil operasi dengan operator NOT diperoleh dengan mengurangkan nilai keanggotaan elemen pada himpunan-himpunan yang bersangkutan dari 1.

, -. (2.28)

Contoh 2.21. Misalkan , - maka , -

(Kusumadewi & Purnomo, 2004: 25-27)

E. Sistem Fuzzy

Sistem fuzzy merupakan sistem yang berdasarkan dari aturan maupun pengetahuan himpunan fuzzy. Sistem fuzzy terdiri dari fuzzifikasi, pembentukan aturan fuzzy, inferensi fuzzy, dan deffuzifikasi.

(40)

48 1. Fuzzifikasi

Wang (1997: 105) mengemukakan bahwa fuzzifikasi merupakan pemetaan dari himpunan tegas ke himpunan fuzzy. Kriteria yang harus dipenuhi pada proses fuzzifikasi yakni semua anggota pada himpunan tegas harus termuat dalam himpunan fuzzy, tidak terdapat gangguan pada input sistem fuzzy, dan himpunan fuzzy yang digunakan harus bisa mempermudah perhitungan pada sistem fuzzy. 2. Aturan Fuzzy

Tiap-tiap aturan fuzzy pada basis pengetahuan fuzzy akan berhubungan dengan suatu relasi fuzzy. Bentuk umum dari aturan yang digunakan dalam fungsi implikasi dapat dilihat pada persamaan (2.24).

If x is A Then y is B (2.29)

x dan y adalah skalar, sedangkan A dan B adalah varibel linguistik. Proposisi yang mengikuti If disebut sebagai anteseden, sedangkan proposisi yang mengikuti Then disebut sebagai konsekuen. Proposisi tersebut diperluas dengan menggunakan operasi fuzzy.

( ) ( ) ( ) ( ) (2.30)

“o” merupakan operator AND atau OR.

3. Inferensi Fuzzy

Inferensi fuzzy merupakan tahap evaluasi pada aturan fuzzy. Inferensi fuzzy merupakan penalaran menggunakan input fuzzy dan aturan fuzzy untuk memperoleh output fuzzy. Sistem inferensi fuzzy memiliki beberapa metode seperti metode tsukamoto, metode mamdani, dan metode sugeno.

(41)

49 a. Metode tsukamoto

Metode tsukamoto merupakan metode dimana setiap konsekuen pada aturan yang berbentuk If-Then harus direpresentasikan dengan suatu himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaan yang monoton. (Kusumadewi & Purnomo, 2004: 33) b. Metode mamdani

Pembentukan himpunan fuzzy metode mamdani, baik variabel input dan output dibagi menjadi satu atau lebih himpunan fuzzy. Aplikasi fungsi implikasi pada inferensi mamdani menggunakan fungsi implikasi min dan agregasi max. Komposisi aturan pada metode ini diperoleh dari kumpulan dan korelasi antar aturan (Kusumadewi & Purnomo, 2004: 40). Hasil untuk aturan metode mamdani dinotasikan sebagai

( ) , 0 ( ) ( )1- (2.31)

dengan k=1,2,…,n, dan menyatakan himpunan fuzzy pasangan anteseden ke-k dan adalah himpunan fuzzy konsekuen ke-k. (Kusumadewi & Purnomo, 2013: 39)

c. Metode sugeno

Konsep penalaran metode sugeno hampir sama dengan penalaran mamdani. Perbedaan antara metode sugeno dengan mamdani terletak pada output atau konsekuen. Output pada sugeno tidak berupa himpunan fuzzy melainkan berupa konstanta atau persamaan linier. (Kusumadewi & Purnomo, 2004: 49)

(42)

50 4. Deffuzzifikasi

Defuzzifikasi merupakan pemetaan dari himpunan fuzzy ke himpunan tegas. Berikut merupakan beberapa metode yang digunakan untuk proses defuzzifikasi (Kusumadewi, 2002: 97-98).

b. Metode Centroid

Solusi tegas pada metode ini diperoleh dengan cara mengambil titik pusat daerah fuzzy.

∫ ( )

∫ ( ) (2.32)

untuk domain kontinu, dan

∑ ( )

( ) (2.33)

untuk domain diskrit.

Keuntungan menggunakan defuzzifikasi centroid yaitu mudah perhitungannya dan nilai defuzzy akan bergerak secara halus sehingga perubahan dari suatu topologi himpunan fuzzy ke topologi berikutnya juga akan berjalan dengan halus.

(43)

51 c. Metode Bisektor

Solusi tegas pada metode bisektor diperoleh dengan cara mengambil nilai pada domain fuzzy yang memiliki nilai keanggotaan setengah dari jumlah total nilai keanggotaan pada daerah fuzzy.

d. Metode Mean of Maximum (MOM)

Solusi tegas metode MOM diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

e. Metode Largest of Maximum (LOM)

Solusi pada metode ini diperoleh dengan cara mengambil nilai terbesar dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

f. Metode Smallest of Maximum (SOM)

Solusi pada metode SOM diperoleh dengan cara mengambil nilai terkecil dari domain yang memiliki nilai keanggotaan maksimum.

F. Table Look-Up Scheme

Menurut Rahayuningsih & Abadi (2011: MT-162), langkah-langkah dalam penerapan model fuzzy dengan menggunakan metode table look-up scheme adalah sebagai berikut

a. Langkah pertama, mendefinisikan himpunan fuzzy untuk variabel-variabel input dan variabel output.

(44)

52

b. Langkah kedua, aturan fuzzy dibangun untuk masing-masing pasang variabel input-output.

c. Langkah ketiga, menghitung derajat keanggotaan untuk masing-masing aturan fuzzy yang terbentuk.

d. Langkah keempat, membuat aturan basis fuzzy. e. Langkah kelima, membentuk sistem fuzzy. G. Akurasi

Parameter akurasi digunakan untuk menguji sistem. Akurasi merupakan ukuran ketepatan sisem dalam mengenali masukkan yang diberikan sehingga menghasilkan keluaran yang benar. Akurasi merupakan ketepatan hasil klasifikasi melalui model dibandingkan dengan klasifikasi asli. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

(2.34)

Jika sistem fuzzy dengan tingkat akurasi tinggi maka sistem fuzzy yang terbentuk dapat digunakan dalam melakukan diagnosa kanker payudara. (Alhikmah, Setiawan, & Imrona, 2017: 124)

Gambar

Gambar 2.1. Anatomi Payudara pada Wanita (American Cancer Society, 2017: 4)
Tabel 2.2. Pusat Cluster Pertama Pada Iterasi ke-1
Tabel 2.3. Pusat Cluster Kedua Pada Iterasi ke-1
Tabel 2.5. Perhitungan matriks partisi pada iterasi ke-1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari semua teknik seni grafis, cetak tinggi ini relatif yang paling mudah untuk dimengerti dibandingkan dengan teknik lain, dari segi alat bahan dan juga tahap demi

Rimka tiek savo parengtuose vadovėliuo- se, tiek, suprantama, skaitydamas universitete paskaitas statistikos metodus grindė pagrindinėmis aukštosios matematikos tiesomis,

Sedangkan tujuan khususnya adalah mengidentifikasi hambatan dan masalah sistem informasi dalam surveilans kesehatan ibu dan anak melalui SIP pada Desa Siaga,

Tiga kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks/deflasi yaitu kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan 1,44 persen; kelompok bahan makanan 0,21 persen; dan

Umumnya birokrasi hanya melihat proses pemantauan dan keberhasilan program dari sisi yang sangat materil, asumsi birokrasi yang penulis wawancarai menunjukkan asumsi bahwa jika

Load moment limiter configured with comprehensive intelligent protection system is adopted with precision within 10%.The adoption of comprehensive logic and interlock control system

Berdasarkan dari beberapa sumber yang dikutip sebelumnya tentang pembelajaran kooperatif, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu model

Penelitian ini di latar belakangi oleh adanya Produk TabunganKu di BANK BRI Syariah sampai sekarang di tengah banyaknya produk-produk tabungan yang di keluarkan oleh pihak BANK