• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN PERTANIAN WTO"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

PENELITIAN TA 2006

ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS PERJANJIAN

PERTANIAN WTO

Oleh :

Budiman Hutabarat

Saktyanu K. Dermoredjo

Frans B.M. Dabukke

Erna M. Lokollo

Wahida

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN 2006

(2)

ANALISIS NOTIFIKASI DAN KERANGKA MODALITAS

PERJANJIAN PERDAGANGAN WTO

Ringkasan Eksekutif

I.

PENDAHULUAN

(1) WTO atau OPD dibentuk dengan tujuan mengembangkan sistem perdagangan multilateral yang terpadu, kokoh dan bertahan lama. Dalam perjalanan dan perkembangannya, terjadi baik kesepakatan maupun ketidak sepakatan di antara Negara-negara anggota. Demikian pula halnya dengan perundingan atau perjanjian yang berlaku di bidang pertanian (Agreement on Agriculture). Tujuan Perjanjian Pertanian/PP adalah menciptakan sistem perdagangan pertanian yang adil dan berorientasi pasar. Sampai saat ini perundingan di bidang pertanian masih tetap merupakan kunci atau “lokomotif” perundingan di OPD. Perundingan di bidang pertanian ini mencakup tiga aspek atau tiga pilar utama, yaitu bantuan domestik (domestic support), subsidi ekspor (export subsidy), dan akses pasar (market access). Ketiga aspek tersebut secara intensif dibahas guna mencapai keseimbangan dalam special and differential treatment (perlakuan khusus dan berbeda) yang memang disyaratkan bagi negara-negara berkembang/NB. Selama sepuluh tahun terakhir sejak Putaran Uruguay, tidak banyak terjadi perubahan dalam Perjanjian Pertanian. Namun demikian dalam pilar subsidi ekspor, telah disepakati batas waktu penentuan modalitas penurunan sampai akhir tahun 2013.

(2) Saat ini, perundingan multilateral di bidang pertanian dalam OPD melalui Komisi Pertanian-nya berlangsung secara sangat perlahan-lahan dan telah terjadwal dengan ketat, mengingat beragamnya latar belakang dan tingkat ekonomi dan tahap pembangunan pertanian negara-negara anggota. Untuk membantu kelancaran perundingan ini, beberapa negara melakukan inisiatif melalui pendekatan-pendekatan atau koalisi dengan negara atau anggota lain terhadap isu dan perihal suatu pokok tertentu yang terkait. Dari pengalaman dalam perundingan pertanian terdahulu pada tahun 1994, NB termasuk Indonesia tampaknya hanya bertindak sebagai pendengar dan peserta sidang yang baik, mendengarkan dan menyetujui setiap usulan yang didraft oleh Tim Juru Runding yang dimotori oleh anggota-anggota dari NM. Namun, dalam perkembangan berikutnya terutama dalam Deklarasi Doha dan pengalaman kegagalan perundingan Cancun, dan yang terakhir dari KTM VI Hongkong dengan keragu-raguan Ketua Sidang dalam catatannya, tampaknya NB tidak ingin lagi hanya sebagai pendengar dan peserta yang baik, tetapi ingin menentukan jalannya perundingan dan jenis keputusan dan kesepakatan yang dihasilkan. Memang saat ini, NB semakin menyadari bahwa keikutsertaan dalam OPD mungkin suatu keniscayaan dan merupakan titik awal modernisasi pertanian dan bukan titik balik, tetapi keikutsertaan ini harus memberi manfaat bagi mereka dan masyarakat mereka sebagaimana dicita-citakan dalam pembentukan OPD.

(3) Agar mampu menilai dan menjustifikasi jalannya perundingan dan jenis keputusan dan kesepakatan yang akan diambil dan bahkan diusulkan, Indonesia memerlukan adanya pengkajian dan analisis secara komprehensif tentang tiga aspek utama yang dikemukakan di atas. Selain itu diperlukan adanya pembentukan dan pematangan strategi perundingan agar modalitas pertanian yang akan dirundingkan dan disepakati tidak mengarah pada posisi yang hanya mengakomodasikan kepentingan negara maju dan merugikan

(3)

negara berkembang. Selain itu, Indonesia sebagai koordinator KN-33 sangat berkepentingan pada terwujudnya modalitas-modalitas agar tujuan pembangunan pertanian masing-masing anggota sesuai dengan harapan masyarakat. Agar fasilitas ini memperoleh dukungan dalam perundingan pertanian multilateral, tentunya rumusan kerangka dan unsur-unsur pendukungnya haruslah terlebih dahulu mendapat dukungan dari para anggota KN-33 yang lain. Oleh karena itu pengkajian tentang unsur-unsur penetapan, cara penetapan dan perumusan modalitas yang transparan dan dapat diterima KN-33 amatlah diperlukan agar mereka tidak terjebak dalam kotak yang diatur oleh kelompok negara yang lain.

(4) Usulan modalitas untuk ke-tiga pilar tersebut akan selalu muncul untuk dirundingkan dan disepakati nantinya. Misalnya, ada skenario usulan pemotongan bantuan domestik untuk tiga jenjang tertentu (bound level), dan usulan skema pemotongan tarif yang ada saat ini. Bagi Indonesia, ada dua hal pokok yang penting dikaji, apa dampak usulan tersebut terhadap kepentingan sektor pertanian Indonesia dan adakah usulan yang berasal dari Indonesia untuk melindungi kepentingannya secara khusus atau KN-33 secara umum?.

II. TUJUAN PENELITIAN

(5) Adapun tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

a. Mengkaji-ulang berbagai usulan penghapusan bantuan domestik dan menganalisis dampaknya terhadap kinerja sektor pertanian,

kesejahteraan petani dan masyarakat Indonesia dan NB/KN-33,

b. Mengkaji-ulang berbagai modalitas pendisiplinan kebijakan persaingan ekspor dan mengevaluasi dampaknya terhadap kinerja sektor

pertanian, kesejahteraan petani dan masyarakat Indonesia dan NB/KN-33,

c. Menganalisis beberapa usulan skema pemotongan tarif yang ada saat ini dan dampaknya bagi kinerja sektor pertanian, kesejahteraan petani dan masyarakat Indonesia dan NB/KN-33,

d. Merumuskan usulan dan rekomendasi kebijakan tentang modalitas penghapusan bantuan domestik, persaingan ekspor dan pemotongan tarif yang moderat terhadap kinerja sektor pertanian, kesejahteraan petani dan masyarakat Indonesia.

III. KESIMPULAN DAN USULAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

(6) Dari perkembangan tingkat bantuan domestik/BD yang dianalisis, NM memiliki tingkat BD lebih besar dibandingkan dengan NB terutama AS, UE dan Jepang, dimana AS dan Jepang memiliki tingkat yang lebih tinggi. Komoditas yang banyak di subsidi oleh tiga negara tersebut adalah biji-bijian mengandung minyak (kedelai), Padi dan olahannya banyak disubsidi oleh AS sedangkan UE melakukan subsidi pada Tanaman jenis serat dan kapas (fibers). Sedangkan Indonesia dan negara-negara KN-33 cenderung tidak menunjukkan tingkat subsidi yang tinggi. Subsidi yang dilakukan oleh negara KN-33 hanya pada komoditas Padi, Gandum, Biji-bijian mengandung minyak, Tanaman Jenis Serat dan Pertanian Lainnya.

(7) Sejauh ini pemerintah daerah belum menyadari bahwa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan bantuan dana untuk peremajaan tanaman, pemasaran, penyuluhan, perbaikan saluran irigasi, adalah merupakan bentuk-bentuk BD. Hasil pengamatan menunjukkan tiga jenis BD (AMS, KH, dan KB) yang dikenal dalam kesepakatan OPD, hanya KH yang banyak dilakukan oleh pemerintah

(4)

guna meningkatkan kinerja sektor pertanian. Dana BD yang dimanfaatkan didaerah sebagian besar bersumber dari dana dekonsentrasi yang berasal dari pusat. Ketergantungan daerah akan dana ini masih sangat tinggi mengingat sumber dana APBD I dan II sangat terbatas. Posisi Indonesia yang dapat diusulkan dalam menyikapi notifikasi BD yang berkaitan dengan AMS dan KH adalah: (1) memanfaatkan indikator acuan de minimis yang telah disepakati, dan 2) tetap meningkatkan BD yang termasuk dalam KH di dalam APBN yang diberikan ke daerah melalui dana dekonsentrasi.

(8) Hasil simulasi penurunan subsidi domestik NM sesuai dengan usulan yang diajukan KN-20, AS dan UE serta hasil Hongkong, menunjukkan bahwa dampak dari penurunan subsidi ini terhadap Indonesia pada harga-harga seluruh komoditas mengalami peningkatan. Peningkatan harga terbesar pada unsur lahan dan biji-bijian mengandung minyak (kedelai), dimana masing-masing bisa mencapai lebih dari 1 dan 2 persen. Selain itu dampak terhadap Indonesia pada volume impor, mengalami penurunan di seluruh jenis komoditas. Kembali yang mengalami penurunan terbesar adalah komoditas biji-bijian mengandung minyak (kedelai) berkisar lebih dari negatif 6-9 persen. Lainnya relatif rendah dibawah satu persen, kecuali pada skenario Hasil Hongkong (maksimum) yaitu padi dan olahannya (padi), serealia lainnya (jagung), dan produk minyak nabati (minyak kelapa, minyak kedelai, CPO, dll). Seiring dengan penurunan impor, dampak terhadap permintaan rumah tangga masyarakat Indonesia juga mengalami penurunan diseluruh jenis komoditas. Adapun penurunan tertinggi pada jenis biji-bijian mengandung minyak (kedelai) sekitar negatif 0,4-0,5 persen. Akibatnya permintaan RT masyarakat cenderung memilih komoditas domestik. Hal ini dapat dilihat dari dampak terhadap permintaan komoditas domestik, masyarakat cenderung memilih barang domestik dibandingkan impor. Hal ini bila dibandingkan dengan dampak terhadap permintaan komoditas impor. Dampak positif terhadap permintaan komoditas domestik ditunjukkan oleh komoditas gandum, jagung, kedelai, tanaman serat dan susu olahan. Sedangkan dampak positif terhadap permintaan impor adalah hortikultura, ayam/telur, dan pertanian lainnya. Sehingga dampak terhadap output Indonesia adalah output produksi padi, jagung, kedelai dan tanaman serat meningkat antara 0,02 – 5 persen kecuali gandum hortikultura, gula dan ternak mengalami negatif. Oleh karena itu dampak terhadap penggunaan sumberdaya Indonesia baik lahan, tenaga kerja (terampil/tidak), modal dan sumberdaya alam lainnya mengalami potensi pertumbuhan positif, khususnya penggunaan sumberdaya terhadap kedelai paling tinggi akan meningkat berkisar lebih dari 3-5 persen. Sedangkan yang mengalami penurunan seluruhnya jenis sumberdaya adalah komoditas gandum, dan memang komoditas ini kurang cocok dalam kesesuaian lahannya. Dampak terhadap komoditas lainnya, seperti padi, gula dan ternak besar (sapi) akan mengalami penurunan di luas lahannya, artinya pada masa yang akan datang akan terjadi konversi lahan di tiga jenis komoditas tersebut. (9) Seiring dengan dampak yang terjadi seperti di atas, dampak terhadap Produk

Domestik Bruto (PDB) hanya dinikmati oleh NM seperti AS, UE dan NM lainnya seperti yang ditunjukkan dalam pertumbuhan yang positif. Namun demikian, tingkat penurunan PDB Indonesia relatif sangat kecil sekitar negatif 0,003 persen dan ini terjadi hanya bersifat sementara mengingat proses pertumbuhan terus berjalan. Sejalan dengan hal tersebut dampak terhadap tingkat kesejahteraan menunjukkan hal yang sama. Indonesia mengalami penurunan tingkat kesejahteraan antara 18-22 juta dolar AS.

(10) Dari perkembangan tingkat subsidi ekspor yang ditunjukkan di atas, NM memiliki tingkat subsidi ekspor lebih besar dibandingkan dengan NB, dan UE

(5)

mendominasi subsidi ekspor. Komoditas yang banyak di subsidi oleh UE tersebut adalah padi dan olahannya, gandum, serealia lainnya (jagung), gula, serta ternak besar dan produknya. Sedangkan Indonesia dan negara-negara KN-33 cenderung tidak menunjukkan tingkat subsidi yang tinggi. Tingkat subsidi yang dilakukan oleh negara KN-33 hanya pada komoditas gula, produk minyak nabati dan makanan olahan.

(11) Hasil simulasi penurunan subsidi ekspor NM sesuai dengan usulan yang diajukan KN-20, AS dan UE serta hasil Hongkong, menunjukkan bahwa dampak dari penurunan subsidi ini terhadap Indonesia pada harga-harga seluruh komoditas mengalami peningkatan. Peningkatan harga terbesar pada unsur lahan (3 persen), gandum (5 persen), padi (1 persen), jagung (2 persen), kedelai (1 persen), tanaman serat (1 persen) dan ternak besar (1 persen). Selain itu dampak terhadap Indonesia pada volume impor, mengalami penurunan di seluruh jenis komoditas, kecuali gandum, serealia lainnya (jagung) dan pertanian lainnya. Komoditas yang mengalami penurunan terbesar adalah komoditas gula, ternak dan susu berkisar lebih dari 7-23 persen (skenario 100 persen). Seiring dengan penurunan impor, dampak terhadap permintaan rumah tangga masyarakat Indonesia juga mengalami penurunan diseluruh jenis komoditas. Adapun penurunan tertinggi pada jenis susu dan olahannya sekitar negatif 3-5 persen (dari berbagai skenario). Akibatnya permintaan RT masyarakat cenderung memilih komoditas domestik. Hal ini dapat dilihat dari dampak terhadap permintaan komoditas domestik, masyarakat cenderung memilih barang domestik dibandingkan barang impor. Hal ini dapat dibandingkan dengan dampak terhadap permintaan komoditas impor. Dampak positif terhadap permintaan komoditas domestik ditunjukkan oleh komoditas kedelai, gula, tanaman serat, dan susu. Dari ketiganya yang terbesar adalah susu hingga mencapai 34-68 persen (dari berbagai skenario). Sedangkan dampak positif terhadap permintaan impor adalah hanya pada pertanian lainnya. Sehingga dampak terhadap output Indonesia adalah output seluruh sektor pertanian meningkat berkisar antara 0,2 – 35 persen (skenario pemotongan subsidi ekspor 100 persen). Oleh karena itu dampak terhadap penggunaan sumberdaya Indonesia baik lahan, tenaga kerja (terampil/tidak), modal dan sumberdaya alam lainnya mengalami potensi pertumbuhan positif, khususnya potensi penggunaan sumberdaya di Indonesia terhadap susu 0,03-38 persen, gandum akan meningkat lebih dari 0,02-8 persen, dan jagung 0,004-2 persen. Selain itu yang mengalami peningkatan positif lainnya adalah hortikultura, kedelai, gula, dan ternak ruminansia dan unggas. Sedangkan yang mengalami penurunan seluruhnya jenis sumberdaya adalah komoditas pertanian lainnya. Dampak terhadap komoditas lainnya, seperti padi dan tanaman serat akan mengalami penurunan di luas lahannya saja, artinya pada masa yang akan datang akan terjadi konversi lahan di dua jenis komoditas tersebut.

(12) Seiring dengan dampak yang terjadi seperti di atas, dampak terhadap PDB hanya dinikmati oleh NM seperti UE seperti yang ditunjukkan pertumbuhan positif. Namun demikian, tingkat penurunan PDB Indonesia relatif sangat kecil sekitar negatif 0,005-0,009 persen dan ini terjadi hanya bersifat sementara mengingat proses pertumbuhan terus berjalan. Sejalan dengan hal tersebutdampak terhadap tingkat kesejahteraan menunjukkan hal yang sama. Indonesia mengalami penurunan tingkat kesejahteraan antara 68-135 juta dolar AS.

(13) Dengan memperbandingkan pengelompokan jenjang tarif dari ke enam usulan di atas terlihat bahwa bagi negara-negara KN-33 : (1) usulan KN-20 atau UE memberikan konfigurasi pengelompokan pos tarif yang hampir merata di setiap

(6)

jenjang kecuali di Jenjang 4; usulan ACP menyebabkan pos-pos tarif mengerucut ke atas, dengan sebagian besar mengelompok di Jenjang 1 dan sebagian kecil ada di Jenjang 4; (3) usulan penjenjangan Australia, AS dan Selandia Baru hampir sama, yakni ingin mengelompokkan sebanyak mungkin tarif di Jenjang 2 dan 4 dan sesedikit mungkin di Jenjang 3 dan 1. Bagi Indonesia, perbandingan hasil pengelompokan tarif dari usulan-usulan ini adalah; (1) usulan KN-20, UE dan Australia serta UE mengelompokkan sebagian besar pos tarif berada di Jenjang 2, hanya sedikit yang berada di Jenjang 4 dan sedikit sekali berada di Jenjang 1 dan Jenjang 3; (2) usulan negara-negara ACP memberikan konfigurasi hampir 90 persen dari pos tarifnya berada di Jenjang 1, semakin menurun persentasenya ke jenjang berikutnya; (3) usulan Selandia Baru mengelompokkan pos tarif sebagian besar di Jenjang 2 (hampir 87 persen dari pos tarifnya), kemudian mengerucut kembali ke tingkat tarif yang lebih tinggi. Usulan pengelompokan tarif dari KN-20 atau UE menyebabkan pos tarif menyebar merata ke Jenjang 1, 2, dan 3, sedangkan usulan Australia, AS dan Selandia Baru membuat pos tarif mengelompok di lapis 2 dan 4. Usulan Australia/AS mengelompokkan tarif lebih banyak di Jenjang 4, sedangkan usulan Selandia Baru mengelompokkan tarif di Jenjang 2. Sementara itu, usulan Kelompok Negara-negara ACP memberikan pengelompokan tarif mengikuti piramida. Usulan dari Australia dan AS memberikan hasil penurunan tarif yang sangat drastis dibandingkan usulan UE apalagi KN-20 dan Kelompok ACP di setiap jenjang, baik bagi Indonesia maupun KN-33. Usulan Selandia Baru sedikit memperlambat laju penurunan yang terjadi dari skenario usulan Australia dan AS, usulan KN-20 agak lambat penurunannya dan usulan Kelompok Negara-negara ACP lebih lambat lagi dari usulan KN-20 dan UE.

(14) Usulan Kelompok ACP memberikan penurunan tarif yang paling ideal dibandingkan usulan-usulan yang lain, karena sifat pengelompokan tarif yang bagai piramida, berbeda halnya dari usulan KN-20 yang merata di Jenjang 1, 2 dan 3, sehingga tingkat tarif setelah penurunan masih sekitar 70 persen-80 persen di atas tingkat tarif skenario KN-20. Berhubung NB, terutama yang ada dalam KN-33 masih mengalami kesulitan dan hambatan dalam memodernisasikan ekonominya, maka usulan Australia dan AS serta Selandia Baru ini agaknya akan lebih berisiko daripada usulan UE apalagi usulan KN-20 dan bahkan usulan Kelompok ACP. Oleh karena itu, dengan memperbandingkan hasil-hasil tersebut, usulan Kelompok ACP ini adalah lebih baik bagi Indonesia dan juga KN-33 untuk disetujui. Kalau tidak, KN-33 perlu mengkaji usulan penurunan tarif yang lebih komprehensif dengan mempertimbangkan ciri dan kerawanan sektor pertanian dan komoditas-komoditas pertanian andalannya di negara-negara anggota. Jadi, penetapan penurunan tarif dan sasaran komoditasnya perlu dikaji secara mendalam untuk mengantisipasi dampaknya terhadap agribisnis komoditas, petani yang terlibat dan masyarakat secara luas. Akibat dari perbedaan ini adalah usulan Australia, AS dan Selandia Baru memberikan penurunan tarif yang drastis bagi Indonesia dan KN-33 dibandingkan usulan KN-20 dan bahkan Kelompok Negara-negara ACP, dan usulan terakhir ini lebih lambat dibandingkan dari usulan KN-20 dan UE. Usulan Kelompok ACP ini memberikan penurunan tarif yang paling ideal dibandingkan usulan-usulan yang lain dan rataan tingkat tarif setelah penurunan masih sekitar 70 persen-80 persen di atas tingkat tarif skenario KN-20, yakni 34,6; 51,5; 112,5 dan 133 masing-masing di Jenjang 1, 2, 3, dan 4.

(15) Pemotongan tarif impor tidak serta-merta menunjukkan arah yang sama dampaknya terhadap produksi komoditas pertanian di Indonesia dan di KN-33. Produksi hampir semua komoditas pertanian Indonesia (Padi_Olah, Jagung,

(7)

Kedelai, Hortikultura, Gula_Tebu, dan Sapi_Domba) akan menurun, kecuali untuk komoditas Ayam_Telur, Pertanian_Lain, Minyak_Nabati dan Makanan Olahan; sementara untuk K-33, produksi Padi_Olahan, Hortikultura, Gula_Tebu, Pertanian_Lain dan Olah_Makanan menjadi meningkat, tetapi produksi komoditas lain menurun, yakni jagung, kedelai, komoditas peternakan dan Minyak_Nabati.

(16) Akibat penurunan produksi ini, maka semua skenario penurunan tarif juga menunjukkan bahwa permintaan atau penggunaan masukan, terutama lahan, tenaga kerja tak terdidik dan modal akan menurun pula bagi komoditas-komoditas ini, tetapi bagi komoditas-komoditas yang produksinya meningkat, permintaan akan masukan juga meningkat. Besarnya penurunan atau peningkatan penggunaan masukan sejalan dengan besaran penurunan tarif dari masing-masing usulan/ proposal.

(17) Penurunan produksi beberapa komoditas pertanian di Indonesia juga menyebabkan defisit neraca perdagangan, kecuali bagi komoditas yang laju produksinya positif seperti komoditas yang disebutkan di atas, yakni komoditas Ayam_Telur, Pertanian_Lain, Minyak_Nabati dan Olahan Makanan, sementara untuk KN-33 terjadi surplus perdagangan untuk Padi_Olahan, Hortikultura, Gula_Tebu, Pertanian_Lain dan Olah_Makanan meningkat, tetapi defisit bagi komoditas lain, yakni jagung, kedelai, komoditas peternakan dan Minyak_Nabati.

(18) Pada keadaan sama-sama terjadi defisit perdagangan, nilai defisit perdagangan Indonesia jauh lebih kecil daripada KN-33 dan pada keadaan sama-sama terjadi surplus perdagangan, nilai surplus Indonesia juga lebih kecil daripada KN-33.

(19) Implikasi dari hasil temuan ini adalah penggunaan model GTAP dalam menganalisis komoditas pertanian harus diterjemahkan secara lebih hati-hati dalam menginterpretasikan hasil analisis, selain itu data tentang bantuan domestik dan subsidi ekspor yang ada pada basis data GTAP belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya dilakukan oleh masing-masing negara anggota OPD. Oleh karena itu, NB harus mendesak NM agar data yang diberikan adalah data yang sebenarnya. Pendisiplinan terhadap BD harus dilakukan agar NM tidak dengan mudah memindahkan subsidi mereka dari satu kotak ke kotak lainnya.

(20) Implikasi dampak penurunan BD dan SE memiliki perbedaan dari berbagai macam akibatnya. Adanya perbedaan ini menunjukkan bahwa NM akan mudah melakukan tekanan-tekanan diberbagai sektor, sehingga pemerintah hendaknya waspada terhadap perubahan-perubahan usulan yang diinginkan baik dari negara KN-20 maupun NM. Seluruh skenario yang diusulkan bermuara pada peningkatan produksi dalam negeri yang tidak berbasis pada kelayakan lahannya, seperti gandum. Artinya, pemerintah dapat men-sosialisasikan diversifikasi pangan lokal agar tidak tergantung dengan produk pangan NM. Hal ini tidak terletak pada tanggung jawab Departemen Pertanian saja tetapi dilakukan oleh lintas departemen yang dipimpin oleh Menteri Koordinator.

(21) Perhatian terhadap konversi lahan pertanian tetap menjadi perhatian utama pada masa yang akan datang karena kompetisi lahan semakin besar dan ketat. Departemen Pertanian hendaknya melakukan koordinasi dengan Departemen lainnya dan Badan Pemerintahan terkait lainnya, agar penggunaan lahan diarahkan pada peruntukan yang semestinya. Dan ini dapat dijadikan agenda utama oleh Pemerintah seiring dengan program-program yang sedang berjalan.

(8)

(22) Semua skenario pemotongan tarif menunjukkan bahwa pendapatan rumahtangga Indonesia dan NM lain akan meningkat, sementara di wilayah yang lain, termasuk kelompok KN-33 akan menurun. Laju peningkatan pendapatan rumahtangga Indonesia lebih rendah daripada di NM maju lain. Peningkatan pendapatan RT di Indonesia dan negara maju lain ini juga diikuti oleh peningkatan PDB di Indonesia dan negara maju lain tersebut dan laju persentase peningkatan pendapatan dan PDB hampir sama. Namun, analisis menunjukkan bahwa pemotongan tarif secara bersamaan menyebabkan kesejahteraan di semua negara atau wilayah yang dianalisis meningkat, kecuali bagi AS. Hal ini seharusnya menjadi pendorong bagi negara-negara di dunia untuk penghapusan atau mengurangi tingkat tarif impornya, termasuk Indonesia. Namun, sebelum memutuskan langkah lebih jauh Indonesia perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap produksi, neraca perdagangan dan penggunaan sumberdaya pertaniannya, terutama tenaga kerja tak terdidik mengingat besarnya surplus tenaga kerja tak terdidik di sektor pertanian di Indonesia. Untuk itu masih perlu dilakukan kajian yang lebih mendalam terhadap penyerapan tenaga kerja dan distribusi pendapatan di Indonesia. (23) Berdasarkan hasil simulasi GTAP untuk skenario penghapusan BD dan SE

pada umumnya tidak berdampak kepada penurunan PDB yang cukup signifikan, dampak yang ditimbulkan hanya memicu kenaikan harga komoditas pertanian yang mengalami penurunan bantuan domestik atau subsidi ekspor, sedangkan dari sisi pendapatan petani di NM masih tetap meningkat. Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia seyogyanya bahu membahu dengan negara berkembang untuk mendesak NM menghapuskan bantuan domestik. Jika Indonesia masih menghendaki kebijakan bantuan domestik, hendaknya mulai sekarang harus dipikirkan persentase besaran yang akan diberikan maksimal hingga tingkat de minimis (kurang lebih 10 persen dari nilai produksi).

(24) Perkiraan nilai besaran BD di dalam negeri masih sangat kasar, kendala terbesar yang dihadapi adalah belum adanya lembaga yang secara khusus mengkompilasi informasi mengenai hal ini. Data dan informasi masih tersebar di beberapa departemen teknis, terlebih di tingkatan yang lebih mikro, ketersediaan data masih sangat jauh dari memuaskan. Dampak desentralisasi menjadi salah satu penyebab tidak dilaporkannya data-data sejenis oleh instansi teknis di daerah. Untuk menindaklanjuti perkembangan kebijakan yang terjadi dalam sidang-sidang OPD, ketersediaan informasi dan data pendukung yang berkaitan dengan alokasi dana pemerintah untuk beragam aktivitas yang berkaitan dengan bantuan domestik sangat dibutuhkan untuk dapat dengan mudah diakses secara tepat waktu ( real time). Upaya menghitung bantuan domestik secara menyeluruh hendaknya dapat dijadikan agenda penelitian lanjutan dari kelompok peneliti perdagangan.

(25) Berdasarkan hasil pengamatan di lapang, Pemerintah Daerah masih belum memahami perkembangan kebijakan perdagangan internasional, untuk definisi-definisi yang paling mendasar pun belum mereka kuasai. Di sisi lain aparat pemerintah di daerah merupakan pelaksana kebijakan yang telah disepakati oleh pemerintah Indonesia. Berkaitan dengan hal tersebut diperlukan sosialisasi untuk meningkatkan pemahaman aparat pemerintah propinsi dan kabupaten/kota mengenai perkembangan kebijakan perdagangan internasional yang telah disepakati di tingkat nasional maupun internasional. Pemahaman yang seksama akan membuat aparat pemerintah di tingkat propinsi dan kabupaten dapat berperan aktif dalam memberikan advokasi kepada pelaku sektor pertanian di daerah.

(9)

(26) Dalam penelitian ini kita lebih memfokuskan melihat dampak penghapusan BD di NM. Namun demikian pada kesempatan mendatang dapat pula dianalisa dampak yang ditimbulkan jika penghapusan BD dilakukan di NB, misalnya di Indonesia. Rekomendasi ini juga dapat ditujukan untuk menjadi agenda penelitian lanjutan dari penelitian ini.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini akan membahas secara mendetail tentang tata letak sea chest yang efektif agar sistem di kapal yang membutuhkan air laut mendapatkan

Kebutuhan manusia akan rasa aman baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan datang tidak akan ada habisnya. Rasa khawatir akan keselamatan hidup, kesehatan, pendidikan

Perusahaan Belanda, yang kini hampir selama satu abad memperluas perdagangan- nya di Kerajaan Siam di bawah nenek moyang Duli Yang Maha Mulia Paduka Raja yang sangat luhur,

Menimbang, bahwa kekerasana terhadap perempuan adalah perwujudan dari ketimpangan hubungan kekuasaan antara kaum laki- laki dan perempuan sepanjang sejarah, yang

Perangkat berbasis Arduino untuk membuka pintu dan menyalakan lampu secara otomatis untuk garasi menggunakan sensor PIR (Passive Infared) dan ultrasonik merupakan sebuah tool

Tingkat hubungan dinyatakan one to one jika suatu kejadian pada entity pertama hanya mempunyai satu hubungan dengan satu kejadian pada entitas kedua. Demikian juga

Investasi pada modal bank, entitas keuangan dan asuransi diluar cakupan konsolidasi secara ketentuan, net posisi short yang diperkenankan, dimana Bank tidak memiliki lebih dari

Pasien anak umur kurang dari 14 tahun yang memenuhi kriteria klinis demam dengue (DD), demam berdarah dengue (DBD), dan sindrom syok dengue (SSD) menurut WHO (1997) disertai