• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Penentuan Pelabuhan Utama Ekspor Ikan Tuna di Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Studi Penentuan Pelabuhan Utama Ekspor Ikan Tuna di Aceh"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

B86

Studi Penentuan Pelabuhan Utama Ekspor Ikan

Tuna di Aceh

1*

Pratiwi Dwi Suhartanti,

2

Nurdasila Darmono

1Program Studi Magister Manajemen Universitas Syiah Kuala, Aceh, Banda Aceh; 2Program Doktor Ilmu Manajemen, Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh.

*Corresponding Author: pratiwi482@gmail.com Abstrak

Aceh merupakan pintu gerbang jalur perdagangan internasional bagi pelabuhan-pelabuhan di Indonesia. Aceh juga memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Salah satu sumber daya alam yang melimpah adalah hasil perikanan. Hasil perikanan di Aceh bisa diolah menjadi komoditi ekspor yang mempunyai nilai jual yang tinggi. Aceh merupakan penghasil ikan tuna terbesar di Indonesia. Potensi ini harus dikembangkan sehingga ikan tuna bisa menjadi komoditi ekspor utama di Aceh. Namun berdasarkan data yang diperoleh dari BPS, nilai ekspor hasil perikanan di Aceh sangat rendah, bahkan setiap tahun terjadi penurunan. Hal ini terjadi karena tidak ada jaminan mutu terhadap kualitas ikan tuna yang diekspor, sehingga perlu dibangun pabrik pengolahan ikan tuna yang sekaligus berfungsi sebagai gudang penyimpanan dan penjaminan mutu ikan. Pembangunan pabrik ini sebaiknya dilakukan di area pelabuhan sehingga bisa mengurangi biaya transportasi. Namun kendalanya adalah hampir di setiap kabupaten memiliki pelabuhan. Selama ini, Pemerintah Aceh kurang fokus dalam membangun pelabuhan ekspor impor utama. Pembangunan dilakukan di semua pelabuhan, sedangkan tidak ada kegiatan ekspor impor di pelabuhan tersebut, sehingga perlu adanya studi untuk menentukan pelabuhan utama yang layak dikembangkan untuk kegiatan ekspor impor ikan tuna. Tulisan ini menganalisa dimana pelabuhan yang tepat untuk membangun lokasi pabrik pengolahan ikan tuna. Berdasarkan metode pusat gravitasi, hasil penelitian ini menyarankan Pelabuhan Perikanan yang layak dikembangkan menjadi pelabuhan utama untuk ekspor ikan tuna di Aceh adalah Pelabuhan Kuala Meureudu Pidie Jaya.

Kata kunci: penentuan lokasi, pelabuhan utama, ekspor-impor. Pendahuluan

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut yang sangat luas. Hal ini merupakan potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk dikembangkan. Sektor kelautan dan perikanan sangat dibutuhkan perannya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kegiatan usaha perikanan khususnya perikanan tangkap di laut, terlibat tiga unsur utama yaitu komoditas perikanan laut, pelabuhan perikanan dan manusia sebagai pengelolanya. Sehingga diperlukan usaha-usaha pengembangan ketiga unsur perikanan tersebut, yaitu dengan penggunaan IPTEK perikanan laut dan pengembangan sarana dan prasarana lainnya yang berhubungan dengan usaha perikanan tangkap laut.

Keberadaan pelabuhan-pelabuhan di Aceh memiliki peran sangat strategis dalam mendukung pengembangan perikanan tangkap. Pelabuhan merupakan salah satu simpul jaringan transportasi yang mengandalkan kemampuan sarana kapal yang memiliki daya

(2)

B87

angkut logistik dalam jumlah besar. Kondisi topologi Aceh sendiri yang dikelilingi oleh lautan menjadikan Aceh sangat berketergantungan pada transportasi laut untuk mengakses wilayah lainnya terutama luar negeri. Pengembangan pelabuhan di Aceh dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh berpedoman pada suatu tatanan kepelabuhanan yang secara hirarki dan terorganisasi dalam beberapa zona pengembangan transportasi. Zona transportasi ini terbagi atas empat wilayah: Zona Pusat, Zona Utara-Timur, Zona Barat-Selatan dan Zona Tenggara Barat-Selatan. Setiap zona diarahkan menjadikan pelabuhan sebagai titik simpul jaringan yang akan menjembatani ke simpul transportasi di luar Aceh (skala regional, nasional, dan internasional).

Dalam kenyataannya, potensi pendayagunaan pelabuhan di Aceh belum termaksimalkan. Persoalan mendasar yang terjadi adalah keberadaan pengembangan jaringan transportasi laut yang belum terencana dan terpadu yang didukung dengan pengembangan moda transportasi lainnya. Demikian juga pengembangan wilayah seharusnya juga ikut didukung oleh keberadaan pelabuhan-pelabuhan besar yang ada di Aceh. Sehingga keberadaan efektifitas keberadaan pelabuhan-pelabuhan ini masih berjalan terpisah dengan pembangunan wilayah. Persoalan lainnya adalah pembangunan sistem jaringan transportasi terpadu.

Pelabuhan Perikanan Di Aceh

Pelabuhan dalam aktivitasnya mempunyai peran penting dan strategis untuk pertumbuhan industri dan perdagangan serta merupakan segmen usaha yang dapat memberikan kontribusi bagi pembangunan nasional. Hal ini membawa konsekuensi terhadap pengelolaan segmen usaha pelabuhan tersebut agar pengoperasiannya dapat dilakukan secara efektif, efisien dan profesional sehingga pelayanan pelabuhan menjadi lancar, aman, dan cepat dengan biaya yang terjangkau. Secara teoritis, sebagai bagian dari mata rantai transportasi laut, fungsi pelabuhan adalah tempat pertemuan (interface) dua moda angkutan atau lebih serta interface berbagai kepentingan yang saling terkait. Barang yang diangkut dengan kapal akan dibongkar dan dipindahkan ke moda lain seperti moda darat (truk atau kereta api). Sebaliknya barang yang diangkut dengan truk atau kereta api ke pelabuhan bongkar akan dimuat lagi ke kapal.

Oleh sebab itu berbagai kepentingan saling bertemu di pelabuhan seperti perbankan, perusahaan pelayaran, bea cukai, imigrasi, karantina, syahbandar dan pusat kegiatan lainnya. Atas dasar inilah dapat dikatakan bahwa pelabuhan sebagai salah satu infrastruktur transportasi, dapat membangkitkan kegiatan perekonomian suatu wilayah karena merupakan bagian dari mata rantai dari sistem transportasi maupun logistik. Namun jika kita melihat kenyataan yang ada, harus kita akui bahwa memang pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh masih belum dikelola dengan baik.

Efektivitas sistem jaringan transportasi Aceh masih jauh dari hasil yang diharapkan. Keberadaan pelabuhan-pelabuhan di Aceh saat ini masih terkesan terpisah dengan moda jaringan transportasi lainnya. Pembangunan yang dilaksanakan masih dijalankan secara terpisah diakibatkan berbagai persoalan kelembagaan dan kewenangannya, pendanaan dan visi yang berbeda-beda di tiap daerah. Selain itu tidak ada fokus dari Pemerintah Aceh dalam menetapkan prioritas pembangunan pelabuhan di masing-masing wilayah. Hampir di setiap kabupaten/kota memiliki pelabuhan yang ingin dikembangkan. Sehingga semua dana yang sudah dialokasikan tidak bisa terserap dengan baik. Banyak pelabuhan yang berkembang hanya untuk melayani kebutuhan domestik, sehingga tidak mampu melakukan ekspor-impor karena fasilitas yang tidak memadai

Revitalisasi perikanan tangkap sebagai salah satu kegiatan pembangunan perikanan di Aceh diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan baru (engine of growth) perekonomian daerah. Hal penting yang sangat menunjang kegiatan perikanan tangkap adalah

(3)

B88

pembangunan kembali infrastruktur dasar, armada penangkapan ikan, dan infrastruktur penunjang lainnya. Sebagai contoh di masa yang akan datang Aceh harus dilengkapi dengan pelabuhan perikanan yang memadai dan dapat menampung berbagai kegiatan perikanan terpadu dan berorientasi industri ramah lingkungan. Pengembangan pelabuhan perikanan ini diantaranya diperuntukkan bagi kegiatan persiapan penangkapan ikan, pembongkaran hasil tangkapan hingga pengolahan, pemasaran dan pendistribusian hasil tangkapan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 37/ Permen-KP/2015 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kelautan dan Perikanan Tahun 2016 dijelaskan bahwa Pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang dipergunakan sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh dan/atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan. Pengembangan pelabuhan perikanan diarahkan untuk meningkatkan fasilitas/sarana dan prasarana pelabuhan perikanan dalam memenuhi kapasitas produksi atau pemenuhan fasilitas agar pelabuhan perikanan dapat memiliki syarat minimal operasional.

Mengevaluasi beberapa pelabuhan di Aceh, secara umum keberadaan pelabuhan di Aceh belum memberi peran yang optimal. Sesuai dengan PP No. 61/2009 tentang Kepelabuhanan, dapat dimaknai bahwa semestinya pelabuhan memberi peran dalam artian sempit (sebagai simpul dalam jaringan transportasi, tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang, dan alih moda transportasi) dan luas (sebagai pintu gerbang kegiatan perekonomian, penunjang kegiatan industri dan perdagangan, dan mewujudkan kedaulatan Negara). Dalam artian sempit dapat dikatakan, pelabuhan di Aceh belum sepenuhnya berhasil memberi pelayanan perpindahan barang/penumpang. Demikian pula, untuk menyatakan keberhasilan pelabuhan di Aceh dalam artian yang lebih luas harus dilakukan evaluasi ataupun kajian terlebih dahulu.

Undang-Undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran menjelaskan keberadaan Tatanan Kepelabuhan Nasional diwujudkan salah satunya untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah. Hal ini sejalan dengan prioritas pembangunan wilayah Aceh sebagaimana tertuang dalam RPJMA 2012-2017 menekankan tentang pentingnya perwujudan infrastruktur terintegrasi yang diharapkan akan mampu menopang percepatan pertumbuhan perekonomian wilayah. Karakteristik wilayah Aceh yang sebagian besar wilayah pusat pertumbuhannya berada di wilayah pantai membutuhkan dukungan penguatan pelayaran dan infrastruktur pelabuhan dengan adanya keberadaan suatu pelabuhan utama/ internasional hub port. Akan tetapi dalam pembangunan dan pengembangan pelabuhan, Aceh masih memiliki berbagai persoalan yang dihadapi. Persoalan yang paling sering muncul ke permukaan adalah terkait dengan regulasi teknis pada tingkat nasional dengan regulasi khusus pelaksanaan Otonomi khusus Aceh, UU No.11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Secara lebih teknis, dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional (Permenhub No. KP. 414 tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional) menempatkan tidak adanya pelabuhan Utama di wilayah Aceh, sehingga kepentingan penetapan pelabuhan utama di Aceh belum dapat terlaksana.

Sesuai dengan PP No.61 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa dalam penetapan hierarkhi kepelabuhan, Pelabuhan Utama memiliki karakteristik kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional, kedekatan dengan jalur pelayaran internasional, memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya, memiliki luas daratan dan perairan tertentu, mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu, tempat alih muat penumpang dan barang internasional, dan volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu. Berdasarkan hal tersebut, keberadaan wilayah Aceh yang didukung oleh Alur laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, berada pada lintasan koridor pelayaran internasional di Selat Malaka sangat potensial untuk memiliki Internasional Hub Port.

(4)

B89

Hal lain terkait regulasi adalah ketidakjelasan batasan kewenangan dalam hirarkhi pelabuhan. Dalam klasifikasi tersebut dijelaskan, Pelabuhan Utama merupakan kewenangan pemerintah pusat, pelabuhan pengumpul merupakan kewenangan Provinsi dan Pelabuhan Pengumpan merupakan kewenangan Kabupaten/Kota. Sedangkan berdasarkan UUPA, kewenangan terhadap seluruh pelabuhan di Aceh menjadi tanggung jawab Pemerintah Aceh. Mengingat besarnya tanggung jawab yang diemban, hal ini membutuhkan persiapan yang sangat besar terkait keberadaan otoritas pelabuhan, sumber daya manusia, dan berbagai fasilitas pendukung sampai dengan dukungan dunia usaha, agar dapat terlaksananya amanat undang-undang maka selanjutnya Pemerintah Aceh harus segera menentukan langkah-langkah apa yang perlu diambil dalam melaksanakan UUPA untuk menjalankan kewenangan mengelola pelabuhan (Dishubkomintel Aceh, 2017).

Pemerintah Aceh berusaha untuk mengembangkan sumberdaya pesisir dengan mendukung upaya pengembangan pertumbuhan daerah tersebut menjadi daerah industri, salah satunya industri perikanan. Pelabuhan Perikanan (PP) merupakan salah satu sarana yang penting dalam usaha pengembangan industri perikanan tangkap. Untuk mendukung upaya Pemerintah Aceh tersebut diperlukan kajian mengenai penentuan pelabuhan utama yang akan dikembangkan menjadi kawasan industri perikanan di Aceh. Lokasi Pelabuhan Perikanan yang saat ini sedang dikembangkan oleh Pemerintah Aceh sebagai dijadikan alternatif lokasi industri tersebut adalah:

1. Pelabuhan Pendaratan Samudera Lampulo Banda Aceh: 05° 34´ 45˝ LU - 95° 19´ 30˝ BT;

2. Pelabuhan Perikanan Kuala Meureudu Pidie Jaya: 4°54' 15,702" LU - 96°1' 13,656 "BT;

3. Pelabuhan Perikanan Nusantara Kuala IDI Aceh Timur: 04° 57’ 26” LU - 097° 45’ 52” BT; dan

4. Pelabuhan Perikanan Meulaboh Aceh Barat: 04°07’ 50” LU dan 96° 08’ 00” BT. Hasil dan Pembahasan

Penentuan pelabuhan utama untuk ekspor ikan tuna di Aceh perlu dilakukan untuk pengembangan kawasan industri perikanan yang maju di Aceh. Beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan lokasi adalah:

1. Produktivitas tenaga kerja; 2. Nilai tukar mata uang; 3. Budaya;

4. Perubahan perilaku menuju industry; dan

5. Kedekatan pada pangsa pasar, para pemasok dan para pesaing.

Terdapat empat metode yang digunakan untuk menyelesaikan masalah lokasi, yaitu: Metode Pemeringkatan Faktor

Banyak factor (kualitatif maupun kuantitatif) yang harus dipertimbangkan dalam memilih suatu lokasi. Metode pemeringkatan faktor menggunakan bobot untuk membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih objektif. Metode pemeringkatan faktor sering digunakan karena mencakup variasi faktor yang sangat luas. Metode pemeringkatan factor mempunyai enam tahap:

1. Mengembangkan daftar faktor-faktor terkait;

2. Menetapkan bobot pada setiap faktor untuk mencerminkan seberapa jauh faktor itu penting bagi pencapaian tujuan perusahaan;

3. Mengembangkan suatu skala untuk setiap faktor (misalnya, 1 sampai 10 atau 1 sampai 100 point);

4. Meminta pimpinan menentukan skor setiap lokasi untuk setiap faktor, dengan menggunakan skala yang telah dikembangkan pada tahap;

(5)

B90

5. Mengalikan skor itu dengan bobot dari setiap faktor, dan menentukan jumlah total untuk setiap lokasi; dan

6. Membuat rekomendasi yang didasarkan pada skor laba maksimal, dengan juga mempertimbangkan hasil dari pendekatan kuantitatif.

Analisis Titik Impas Lokasi

Merupakan penggunaan analisis biaya-volume produksi untuk analisis titik untuk membuat suatu perbandingan ekonomis terhadap alternatif-alternatif lokasi. Dengan mengidentifikasi biaya variabel dan biaya tetap serta membuat grafik kedua biaya ini untuk setiap lokasi, kita dapat menentukan alternatif mana yang biayanya paling rendah. Analisis titik-impas lokasi dapat dilakukan secara matematik atau secara grafik. Pendekatan grafiknya mempunyai keuntungan dengan memberikan kisaran jumlah setiap lokasi dapat dipilih. Tahapan dalam analisis titik-impas adalah:

1. Tentukan biaya tetap dan biaya variabel untuk setiap lokasi;

2. Plot biaya untuk setiap lokasi, dengan biaya pada garis vertikal dan volume produksi tahunan pada garis horisontal di grafik itu; dan

3. Pilih lokasi yang biaya totalnya paling rendah, untuk setiap volume produksi yang diinginkan.

Metode Pusat Gravitasi

Merupakan teknik matematis dalam menemukan lokasi pusat distribusi yang akan meminimisasi biaya distribusi. Dalam menemukan lokasi yang terbaik untuk menjadi pusat distribusi, metode ini memperhitungkan lokasi pasar, volume barang yang dikirim ke pasar itu, dan biaya pengangkutan. Karena volume kendaraan kontainer yang dipindahkan setiap bulannya mempengaruhi biaya, jarak bukan menjadi satu-satunya kriteria utama. Metode pusat gravitasi mengasumsikan bahwa biaya secara langsung bersifat proporsional dengan jarak dan banyaknya barang yang diangkut.

Lokasi yang ideal adalah lokasi yang membuat jarak tertimbang antara gudang dan outlet pengecernya menjadi minimal, jarak ini diberi bobot sesuai dengan banyaknya kontainer yang diangkut. Langkah pertama dalam metode pusat gravitasi adalah menempatkan lokasi pada suatu sistem koordinat. Titik asal sistem koordinat dan skala yang digunakan bersifat berubah-ubah selama jarak relative (antar lokasi) dinyatakan secara tepat. hal ini mudah dilakukan dengan menempatkan titik-titik pada peta biasa. Pusat gravitasi dapat ditentukan menggunakan persamaan sebagai berikut:

koordinat x pusat gravitasi = Koordinat y pusat gravitasi = dimana:

dix= koordinat –x lokasi i, diy= koordinat –y lokasi i,

Qi = kuantitas barang yang dipindahkan ke atau dari lokasi i Model Transportasi

Tujuan dari model transportasi adalah untuk menetapkan pola pengiriman terbaik dari beberapa titik penawaran (pasokan/sumber) ke beberapa titik permintaan (tujuan) agar dapat meminimalkan produksi total dan biaya transportasi. Walaupun teknik pemrograman linier dapat digunakan untuk menyelesaikan jenis masalah ini, telah dikembangkan algoritma bertujuan khusus yang lebih efisien untuk aplikasi transportasi. Model Transportasi memberikan solusi awal yang pantas, kemudian perbaikan bertahap dilakukan hingga solusi optimal dicapai.

Ʃ

d

ix

Q

i

Ʃ

Q

i

Ʃ

d

iy

Q

i

(6)

B91

Dalam penentuan pelabuhan utama ekspor ikan tuna ini menggunakan metode pusat gravitasi karena dinilai lebih fleksibel dan tidak memerlukan lokasi yang memerlukan pembatasan.

Tabel 1 Titik Koordinat Pelabuhan dan Volume Ikan Tuna yang Dihasilkan/hari (ton) No Pelabuhan Koordinat Volume ikan tuna yang dihasilkan/hari (ton)

X y

1 PPS Lampulo 5.34 95.19 170

2 PPP Kuala Meureudu 4.57 97.45 50

3 PPN Kuala Idi 4.54 96.1 50

4 PPP Meulaboh 4.06 96.35 32

Dengan menggunakan rumus untuk mencari koordinat pusat gravitasi, didapatkan koordinat dari titik terpilih adalah sebagai berikut:

Koordinat x pusat gravitasi = = 4.94

Koordinat x pusat gravitasi = = 95.84

Sehingga diperoleh (x,y) = (4.94 , 95.84)

Gambar 1. Titik Koordinat Pusat Gravitasi

Berdasarkan metode pusat gravitasi, Pelabuhan Perikanan yang layak dikembangkan menjadi pelabuhan utama untuk ekspor ikan tuna di Aceh adalah Pelabuhan Kuala Meureudu. Pada tahun 2012, Pemerintah Aceh untuk pertama kalinya mulai merintis peningkatan status sejumlah pelabuhan perikanan, salah satunya mempersiapkan pelabuhan ekspor tuna berstandar internasional. Pelabuhan Perikanan Kuala Meureudu merupakan salah satu lokasi alternatif pembangunan pelabuhan ekspor tuna dengan fasilitas modern di Pidie Jaya. Pelabuhan ekspor tersebut rencananya menjadi salah satu infrastruktur prioritas yang mendukung pengembangan sejumlah komoditi ekspor lain di

95.19x170+97.45x50+96.1x50+96.35x32 170 + 50 + 50 +32

5.34x170 + 4.57x50 + 4.54x50 + 4.06x32 170 + 50 + 50 +32

(7)

B92

Aceh, termasuk ekspor komoditi perkebunan, pertanian dan hasil industri lainnya (VOA Indonesia, 2012).

Rencana pembangunan pelabuhan ekspor di Pidie Jaya cukup strategis dan berbatasan langsung dengan akses perdagangan melalui jalur laut terpadat di dunia, yaitu berada di sekitar perairan selat Malaka. Kalangan praktisi maritim sebelumnya mengatakan, wilayah tangkapan tuna di Aceh salah satu yang terluas di Asia, mencakup hingga berbatasan dengan perairan (internasional) di Selat Malaka, Laut Andaman serta Samudera Hindia di bagian barat dan utara provinsi Aceh. Untuk mengembangkan potensi ini, dibutuhkan komitmen para pihak yang berkepentingan dalam menghadapi masalah-masalah lingkungan, stabilitas harga, kualitas dan kapasitas tangkapan hasil perikanan laut termasuk tuna, agar lebih proporsional sesuai kebutuhan pasar ekspor, baik lokal maupun global. Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian serta pertimbangan dalam pengembangan pelabuhan ekspor utama untuk komoditi ikan tuna adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan/perkembangan ekonomi daerah penyangga (hinterland) dari pelabuhan yang bersangkutan;

2. Perkembangan industri yang terkait dengan pelabuhan;

3. Data arus (cargo flow) sekarang dan perkiraan yang akan datang serta jenis dan macam komoditi yang akan keluar masuk;

4. Tipe dan ukuran kapal yang diperkirakan akan memasuki pelabuhan; 5. Jaringan jalan (prasarana dan sarana angkutan dari/ke daerah penyangga; 6. Alur masuk/keluar menuju laut;

7. Aspek nautis dan hidraulis;

8. Dampak keselamatan dan lingkungan hidup; 9. Analisa ekonomi dan keuangan; dan

10. Koordinasi antara lembaga penyelenggara yang seimbang. Kesimpulan

Berdasarkan metode pusat gravitasi, tulisan ini menyarankan Pelabuhan Perikanan yang layak dikembangkan menjadi pelabuhan utama untuk ekspor ikan tuna di Aceh adalah Pelabuhan Kuala Meureudu Pidie Jaya. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah perlu mengembangkan pelabuhan perikanan ini sehingga menjadi pelabuhan ekspor tuna terbesar dengan standar internasional sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat Aceh.

Daftar Pustaka

Aksen, A., Altinkemer, K. (2008). A location-routing problem for the conversion to the ‘‘click-and-mortar” retailing: The static case, European Journal of Operational Research, 186 : 554–575.

Ambrosino, D., Scutellà, M.G. (2005). Distribution network design: New problems and related models, European Journal of Operational Research, 165 : 610–624.

Aghezzaf, E. (2005). Capacity planning and warehouse location in supply chains with uncertain demands, Journal of the Operational Research Society, 56 : 453–462. Avittathur, B., Shah, J., Gupta, O.K. (2005). Distribution centre location modelling for

differential sales tax structure, European Journal of Operational Research, 162 : 191–205.

Amiri. (2006). Designing a distribution network in a supply chain system: Formulation and efficient solution procedure, European Journal of Operational Research 171 (2006) 567–576.

Chen, S., Liu, X. (2006). Factors That Affecting Logistics Center Location and One Site Selecting Method. Weinan Teacher's college Journal, 21(2) : 22-24

(8)

B93

Canel, C., Khumawala, B.M. (1997). Multi-period international facilities location: An algorithm and application, International Journal of Production Economics 35 : 1891– 1910.

Canel, C., Khumawala, B.M. (2001). International facilities location: A heuristic procedure for the dynamic uncapacitated problem, International Journal of Production Research, 39 : 3975–4000.

Canel, C., Khumawala, B.M., Law, J., Loh, A. (2001). An algorithm for the capacitated, multi-commodity multi-period facility location problem, Computers & Operations Research 28 : 411–427.

Council of Supply Chain Management Professionals, (2017). <http://cscmp.org>

Carlsson, D.M. (2005). Rönnqvist, Supply chain management in forestry – Case studies at södra cell AB, European Journal of Operational Research, 163 : 589–616. Dasci, A., Verter, V. (2001). A continuous model for production–distribution system

design, European Journal of Operational Research 129 (2001) 287–298.

Eskigun, E., Uzsoy, R., Preckel, P.V., Beaujon, G., Krishnan, S., Tew, J.D. (2005) Outbound supply chain network design with mode selection, lead times and capacitated vehicle distribution centers, European Journal of Operational Research, 165 : 182–206.

Hakravarty, A.K. (2006 Global plant capacity and product allocation with pricing decisions, European Journal of Operational Research 165 (2005) 157–181.

Klose, A.D. (2005). Facility location models for distribution system design, European Journal of Operational Research 162 (2005) 4–29.

Render, B., Heizer, J. (2005). Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta.

Gambar

Tabel 1 Titik Koordinat Pelabuhan dan Volume Ikan Tuna yang Dihasilkan/hari (ton)

Referensi

Dokumen terkait

market intelligence untuk mengetahui kondisi pasar internasional terkait kebutuhan pasar produk tuna. Nilai tertinggi dari parameter pelayanan umum adalah penyediaan

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan persepsi dokter terhadap peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian yang ditinjau dari

 Sub Bagian Umum dan Kepegawaian mempunyai tugas menyiapkan dan memberikan pelayanan dalam urusan surat menyurat, tata naskah dinas, kearsipan, perlengkapan

Universiti Malaysia Pahang (UMP) amat berbesar hati kerana telah diberikan mandat oleh MASUM untuk menjadi tuan rumah kepada Majlis Anugerah Sukan MASUM 2008.. Saya menganggap

- direndam dalam HCl 0,1 M selama 24 jam - disaring dengan kertas saring - dicuci dengan aquades hingga bebas dari ion Cl- penambahan AgNO3 pada air pencucian sampel batang jagung

Analisis Dampak Kafein Terhadap Hasil Perhitungan Heart rate Lari 100 M dan Illinoise Agility Kafein mempunyai efek ergogenik yang dapat meningkatkan peforma, terutama

Poeti që në fillim është sunduar nga dhimbja, “ me zjarr ju flas me zjarr” dhe që përforcohet më tej me fjalën “ varr” kemi edhe sinonim brenda vargut “ ay e

DRPP/Kuitansi Nama Kegiatan Hasil Pemeriksaan Berkas Kurang 1 000442 Pembelian parang -Belum dilengkapi tanda. tangan pejabat keuangan - SPBY 2 000443 Biaya Parkir -Belum