• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN HOT (HIGHER ORDER THINKING) SISWA SDN BANYU LANDAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN HOT (HIGHER ORDER THINKING) SISWA SDN BANYU LANDAS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

91

PENERAPAN MODEL PROBLEM SOLVING DALAM MENINGKATKAN

KEMAMPUAN HOT (HIGHER ORDER THINKING)

SISWA SDN BANYU LANDAS

Silvia Uyani

Sekolah Dasar Negeri Banyu Landas

Banyu Landas, Benua Lima, Barito Timur, Kalimantan Tengah, Indonesia vi.uyani@gmail.com

Abstract: This research relates to the implementation of Problem Solving model in Banyu

Landas Elementary School. The research objective is to increase students’ Higher Order Thingking Skills (HOTS). The research was conducted by using classroom action research (CAR) method through 2 cycles. Ten six class students of SDN Banyu Landas were used as research subject. The data collection used obeservation sheets and HOT oriented achievement test. The data were qualitatively analyzed with percentage technique. The result of research stated that (1) students’ Higher Order Thingking Skills (HOTS) increased from analysis skills 77,85% in the first cycle up to synthesys skills 86,58% in the end of second cycle (2) the quality of teacher’s activity increased from 58,41% in the first cycle up to 71,14% in the end of second cycle; (2) students’ activity incresed from 68,39% in the first cycle up to 70,10% in the end of second cycle.

Keywords: Higher Order Thinking Skills, teacher activity, student activity , Problem Solving. Abstrak: Penelitian ini berkenaan dengan penerapan model Problem Solving di SDN Banyu

Landas. Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkt tinggi (Higher Order Thingking Skill/HOT) siswa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas dalam 2 siklus. Subyek penelitian adalah 10 orang siswa kelas VI SDN Banyu Landas. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan tes hasil belajar berorientasi HOT. Data dianalisis secara kualitatif dengan teknik persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thingking Skill/HOT) peserta didik meningkat dari kemampuan analisis 77,85% pada awal siklus I menjadi kemampuan sintesis 86,58% pada akhir siklus II kualitas, (2) aktivitas guru meningkat dari 58,41% pada siklus 1 menjadi menjadi 71,14% pada siklus 2; (2) aktivitas siswa meningkat dari 68,39% pada siklus 1 menjadi 70,10% pada siklus II.

Kata kunci: HOT (Higher Order Thinking) skills, aktivitas guru, aktivitas siswa, Problem

Solving

PENDAHULUAN

SDN Banyu Landas pada tahun pelajaran 2013/2014 kelas VI memiliki siswa sebanyak 11 orang terdiri dari 8 orang siswa dan 3 orang siswi dengan kemampuan yang sangat beragam. siswa kelas VI ini sering ribut di dalam kelas dan terkesan tidak serius mengikuti pembelajaran terutama pada pembelajaran matematika. Siswa mengalami

kesulitan belajar karena tidak menguasai teknik berhitung dasar terutama pada perkalian dan pembagian, tidak mampu memahami serta menerapkan konsep. Kurikulum 2013 menghendaki siswa tidak hanya berpikir teoritis tetapi dapat menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari.

(2)

92

Pelajaran yang diajarkan di kelas VI adalah pelajaran yang pernah diterima siswa sejak kelas I hingga kelas V, maka di kelas VI siswa hanya perlu mempertajam dan meningkatkan pemahaman konsep saja. Kenyataannya di SDN Banyu Landas, kurang berhasilnya kegiatan pembelajaran terutama di kelas III, IV dan V menyebabkan siswa di kelas VI terkesan harus mempelajari segala sesuatu dari dasar mulai dari awal lagi. Fenomena ini terjadi karena saat duduk di kelas III, IV dan V siswa hanya belajar secara konvensional. Guru menjadi dominan dalam pelajaran, hanya menjelaskan konsep abstrak tanpa menyertakan contoh masalah dalam materi matematika tersebut dalam keseharian siswa sehingga siswa tidak dapat menyerap pelajaran tersebut.

Pembelajaran mengenai bangun datar pada konsep menghitung luas segi banyak yang diajarkan pada semester I kelas VI sebetulnya menjadi bagian dari keseharian siswa sehari-hari. Manusia dalam kesehariannya menggunakan berbagai macam bentuk bangun datar untuk memenuhi keperluannya. Peneliti ingin mengembangkan pembelajaran yang dapat mengakomodasi kesulitan siswa dalam mempelajari konsep dasar bangun datar sekaligus meningkatkan kemampuan berhitung siswa.

Mempertimbangkan jumlah peserta didik dan tujuan untuk meningkatkan pemahaman peneraan dan aktifitas siswa, maka peneliti menerapkan model pembelajaran Problem Solving pada materi pelajaran Geometri di kelas VI SDN Banyu Landas. Model pembelajaran Problem Solving akan memanfaatkan gambar-gambar berbagai bangun datar dengan ukuran yang berbeda. Gambar-gambar ini kemudian diukur sendiri oleh siswa untuk menentukan

keliling dan luasnya. Gambar-gambar ini dapat juga di gunting dan disatukan untuk membentuk bangun baru, seperti membentuk belah ketupat dan layang-layang dengan menggabung beberapa segitiga.

Model ini dipilih karena keberhasilan penelitian sebelumnya. Penelitian Tindakan Kelas yang dilakukan oleh Aminuyati (2012:9) menunjukkan bahwa penggunaan model Problem Solving dengan akan lebih bermakna dan dapat meningkatkan minat dan motivasi siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar menjadi lebih kondusif dan menyenangkan sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi pelajaran, berani bertanya, menjawab, berargumentasi, menanggapi saat diskusi kelas dan kreatif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran efektif harus berpusat pada siswa, artinya siswa berperan sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga pada akhirnya proses pembelajaran tersebut dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Hasil penelitian Kartono (2009) mengatakan bahwa pembelajaran dengan model problem solving membuat siswa merasa gembira dan senang belajar dengan cara melakukan kegiatan atau pengamatan langsung pada obyek dan benda-benda konkrit. Pembelajaran menggunakan memungkinkan siswa untuk merasakan langsung penggunaan matematika secara nyata dalam kehidupannya dengan cara lebih sederhana. Penggunaan benda-benda konkrit cocok digunakan pada materi bangun datar karena siswa dapat mengamati dan menemukan bangun datar dalam kehidupan sehari-hari sehingga siswa tidak kebingungan. Penggunaan benda-benda di sekitar siswa seperti meja, atap, papan tulis, teralis jendela atau benda lain membuat pembelajaran ini lebih menyenangkan.

(3)

93 Berdasarkan uraian di atas, maka

penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thingking/HOT) siswa, aktivitas guru dan aktivitas siswa SDN Banyu Landas khususnya pada amateri pelajaran Geometri.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari 2 siklus, dengan jumlah keseluruhan pertemuan sebanyak 4 kali. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SDN Banyu Landas Kalimantan Tengah Faktor-faktor yang diteliti adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) siswa pada materi geometri, aktivitas guru, dan aktivitas siswa selama pembelajaran.

Instrumen penelitian yang digunakan, yaitu (1) tes hasil belajar siswa, (2) lembar observasi aktivitas siswa, dan (3) lembar observasi aktivitas guru. Hasil penelitian ini dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk melihat peningkatan kemampuan berpikir tingkat tinggi, aktivitas guru dan aktivitas siswa SDN Banyu Landas. Keberhasilan tindakan ditentukan berdasarkan kriteria baik pada kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa, serta kriteris baik pada aktivitas guru dan aktivitas siswa.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Perencanaan Tindakan

Tahap perencanaan tindakan dilaksanakan dengan baik dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: (a) Menyusun RPP dengan materi geometri dengan mengacu pada kurikulum KTSP (Mulyasa: 2010); (b) Menyusun LKS dan soal; (c) Menyusun lembar observasi aktivitas guru; (d) Menyusun lembar observasi aktivitas siswa; (e) Membuat instrumen evaluasi

pembelajaran; (f) Menyiapkan alat dan bahan pembelajaran; dan (h) Menetapkan 2 observer (pengamat).

Tahap Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Pelaksanaan tindakan setiap siklus terdiri atas 2 (dua) kali pembelajaran. Tahap ini diawali dengan mengenali gambar bangun datar lalu bertanya jawab tentang rumus yang digunakan. Pada kegiatan inti guru menyajikan contoh soal bangun gabungan dan cara penyelesaiannya secara bertahap. Beberapa siswa diminta maju kedepan untuk menghitung hasilnya. Setelah dirasa cukup guru membagikan LKS 1 yang memuat soal dan sesuai model Problem Solving.

Selama pengerjaan LKS, peserta didik masih bertanya tentang cara pengisian LKS yang masih baru dikenal mereka. Suasana kelas masih belum kondusif karena banyaknya peserta didik yang bertanya terlebih pada saat mereka harus menggambar bangun datar sesuai ukuran. Banyak siswa masih belum tepat menggunakan penggaris saat menggambar.

Pada akhir proses pembelajaran, dilakukan diskusi singkat mengenai soal LKS yang sudah dikerjakan siswa dan menyimpulkan materi bersama-sama dengan siswa. Guru tidak memberikan pekerjaan rumah atau tindak lanjut karena siswa sudah mengerjakan banyak soal.

Pertemuan kedua tidak berbeda dengan pertemuan pertama, materi yang diajarkan adalah jajargenjang yang lebih mudah dari materi bangun gabungan. Guru menyajikan materi menggunakan kertas yang dipotong agar siswa dapat menarik kesimpulan bahwa menghitung luas jajargenjang sama dengan menghitung luas persegi panjang.

Setelah memberikan beberapa contoh soal, guru membagikan LKS 2 yang memuat

(4)

94

langkah Problem Solving. Peserta didik hanya bingung saat melihat gambar jajar genjang yang berbeda namun rumus yang digunakan tetap sama. Peserta didik juga diuji untuk membandingkan luas jajargenjang dan persegi panjang.

Proses pengerjaan LKS 2 lebih kondusif karena hanya beberapa siswa yang bertanya. Ada juga siswa yang memotong sendiri kertas sesuai gambar di LKS 2 untuk memudahkannya mengetahui alas dan tinggi jajargenjang. Soal ini juga meminta siswa menggambar bangun sesuai ukuran dan sebagian besar peserta didik sudah mampu menggunakan penggaris dengan benar.

Pada akhir proses pembelajaran guru menyimpulkan materi bersama-sama dengan siswa. Guru tidak memberikan pekerjaan rumah atau tindak lanjut karena siswa sudah mengerjakan banyak soal.

Tahap Pengamatan dan Evaluasi

Pada tahap ini dilakukan observasi selama pembelajaran berlangsung dengan cara mengamati aktivitas siswa dan guru dengan menggunakan lembar observasi. Evaluasi dilakukan di akhir setiap siklus. Berikut ini adalah hasil observasi aktivitas guru pada siklus 1.

Tabel 1. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus 1

No. Aspek yang diamati Rata-rata

Skor Siklus 1 1. Kegiatan Awal

1. Memotivasi peserta didik 2

2. Bertanya jawab dengan siswa 2

3. Menuliskan topik yang akan dipelajari 2

4. Menyampaikan tujuan pembelajaran 1,5

2. Kegiatan Inti

5. Mengingatkan tentang materi 2,5

6. Memberikan contoh soal 2,5

7. Membagikan LKS 4

8. Mengarahkan siswa merumuskan masalah 2,5

9. Mengarahkan siswa menganalisis masalah 2,5

10. Mengarahkan siswa merumuskan hipotesis 2,5

11. Mengarahkan siswa mengumpulkan data 2,5

12. Mengarahkan siswa merumuskan pemecahan masalah 2,5

13. Membimbing siswa jujur mengisi LKS 2,5

14. Membimbing siswa mengikuti langkah LKS 2

15. Mengingatkan siswa yang menunjukkan karakter tidak bertanggung jawab 2 3. Kegiatan Akhir

16. Membimbing peserta didik merangkum tentang materi pada LKS 3 17. Guru melaksanakan evaluasi berupa post test (atau guru memberikan tugas

atau PR ) 1

Total 39,5

Persentase 58,40%

(5)

95 Pada pertemuan siklus 1, siswa masih

bertanya sering tentang cara mengisi LKS pada guru sehingga guru masih terlibat terlalu banyak. Pembelajaran terkesan

terpusat pada guru bukan pada siswa. Berikut ini adalah hasil observasi aktivitas siswa pada siklus 1.

Tabel 2. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus 1

Indikator Rata-rata Skor

Siklus 1 1. Kesiapan belajar 72,5 2. Merumuskan masalah 73,7 3. Menganalisis masalah 70,2 4. Merumuskan hipotesis 60,8 5. Mengumpulkan data 71,5

6. Merumuskan pemecahan masalah 69,3 7. Menuliskan pemecahan masalah secara

bertahap 8. Kemampuan analisis 69,2 66,8

9. Kemampuan sistesis 56,9

10. Hasil Evaluasi 72,8

Total 683,8

Persentase 68,40%

Kategori Cukup Baik

Baik pada pertemuan 1 dan 2, siswa masih membiasakan diri dengan pengisian LKS. Gambar bangun luas segi banyak dan jajargenjang yang dibuat bervariasi juga sempat membuat beberapa peserta didik kesulitan. Proses pengerjaan LKS lebih lama

dari waktu yang ditentukan karena siswa memerlukan waktu untuk memahami soal tetapi memberikan hasil yang baik.

Hasil belajar siswa siklus I dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Siklus I No Rentang Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persentase Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persentase 1 < 50 2 82 18,18% 1 52 10% 2 50 – 59 0 - - - - 3 61 – 69 3 190 27,27% - - - 4 70 – 79 2 148 18,18% - - - 5 80 – 89 2 162 18,18% 3 257 30% 6 90 – 100 2 188 18,18% 6 583 60% Jumlah 11 770 54,54% 10 892 90% Rata-rata 70 89,2

Hasil belajar peserta didik pada pertemuan 1 dan 2 siklus I meningkat. Di awal pertemuan peserta didik masih bingung

dengan cara mengisi LKS namun pada pertemuan berikutnya sudah mulai terbiasa.

Model Problem Solving dirancang untuk dapat meningkatkan kemampuan HOT

(6)

96

(Higher Order Thingking) siswa di aspek analisis seperti terlihat pada tabel 4.

Kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa pada aspek analisis terpengaruh oleh tingkat kesukaran soal. Pada

pertemuan pertama hanya mendapat 68,10% meningkat menjadi 87,59% dipengaruhi oleh tingkat kesukaran soal pada konsep menghitung luas bangun gabungan (LKS 1) dan menghitung luas jajar genjang (LKS 2). Tabel 4. Kemampuan HOT Analisis Siklus I

No Rentang Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persentase Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persentase 1 25% - 39% 1 32 09,09% - - - 2 40% - 54% 1 44 09,09% - - - 3 55% - 69% 3 170 27,27% 1 56 10% 4 70% - 84% 4 317 36,36% 1 71 10% 5 85% - 100% 2 187 18,18% 8 748 80% Total 11 749 54,54% 10 876 90% Rata-rata 68,10% 87,59%

Kategori Baik Sangat Baik

Rata-Rata Siklus I 77,85% (Baik)

Tahap Refleksi

Refleksi terhadap hasil pembelajaran siklus 1 menunjukkan bahwa kemampuan HOTS siswa masih belum sesuai kriteria yang diharapkan. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran siklus 1 belum cukup mendukung berkembangnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa. Demikian pula aktivitas siswa dalam pembelajaran yang mendukung berkembangnya HOTS seperti merumuskan hopotesis, mengumpulkan data, merumuskan pemecahan masalah, menganalisis dan mensintesis masih rendah. Oleh karena itu pada siklus II akan dilakukan peningkatan terhadap aktivitas guru dan siswa. Salah satu kelamahan siklus I yaitu pengerjaan LKS yang masih makan waktu lama akan diperbaiki dengan cara membatasi waktu pengerjaan LKS di siklus II.

Siklus II

Tahap Perencanaan Tindakan

Tahap perencanaan tindakan pada siklus II dirancang untuk memperbaiki aktivitas guru dan aktivitas peserta didik serta meningkatkan hasil belajar siswa. Hal yang dilakukan yaitu:

(a) menyusun RPP siklus 2 ini dengan beberapa tindakan perbaikan oleh guru yang secara sengaja dirancang agar dapat meningkatkan motivasi siswa dalam belajar; (b) menyusun LKS dan soal; (c) menyusun lembar observasi aktivitas guru; (d) Menyusun lembar observasi aktivitas siswa; (e) membuat alat evaluasi pembelajaran; dan (f) mengumpulkan media pembelajaran.

Tahap Pelaksanaan Tindakan

Pertemuan 1 di awal pembelajaran, guru menggambar lingkaran dipapan tulis dan membuat garis tengah dan mengenalkan istilah diameter. Kemudian guru juga menjelaskan istilah jari-jari. Guru kemudian menjelaskan istilah π (phi) pada siswa yaitu nilai 22/7 atau 3,14 serta perbedaan penggunaannya pada rumus luas lingkaran.

Siswa diminta menggambar lingkaran di bukunya dengan memanfaatkan koin, isolasi atau tutup botol lalu membuat garis tengah dan menentukan jari-jari. Guru memberikan sebuah contoh soal pertama dimana jari-jari yang digunakan adalah 7cm.

(7)

97 Guru mengajarkan cara menuliskan

rumus dan menerjemahkannya dengan angka yang ditentukan. Guru meminta salah satu peserta didik menyelesaikan soal.

Guru kemudian memberikan satu contoh soal lagi dengan jari-jari 10cm dan meminta siswa lain menyelesaikan soal tersebut. Guru dan peserta didik melakukan tanya jawab singkat tentang cara menghitung luas lingkaran. Guru kemudian meminta peserta didik mengerjakan LKS. Siswa tidak lagi kebingungan dalam mengerjakan LKS tersebut walaupun masih ada dua peserta didik yang bertanya.

Pada pertemuan kedua siswa belajar tentang volume tabung dan prisma segitiga. Guru sudah membawa 2 bangun yaitu bangun prisma segitiga dan tabung. Guru bertanya tentang nama bangun prisma segitiga pada siswa dan mereka menjawab limas, guru mengoreksi dengan mengenalkan istilah prisma segitiga. Guru kemudian bertanya tentang nama tabung pada siswa, ada yang mengatakan tabung ada yang mengatakan drum.

Guru mengingatkan siswa tentang debit dan volume yang sudah diajarkan pada materi sebelumnya. Guru mengajukan pertanyaan tentang cara menghitung volume kolam (balok) dan peserta didik menjawab panjang x lebar x tinggi. Guru menjelaskan tentang inti

dari mencari volume adalah luas alas x tinggi. Guru mengajukan tanya jawab singkat tentang alas prisma serta cara menghitung luas segitiga. Guru memberikan contoh soal menghitung volume prisma segitiga dan meminta salah satu peserta didik menyelesaikannya.

Kemudian guru mengajukan tanya jawab singkat tentang alas tabung dan cara menghitung luas lingkaran. Guru kembali memberikan contoh soal menghitung volume tabung dan meminta peserta didik lain menyelesaikan soal tersebut. Guru kembali mengingatkan inti menghitung volume yaitu luas alas x tinggi sehingga hal yang perlu dilakukan siswa adalah mengetahui dan menghitung luas alas bangun terlebih dahulu.

Guru kemudian membagikan LKS 4 dan peserta didik menyelesaikan soal yang ada. Pada akhir proses pembelajaran, dilakukan diskusi singkat mengenai soal LKS yang sudah dikerjakan dan menyimpulkan materi bersama-sama siswa. Guru memberikan satu soal sebagai pekerjaan rumah.

Tahap Pengamatan dan Evaluasi

Pada tahap ini dilakukan observasi selama pembelajaran berlangsung dengan cara mengamati aktivitas siswa dan guru dengan menggunakan lembar observasi.

Berikut ini adalah hasil observasi aktivitas guru pada siklus 2.

Tabel 5. Hasil observasi aktivitas guru pada siklus II

No. Aspek yang diamati Rata-rata Skor

Siklus 2 1. Kegiatan Awal

1. Memotivasi peserta didik 3,5

2. Bertanya jawab dengan siswa 3

3. Menuliskan topik yang akan dipelajari 3

4. Menyampaikan tujuan pembelajaran 2

2. Kegiatan Inti

5. Mengingatkan tentang materi 3

(8)

98

7. Membagikan LKS 4

8. Mengarahkan siswa merumuskan masalah 3

9. Mengarahkan siswa menganalisis masalah 3

10. Mengarahkan siswa merumuskan hipotesis 3

11. Mengarahkan siswa mengumpulkan data 3

12. Mengarahkan siswa merumuskan pemecahan masalah 3

13. Membimbing siswa jujur mengisi LKS 3

14. Membimbing siswa mengikuti langkah LKS 2,5 15. Bila ada siswa yang menunjukkan karakter tidak bertanggung jawab

segera diingatkan 2

3. Kegiatan Akhir

16. Membimbing peserta didik merangkum tentang materi pada LKS 2,5 17. Guru melaksanakan evaluasi berupa post test (atau guru

memberikan tugas atau PR ) 2

Total 48,5

Persentase 71,14

Kategori Baik

Pada pertemuan pertama siklus II, Guru mengajarkan materi dengan bahasa yang dipahami siswa, tetapi pengantar materi luas lingkaran masih terlalu luas untuk siswa. Sebagian kecil peserta didik masih bertanya tentang nilai π yang mereka gunakan dalam rumus.

Pertemuan kedua siklus II penyampaian contoh soal dan penghitungan secara bertahap membuat siswa lebih mudah memahami cara penyelesaian LKS 4. Hal ini berdampak pada peningkatan aktivitas siswa serta hasil belajar. Berikut ini adalah hasil observasi aktivitas siswa pada siklus 1.

Tabel 6. Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus II

Indikator Rata-rata Skor

Siklus 1 1. Kesiapan belajar 86,93 2. Merumuskan masalah 81,02 3. Menganalisis masalah 75 4. Merumuskan hipotesis 72,5 5. Mengumpulkan data 83,3

6. Merumuskan pemecahan masalah 79,77 7. Menuliskan pemecahan masalah secara bertahap 80,91

8. Kemampuan analisis 71,36 9. Kemampuan sistesis 70,23 10. Hasil Evaluasi 86,93 Total 701,02 Persentase 70,1 Kategori Baik

(9)

99 Pada pertemuan 1 sebagian siswa sudah

memahami aplikasi rumus luas lingkaran walau masih ada beberapa peserta didik masih sulit menentukan nilai π untuk menghitung luas lingkaran. Ada siswa yang menggunakan nilai 3,14 untuk jari-jari kelipatan 7. Mereka menggunakan 3,14 karena dianggap lebih mudah daripada nilai π = 22/7.

Pada pertemuan 2 siswa sudah mampu menyelesaikan soal LKS 4 dengan baik, hanya saja hanya sebagian kecil siswa saja yang terlibat dalam penyelesaian contoh soal.

Hasil belajar siswa siklus II dapat dilihat pada tabel 7:

Tabel 7. Hasil Belajar Siswa Siklus II No Rentang Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persen tase Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persen tase 1 < 50 - - - - 2 50 – 59 - - - - 3 61 – 69 1 68 9,09% - - - 4 70 – 79 3 222 27,27% 1 76 10% 5 80 – 89 5 418 45,45% 4 352 40% 6 90 – 100 2 191 18,19% 5 473 50% Jumlah 11 899 90,91% 10 901 100% Rata-rata 81,73 90,10

Hasil belajar siswa pada pertemuan 1 dan 2 siklus II meningkat. Penyelesaian soal luas lingkaran (LKS 3) memerlukan konsentrasi dan perhitungan akurat, mereka mampu menuliskan langkah dengan benar tetapi beberapa gagal dalam menyelesaikan perhitungan akhir.

Penyelesaian soal volume tabung dan prisma segitiga (LKS 4) siswa telah

menguasai cara menghitung luas lingkaran dan segitiga yang digunakan sebagai alas bangun ruang, sebagian kecil siswa tidak dapat menyelesaikan perhitungan akhir.

Model Problem Solving dirancang untuk dapat meningkatkan kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa di aspek analisis seperti terlihat pada tabel 8:

Tabel 8. Kemampuan HOT Analisis Siklus II No Rentang Nilai Pertemuan 1 Pertemuan 2 Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persentase Jumlah Siswa Jumlah Nilai Persentase 1 25% - 39% - - - - 2 40% - 54% - - - - 3 55% - 69% 2 126 18,18% 1 56 10% 4 70% - 84% 6 450 54,55% 1 71 10% 5 85% - 100% 3 283 27,27% 8 748 80% Total 11 859 - - 876 90% Rata-Rata 78,07% 87,59%

Kategori Baik Sangat Baik

(10)

100

Kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa pada aspek analisis terpengaruh oleh tingkat kesukaran soal. Pada pertemuan 1 siklus II siswa cukup kesulitan mengerjakan soal nomor tiga dan empat karena bangun lingkaran tidak utuh sehingga memerlukan pembagian dan untuk soal nomor lima mereka berhasil menyelesaikan soal dengan menggunakan pohon faktor.

Hasil ini dapat meningkat di akhir siklus II karena siswa telah menguasai cara menghitung luas lingkaran dan segitiga yang digunakan sebagai alas bangun ruang.

Post Test

Setelah pelaksanaan siklus I dan II dilaksanakan sehingga siswa sudah memahami

proses Problem Solving, selanjutnya dilakukan post test. Tujuan dilakukan post test adalah untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menerapkan model Problem Solving pada soal cerita. Soal cerita juga dibuat agar dapat mengukur kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa kelas VI SDN Banyu Landas.

Kemampuan HOT yang diukur yaitu pada kemampuan sintesis pada soal cerita yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan siswa kelas VI SDN Banyu Landas. Siswa dituntut berpikir kritis agar dapat menyelesaikan soal yang telah dirancang tersebut. Hasil Post test pada siswa kelas VI SDN Banyu Landas dapat dilihat pada tabel 9. Tabel 9 Hasil Post Test

No Rentang Nilai Jumlah

Siswa Jumlah Nilai Keterangan

Persentase Ketuntasan 1 < 50 2 50 – 59 1 53 TT 10% 3 61 - 69 1 67 TT 10% 4 70 – 79 5 80 – 89 4 333 T 40% 6 90 - 100 4 386 T 40% Jumlah 10 839 80% Rata-rata Kelas 83,9

Hasil penilaian kemampuan HOT (Higher Order Thingking) aspek sintesis siswa

pada pengerjaan post test ditunjukkan pada Tabel 10.

.

Tabel 10 Kemampuan HOT Sintesis Siklus II No Rentang Nilai Jumlah

Siswa Jumlah Nilai (%) Persentase Ketuntasan Kategori 1 25% - 39% - - - - 2 40% - 54% - - - - 3 55% - 69% 1 61 10% Cukup Baik 4 70% - 84% 1 75 10% Baik 5 85% - 100% 8 730 80% Sangat Baik Jumlah 866 90% Sangat Baik Rata-rata Kelas 86,58%

Kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa pada aspek sintesis memiliki

rata-rata persentase 86,58% (sangat baik). Soal cerita yang disajikan memuat gambar dan

(11)

101 kata-kata menarik. Sebagian besar siswa tidak

kesulitan mengerjakan soal nomor satu sampai tiga karena masih menggunakan perhitungan luas bangun datar saja.

Pada soal nomor empat siswa diuji untuk menuliskan pendapatnya juga dan ada 3 orang siswa yang tidak menjawab dengan benar. Sementara soal nomor lima memerlukan ketelitian karena menghitung 2 volume bangun ruang. Setengah siswa tidak dapat menyelesaikan perhitungan akhir dengan baik.

Pembahasan

Model pembelajaran Problem Solving adalah model pembelajaran yang bertujuan agar peserta didik dapat menyelesaikan sebuah permasalahan secara bertahap. Penyelesaian secara bertahap tersebut akan mengurangi tingkat kesalahan dalam penyelesaian.

Penerapan pembelajaran model Problem Solving mengharapkan kreativitas guru dalam merancang pembelajaran sehingga dapat disesuaikan dengan kemampuan siswa. Setiap pertemuannya, guru harus bisa menemukan kelemahan dan memperbaikinya dalam pertemuan berikutnya. Pada awal pembelajaran siswa memang mengalami kesulitan dan kebingungan karena mereka harus mengerjakan LKS yang memuat banyak pertanyaan. siswa banyak sekali bertanya sehingga pembelajaran ini pada awalnya masih berpusat pada guru. Guru mengurangi perannya sedikit demi sedikit dan mengarahkan peserta didik untuk lebih mandiri dalam pembelajaran berikutnya.

Perubahan sikap guru tersebut tergambar dalam hasil observasi aktivitas guru. Hasil observasi aktivitas guru pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua pada masing-masing siklus dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 1. Perbandingan Aktiivtas Guru Pembelajaran dengan metode pemecahan masalah membuat guru harus menyiapkan soal yang mampu membuat peserta didik menyelesaikannya secara bertahap. Guru menyiapkan LKS yang membuat siswa menerapkan model Problem Solving tanpa disadarinya dan membuatnya terbiasa menjawab soal secara bertahap. Selain LKS, guru juga menggunakan alat peraga dalam pembelajarannya serta post test berupa soal cerita yang mengarahkan siswa berpikir kreatif dalam menganalisa soal dan menyelesaikannya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Lidinillah (2008) yang menyatakan siswa sekolah dasar masih membutuhkan media atau alat peraga selama aktivitas pemecahan masalah. Media yang sangat menentukan adalah LKS yang dibuat oleh guru untuk memandu atau melatih siswa dalam menggunakan langkah-langkah pemecahan masalah. Sementara alat peraga yang dapat digunakan adalah alat-alat manipulatif untuk di eksplorasi siswa dalam kegiatan pemecahan masalah.

Sementara Usman (2007) mengatakan bahwa dalam Problem Solving memiliki pola yaitu: memahami soal, menyusun strategi penyelesaian, melaksanakan strategi dan memeriksa kembali. Pembelajaran ini lebih menekankan kepada proses dan pembelajaran ini berpusat pada siswa.

(12)

102

Pembelajaran matematika kelas VI SDN Banyu Landas menggunakan model Problem Solving terbukti mampu meningkatkan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II. Perbandingan aktivitas siswa pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua pada masing-masing siklus dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 2

Perbandingan Aktivitas Siswa

Gambar 2. Perbandingan aktivitas siswa Saat pertama kali diberikan LKS yang memuat banyak pertanyaan peserta didik terlihat bingung. Mereka akhirnya mengajukan pertanyaan. Awalnya guru menjawab pertanyaan siswa tetapi pada pertanyaan berikutnya guru menanyakan kembali pertanyaan itu pada siswa sehingga mereka mulai mengeluarkan pendapatnya. Proses tanya jawab ini sering berlangsung saat peserta didik sudah menerima LKS, guru hanya memberikan sedikit petunjuk dan meminta siswa untuk menemukan sendiri jawaban pertanyaannya. Kemampuan argumentasi berkembang sedikit selama proses ini.

Banyaknya pertanyaan yang diajukan pada pertemuan pertama menandakan kemampuan analisa siswa yang masih kurang dan menyebabkan suasana kelas kurang tenang. Guru harus bersikap sabar dan bijak serta kreatif menjawab pertanyaan peserta didik tanpa memberikan jawaban tetapi lebih menstimulasi cara berpikir mereka.

Hal ini sejalan dengan pendapat Rubinem (2013) yang menyatakan guru yang akan menerapkan pemecahan masalah dalam mengajarkan suatu materi matematika harus betul-betul berlatih, menyiapkan media yang relevan, memiliki strategi pada saat pelaksanaanya dan kesabaran dalam membimbing siswa.

Kurang kondusifnya suasana kelas pada pertemuan pertama pembelajaran terus diperbaiki di setiap pertemuan sehingga pada akhir siklus II suasana kelas sudah jauh lebih tenang dibanding saat pertemuan pertama siklus I. Perubahan suasana kelas ini terjadi karena peserta didik sudah memahami proses yang harus mereka kerjakan.

Hal ini sejalan dengan penelitian Aminuyati (2011) yang menyatakan model Problem Solving menciptakan suasana belajar kondusif, memudahkan siswa memahami materi pelajaran, berani bertanya, menjawab, berargumentasi, menanggapi saat diskusi kelas dan kreatif dalam proses pembelajaran.

Pembelajaran menggunakan model Problem Solving dapat dibuat lebih menyenangkan dengan menggunakan benda atau alat peraga dalam pembelajaran. Seperti pada saat siswa membuat gambar menggunakan penggaris, mereka merasa senang dan antusias karena itu merupakan pengalaman baru. Guru juga mengajak peserta didik menggunakan kertas bekas, memotong dan menempel hingga membentuk bangun baru yang saling berkaitan sehingga siswa mudah memahami konsep. Pada materi lingkaran menggunakan benda-benda berbentuk bulat disekitar siswa seperti koin, isolasi, tutup botol untuk membantu siswa membuat lingkaran. Pada materi volume guru menggunakan alat peraga prisma segitiga dan tabung untuk menjelaskan konsep hingga pembelajaran lebih menyenangkan.

(13)

103 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian

Kartono (2009) yang mengatakan bahwa pembelajaran dengan model Problem Solving dapat membuat siswa merasa gembira dan senang belajar dengan cara melakukan kegiatan atau pengamatan langsung pada obyek dan benda-benda konkrit.

Peningkatan aktivitas guru dan aktivitas siswa berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Perbandingan hasil belajar siswa materi geometri menggunakan model Problem Solving pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua pada masing-masing siklus dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 3. Perbandingan hasil belajar siswa Penggunaan model Problem Solving ini terbukti dapat meningkatkan aktivitas siswa, aktivitas guru dan hasil belajar siswa. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian sebelumnya oleh Rohita (2011) yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan model Problem Solving efektif untuk pembelajaran matematika pada soal cerita. Pembelajaran ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Selain untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, model Problem Solving juga dirancang untuk meningkatkan kemampuan HOT (Higher Order Thingking) peserta didik pada aspek analisis dinilai dari LKS 1 sampai LKS 4 dan sintesis dinilai dari hasil post test.

Peningkatan kemampuan HOT (Higher Order Thingking) pada peserta didik kelas VI SDN Banyu Landas pada pembelajaran Problem Solving dapat dilihat dari gambar berikut:

Gambar 4. Kemampuan HOT siswa Peningkatan kemampuan analisis terlihat dari gambar diatas. Pada LKS 3 terjadi penurunan karena materi yang disajikan yaitu luas lingkaran memang lebih sulit. Sedangkan penurunan pada nilai post test karena kemampuan yang diukur adalah kemampuan sintesis dalam penyelesaian soal cerita. Bloom menyatakan bahwa kemampuan sintesis berada satu tingkat diatas kemampuan analisis. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Widodo (2013) yang menyatakan bahwa model Problem Solving dapat meningkatkan kemampuan HOT (Higher Order Thingking) siswa. Siswa lebih berani untuk bertanya pada guru, mengusulkan ide dan terbentuknya keberanian menghadapi soal sulit dapat dijadikan modal menghadapi soal ujian nasional dan atau tes olimpiade. Penelitian Raiyn & Tilchin (2015) juga menemukan hal yang sama di mana penerapan metode problem solving dalam model PBL yang dimodifikasi mampu meningkatkan HOT dan kemampuan kolaborasi siswa.

(14)

104

PENUTUP Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model problem solving kemampuan HOT siswa kelas VI SDN Banyu Landas pada materi geometri meningkat dalam kategori sangat baik. Aktivitas guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran menggunakan model Problem Solving pada materi perubahan geometri juga meningkat dalam kategori baik.

Saran

Guru di Sekolah Dasar hendaknya menggunakan model Problem Solving untuk materi-materi yang sesuai karena dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, aktivitas guru, dan aktivitas siswa. Diharapkan guru-guru Sekolah Dasar dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mengolah pembelajaran menggunakan berbagai macam model pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran lebih menarik bagi siswa dan memberikan pengalaman langsung yang berkesan bagi siswa.

Ucapan Terimakasih

Penelitian ini terlaksana dengan didanai oleh Yayasan Adaro Bangun Negeri. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terima kasih kepada Yayasan Adaro Bangun Negeri (YABN) yang telah mendanai penelitian ini sehingga dapat dilaksanakan dengan baik.

DAFTAR RUJUKAN

Aminuyati, 2011. Model Problem Solving dengan Pendekatan Kontekstual untuk Melahirkan Kemampuan Berpikir Pada Mata Pelajaran Ekonomi. Jurnal Cakrawala Kependidikan, 9(2).

Kartono, 2009. Implementasi Pembelajaran Pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kompetensi Penalaran Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Cakrawala Kependidikan, 7(1).

Lidinillah, Dindin Abdul Muiz, 2008. Strategi Pembelajaran Pemecahan Masalah di sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Dasar No 10.

Mulyasa, E. (2010), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rohita, 2011. Kemampuan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika. Jurnal Pendidikan Dasar, 12(2).

Rubinem, Y. 2013. Peningkatan Aktivitas Peserta Didik Pada Pembelajaran Matematika Melalui Metode Pemecahan Masalah Di Kelas IV Sekolah Dasar Negeri 02 Sungai Pinyuh. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 2(6).

Usman, S. 2007. Strategi Pemecahan Masalah dalam Penyelesaian Soal Cerita di sekolah dasar. Jurnal Samudra Ilmu, 2(2).

Widodo, Tri dan Sri Kadarwati, 2013. Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan Karakter Siswa. Jurnal Cakrawala Pendidikan,32 (1).

Raiyn, J., Tilchin, O. 2015. Higher-Order Thinking Development through Adaptive Problem-Based Learning.

Journal of Education and Training Studies, 3(4): 93

Gambar

Gambar 1. Perbandingan Aktiivtas Guru
Gambar 3. Perbandingan hasil belajar siswa

Referensi

Dokumen terkait

Pada penulisan ilmiah ini penulis mencoba membuat suatu aplikasi secara komputerisasi pada counter handphone â Mega Cellâ yang digunakan dalam pencatatan penjualan. Penulis

We need to distinguish between these two types of cost in the accounts so that managers can properly plan, monitor and control their project resources.. In particular, core costs

Dengan ini saya menyatakan bahwa laporan kerja praktek ini benar-benar merupakan hasil2. karya saya sendiri dan bukan merupakan hasil karya orang lain, baik

[r]

Sistem organ adalah gabungan dari organ-organ yang bekerja sama untuk membentuk suatu sistem

MainActivity merupakan activity untuk pemilihan peta yang akan dimuat, yaitu Map (Lantai 1 Gedung Biru), Map2 (Lantai 8 Gedung Biru). Pada MainActivity juga terdapat pilihan

SANKSI HUKUM TERHADAP PERBUATAN LIWAT DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Di Indonesia sendiri peraturan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. ©Anindya Widita