• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pepaya (Carica papaya Linn.)

Pepaya berasal dari Amerika Tengah dan Mexico Selatan. Namun, pepaya dibudidayakan di negara-negara dengan iklim tropis, di mana Indonesia merupakan salah satunya (Tyler, 1993).

Pepaya dapat tumbuh pada ketinggian 1-1000 m di atas permukaan laut (Eisai, 1986; Lembaga Biologi Nasional, 1977). Habitat pepaya yang paling baik adalah pada tanah subur dengan pengairan yang baik yang mempunyai banyak kandungan humus (Lembaga Biologi Nasional, 1977).

1.1.1 Taksonomi Pepaya (Carica Papaya Linn.)

Pepaya termasuk dalam dunia Plantae, divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Cistales, suku Caricaceae, marga Carica, jenis Carica papaya Linn. ( Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000).

1.1.2 Kandungan Kimia Daun Pepaya (Carica papaya Linn.)

Daun pepaya mengandung β-karoten (116-514 ppm), 4 % papain, 0,07 % karpain, polifenol, asam organik, dan terpenoid (2) (3) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2000).

Papain merupakan enzim proteolitik (pemutus ikatan protein). Dilihat dari strukturnya, papain merupakan rantai peptida tunggal yang terdiri dari 212 residu asam amino yang terlipat menjadi dua bagian, dengan bobot molekul 23.406 Da dan mempunyai satu gugus -SH. Papain mempunyai rentang pH yang lebar (4,0-8,0) , dengan pH optimum antara 6,0-

(2)

Felter H.V. and J.U. Lloyd, 1898, Carica Papaya, King’s American Dispensatory [Serial Online], http://www.henriettesherbal.com/eclectic/kings/ carica.html. [18 Oktober 2006].

(3)

Jozef, F., 2005, The Chemical Anthropology of Antimicrobial Plants, Skadi.net [Serial Online], http://forum.skadi.net/showthread.php?p=353823 [7 Oktober 2006].

(2)

7,0. Papain bekerja optimum pada suhu 50-60 oC (4). Papain akan terdegradasi pada suhu lebih tinggi dari 60 oC(4).

Papain mempunyai kemampuan exfoliating, yang bekerja pada kelenjar sebaseus (tempat sebum diproduksi), yaitu mengangkat sel kulit mati dan membantu pertumbuhan sel kulit baru, sehingga kulit wajah akan tampak lebih bersih, putih, dan bersinar.

Karpain (suatu alkaloid) dan terpenoid yang terkandung dalam pepaya mempunyai efek antimikroba dan efek antiprotozoa (3)(Cowan, 1999). Osato et al., menemukan bahwa getah dari lateks pepaya bersifat bakteriostatik terhadap B. subtilis, Enterobacter cloacae, E. coli,

Salmonella typhi, Staphylococcus aureus, dan Proteus vulgaris (3).

Gambar 1.1 Struktur karpain

1.2 Kulit

Kulit merupakan struktur pelindung tubuh yang sempurna terhadap pengaruh luar, baik pengaruh fisik maupun pengaruh kimia dan merupakan membran barrier fisiologik yang penting, karena ia mampu menahan penetrasi bahan gas, cair maupun padat baik yang berasal dari lingkungan tubuh maupun dari komponen mikroorganisme. Meskipun kulit relatif permeabel terhadap senyawa-senyawa kimia, namun dalam keadaan tertentu kulit dapat ditembus oleh senyawa obat atau bahan berbahaya yang dapat menimbulkan

(4) Purnomo, Y., 2006, Optimasi Penambahan Crude Papain dan Suhu Inkubasi pada Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil, Kimi@net, LIPI, [Serial Online], http://www.kimianet.lipi.go.id/utama.cgi?bacaforum&berita& 1136515852&3 [5 Oktober 2006].

(3)

efek terapetik atau efek toksik, baik yang bersifat setempat (lokal) maupun sistemik (Aiache, 1993).

Penilaian aktivitas farmakologi sediaan topikal menunjukkan pentingnya bahan pembawa dalam proses pelepasan dan absorpsi zat aktif. Selain itu terbukti pula bahwa pemilihan bahan pembawa yang tepat dapat meningkatkan aksi zat aktif, baik lama aksi maupun intensitasnya (Aiache, 1993).

Pemahaman tentang anatomi dan fisiologi kulit serta faktor-faktor fisiko-kimia dan pato-fisiologi yang mempengaruhi permeabilitas kulit sangat diperlukan, sehingga dapat dirancang bentuk sediaan yang sesuai dengan tujuan pemakaian yang dikehendaki.

2.2.1 Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit merupakan jaringan perlindungan yang lentur dan elastis, menutupi seluruh permukaan tubuh dan merupakan 5% berat tubuh (Aiache, 1993). Kulit menerima ± ⅓ dari peredaran darah dalam tubuh (Chien, 1992; Chien, 1987). Dengan ketebalan hanya beberapa milimeter (2,97 ± 0,28 mm), kulit memisahkan organ vital dengan lingkungan luar. Kulit berperan sebagai pelindung (protective barrier) dari serangan fisika, kimia, atau mikrobiologi. Kulit sangat berperan pada pengaturan suhu tubuh (thermostat), regulasi tekanan darah, melindungi tubuh dari penetrasi sinar ultraviolet, mendeteksi adanya rangsangan dari luar serta untuk mengeluarkan kotoran (Aiache, 1993; Chien, 1992).

Secara mikroskopis, kulit merupakan organ multilayer yang terbentuk dari beberapa lapisan histologis (Aiache, 1993; Chien, 1992; Chien, 1987), yaitu: (dari luar ke dalam) a) Lapisan epidermis

Dibagi menjadi 5 lapisan, di mana lapisan terluar merupakan lapisan yang paling banyak menerima kontak dari lingkungan luar (Gambar 1.2).

b) Lapisan dermis

Lapisan ini tersusun atas pembuluh darah dan pembuluh getah bening. c) Hipodermis

Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung syaraf dan lapisan jaringan di bawah kulit yang berlemak.

(4)

Gambar 1.2 Penampang kulit manusia

Kulit mempunyai aneksa, kelenjar keringat dan kelenjar sebum (glandula sebaceous) yang berasal dari lapisan hipodermis atau dermis dan bermuara pada permukaan dan membentuk daerah yang tidak berkesinambungan pada epidermis (Gambar 1.3).

Lapisan-lapisan pada kulit manusia : a) Epidermis

Epidermis merupakan lapisan epitel, tebal rata-rata 200 µm, dengan sel-sel yang berdiferensiasi bertahap dari bagian yang lebih dalam menuju ke permukaan dengan proses keratinisasi. Epidermis dibedakan atas 2 bagian (seperti terlihat pada gambar 1.3 ), yaitu lapisan malfigi yang hidup, menempel pada dermis = viable epidermis =

living epidermis dan lapisan tanduk yang tersusun atas sekumpulan sel-sel mati

(5)

Gambar 1.3 Lapisan malfigi dan lapisan tanduk

Bagian dari epidermis : 1. Sel Malfigi

Lapisan dasar atau stratum germinativum tersusun atas deretan sel unik berbentuk kubus dengan sisi 6 µm yang saling berhimpitan satu dengan lainnya dan terletak di atas membran basal, terpisah dari dermis oleh epidermis. Lapisan sel-sel ini merupakan pusat kegiatan metabolik yang mengendalikan pembelahan sel dan pembentukan sel-sel sub junction lainnya.

Selama perubahan, sel-sel malfigi membuat tiga elemen spesifik yaitu: tonofibril, granul keratohialin, dan senyawa lipida (lembaran Odland). Tonofibril merupakan benang protein yang miskin ikatan sulfida, tergabung membentuk serabut dengan diameter sekitar 100 Å. Sebagian serabut tersebut melekat pada dinding sel pada bagian desmosom, yang lainnya bebas dalam sitoplasma. Granul keratohialin merupakan protein amorf yang kaya akan ikatan sulfida. Sedangkan, granul lipida/ lembaran Odland lebih kecil dibandingkan dengan sel-sel yang menyusun keratohialin. Lembaran tersebut dipenuhi oleh lipida yang tersusun atas lapisan rangkap 2 (dua) dengan ketebalan 20 Å.

Secara skematik sel malfigi dan berbagai perubahan kimia senyawa penyusunannya dapat dilihat pada gambar 1.4

(6)

Gambar 1.4 Struktur sel malfigi dan perubahan kimia bahan penyusunnya

Epidermis terdiri dari beberapa desmosom yang diselubungi oleh semen glukosaminoglikan. Ikatan antar sel ditentukan oleh desmosoma yang tampak sebagai membran rangkap dan tebal serta saling berhadapan.

Pada akhir diferensiasi sel mukus malfigi yang berlendir, lembaran Odland bergeser menuju perifer dan mengosongkan isinya melalui eksositosis dalam ruang seluler yang berisi lembaran lipida, yang sejajar dengan membran. Pada tahap ini terbentuk

barrier difusi terhadap air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air (Aiache,

1993).

2. Lapisan Tanduk (stratum corneum)

Lima persen (5 %) dari sel tanduk (stratum corneum) merupakan elemen pelindung yang paling efisien. Membran tersebut tahan terhadap bahan reduktor keratolitik, sebagian besar protease, senyawa-senyawa alkali dan senyawa-senyawa asam. Ketahanan ini tidak hanya disebabkan oleh adanya jembatan disulfida, tetapi juga oleh ikatan kovalen antar molekul yang belum banyak diketahui. Serat keratin α yang menyusun 50% lapisan tanduk, dan bersifat inert. Serat keratin tersebut dilindungi oleh senyawa amorf berdaya tahan tinggi dan sangat kaya akan ikatan disulfida, senyawa tersebut hanya dapat dirusak oleh bahan reduktor, basa dan asam pekat (Aiache, 1993). Senyawa larut dalam air (urea, asam organik, asam amino) yang terdapat pada bagian dalam sel tanduk mempunyai sifat higroskopis sedemikian rupa, sehingga sel tersebut

(7)

mampu menahan air dari keringat atau lingkungan luar. Pembasahan terjadi perlahan secara osmosis melalui lipida interseluler. Air mutlak diperlukan untuk menjaga sifat mekanik lapisan tanduk. Pada keadaan normal ia mengandung air 10-20% (Aiache, 1993).

Lipida yang terdapat dalam lapisan tanduk (stratum corneum) merupakan 7-9% dari berat jaringan keseluruhan dan terutama terdiri atas asam lemak bebas atau esternya, fosfolipida, skualen dan kolesterol. Berbagai kandungan tersebut dapat teremulsikan dengan air.

Sel-sel tanduk berbentuk poliedrik dan lempeng , ukuran rata-rata adalah 25 µ - 0,5 µ, bertumpuk satu di atas lainnya dan saling menutup. Jumlah lapisan sel pada lapisan tanduk (stratum corneum) tidak sama, rata-rata 20 - 30 sel pada sebagian besar bagian tubuh manusia. Sel-sel yang lebih dalam keadaannya lebih kompak dan terikat dengan kuat satu dengan lainnya (stratum corneum conjunctum); pada permukaan ia terlepas dan luruh (stratum corneum disjunctum).

Stratum corneum terdiri dari beberapa lapisan yang kompak (compacted). Sel-sel

tersebut tidak aktif secara fisiologis dan diperbaharui secara berkesinambungan, biasanya terjadi setiap dua minggu pada manusia dewasa normal. Regenerasi sel ini terjadi melalui mitosis pada lapisan basal dari epidermis, di mana lapisan ini disebut sebagai lapisan poliferative / germinal (Chien, 1992; Chien, 1987).

Permukaan kulit manusia rata-rata mnengandung 10-70 rambut folikel dan 200-250 kelenjar keringat per 1 cm2 kulit (Chien, 1992; Chien, 1987).

Keratin terakumulasi pada saat diferensiasi epidermis dan bertindak sebagai komponen utama dari stratum corneum. Kuku dan rambut akan tumbuh pada lapisan epidermis ini. Pada diferensiasi epidermis awal, sel didominasi dengan keratin dengan bobot molekul rendah, di mana kemudian berubah menjadi polipeptida dengan bobot molekul yang lebih tinggi. Polipeptida keratin disintesis sebagai pasangan asam-basa. Komponen ini distabilkan oleh pembentukan jembatan disulfida dan tidak bisa dilarutkan jika tidak ada reduktor.

(8)

b) Dermis dan Hipodermis

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata 3 - 5 mm, peranan utamanya adalah sebagai pemberi nutrisi pada epidermis. Berdasarkan tinjauan kualitatif dan susunan ruang serabut kolagen dan elastin, dermis terdiri atas dua lapisan anatomik, yaitu lapisan papiler jaringan kendur yang terletak tepat di bawah epidermis dan lapisan retikuler pada bagian dalam yang merupakan jaringan penyangga yang padat.

Anyaman pembuluh darah dan pembuluh getah bening terletak pada daerah papiler dengan kedalaman 100 - 200 µm. Hipodermis dan jaringan penyangga kendur, mengandung sejumlah kelenjar lemak dan juga mengandung glomerulus kelenjar keringat.

c) Aneksa Kulit (Aiache, 1993)

Aneksa kulit (gambar 1.5) terdiri atas sistem pilosebaseus dan kelenjar sudoripori. Setiap bulu rambut membentuk saluran epidermis yang masuk ke dalam dermis dan selanjutnya membentuk selubung luar bulu rambut tersebut. Bagian yang paling dalam, tertanam oleh akar pada sebuah papila dari jaringan penyangga dermik yang mempunyai banyak pembuluh darah. Selubung epitel bagian dalam mengelilingi rambut mulai dari akarnya sampai di tempat yang berhubungan dengan kelenjar sebaseus.

(9)

Pada umumnya kelenjar sebaseus menempel pada folikel rambut, kecuali pada beberapa daerah yang berbulu jarang dan terletak pada jarak sekitar 500 µm dari permukaan kulit.

2.2.2 Permeasi melalui Kulit

Aplikasi sediaan kosmetik gel digunakan untuk efek lokal, yaitu penetrasi zat aktif hanya terbatas sampai ke dalam lapisan tanduk (stratum corneum), folikel rambut, kelenjar sebaseus, kelenjar keringat, dan dermis. Namun, syarat dari mekanisme tersebut ialah obat tersebut harus dapat menembus membran barrier (penetrasi stratum corneum).

Absorpsi secara sistemik suatu sediaan kosmetik juga dapat memberikan efek yang tidak dikehendaki dan dapat mendorong timbulnya toksisitas perkutan (Aiache, 1993). Pada pengobatan setempat sering diperlukan penetrasi zat aktif ke dalam struktur kulit yang lebih dalam, sehingga konsentrasi dalam jaringan yang terletak di bawah daerah pemakaian harus cukup tinggi untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Aiache, 1993). Pada tahun 1853, ditemukan bahwa lapisan kulit tidak mempunyai permeabilitas yang sama. Epidermis kurang permeabel jika dibandingkan dengan dermis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa stratum corneum bertindak sebagai skin permeation barrier (Chien, 1992).

Absorpsi perkutan merupakan gabungan fenomena penetrasi suatu senyawa dari lingkungan luar ke bagian kulit sebelah dalam dan fenomena absorpsi dari struktur kulit ke dalam peredaran darah atau getah bening. Istilah "perkutan" menunjukkan bahwa penetrasi terjadi pada lapisan epidermis dan absorpsi dapat terjadi pada lapisan epidermis yang berbeda (Aiache, 1993; Chien, 1987).

Penetrasi melintasi stratum corneum dapat terjadi melalui penetrasi transepidermal dan penetrasi transappendageal / trans appendageal route (rute melalui folikel rambut). Rute penetrasi transepidermal pada kulit dibagi menjadi dua, yaitu inter cellular route dan trans

cellular route(5).

(5) Anonim.

Transdermal Drug Delivery. http://faculty.mercer.edu/banga ak/pha326/

(10)

Pada kulit normal, jalur penetrasi obat umumnya melalui epidermis (transepidermal) dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut maupun melewati kelenjar keringat (transappendageal). Jumlah obat yang terpenetrasi melalui jalur transepidermal berdasarkan luas permukaan pengolesan dan tebal membran. Kulit merupakan organ yang bersifat aktif secara metabolik dan kemungkinan dapat merubah obat setelah penggunaan secara topikal. Biotransformasi yang terjadi ini dapat berperan sebagai faktor penentu kecepatan (rate limiting step) pada proses absorpsi perkutan (Swarbrick and Boylan, 1995).

a) Penetrasi transepidermal

Sebagian besar penetrasi zat adalah melalui kontak dengan lapisan stratum corneum. Jalur penetrasi melalui stratum corneum ini dapat dibedakan menjadi jalur transeluler dan interseluler.

Gambar 1.6 Jalur penetrasi transepidermal

Prinsip masuknya penetran ke dalam stratum corneum adalah koefisien partisi dari penetran. Obat yang bersifat hidrofilik akan berpartisi melalui jalur transelular, sedangkan obat yang lipofilik akan masuk ke dalam stratum corneum melalui rute interselular. Sebagian besar difusan berpenetrasi ke dalam stratum corneum melalui kedua rute tersebut, hanya beberapa obat yang bersifat larut lemak berpartisi dalam corneocyt yang

(11)

mengandung residu lemak. Jalur interseluler yang berliku dapat berperan sebagai rute utama permeasi obat dan penghalang utama dari sebagian besar penetrasi obat (Swarbrick and Boylan, 1995).

Permeasi melalui rute transepidermal merupakan proses yang kompleks dengan berbagai penghalang yang harus dilalui. Obat harus dapat berpartisi keluar dari pembawa menuju

stratum corneum sebelum dapat berdifusi melalui epidermis dan dermis di mana obat

tersebut dapat dibawa melalui sirkulasi darah.

b) Penetrasi transappendageal

Penetrasi melalui rute transappendageal adalah penetrasi melalui kelenjar-kelenjar dan folikel yang ada pada kulit. Setiap satu cm2 kulit manusia terdapat 10 folikel rambut, 15 kelenjar minyak, dan 100 kelenjar keringat yang dapat dilalui oleh obat. Rute

transappendageal ini sangat berarti bagi ion-ion dan molekul dengan ukuran yang besar

yang berpermeasi lambat melalui stratum corneum (Swarbrick and Boylan, 1995).

Rute transappendageal ini dapat menghasilkan difusi yang lebih cepat segera setelah penggunaan obat karena dapat menghilangkan waktu yang diperlukan oleh obat untuk melintasi stratum corneum. Difusi melalui rute transappendageal ini dapat terjadi dalam waktu lima menit dari pemakaian obat.

(12)

Fenomena dari absorpsi perkutan (atau permeasi kulit) dapat dijelaskan melalui beberapa langkah, yaitu ’Penetrant molecule’ menempel pada permukaan kulit (permukaan stratum

corneum) kemudian molekul tersebut terpenetrasi (menembus) permukaan stratum corneum. Selanjutnya, molekul tersebut akan mengalami difusi melalui viable epidermis

dan akhirnya tiba pada papillary layer dari dermis (’drug uptake’) dan menimbulkan efek lokal (tidak terjadi absorpsi) (Chien, 1992).

Stratum corneum bertindak sebagai membran difusi pasif. Tidak ada transport aktif yang

terjadi pada mekanisme permeasi kulit ini (Chien, 1992).

1.3 Jerawat

Jerawat terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus dan peradangan yang dipicu oleh bakteri Propionibacterium acnes, Staphylococcus epidermidis, dan Staphylococcus aureus. Jerawat yang terjadi karena penyumbatan pada pilosebaseus biasa disebabkan oleh tumpukan sebum pada infundibulum rambut yang dipicu oleh sekresi kelenjar sebaseus yang hiperaktif dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut. Tumpukan sebum ini juga dapat memicu pertumbuhan bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan, di sini jerawat dapat dikatakan sebagai penyakit (Mitsui, 1997 ; Goodman and Gilman, 2001).

Proses terjadinya jerawat diawali dengan tertutupnya folikel sebaseus oleh sel kulit mati sehingga menyebabkan terjadi akumulasi sebum. Sebum yang terakumulasi kemudian menjadi sumber nutrisi bagi pertumbuhan Propionibacterium acnes. Bakteri ini kemudian menghasilkan metabolit yang memicu terjadinya inflamasi. Sedangkan, Staphylococcus

epidermidis dapat menimbulkan infeksi sekunder pada jerawat, infeksi akan bertambah

parah jika jerawat sudah bernanah (Wertz and Michniak, 2000; Harry, 1973; Caroline, 2006).

(13)

Gambar 1.8 Skema terjadinya jerawat (Mitsui, 1997)

Jerawat yang disebabkan oleh penyumbatan pada pilosebaseus disebut sebagai komedo. Komedo adalah nama ilmiah dari pori-pori yang tersumbat oleh sebum yang memadat, bisa terbuka atau tertutup. Komedo yang terbuka disebut juga sebagai blackhead, terlihat seperti pori-pori yang membesar dan menghitam. Komedo yang tertutup, atau whitehead, memiliki kulit yang tumbuh di atas pori-pori yang tersumbat; makanya terlihat seperti tonjolan putih kecil-kecil di bawah kulit. Jerawat jenis komedo ini disebabkan oleh sel-sel kulit mati dan kelenjar minyak yang berlebihan pada kulit.

Blackheads dapat dihilangkan dengan plester pore strips (seperti Biore pore

(14)

dihilangkan dengan pemakaian obat jerawat yang mengandung salicylic-acid (6) (Harry, 1962; Caroline, 2006).

1.3.1 Penyebab Terjadinya Jerawat

Ada tiga penyebab utama terjadinya jerawat (Mitsui, 1997). a) Sekresi Kelenjar Sebaseus yang Hiperaktif

Pada kulit bagian dermis terdapat kelenjar sebaseus yang memproduksi lipida. Lipida yang dihasilkan disalurkan ke permukaan kulit lewat pembuluh sebaseus dan bermuara pada pori kulit. Kelenjar sebaseus yang hiperaktif menyebabkan produksi lipida berlebihan sehingga kadar lipida pada kulit tinggi, sehingga mengakibatkan kulit berminyak.

Jika produksi lipida tidak diimbangi oleh pengeluaran yang sepadan maka akan terjadi penimbunan dan menyebabkan pori tersumbat. Sebum yang mampat akan memicu terjadinya inflamasi dan terbentuk jerawat.

Aktivitas kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon testoteron, sehingga pada usia pubertas (10-16 tahun) akan banyak timbul jerawat pada muka, dada, punggung, sedangkan pada wanita, produksi lipida dari kelenjar sebaseus dipacu oleh hormon luteinizing yang meningkat saat menjelang menstruasi.

b) Hiperkeratosis pada Infundibulum Rambut

Hiperkeratosis mudah terjadi pada infundibulum folikel rambut, yang menyebabkan sel tanduk menjadi tebal dan menyumbat folikel rambut, serta membentuk komedo.

Jika folikel rambut pori tersumbat/menyempit maka sebum tidak bisa keluar secara normal, akibatnya akan merangsang pertumbuhan bakteri jerawat yang menyebabkan peradangan. Selain itu, adanya pengaruh sinar UV dapat menyebabkan jerawat bertambah parah, karena adanya sinar matahari merangsang terjadinya keratinisasi. Jerawat juga bisa disebabkan oleh muka yang kotor yang mengakibatkan pori-pori tersumbat.

c) Efek dari Bakteri

Kelebihan sekresi dan hiperkeratosis pada infundibulum rambut menyebabkan terakumulasinya sebum. Sebum ini yang mengundang banyak timbulnya bakteri jerawat.

(6) InStyle, 2001, Jerawat Oh Jerawat, dunia-ibu.com [Serial Online], http://www.dunia-ibu.org/html/jerawat.html [5 Oktober

(15)

Enzim lipase yang dihasilkan dari bakteri tersebut menguraikan trigliserida pada sebum menjadi asam lemak bebas, yang menyebabkan inflamasi dan akhirnya terbentuk jerawat. Ketiga faktor di atas dapat menyebabkan jerawat secara terpisah, tetapi ketiganya juga dapat saling mempengaruhi untuk membentuk jerawat. Selain itu, masih ada faktor lain yang dapat menyebabkan jerawat bertambah buruk, antara lain faktor genetik, makanan, kerja berlebih, dan stress (Mitsui, 1997).

1.3.2 Prinsip pengobatan jerawat

Prinsip pengobatan jerawat dibagi menjadi empat mekanisme (Mitsui, 1997; Caroline, 2006). Prinsip pengobatan jerawat :

a. Meningkatkan proses regenerasi kulit melalui pengelupasan kulit agar tidak terjadi sumbatan pada permukaan kulit. Pengelupasan kulit dapat dilakukan dengan menggunakan zat-zat kimia yang bersifat keratolitik, contohnya asam salisilat, belerang.

b. Mengurangi produksi kelenjar sebaseus.

Produksi sebum pada kelenjar sebaseus dapat dikurangi dengan konsumsi obat-obat anti androgen, contohnya isotretionin.

c. Menghambat pertumbuhan bakteri pada kulit, terutama Propionibacterium acnes dan

Staphylococcus epidermidis dalam kelenjar sebaseus. Pertumbuhan bakteri di kulit

dapat diatasi dengan penggunaan antimikroba, baik secara topikal maupun secara sistemik. Contoh antimikroba yang digunakan adalah antibiotik klindamisin dan tetrasiklin.

d. Mengurangi radang

Radang dapat diatasi dengan penggunaan obat antiinflamasi yang dapat dikonsumsi langsung atau dapat diinjeksi langsung pada jerawat.

(16)

1.4 Bakteri Jerawat

Bakteri penyebab jerawat umumnya adalah Propionibacterium acnes dan Staphylococcus

epidermidis.

1.4.1 Staphylococcus epidermidis

Staphylococcus adalah sel gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam rangkaian

tak beraturan seperti anggur dan menghasilkan enzim katalase. Biakan bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37 oC selama 18 jam (Jawetz, E. et al.,1996).

Staphylococcus epidermidis membentuk koloni berwarna abu-abu sampai putih,

merupakan bakteri non-patogen, bersifat koagulasa negatif, dan memfermentasi glukosa.

S.epidermidis dapat bersifat aerob dan anaerob fakultatif (Jawetz, E. et al.,1996).

S. epidermidis merupakan flora normal pada kulit. Infeksi lokal Staphylococcus muncul

sebagai suatu jerawat, infeksi folikel rambut, peradangan atau abses di infundibulum ranbut. Biasanya peradangan berlangsung hebat, terlokalisasi, dan nyeri, yang mengalami pernanahan sentral dan sembuh dengan cepat apabila nanah dikeluarkan (Jawetz, E. et

al.,1996; Wistreich and Lechtman, 1973).

1.4.2 Propionibacterium acnes

Propionibacterium acnes (P. acnes) merupakan suatu bakteri gram positif, anaerob

fakultatif, tumbuh di pori yang kecil, dan bertumbuh relatif lambat (inkubasi 72 jam). Pertumbuhan optimum terjadi pada suhu 30-37 oC. Koloni bakteri ini pada media agar berwarna kuning muda sampai merah muda dan memiliki bentuk yang khas (Caroline, 2006).

P. acnes merupakan bakteri penyebab jerawat (acne vulgaris). P. acnes hidup berkoloni

pada kelenjar pilosebaceous (pada asam lemak) dari kulit manusia (pori-pori) dan folikel

(7). Bakteri ini melepaskan lipase untuk mencerna kelebihan sebum (skin oil). Kombinasi

dari produk digestive (asam lemak) dan antigen bakteri menstimulasi inflamasi lokal yang muncul pada folikel rambut. Kemudian, lesi akan membentuk permukaan menjadi bentuk

pustule (whitehead)(7).

(7) Brannan, C. 1998. Propionibacteria acnes.

djwesten@umr.edu [Serial Online].

(17)

1.5 Gel

Gel merupakan sediaan semi padat, berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi dalam pelarut cair. Dengan adanya air, gel akan membentuk struktur 3 dimensi melalui ikatan sambung silang (cross linked) dan akan menjerat air. Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum, sehingga terjadi perubahan permeabilitas, stratum

corneum menjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi

zat aktif. Gel berpenampilan transparan (Banker, 1990) dan tidak berminyak serta digunakan secara eksternal.

1.5.1 Sifat dan Karakteristik Gel

Sifat gel sangat khas. Sifat dan karakteristik gel yang khas (Zatz and Kusla, 1989) :

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorpsi larutan yang mengakibatkan terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi di antara matriks gel dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel.

2. Sineresis

Sineresis adalah suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam masa gel dan akibatnya akan keluar air yang terjerat dari dalam gel, disebabkan oleh penyimpanan gel dalam waktu lama dan terjadi fluktuasi suhu pada penyimpanan gel. Cairan yang terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Mekanisme terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat tekanan elastis pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan mengakibatkan jarak antara matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tetapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan sampai suhu tertentu. Contohnya metil selulosa dan HPMC, terlarut dan membentuk gel pada air dingin. Sedangkan, karagenan membentuk gel pada suhu 80 oC. Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut

(18)

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik, karena ion akan berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan terbentuk garam koloid yang larut. Contohnya, gel Na-alginat akan segera mengeras dengan adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut.

5. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non – Newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

1.5.2 Penggolongan Gel

Penggolongan gel berdasarkan bentuk struktur gel (Swarbrick and Boyland, 1992) : a. Kumparan acak

Struktur gel dibentuk oleh komponen pembentuk gel golongan polimer sintetik dan derivate selulosa. Mekanisme pembentukan gel disebabkan adanya interaksi antara polimer-pelarut atau terjadi penggabungan antara molekul polimer yang menyebabkan jarak antar partikel menjadi kecil dan terbentuk ikatan silang antar molekul yang jumlahnya makin lama makin banyak. Ikatan silang antar molekul akan mengurangi mobilitas pelarut dan terbentuk massa gel. Penambahan jumlah polimer berikutnya akan menaikkan sifat viskoelatisitas dan ketegaran massa gel.

b. Heliks

Struktur gel dibentuk oleh komponen pembentuk gel golongan gom xanthan dan polisakarida dengan bentuk struktur gel lebih teratur akibat adanya jalinan antara dua rantai polimer.

c. Batang

disebut juga struktur gel model egg box yang terjadi ikatan silang antara polimer dengan kation divalen. Contoh yang spesifik adalah kalsium alginat.

d. Bangunan kartu

Struktur gel yang terbentuk dari partikel koloid terjadi akibat penggabungan antara muatan positif dari koloid dengan muatan negatif dari permukaan datar partikel koloid.

(19)

(c) (a)

(d) (b)

Gambar 1. 9 Bentuk struktur gel (Tarini, 1992)

(a.) Kumparan acak (b.) Heliks (c.)Batang (d.) Bangunan kartu

Untuk sediaan farmasi pembawa gel yang digunakan pada umumnya yang berbentuk kumparan acak dengan mekanisme terjadi interaksi antar polimer. Ada 3 macam sifat pelarut dalam struktur gel: pelarut yang bergerak bebas, pelarut yang terikat akibat adanya ikatan hidrogen dan pelarut yang terjerat di dalam jaringan struktur gel. Berdasarkan ketiga sifat tersebut, maka pembentukan gel tergantung dari konsentrasi polimer dan afinitas pelarut terhadap pelarut. Pelarut yang biasa digunakan adalah air (hidrogel) dan pelarut organik (organogel).

1.5.3 Keunggulan Gel

Keunggulan gel pada formulasi sediaan antijerawat : 1. Waktu kontak lama

Kulit mempunyai barrier yang cukup tebal, sehingga dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk zat aktif dapat berpenetrasi.

2. Kadar air dalam gel tinggi

Jumlah air yang banyak dalam gel akan menghidrasi stratum corneum sehingga terjadi perubahan permeabilitas stratum corneum menjadi lebih permeabel terhadap zat aktif yang dapat meningkatkan permeasi zat aktif.

(20)

Kandungan air yang banyak pada gel dapat mengurangi resiko peradangan lebih lanjut akibat menumpuknya lipida pada pori-pori, karena lipida tersebut merupakan makanan bakteri jerawat.

1.6 Preformulasi Bahan Pembantu

Bahan Pembantu pembuatan gel antara lain Karbopol, Hidroksipropil Metilselulosa (HPMC), Hydroksypropyl Cellulose Low Viscosity (HPC-LV), trietanolamin (TEA), metil paraben, fenoksi etanol, propilen glikol, natrium metabisulfit, dan disodium EDTA.

1.6.1 Hydroxypropyl Metil Cellulose (HPMC)

Berbentuk serbuk halus / granul yang berwarna putih agak kekuningan sampai putih, tidak berasa dan berbau. HPMC termasuk bahan yang stabil meskipun bersifat higroskopis setelah dikeringkan. Bahan ini larut dalam air dingin dan membentuk larutan koloid yang kental. HPMC praktis tidak larut dalam etanol (95 %), tetapi larut dalam campuran air-alkohol, di mana komposisi alkohol tidak boleh lebih dari 50 % b/b. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v HPMC berkisar 5,5 - 8. HPMC dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan topikal. Larutan HPMC stabil pada pH 3-11. Peningkatan temperatur akan menyebabkan penurunan viskositas. HPMC membentuk transformasi sol-gel yang reversible melalui pemanasan. Larutan HPMC dalam air yang disimpan dalam jangka waktu lama sebaiknya diberi pengawet. Bahan ini tidak tercampur dengan beberapa zat oksidator (Wade, 2003; Rowe et al., 2006).

Gambar 1.10 Struktur HPMC

(21)

Merupakan serbuk putih, bersifat asam, higroskopis, dengan bau khas. Karbopol merupakan polimer asam akrilat yang mempunyai ikatan sambung silang (cross-linked) dengan polyalkenyl ether atau divinyl glykol. Karbopol dapat larut dalam air dan setelah dinetralkan dapat larut dalam etanol 95 % dan gliserin. Dispersi 1 % b/v Karbopol dalam air mempunyai pH yang berkisar antara 2,5-3,0. Karbopol larut dalam air membentuk koloid bersifat asam dengan viskositas rendah dan setelah dinetralkan viskositasnya meningkat. Karbopol membentuk gel pada konsentrasi 0,5-2 % (Wade, 2003).

Sebelum dinetralkan dengan basa, Karbopol harus didispersikan dengan merata di dalam air dan dihindari terbentuknya gumpalan yang tidak larut. Zat yang dapat digunakan untuk menetralkan Karbopol antara lain asam amino, KOH, natrium bikarbonat, NaOH, TEA. Viskositas paling maksimum terjadi pada pH 6-11, viskositas menurun pada pH < 3 dan > 12. Sebaiknya Karbopol disimpan dalam wadah tertutup rapat di tempat sejuk, kering, dan resisten terhadap zat korosif (Wade, 2003).

Gambar 1.11 Struktur Karbopol

1.6.3 Hydroxypropyl Cellulose Low Viscosity (HPC-LV)

HPC-LV merupakan serbuk putih hingga agak kekuningan dengan bau khas dan bersifat higroskopis. Kelarutan HPC-LV adalah satu bagian dalam 2,5 bagian etanol (95%) dan satu bagian dalam 2 bagian air (< 38 oC). HPC-LV tidak larut dalam air panas dan mengendap pada suhu 40-45 oC. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v HPC-LV berkisar 5 – 8,5. HPC-LV dipakai secara luas dalam industri farmasi untuk pembuatan sediaan oral dan topikal. Larutan HPC-LV stabil pada pH 6-8 (Rowe et al., 2006).

(22)

Gambar 1.12 Struktur HPC-LV 1.6.4 Trietanolamin (TEA)

Trietanolamin (TEA) merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna hingga kuning pucat dengan sedikit bau amonia. TEA biasa digunakan sebagai pengemulsi dan pembuat suasana basa. Bahan ini dapat mengalami perubahan warna menjadi coklat akibat paparan dengan udara dan cahaya. TEA sebaiknya disimpan dalam wadah kedap udara yang terlindung dari cahaya di tempat yang sejuk dan kering (Wade, 2003).

1.6.5 Metil Paraben

Metil paraben berupa serbuk kristalin putih dan hampir tidak berbau. Metil paraben merupakan pengawet antimikroba yang banyak digunakan dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasetika. Konsentrasi metil paraben yang dapat digunakan untuk sediaan topikal adalah 0,02-0,3 % b/v. Metil paraben mempunyai aktivitas antimikroba pada pH 4-8 dan stabil pada rentang pH tersebut selama empat tahun. Metil paraben lebih efektif terhadap jamur daripada bakteri dan lebih efektif terhadap bakteri gram positif daripada gram negatif. Kelarutan metil paraben adalah satu bagian dalam tiga bagian etanol 95 %, satu bagian dalam lima bagian propilen glikol, dan satu bagian dalam 400 bagian air. Metil paraben harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sejuk, dan kering (Rowe et al., 2006).

(23)

1.6.6 Fenoksi etanol

Fenoksi etanol merupakan cairan kental tidak berwarna dengan bau khas. Fenoksi etanol digunakan sebagai pengawet antimikroba dan disinfektan. Fenoksi etanol efektif pada rentang pH yang lebar dan efektif terutama terhadap bakteri gram negatif. Pada kosmetik formulasi topikal, fenoksi etanol digunakan dengan konsentrasi 0,5-1 %. Fenoksi etanol dapat bercampur dengan air ( 1 dalam 43), etanol, gliserin. Nilai pH untuk larutan 1 % b/v fenoksi etanol adalah 6. Aktivitas fenoksi etanol meningkat jika digunakan bersama paraben (Rowe et al., 2006).

Gambar 1.14 Struktur fenoksi etanol

1.6.7 Propilen glikol

Propilen glikol merupakan cairan kental jernih, tidak berwarna, dan sedikit bau khas. Propilen glikol terutama digunakan sebagai humectan, tetapi dapat juga digunakan sebagai pengawet antimikroba dan disinfektan, di mana aktivitas antiseptiknya mirip dengan etanol dan aktivitas terhadap jamur mirip dengan gliserin. Sebagai pengawet antimikroba digunakan dengan konsentrasi 15-30 % pada sediaan semisolid. Propilen glikol dapat bercampur dengan air, etanol (95 %), dan gliserin. Propilen glikol dapat melarutkan kortikosteroid, fenol, sulfa, barbiturat, vitamin (A,D), dan kebanyakan alkaloid (Rowe et

al., 2006).

Gambar 1.15 Struktur propilen glikol

(24)

Natrium metabisulfit (Na2S2O5) merupakan kristal prisma tidak berwarna atau serbuk

kristalin putih dan mempunyai bau khas sulfur dioksida. Natrium metabisulfit digunakan sebagai antioksidan dengan konsentrasi 0,01-0,1 % b/v untuk formulasi sediaan topikal. Nilai pH untuk larutan 5 % b/v adalah 3,5-5. Natrium metabisulfit agak larut dalam etanol (95%) dan larut dalam air (1 bagian dalam 1,9 bagian air) (Rowe et al., 2006).

1.6.9 Disodium EDTA

Disodium Etilendiamine tetraasetat (disodium EDTA) merupakan serbuk kristalin putih,

tidak berbau, dan mempunyai rasa agak asam. Disodium EDTA digunakan sebagai

khelating agent dengan konsentrasi 0,005 – 0,1 % b/v untuk sediaan topikal. Disodium

EDTA di sini berfungsi untuk mencegah oksidasi (yang dikatalisis oleh ion logam). Nilai pH disodium EDTA untuk larutan 1 % b/v dalam karbon dioksida bebas air adalah 4,3-4,7. (Rowe et al., 2006).

Gambar

Gambar 1.2   Penampang kulit manusia
Gambar 1.3   Lapisan malfigi dan lapisan tanduk
Gambar 1.4   Struktur sel malfigi dan perubahan kimia bahan penyusunnya
Gambar 1.5   Aneksa kulit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah setiap opsi dibahas secara panjang-lebar, rupanya lebih banyak peserta setuju atas pembentukan unit baru dalam JSMP, atau pembentukan organisasi baru untuk memberikan

Dato’ Seri Abdullah Ahmad Badawi mahu masyarakat tidak melihat sektor pertanian sebagai sektor tidak berdaya maju, kerana ia sebenarnya mampu menjana pendapatan individu dan

Reading is one of the most important skills in English. Practically, it insists the teacher takes special priority in teaching it. To achieve the objective of

) berpengaruh positif terhadap hasil belajar kognitif siswa IPS SDN 1 Padang Banyuwangi. Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan orang tua dan semakin besar

tinggi. Kepadatan telijr terendah terdapat pada tanah lokasi drainase permanen dengan rata-rata 4,1 butir/ 2 g tanah. Hal ini disebabkan karena sarana lingkungan sudah sedikit

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perubahan tingkat rasio keuangan, yaitu likuiditas, profitabilitas dan solvabilitas yang diperoleh perbankan juga akan mengalami dampak

Secara umum, auditor telah menemukan bahwa cara yang paling efisien dan efektif untuk melakukan audit adalah dengan memperoleh beberapa kombinasi kepastian bagi

Destilasi uap adalah istilah yang secara umum digunakan untuk destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, dengan cara mengalirkan uap air kedalam campuran