ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS KABUPATEN KUTAI BARAT
JURNAL
Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh
gelar sarjana Ekonomi
Oleh :
Lando Samuel Sitorus
NIM. 0801015146
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2013ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS
KABUPATEN KUTAI BARAT
Lando Samuel Sitorus ([email protected]) Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman
Zamruddin Hasid
Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman Agus Junaidi
Fakultas Ekonomi Universitas Mulawarman
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine what the economic sector base and non base sector in West Kutai regency period 2006-2010 by using added value and labor force. To plan for the economic development of West Kutai District, Writer Location Quotient analysis tools to determine the sector through the base and non base approach to Value Added and Labor Force (2006-2010). The results showed the added value approach to sector basis or> 1 is the agricultural sector average 2.3033, mining and quarrying average 1.2353, 3.9412 average construction and services sector average of 1 , 9198. Location Quotient analysis of labor approach shows that only the agricultural sector or sector basis the most in employment with an average of 1.8114 or LQ> 1. So the conclusion of this research through value-added approach and labor, the agricultural sector is the basis
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan sektor ekonomi apa yang menjadi sektor basis and non basis di kabupaten kutai barat pada periode tahun 2006-2010 dengan menggunakan pendekatan nilai tambah dan tenaga kerja. Untuk merencanakan pembangunan ekonomi Kabupaten Kutai Barat, Penulis menggunakan alat analisis Location Quotient untuk menentukan sektor basis dan non basis melalui pendekatan Nilai Tambah dan Tenaga Kerja (2006-2010) Hasil penelitian menunjukkan ditinjauh melalui pendekatan nilai tambah yang menjadi sektor basis atau > 1 adalah sektor pertanian rata-rata 2,3033, pertambangan dan penggalian rata-rata 1,2353 , bangunan rata-rata 3,9412 dan Sektor jasa-jasa rata-rata 1,9198.Dari analisis Location Quotient melalui pendekatan tenaga kerja menunjukkan bahwa hanya sektor pertanian yang menjadi sektor basis atau paling banyak dalam menyerap tenaga kerja dengan rata-rata LQ 1,8114 atau > 1. Jadi kesimpulan dari dari penelitian ini melalui pendekatan nilai tambah dan tenaga kerja, yang menjadi sektor basis adalah sektor pertanian.
BAB l PENDAHULUHAN A. Latar Belakang
Dalam pembangunan ekonomi modal memegang peranan penting. Menurut teori ini, akumulasi modal akan menentukan cepat atau lambatnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Proses pertumbuhan akan terjadi secara simultan dan memiliki hubungan keterkaitan satu sama lainnya. Timbulnya peningkatan kinerja pada suatu sektor akan meningkatkan daya tarik bagi pemupukan modal, mendorong kemajuan teknologi, meningkatkan spesialisasi dan memperluas pasar. Hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat. Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk pada pada fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi (Kuncoro,1997).
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah menurut teori Neo Klasik yaitu teori basis ekonomi bahwa “faktor penentu utama pertumbuhan suatu daerah adalah berhubungan dengan permintaan barang dan jasa” (Arsyad, 1999:116).
Sebagai daerah yang sedang berkembang, Kabupaten Kutai Barat mengandalkan sumber daya alamnya sebagai sumber utama pendapatan daerahnya, Minimnya sumberdaya manusia yang terampil, terbatasnya modal dan beragamnya potensi dan sumber daya yang dimiliki. merupakan kendala utama dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kabupaten Kutai Barat. Oleh karena itu penulis mencari solusi untuk menjalankan pembangunan di daerah tersebut. salah satu cara menjalankan pembangunan tersebut adalah dengan menentukan sektor basis atau potensial yang dapat berkembang cepat dan merangsang pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Berdasarkan latar belakang inilah penulis memilih judul “Analisis Sektor Ekonomi Basis-Non Basis Kabupaten
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas Maka penulis merumuskan beberapa Rumusan Masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
Sektor Ekonomi apakah yang menjadi Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Kutai Barat bila ditinjau melalui pendekatan PDRB dan Tenaga Kerja di Kabupaten Kutai Barat pada tahun 2006-2010?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: Menganalisis sektor apakah yang menjadi Sektor Basis-Non Basis di Kabupaten Kutai Barat periode tahun 2006-2010 melalui pendekatan Nilai Tambah dan Tenaga Kerja ?
Adapun manfaat yang hendak dicapai penulis dalam penelitian ini adalah:
1. Sebagai sumbangan informasi dan sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak yang memerlukan, maupun peneliti lain yang ingin mengembangkan dan melanjutkan penelitian ini.
2. Sebagai bahan-bahan informasi yang mampu menjadikan acuan kebijakan, perencanaan pembangunan, khususnya dibidang ekonomi yang telah di laksanakan oleh berbagai pihak, baik pemerintah pusat/daerah maupun swasta.
BAB II
Tinjauan Teoritis
A. Penelitian TerdahuluTabel 1. Penelitian Terdahulu
no Nama Peneliti/ Tahun Judul Alat/Metode Penelitian Hasil 01 Maulida (2009)
Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah dengan periode penelitian selama 2003-2007. metode LQ, Shift Share, Porter’s Diamond.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor basis terdiri dari sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa.Sebagian besar sektor perekonomian memiliki pertumbuhan yang lamban tetapi memiliki daya saing yang baik.
02 Sarwati (2000) Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Ekonomi Regional Jawa Tengah periode 1985-1996
metode LQ dan Klassen Typology
sektor andalan pada periode 1985-1996 adalah; sektor: pertanian, industri pengelohan, perdagangan, hotel dan restoran serta jasa. Listrik, gas dan air bersih, secara umum struktur ekonomi Jawa Tengah ada beberapa sektor yang mempunyai peranan cukup besar terhadap peningkatan PDRB tapi koefisien LQ-nya selalu lebih kecil dari satu dan sektor pertanian cukup dominan dalam pembentukan PDRB Jawa Tengah 03 Azhar,Syarifah Lies Fuaidah dan M.Nasir Abdussamad (2003)“Analisi s Sektor Basis dan Non Basis Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam’’ Persentase sumbangan masing-masing sektor dalam PDRB Nanggroe Aceh Darussalam dengan persentase sumbangan sektor yang sama pada PNB Indonesia Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model analisis Location Quotient (LQ)
Sektor yang menjadi basis di
Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun 1992 sampai dengan 2001 yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan serta sektor pertanian. Sedangkan keenam sektor lainnya menjadi sektor non basis.
B. Dasar Teoritis
1. Pembangunan Ekonomi Regional
Menurut Blakely (1989), dalam Hasani (2010) pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelolah berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang pertumbuhan ekonomi dalam wilayah tersebut.
Pembangunan Regional pada dasarnya adalah berkenaan dengan tingkat dan perubahan selama kurun waktu tertentu suatu set (gugus) variabel-variabel, seperti produksi, penduduk, angkatan kerja, rasio modal tenaga, dan imbalan bagi faktor (factor returns) dalam daerah di batasi secara jelas. Laju pertumbuhan dari daerah-daerah
biasanya di ukur menurut output atau tingkat pendapatan.
Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk yang lebih baik,identifikasi pasar-pasar baru, dan transformasi pengetahuan Adisasmita (2005) dalam Manik, (2009 : 32).
Telah diketahui bersama bahwa tujuan pembangunan ekonomi pada umumnya adalah peningkatan pendapatan riel perkapita serta adanya unsur keadilan atau pemerataan dalam penghasilan dan kesempatan berusaha. Dengan mengetahui tujuan dan sasaran pembangunan, serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki suatu daerah, maka strategi pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan menjadi pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan usaha di daerah tersebut.
Jadi pembangunan ekonomi suatu daerah adalah suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternative, perbaikan kapasitas kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, ahli ilmu pengetahuan dan pembangunan perusahaan-perusahan baru. Dimana kesemuaanya ini mempunyai tujuan utama yaitu untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja masyarakat daerah Arsyad, (1999: 108-109) dalam Hasani ( 2009).
2. Pertumbuhan Ekonomi Regional
Dipelopori oleh Douglas C. North Kelompok ini berpendapatan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi (comperative advantage) dan dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi umumnya berbeda setiap region hal ini tergantung pada keadaan geografi daerah setempat.
Model Neo Klassik Penekanan analisanya pada peralatan fungsi produksi. Unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi regional adalah modal, tenaga kerja dan tehknologi. Selain itu dibahas secara mendalam perpindahan penduduk (migrasi ) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan ekonomi regional.
Model Neo Klassik mengatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (regional disparity) pada negara yang bersangkutan. Pada saat proses pembangunan baru dimulai (NSB) tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi (Divergence) sedangkan bila proses proses pembangunan telah berjalan dalam dalam waktu lama (Negara maju) maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun (Convergence).
Penekanan pertumbuhan ekonomi regional lebih dipusatkan pada pengaruh perbedaan karateristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Faktor yang menjadi perhatian utama dalam teori pertumbuhan ekonomi regional:
a. Keuntungan Lokasi b. Aglomerasi Migrasi
c. Arus lalu lintas modal antar wilayah 3. Sektor Ekonomi Basis
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan barang dan jasa dari luar daerah. Pertumbuhan perindustrian yang menggunakan sumber daya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation).
Strategi pembangunan daerah yang muncul didasarkan pada teori ini adalah penekanan terhadap arti pentingnya bantuan kepada dunia usaha yang mempunyai pasar secara nasional maupuan internasional. Implementasinya kebijakan yang mencakup pengurangan hambatan atau batasan terhadap perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor yang ada dan akan didirikan di daerah itu.
Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan yaitu
1. Sektor basis adalah kegiatan yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan
Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model ) Adalah bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah teknik yang digunakan adalah Location Quotient = LQ
LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan (leading sector). Indikator yang digunakan: Kesempatan Kerja (Tenaga Kerja) dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu wilayah.
4. Ekonomi Basis Ekspor
Douglas C. North dalam Arsyad (1999) menyatakan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pembangunan daerah, karena sektor tersebut dapat memberikan konstribusi penting kepada perekonomian daerah, yaitu : (a) ekspor akan secara langsung meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi dan pendapatan daerah, dan (b) perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri lokal yaitu industri yang produknya dipakai untuk melayani pasar di daerah.
Teori Basis Ekspor (Export Base Theory) dipelopori oleh Douglas C. North (1955) dan kemudian dikembangkan oleh Tiebout (1956). Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan service (non-basis). Kegiatan basis adalah kegiatan yang bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian wilayah tersebut dan
sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya. Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di daerah itu sendiri. Teori Basis Ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu: Asumsi pokok atau yang utama bahwa ekspor adalah satu-satunya unsur eksogen (independent) dalam pengeluaran, artinya semua unsur pengeluaran lain terikat (dependent) terhadap
peningkatan ekspor saja yang dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor lain terikat oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Asumsi kedua adalah bahwa fungsi pengeluaran dan fungsi Impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan.
5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Dalam pembangunan berkelanjutan dengan optimasi pemanfaatan sumber daya alam untuk membangun perekonomian dengan Basis pertanian di Kabupaten Musi Banyuasin menjelaskan pengertian PDRB adalah suatu indikator untuk menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi suatu daerah secara sektoral, sehingga dapat dilihat penyebab pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tersebut Gatot Dwi Adiatmojo (2003) dalam Hasani (2010).
Salah satu alat ukur yang banyak digunakan untuk mengukur keseluruhan kegiatan ekonomi tersebut adalah perhitungan pendapatan nasional. Untuk keperluan analisis biayanya digunakan konsep Produk Domestik Bruto atau PDB, yaitu produksi barang-barang dan jasa-jasa yang belum dikoreksi dengan pendapatan bersih terhadap luar negeri dari faktor-faktor produksi. Dan di daerah konsep ini menjadi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), yaitu meliputi wilayah administrasi yang biasanya digunakan dengan istilah Pendapatan Regional. (Partadiredja, 1993 : 37)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang dihitung adalah merupakan jumlah nilai pertambahan yang dihasilkan dan diwujudkan oleh kegiatan ekonomi diberbagai sektor (lapangan usaha) suatu perekonomia dalam satu wilayah administrasi. (Sukirno, 1995 : 475)
6. Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur maksimum. Tenaga kerja (man power) dibagi pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang bekerja, atau yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan (Dumairy,1996).
7. Definisi Konsepsional
Beberapa definisi dari para pakar terhadap variabel dan definisi-definisi lain yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah merupakan jumlah nilai pertambahan yang dihasilkan dan diwujudkan oleh kegiatan ekonomi diberbagai sektor (lapangan usaha) suatu perekonomian dalam satu wilayah administrasi. (Sukirno, 1995)
2. Tenaga Kerja adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur maksimum. Tenaga kerja (manpower) dibagi pula ke dalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (laborforce) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang bekerja, atau yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara sedang
angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan (Dumairy,1996).
C. Kerangka Konsep
STRUKTUR PEREKONOMIAN KABUPATEN KUTAI BARAT
Aktifitas tiap sektor Perekonomian
Gambar 1. Kerangka Konsep Analisis Sektor Basis -Non Basis di Kabupaten Kutai Barat
LOCATION QUOTIENT Pendekatan PDRB dan Tenaga Kerja Sektor Ekonomi Basis
Kabupaten Kutai Barat
Sektor Ekonomi Non Basis Kabupaten Kutai Barat
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Definisi Operasional
Agar penelitian ini dapat berjalan dengan lancar maka diberikan perumusan atau defenisi oprasional yaitu sebagai berikut:
a. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)Merupakan indikator untuk mengetahui kondisi perekonomian suatu wilayah, yang dapat dilihat berdasarkan harga berlaku atau atas dasar harga konstan. PDRB dimaksudkan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha yang ada dalam suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu biasanya satu tahun. PDRB yang terpakai dalam penelitian ini adalah PDRB atas Dasar Harga Berlaku tahun 2007-2011.
b. Tenaga Kerja (Labour Force)adalah penduduk yamg berumur di dalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda antara negara satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia adalah minimum 15 tahun, tanpa batas umur maksimum.
c. Sektor Ekonomi yaitu penyerapan tenaga kerja dan pembentuk angka PDRB yang berperan dalam menentukan laju pertumbuhan ekonomi. Sektor ekonomi dalam penelitian ini dibedakan dalam 9 sektor termasuk subsektor perekonomian kelompok utama yakni:
1. Pertanian
2. Penggalian3. Industri Pengolahan 4. Listrik dan Air Minum
6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 7. Angkutan dan Komunikasi
8. Keuangan Perusahaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa – jasa.
3.2. Rincian Data Yang Diperlukan
Melihat sifatnya data yang diperlukan dalam penulisan ini adalah data skunder, adapun data yang diperlukan antara lain:
1. Gambaran umum daerah penelitian
2. Jumlah Tenaga Kerja tiap sektor ekonomi pada tahun 2006-2010 di Kabupaten Kutai Barat dan Propinsi Kalimantan timur.
3. Data PDRB tiap-tiap sektor ekonomi pada tahun 2006-2010 di wilayah Kabupaten Kutai Barat dan Kalimantan Timur dan data lain yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.3. Jangkauan Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah daerah Kabupaten Kutai Barat, yang merupakan bagian dari Propinsi Kalimantan Timur.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini mengunakan jenis Data Sekunder, yaitu dengan mengumpulkan data sebagai berikut:
Penelitian Pustaka (Library Research) Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari bahan-bahan serta materi skripsi dari buku-buku ilmiah Selain itu bahan-bahan dan materi yang ada yang diperoleh dari internet. Data Sekunder tentang Jumlah tenaga kerja (pada setiap lapangan usaha) dan PDRB (setiap sektor ekonomi) setiap tahunnya dari data tingkat kabupaten dan propinsi. Data yang dikumpulkan dari data tahun 2006
(BPS) Propinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Kutai Barat, kantor, lembaga ataupun intansi-intansi yang berkaitan dengan penelitian ini., selain itu beberapadari situs-situs yang diperoleh dari internet.
3.5. Populasi Penelitian Dan Sampel.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Kutai Barat berdasarkan nilai PDRB dan Jumlah Tenaga Kerja masing-masing sektor sebagai perbandingannya adalah seluruh sektor perekonomian Propinsi Kalimantan Timur.
3.6. Alat Analisis Dan Pengujian Hipotesis
Metode LQ digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan diakomodasi dari Miller dan Wright, Isserman (1997) dan Ron Hood (1998), Menurut Hood (1998), Location Quotient adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacuh pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatife atau derajat spesialisasi melalui pendekatan perbandingan.
Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan yaitu
1. Sektor basis adalah kegiatan yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan
a. Pendekatan Nilai Tambah
Dimana:
Vi = Jumlah PDRB suatu sektor i Kabupaten / Kota
Vt = Jumlah total PDRB suatu sektor Kabupaten / Kota
Yi = Jumlah PDRB suatu sektor i Propinsi
Yt = Jumlah total PDRB suatu sektor Propinsi
b. Pendekatan Tenaga Kerja ( Labour force )
Dimana:
Li = Jumlah tenaga kerja suatu sektor i Kabupaten / Kota
Lt = Jumlah total tenaga kerja suatu sektor Kabupaten / Kota
Ni = Jumlah tenaga kerja suatu sektor i Propinsi
Nt = Jumlah total tenaga kerja suatu sektor Propinsi
Vi/Vt
LQ
=---Yi / Yt
Li/Lt
LQ
= ---Ni
/Nt
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Daerah PenelitianKabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar merupakan pemekaran dari wilayah Kabupaten Kutai yang telah ditetapkan berdasarkan UU. Nomor 47 Tahun 1. Dengan luas sekitar 31.628,70 Km2 atau kurang lebih 15 persen dari luas Propinsi Kalimantan Timur.
Secara Geografis Kabupaten Kutai Barat terletak antara 1130 48’49’’ sampai dengan 1160 32’43’’ Bujur Timur serta diantara 10 31’05’’ Lintang Utara dan 10 09’33’’ Lintang Selatan. Adapun wilayah yang menjadi batas Kabupaten Kutai Barat adalah:
1. Sebelah Utara Kabupaten Malinau dan Negara Sarawak (Malaysia Timur) 2. Sebelah Timur, Kabupaten Kutai Kartanegara
3. Sebelah Selatan, Kabupaten Penajam Paser Utara
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Kalimantan Tengah serta Propinsi Kalimantan Barat.
4.2 Keadaan Tenaga Kerja Objek Penelitian
Kondisi ketenagakerjaan suatu daerah dapat menggambarkan daya serap perekonomian terhadap penyerapan tenaga kerja. Menurut teori, penduduk dikelompokkan dalam kelompok usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk 10 tahun ke atas. Penduduk usia kerja sendiri dibedakan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja adalah mereka yang bekerja dan mencari kerja, sedangkan yang termasuk bukan angkatan kerja adalah mereka yang sekolah, mengurus rumahtangga dan lainnya.
Status pekerjaan utama kebanyakan adalah berusaha sendiri sebesar 47,02 Persen, buruh/karyawan/pegawai sebesar 31.29 persen, diikuti oleh status berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, dan pekerja tidak dibayar yakni masing-masing sebesar 19,99 persen dan 1,70 persen.
4.3 Keadaan PDRB Daerah Penelitian
Pertumbuhan ekonomi daerah yang tercantum dalam PDRB terbagi dalam sembilan sektor, dari masing-masing sektor tersebut menunjukkan sumbangannya terhadap perekonomian di Kabupaten Kutai Barat. Unit-unit produksi yang dimaksud dalam PDRB disini meliputi 9 lapangan usaha yaitu: 1) pertanian; 2) pertambangan dan penggalian; 3) industri pengolahan; 4) listrik, gas dan air bersih; 5) bangunan 6) perdagangan, hotel dan restoran; 7) angkutan dan komunikasi 8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; 9) jasa-jasa.
4.4 Alat Analisis dan Pembahasan
Untuk menentukan Sektor Basis dan Non Basis di Kabupaten Kutai Barat penulis mengunakan alat analisis Location Quotient (LQ), Metode LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis.
Metode LQ digunakan untuk mengidentifikasi komoditas unggulan diakomodasi dari Miller dan Wright, Isserman (1997) dan Ron Hood (1998), Menurut Hood (1998), Location Quotient adalah suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacuh pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi relatife atau derajat spesialisasi melalui pendekatan perbandingan.
Dalam analisis ini kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Sektor basis adalah kegiatan yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun di luar daerah yang bersangkutan
2. Sektor non basis adalah kegiatan yang melayani pasar di daerah itu sendiri
Adapun hasil perhitungan Location Quotient melalui pendekatan nilai tambah untuk kabupaten kutai barat tahun analisis 2006-2010 adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Perhitungan Location Quotient Berdasarkan Pendekatan Produk Domestik Regional Bruto atas dasar harga Konstan di Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006- 2010
4.4.2 Pendekatan Tenaga Kerja ( Labor force )
Proporsi penduduk yang berkerja menurut lapangan pekerjaan utama biasanya NO Lapangan Usaha Location Quetion Rata-rata 2006 2007 2008 2009 2010 1 Pertanian 1,1740 2.9275 2.5656 2,4453 2,4042 2,3033 2 Pertambangan dan pengalian 1,2663 1,2303 1,2890 1,2869 1,1040 1,2353 3 Industri 0,0637 0,0708 0,0757 0,0783 0,0813 0,3698 4
Listrik, Gas dan Air
Minum 0,8333 0,7419 0,8387 0,8040 0,7272 0,7890
5 Bangunan 4,2377 4.1327 4,0857 3,7845 3,4654 3,9412
6
Perdaganggan Hotel dan
Restoran 0,9818 0,9540 0,9377 0,8803 0,8864 0,9280 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 0,3077 0,2924 0,2954 0,3267 0,3107 0,3065 8 Keuangan,persewahan
dan jasa Perusahaan 0,9469 0,8633 0,1959 0,7508 0,6780 0,6869
perekonomian suatu daerah. Berikut adalah formulasi perhitungan dalam pendekatan tenaga kerja.
Jika dilihat dari data daftar jumlah Penduduk Propinsi Kalimantan Timur Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2006-2010 adalah sebagai berikut:
Survei Sosial Ekonomi Daerah Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006-2010 (Suseda) merupakan pengembangan dari kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun yakni survei yang dirancang untuk mengumpulkan data sosial kependudukan yang relatif sangat luas. Data yang dikumpulkan antara lain menyangkut bidang kependudukan, pendidikan, kesehatan, perumahan/lingkungan hidup, kegiatan sosial budaya, konsumsi dan pendapatan rumahtangga. Dengan cakupan pendataan yang luas, dengan demikian potensi yang terkandung dalam data Suseda dapat menutup sebagian besar kesenjangan ketersediaan data yang diperlukan para pembuat keputusan.
Data pendekatan tenaga diperoleh Jika dilihat dari data daftar jumlah Penduduk Kabupaten Kutai Barat Berumur 10 Tahun ke atas yang bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama Tahun 2006-2010 adalah sebagai beriku.
Tabel 3. Hasil Perhitungan Location Quotient Berdasarkan Pendekatan Tenaga Kerja di Kabupaten Kutai Barat Tahun 2006- 2010
NO Lapangan Usaha
Location Quotient Rata-rata 2006 2007 2008 2009 2010 1 Pertanian 1,6823 1,8414 1,7345 1,8069 1,9922 1,8114 2 Pertambangan dan penggalian 0,5787 0,8737 0,0564 1,6679 0,8337 0,8020 3 Industri 0,7938 0,1934 0,2237 0,1024 0,4474 0,3521 4
Listrik, Gas dan Air
Minum 0,5789 0,0043 0,6666 0,0014 0,4418 0,3386
5 Bangunan 0,2039 1,5631 0,3054 0,2681 0,3456 0,5372
6
Perdaganggan Hotel dan
Restoran 0,7544 0,4655 0,2054 0,4705 0,5011 0,4793 7 Pengangkutan dan Telekomunikasi 0,4148 0,3382 0,3504 0,1717 0,2841 0,3118 8 Keuangan,persewahan
dan jasa Perusahaan 0,2979 0,2353 0,0191 1,1526 0,4054 0,4220
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan
Dari hasil perhitungan dan analisa dengan metode Location Quotient pada 9 sektor ekonomi di Kabupaten Kutai Barat dalam kurun waktu tahun 2006 – 2010 diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dilihat dari hasil analisis Location Quotient untuk konstribusi Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas harga Konstan di Kabupaten Kutai Barat tahun analisis 2006–2010, Komponen jumlah dari analisis Location Quotient menunjukkan nilai positif dari 4 sektor ekonomi dengan rata-rata; sektor pertanian rata-rata 2,3033, Pertambangan dan penggalian rata-rata 1,2353, Bangunan rata-rata 3,9412 dan Sektor jasa-jasa rata-rata 1,9198.
2. Dilihat dari hasil analisis Location Quotient untuk penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Kutai Barat tahun analisis 2006–2010. Dari analisis Location Quotient menunjukkan bahwa hanya sektor pertanian yang menjadi sektor basis atau paling banyak dalam menyerap tenaga kerja dengan rata-rata LQ 1,8114 atau >1.
3. Ditinjau dari pendekatan Nilai Tambah dan Tenaga Kerja hasil analisis Location Quotient menunjukkan Hanya sektor pertanian yang memiliki nilai Location
Quotient >1, berarti sektor ini yang menjadi sektor basis di Kabupaten Kutai
5.2 Saran
Dari hasil perhitungan dan analisa dengan metode Location Quotient melalui pendekatan nilai tambah dan tenaga kerja pada 9 sektor ekonomi di Kabupaten Kutai Barat dalam kurun waktu tahun 2006-2010 penulis menyarankan hal sebagai berikut:
Sebagai Kabupaten yang sedang berkembang dan mengutamakan Sumber Daya Alam (SDA) sebagai sumber utama pendapatan ekonomi daerahnya Pembangunan Ekonomi di Kabupaten Kutai Barat harus lebih ditingkatkan pelaksanaan pembangunan di sektor bangunan/kontruksi, agar pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Kutai Barat tidak tertahan di sektor pertanian yang merupakan sektor basis jika ditinjau dari segi tenaga kerja dan nilai tambah, dan juga sektor bangunan merupakan sektor yang memiliki fungsi dalam menghubungkan atau memperlancar jalannya kegiatan perekonomian di kabupaten kutai barat mengingat sulitnya untuk menempuh suatu daerah ke daerah lainnya.
Daftar Pustaka
Akrom Hasani,2009, Analisis Struktur Perekonomian berdasarkan pendekatan shift share di provinsi jawa tengah periode tahun 2003-2008 fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang.
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah & Badan pusat statistik Kabupaten Kutai Barat ,Survei Sosial Ekonomi Daerah (SUSEDA) 2006-2010
Badan Pusat Statistik Kabupaten Kutai Barat. dalam Angka 2011.
Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur. Keadaan Angkatan Kerja Kalimantan Timur tahun 2006-2010
Boediono, 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE.
Boediono, Seri sinopsis Pengantar ilmu ekonomi No. 2 EKONOMI MAKRO Edisi4. Dumairy, 1996. Perekonomian Indonesia, Edisi Kelima, Jakarta: Erlangga. Hilal Almulaibari,2009,analisis penentuan sektor unggulan perekonomian wilayah
Kabupaten Aceh Utara dengan pendekatan sektor pembentuk PDRB, tesis.
Jhingan, M.L, 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Lincolin Arsyad, 1999, Pengantar Perencanaan Pembangunan Dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE UGM, Yogyakarta.
Nudiatulhuda Mangun, Analisis Potensi Ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Universitas Diponegoro Malang 2007.
Ostinasia Tindaon, Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral di Jawa Tengah (Pendekatan Deometrik) Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro.
Sadono Sukirno, 1994. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Todaro, M. and Smith. S, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi kedelapan, Jakarta: Erlangga.
Zainab Bakir dan Chris Manning.1984. Angkatan Kerja di Indonesia: Partisipasi, Kesempatan dan Pengangguran. Jakarta: Rajawali.