• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU (Studi Kasus SMPLB Negeri Salatiga) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "TEKNIK PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU (Studi Kasus SMPLB Negeri Salatiga) SKRIPSI Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)"

Copied!
149
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNARUNGU

(Studi Kasus SMPLB Negeri Salatiga)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

OLEH

THONY ROHMAD DARMAWAN

NIM. 11111001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN)

(2)
(3)

\

KEMENTERIAN AGAMA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) SALATIGA FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

JL. Tentara Pelajar 02 Telp.( 0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website : www.iainsalatiga.ac.id E-mail : administrasi@iainsalatiga.ac.id

(4)
(5)
(6)

MOTTO

"

Hidup itu harus disyukuri dan dinikmati, bukan untuk dikufuri”

(7)

PERSEMBAHAN

Atas Rahmad dan Ridho Allah SWT, karya skripsi ini penulis persembahkan

untuk:

1.

Ayahku (Suyoto) tercinta dan Ibuku (Sumini) tersayang yang selalu

mendo’akan dan

memberikan banyak kasih saying dan banyak berkorban

untuk ku hingga aku seperti sekarang.

2.

Adik-adik kutercinta (Muhammad Dwi Styawan, Noviana Putri

Handayani, Rizky Kusuma Dewi dan Muhammad Ilham Bagus Purnomo)

dan seluruh keluarga yang telah mendukungku.

3.

Kakek dan nenek yang sudah mendukung segala usahaku terimakasih

banyak atas doa dan restunya.

4.

Terimakasih untuk teman-teman Racana Iain Salatiga yang selalu

memberikan kebahagiaan dan selalu menyemangati penulis.

5.

Bapak/ Ibu Dosen IAIN Salatiga yang telah mengajar, mendidik, dan

memberikan begitu banyak ilmu kepada penulis selama dalam perkuliahan.

6.

Untuk calon istriku yang telah dipersiapkan Allah untukku

7.

Teman-temanku angkatan 2011 PAI A semoga kita semua menjadi

(8)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam penulis sanjungkan

kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul

“Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunarungu di SLB

Negeri Salatiga Tahun 2015” dapat terselesaikan.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan

yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual.

Selanjutnya penulis haturkan ucapan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd, Dekan FTIK.

3. Siti Ruhayati, S.Pd.I ,M.Pd, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam

(PAI).

4. Bapak Drs. Bahroni, M.Pd., sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan

waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak M. Farid Abdullah, S.Pd.I., M.Hum., selaku dosen pembimbing

akademik.

(9)

7. Bapak Eko Puji Widodo, selaku guru Pendidikan Agama Islam SMPLB

Negeri Salatiga yang telah membina dan memberikan arahan kepada peneliti.

8. Bapakku Suyoto dan Ibuku Sumini, yang senantiasa memberikan do’a restu

-Nya bagi keberhasilan studi penulis.

9. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi

dan dorongan dalam penulisan skripsi ini.

Harapan penulis, semoga amal baik dari semua pihak mendapatkan

balasan dan tercatat sebagai amal kebaikan oleh Allah swt. Akhirnya dengan

tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca

umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Salatiga, Januari 2016 Penulis

(10)

ABSTRAK

Darmawan, Thony Rohmad (NIM 11111001).

Teknik Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam pada ABK Tunarungu SMPLB N

Salatiga. Skripsi.Jurusan Tarbiyah. Progam Studi Pendidikan

Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.

Pembimbing:

Drs. Bahroni, M.Pd.

Kata kunci: Teknik Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, Anaktunarungu Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui teknik pembelajaran pendidikan agama Islam yang ada di SMPLB Negeri Salatiga. Hal ini menjadi penting melihat persoalan yang di hadapi pada anak tunarungu dalam mengikuti pembelajaran mengalami kesulitan disebabkan memiliki inteligensi rendah untuk berfikir secara abstrak. Oleh karena itu, guru dalam penyampaian materi harus menggunakan teknik yang dapat diketahui langsung oleh siswanya.

Rumusan masalah pada penelitian tersebut yaitu: (1) Bagaimana teknik pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga?, (2) Bagaimana karakteristik pembelajaran pendidikan agama Islam pada siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga?, (3) Apa faktor pendukung dan penghambat pembelajaran pendidikan agama Islam pada siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga?

Metode yang dilakukan dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Responden adalah Kepala Sekolah, guru PAI, anak tunarungu, dan orangtua anak tunarungu. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode wawancara, metode dokumentasi, dan metode observasi. Data dikumpulkan berdasarkan catatan lapangan dan observasi kemudian data ditranskip menjadi data yang lengkap.

(11)

DAFTAR ISI

Sampul ... i

Persetujuan Pembimbing ... iii

Lembar Pengesahan ... iv

Pernyataan Keaslian Tulisan ... v

Motto ... vi

Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Abstrak ... x

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B. Fokus Masalah ... 6

C.Tujuan Penelitian ...6

D.Manfaat Penelitian ... 7

E. Metode Penelitian ... 8

F. Penegasan Istilah ... 14

G.Sistematika Penulisan ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 19

(12)

2. Pembelajaran ... 19

3. Pendidikan Agama Islam ... 30

B. Tunarungu ... 39

1. Pengertian Tunarungu ... 24

2. Klasifikasi Anak Tunarungu ... 41

3. Karakteristik Anak Tunarungu ... 42

4. Perkembangan Anak Tunarungu ... 44

5. Faktor-faktor Penyebab Tunarungu ... 47

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ... 37

A.Gambaran Umum SLB Negeri Salatiga ... 51

1. Letak Sekolah SLB Negeri Salatiga ... 51

2. Sejarah Berdiri ... 52

3. Identitas Sekolah ... 55

4. Visi, Misi dan Tujuan ... 56

5. Struktur Organisasi 6. Keadaan Siswa ... 59

7. Keadaan Guru ... 60

8. Pendanaan ... 63

9. Sarana dan Prasarana ... 64

10.Keunggulan SMPLB Negeri Salatiga ... 68

11. Partisipasi Lingkungan ... 69

B. TEMUAN PENELITIAN ... 70

(13)

2. Teknik Pembelajaran Pendidikan Islam pada Siswa Tunarungu

SMPLB Negeri Salatiga ... 74

3. Karakteristik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunarungu SMPLB Negeri Salatiga ... 78

4. Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPLB Negeri Salatiga 85 BAB IV ANALISIS DATA ... 92

A.Teknik Pembelajaran Pendidikan Islam pada Siswa Tunarungu SMPLB Negeri Salatiga ... 92

B. Karakteristik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada Siswa Tunarungu SMPLB Negeri Salatiga ... 95

C.Faktor Pendukung dan Penghambat dalam Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPLB Negeri Salatiga ... 100

BAB V PENUTUP ... 106

A.Kesimpulan ... 106

B. Saran ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 110

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Keadaan Siswa SMPLB Bagian B Kelas VII B

Tabel 3.2 Keadaan Siswa SMPLB Bagian B Kelas VIII B

Tabel 3.3 Keadaan Tenaga Pengajar di SMPLB Negeri Salatiga

Tabel 3.4 Data Sarana Prasarana

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Tugas Pembimbing Skripsi

2. Lembar Konsultasi Skripsi

3. Surat Permohonan Izin Penelitian

4. Verbaltim Wawancara

5. Surat Keterangan Penelitian

6. Riwayat Hidup Penulis

7. Foto-foto

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam telah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan,

seperti yang terdapat dalam QS. Ashaad ayat 29, dimana manusia diperintahkan

untuk mempelajari agama:







ر





ر





ر









Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu penuh dengan

berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya

mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran” (Q.S.

Ashaad/38:29).

Pendidikan Islam tidak hanya diberikan kepada anak yang mempunyai

kelengkapan fisik saja, tapi juga diberikan kepada anak yang mempunyai kelainan

dan kekurangan fisik atau mental, karena manusia mempunyai hak yang sama di

hadapan Allah SWT. Dalam QS. An Nuur ayat 61:

Artinya: “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang,

tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan

(17)

Agama Islam adalah Agama yang tidak hanya berorientasi kepada dunia

ini saja (yang dilambangkan oleh tanah yang menjadi bahan asal manusia) atau

kepada akhirat saja (yang dilambangkan oleh kata ruh (ciptaan-Nya itu) tetapi

kepada keseimbangan antara keduanya. Hanya dengan Agama yang mengajarkan

pemeliharaan keseimbangan antara dunia dan akhirat, manusia yang mempunyai

dua dimensi atau bi-dimensional itu akan mampu menetapkan pilihannya dan

melaksanakan tanggung jawab di dunia dan di akhirat kelak.

Perkembangan manusia ada yang wajar atau normal dan ada pula yang

perkembangannya terganggu (abnormal) yang akan berpengaruh terhadap mental

dan jasmani. Sehingga dalam permasalahan pendidikan, tidak ada perbedaan

antara anak yang normal perkembangan jasmani dan rohaninya, dengan anak-anak

yang mengalami kecacatan fisik atau kelemahan mental yang sering disebut

sebagai anak berkebutuhan khusus.

Anak berkebutuhan khusus (ABK) dapat dimaknai dengan anak-anak yang

tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan

berbakat. Dalam perkembangannya, saat ini konsep ketunaan berubah menjadi

berkelainan (exception) atau luar biasa (Yuliani, 2009: 166). Konsep ketunaan

berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan dengan

kecacatan, sedangkan konsep berkelainan atau luar biasa mencakup anak yang

menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai keunggulan.

Beberapa yang termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus antara lain:

tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar,

(18)

karakteristik dan hambatan yang dimiliki, anak berkebutuhan khusus memerlukan

bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan

potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks

bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan

bahasa isyarat.

Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di Sekolah Luar Biasa

(SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk

tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB

bagian D untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G

untuk cacat ganda (Efendi, 2009: 7).

Dalam ajaran Islam setiap manusia diciptakan untuk beribadah kepada

Allah. Kewajiban beribadah ini diwajibkan kepada manusia yang dalam keadaan

sadar, artinya mampu menggunakan akal dan hatinya untuk membedakan yang

baik dan yang buruk. Begitu pula pada anak berkebutuhan khusus, mereka tetap

diwajibkan beribadah kepada Allah selagi dalam keadaan sadar dan tentunya

disesuaikan dengan perkembangan mereka.

Pendidikan Agama Islam hendaknya ditanamkan sejak kecil, sebab

pendidikan masa kanak-kanak merupakan dasar yang menentukan untuk

pendidikan selanjutnya. Sebagaimana Zakiyah Daradjat mengemukakan, bahwa

pada umumnya Agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman,

pelatihan yang dilalui sejak kecil (Majid, 2004: 68). Pendidikan, khususnya

(19)

kelengkapan fisik saja, akan tetapi juga diberikan kepada anak yang mempunyai

kelainan dan kekurangan fisik atau mental.

Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi

pembelajaran, waktu belajar, alat belajar dan cara penilain perlu disesuaikan

dengan karakteristik peserta didik. Kegiatan pembelajaran perlu menempatkan

mereka sebagai subyek belajar dan mendorong mereka untuk mengembangkan

segenap bakat dan potensinya secara optimal.

Pendidikan yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus berbeda

dengan anak yang normal. Perbedaan ini bukan pada materi pokoknya melainkan

pada segi luasnya dan pengembangan materi Pendidikan Agama yang disesuaikan

dengan kemampuan anak tersebut. Para penyandang tuna tidaklah mudah untuk

dididik ajaran Agama Islam, Karena kekurangan dan kelemahan mereka dalam

menangkap pelajaran Agama serta tingkah laku yang berbeda dengan anak normal

pada umumnya.

Sehingga kurikulum yang digunakan SLB adalah kurikulum sekolah

reguler (kurikulum nasional) yang dimodifikasi (diimprovisasi) sesuai dengan

tahap perkembangan anak berkebutuhan khusus, dengan mempertimbangkan

karakteristik (ciri-ciri) dan tingkat kecerdasannya (Ifdlali, “Pendidikan Inklusi

Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus” (Online),

http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-, diakses 14

September 2015). Dengan adanya proses pembelajaran yang tepat, maka

diharapkan mereka akan mendapatkan sejumlah pengalaman baru yang kelak

(20)

Mengingat kondisi peserta didik yang memiliki keterbatasan intelegensi

dan juga keterbatasan lainnya, dan juga pentingnya Pendidikan Agama bagi Umat.

Maka pelaksanaan pembelajaran PAI di SLB harus berjalan sesuai dengan tujuan,

sehingga pengetahuan yang diterima setiap anak tidak berbeda dengan anak-anak

normal. Maka, diperlukan pelaksanaan metode pembelajaran yang matang.

Karena teknik pembelajaran PAI merupakan substansi manajemen yang utama di

sekolah.

Kebutuhan mengenai permasalahan keagamaan semakin kompleks seiring

perkembangan zaman. Karena itu guru PAI harus tanggap, seorang guru harus

tepat dan efektif dalam menyampaikan materi pelajaran PAI. Untuk menciptakan

peserta didik yang berkualitas dan mampu menghadapi perkembangan zaman

maka kebutuhan pembaharuan dalam metode merupakan suatu keharusan.

Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari proses dan dari segi hasil.

Dari segi proses pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila

seluruh atau setidak-tidaknya sebagian besar (75 %) peserta didik secara aktif,

baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran, di samping

menunjukkan kegairahan belajar yang tinggi, semangat belajar yang besar dan

rasa percaya pada diri sendiri. Sedang dari segi hasil, proses pembelajaran

dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan yang positif dari peserta didik

seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagian besar (75 %) (E. Mulyasa, 2004: 102).

Maka penulis tertarik untuk mengkaji teknik Pembelajaran PAI yang

(21)

merupakan satu - satunya SLB Negeri di Salatiga dengan siswa terbanyak dengan

berbagai ragam ketunaan.

B.Fokus Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka untuk mempermudah dalam

memahami permasalahan, penulis membuat rangkaian dan batasan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana teknik pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa

tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga tahun 2015?

2. Bagaimana karakteristik pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa

tunarungu SMPLB Negeri Salatiga tahun 2015?

3. Apa faktor pendukung dan penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam

pada siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga tahun 2015?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penulisan dalam penelitian ini mengacu pada

permasalahan tersebut diatas adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui teknik pembelajaran pendidikan agama Islam pada siswa

tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga tahun 2015?

2. Untuk mengetahui karakteristik materi pendidikan agama Islam pada siswa

tunarungu SMPLB Negeri Salatiga tahun 2015?

3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambatan pembelajaran

pendidikan agama Islam pada siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga

(22)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan daripada penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan memberikan wawasan dan kontribusi

bagi pengembangan pendidikan pada umumnya, khususnya dapat memperkaya

khasanah Pendidikan Islam yang diperoleh dari hasil penelitian.

2. Secara Praktis

a. Bagi Siswa Tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan upaya

meningkatkan keimanan dan ketaqwaan mengetahui tentang Pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

b. Mahasiswa

Agar dapat meningkatkan belajar mahasiswa sebagai penerus bangsa,

sebagai calon guru yang diharapkan mampu mengembangkan

metode-metode belajar yang menarik.

c. Bagi Lembaga

Bagi Lembaga, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai wacana untuk

lebih meningkatkan pembinaan dalam pembelajaran pendidikan agama

Islam terhadap siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga.

d. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini dapat dijadikan untuk menambah pengalaman penelitian

dalam penelitian terkait dengan sisiwa tunarungu di SMPLB Negeri

(23)

E. Metode Penelitian

Ditinjau dari segi metodologi, penelitian ini merupakan jenis penelitian

deskriptif kualitatif, yaitu suatu metode penelitian yang berusaha mendeskripsikan

suatu gejala, peristiwa, kejadian yang bersifat sekarang (Nana Sujana, 1989: 64).

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, cermat dan akurat, maka

pada penelitian ini akan digunakan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research)

dalam pelaksanaanya menggunakan metode pendekatan kualitatif diskriptif

analisis yang umumnya menggunakan strategi multi metode yaitu wawancara,

pengamatan, serta penelaahan dokumen studi documenter yang antara satu

dengan yang lain saling melengkapi, memperkuat dan menyempurnakan

(Sukmadinata, 2008:108). Dalam laporan penelitian ini data memugkinkan

berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan

dokumen lainnya.

Moloeng (2008:2) menyatakan, bahwa penelitian lapangan (field research)

dapat juga dianggap sebagai pendekatan luas dalam penelitian kualitatif atau

sebagai metode untuk mengumpulkan data kualitatif. Ide pentingya adalah

peneliti berangkat ke lapangan mengadakan pengamatan tentang sesuatu

fenomena dalam suatu keadaan alamiah atau in siti.

2. Kehadiran Penelitian

Kehadiran peneliti pada penelitian kualitatif sangatlah penting, karena

(24)

untuk mendapatkan hasil yang diperlukan untuk menunjang penelitiannya.

Maka, peneliti akan melakukan penelitian langsung di SMPLB Negeri Salatiga,

dan akan melakukan wawancara observasi dengan subjek penelitian di SMPLB

Negeri Salatiga.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di SMPLB Negeri Salatiga. Adapun alasan

pemilihan tempat penelitian di SMPLB Negeri Salatiga. Berkaitan dengan

upaya pengembangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa

tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga sangatlah penting. Oleh karena itu, para

guru untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa SMPLB Negeri

Salatiga perlu terus dikembangkan.

Salah satu diantara lembaga SMPLB Negeri Salatiga yang menerapkan

teknik pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu di

SMPLB Negeri Salatiga. Lembaga ini merupakan aset yang perlu dilestarikan

dan di jaga kualitasnya, sehingga akan meningkat pula dalam mengembangkan

fitroh manusia serta sumberdaya insani yang ada padanya menuju terbentuknya

manusia seutuhnya (Insan Kamil).

4. Sumber Data

Sumber data adalah subjek yang akan diteliti. Subjek penelitian adalah

orang atau siapa saja yang menjadi sumber penelitian (Arikunto, 1989:102).

(25)

a. Data primer

Sumber dan jenis data primer penelitian ini adalah ucapan dan

tindakan subjek serta gambaran ekspresi, sikap dan pemahaman dari

subjek yang diteliti sebagai dasar utama melakukan interprestasi data. Data

atau informasi tersebut diperoleh dari orang-orang yang dipandang

mengetahui masalah yang akan dikaji dan bersedia memberi data atau

informasi tersebut yang diperlukan. Sumberdata primer merupakan data

yang dikumpulkan, diolah dan disajikan oleh peneliti dari sumber utama.

Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data utama yaitu guru PAI dan

Siswa SMPLB Negeri Salatiga.

b. Data Skunder

Data skunder adalah data informasi yang di peroleh dari

sumber-sumber lain selain data primer. Diantaranya buku-buku literature, internet,

majalah atau jurnal ilmiah, arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi

lembaga-lembaga yang terkait dengan penelitian ini. Data tersebut

diantaranya buku-buku refrensi. Dalam penelitian ini data skunder yaitu

dengan mewawancarai guru Pendidikan Agama Islam data-data yang

diperlukan seperti dokumen-dokumen tentang siswa sekolah luar biasa.

5. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan digunakan metode-metode

(26)

a. Metode Wawancara

Menurut Surakhmad (1994: 32) wawancara adalah pengumpulan

data dengan Tanya jawab dengan cara lisan dimana dua orang atau lebih

secara berhadapan secara fisik.

Metode wawancara yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian

ini adalah wawancara terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan kepada

beberapa responden melalui: data tentang teknik pembelajaran Pendidikan

Agama Islam, Karakteristik Materi Pembelajaran Pendidikan Agama

Islam, faktor pendukung dan faktor penghambat pembelajaran Pendidikan

Agama Islam pada siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga. Guru

Pendidikan Agama Islam, siswa tunarungu dan orang tua dari siswa

tunarungu.

b. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan

cara membaca atau mengutip dokumen-dokumen yang ada dan dipandang

relevan. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki

benda-benda tertulis seperti buku-buku, peraturan rapat, catatan seharian

dan sebagainya (Arikunto, 1989: 131). Metode ini digunakan untuk

memperoleh data sejarah SMPLB Negeri Salatiga. Struktur Organisasi,

keadaan guru dan siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga,

pembelajaran pendidikan agama islam serta macam-macam layanan yang

dimiliki SMPLB Negeri Salatiga dan data-data dan informasi lain yang

(27)

c. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data dengan

pengamatan langsung dengan objek penelitian (Surakhmad, 1994:164).

Metode ini digunakan untuk mengetahui situasi dan kondisi lingkungan

SMPLB Negeri Salatiga baik keadaan bagi siswa tunarungu meupun

gurunya. Pengamatan disini termasuk juga didalamnya peneliti mencatat

peristiwa dengan situasi yang berkaitan dengan pengetahuan.proposional

maupun langsung diperoleh dari mata (Moloeng, 2007: 174).

Posisi penelitian disini adalah sebagai observer participant. Dalam

kaitan ini, peneliti dituntut untuk langsung terjun ke lokasi dimana

penelitian tersebut untuk mengadakan pengamatan dan penelitian supaya

mendapatkan data yang diinginkan.

Melalui metode obsevasi ini, peneliti bisa mengetahui secara

langsung venomena yang di teliti, mengenai keadaan guru PAI, siswa

tunarungu, metode pembelajaran pendidikan agama islam di SMPLB

Negeri Salatiga, karakteristik pembelajaran Pendidikan Agama Islam di

SMPLB Negeri Salatiga, faktor pendukung dan faktor penghambat

pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPLB Negeri Salatiga.

6. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif adalah proses pelacakan dan

pengaturan secara sistematis transkip wawancara, catatan lapangan, dan

(28)

bahan-bahan tersebut agar dapat diinterpretasikan temuannya kepada orang lain

(Zuriah, 2007:217)

Prosedur analisis dalam penelitian ini adalah: penyusunan data,

pengolahan data, dengan mengklasifikasikan data ke dalam kategori-kategori

yamg jumlahnya lebih terbatas sesuai dengan data yang diperlukan, organisasi

data, pemilihan-pemilihan menjadi satuan-satuan tertentu dan penemuan

hal-hal yang penting untuk dipelajari. Dalam penelitian ini analisis data dilakukan

selama dan setelah pengumpulan data

Dalam pandangan ini hanyalah sebagian dari satu kegiatan konfigurasi

yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian

berlangsung.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam penelitian ini peneliti berusaha memperoleh keabsahan data

temuannya. Teknik yang dipakai untuk menguji keabsahan temuan tersebut

yaitu teknik triagulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan

data yang memanfaatkan lain (Moloeng, 2009: 330). Karena ini menggunakan

beberapa sumber buku metode dan pengecekan sesuai hasil.

8. Tahap-tahap Penelitian

a. Kegiatan administrative yang meliputi , pengajuan ijin oprasional untuk

penelitian dari Kepala Sekolah SMPLB Negeri Salatiga selaku

penanggung jawab, kemudian menyusun pedoman wawancara dalam

(29)

b. Kegiatan lapangan yaitu meliputi:

1) Survei awal untuk mengetahui gambaran lokasi penelitian, yaitu

SMPLB Negeri Salatiga.

2) Menemui siswa tunarungu yang akan menjadi subjek penelitian.

3) Melakukan survey langsung ke lapangan dengan melakukan

wawancara kepada para responden atau informan sebagai langkah

pengumpulan data.

4) Menyajikan data dengan susunan atau urutan yang memungkinkan

untuk memudahkan dalam melakukan pemaknaan.

5) Melakukan verifikasi untuk membuat kesimpulan sebagai deskriptif

temuan penelitian.

6) Menyusun laporan akhir untuk dijilid dan dilaporkan

F. Penegasan Istilah

Agar didalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda dengan

maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah lain didalam judul

ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan sebagai berikut:

1. Teknik Pembelajaran

Teknik pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dilakukan

seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik (Majid,

2013: 24).

Menurut penulis, yang dimaksud teknik pembelajaran pada penelitian ini

adalah, suatu cara yang dilakukan untuk memberikan nilai, ilmu, pemahaman,

(30)

kemampuan, wawasan, serta ilmu pengetahuan yang berguna bagi individu

maupun masyarakat luas.

2. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam usaha yang lebih khusus ditekankan untuk

mengembangkan fitroh keberagamaan peserta didik agar lebih mampu

memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam. Implementasi

dari semua ini, pendidikan agama islam merupakan komponen yang tidak

terpisahkan dari sistem Pendidikan Islam. Bahkan tidak berlebihan kalau

pendidikan agama islam berfungsi sebagai jalur pengintegrasian wawasan

islam dengan bidang-bidang studi yang lain. Implementasi lebih lanjut,

pendidikan agama islam harus sudah dilaksanakan sejak dini sebelum peserta

didik memperoleh pendidikan atau pengajaran ilmu-ilmu yang lain (Muhaimin,

2002:76).

Jadi yang peneliti maksudkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

penelitian ini adalah, bagaimana cara mengarahkan untuk meningkatkan

keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran Agama Islam dari

peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas

pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan social.

3. Tunarungu

Tunarungu merupakan satu keadaan kehilangan pendengaran yang

diakibatkan seorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama

(31)

banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu pada dasarnya

mengandung pengertian yang sama.

Menurut Ahmadi (2004: 60) Anak berkelainan indra pendengaran atau

tunarungu secara medis dikatakan, jika dalam mekanisme pendengaran karena

sesuatu dengan lain sebab terdapat satu atau lebih organ mengalami gangguan

atau rusak. Akibatnya, organ tersebut tidak mampu menjalankan fungsinya

untuk mengantarkan dan mempersepsi rangsangan suara yang ditangkap untuk

diubah menjadi tanggapan akustik. Secara pedagogis, seorang anak dapat

dikategorikan berkelainan indra pendengaran atau tunarungu, jika dampak dari

disfungsinya organ-organ yang berfungsi sebagai penghantar dan persepsi

pendengaran mengakibatkan ia tidak mampu mengikuti progam pendidikan

khusus untuk meniti tugas perkembangannya.

Menurut penulis tunarungu yang dimaksudkan pada penelitian ini adalah,

kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan untuk mendengar berarti

kehilangan kemampuan menyimak secara utuh peristiwa disekitarnya.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembahasan dan penelaahan yang jelas dalam

membaca skripsi ini, maka disusunlah sistematika hasil penelitian kualitatif,

secara garis besar sebagai berikut:

1. Bagian Awal

Bagian awal ini meliputi, sampul, lembar berlogo, judul (sama dengan sampul),

persetujuan pembimbing, pengesahan kelulusan, pengesahan keaslian tulisan,

(32)

2. Bagian Inti

Pada bagian inti dalam skripsi ini, memuat data :

Bab I : Pendahuluan

Meliputi Latar Belakang Masalah, fokus Masalah, Tujuan

penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode

Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

Berisi Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Pendidikan

Agama Islam pada anak tunarungu (SMPLB Negeri Salatiga),

anak tunarungu.

BAB III : Paparan Data Penelitian

Meliputi gambaran umum SMPLB Negeri Salatiga dan paparan

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada anak tunarungu di

SMPLB Negeri Salatiga.

BAB IV : Analisis Data Penelitian

Meliputi teknik pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada

siswa tunarungu di SMPLB Negeri Salatiga, karakteristik

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu di

SMPLB Negeri Salatiga, faktor pendukung dan penghambat

pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada siswa tunarungu di

SMPLB Negeri Salatiga.

BAB V : Kesimpulan, Saran

(33)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Teknik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam 1. Teknik

Teknik adalah cara yang dilakukan seseorang dalam rangka

mengimplementasikan suatu metode (Majid,2013: 232).

Menurut penulis dapat disimpulkan bahwa teknik merupakan cara atau

siasat agar suatu metode bisa terlaksana secara optimal.

2. Pembelajaran

Kata pembelajaran berasal dari kata belajar yang berimbuhan awalan pe-

dan akhiran –an. Secara umum dapat diketahui bahwa pembelajaran berarti

sebuah proses belajar dan mengajar. Akan tetapi banyak ahli yang telah

mendefinisikannya dengan lebih sistematis, baik dari kata pembelajaran itu

sendiri atau secara terperinci dari kata belajar dan mengajar. Untuk lebih

mudah dalam memahaminya maka akan dipaparkan pengertiannya satu

persatu.

Definisi belajar telah diungkapkan oleh banyak ahli diantaranya oleh

Crombach dalam bukunya Educational Psycology, menyatakan “Learning is show by a change in behavior as a result of experience.” (Suryabrata,

2007:231), yang berarti bahwa belajar yang ditunjukkan dengan adanya

(34)

bahwa belajar memiliki dua definisi. Pertama: belajar diartikan “the process of acquiring knowledge”, kedua: belajar diartikan “a relatively permanent

change potentiality which occurs as a result of reinforced practice.” Pengertian pertama memiliki suatu proses untuk memperoleh pengetahuan.

Pengertian kedua, belajar berarti suatu perubahan kemampuan untuk beraksi

yang relatife langgeng sebagai hasil latihan yang diperkuat (Sriyanti,

2009:22-33).

Kata belajar memiliki beberapa pengertian sebagaimana yang telah

diungkapkan oleh Nasution yang dikutip oleh Usman (2002:19) yaitu sebagai

berikut:

a. Mengajar ialah menanamkan pengetahuan kepada murid

b. Mengajar ialah kebudayan kepada anak; dan

c. Mengajar ialah aktivitas mengorganisasikan atau mengatur lingkungan

dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan anak sehingga terjadi

proses belajar mengajar.

Senada dengan pengertian tersebut diatas Reflis Kosasi menjelaskan

bahwa mengajar ialah suatu usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu suatu

usaha yang dilakukan oleh guru sehingga menyebabkan perilaku tingkah laku

pada diri anak (Usman, 2002:20-21).

Kemudian disimpulkan oleh Usman (2002:21) bahwa mengajar adalah

suatu usaha bagaimana lingkungan dan adanya interaksi subjek didik (anak)

(35)

Dengan adanya beberapa definisi tersebut dapat dipahami bahwa mengajar

adalah suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang terhadap peserta didik untuk

menghasilkan adanya suatu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari

perilaku buruk menjadi baik dalam satu waktu yang dikondisikan.

Pengertian tersebut di atas sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al

Qur’an Surah Al-Kahfi: 66, yaitu:

Artinya: Musa berkata kepada Khidhr: "Bolehkah aku mengikutimu supaya

kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu

yang telah diajarkan kepadamu?"(Q.S. Al-Kahfi:66).

Menurut Hamalik (2003:57) pembelajaran adalah suatu kombinasi yang

tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan

prosedur yang saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan pada firman Allah SWT dan beberapa pengertian diatas maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berarti sebuah proses yang berlangsung

antara dua belah pihak yaitu penyampai (guru) dan penerima (peserta didik)

dalam rangka mentransformasikan suatu pengetahuan dengan didasari rasa

tanggung jawab.

Dengan dijelaskan definisi belajar, mengajar dan pembelajaran itu sendiri

maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa belajar adalah usaha untuk

(36)

adalah usaha seseorang untuk mempengaruhi orang lain agar memiliki sikap

dan pengalaman yang baru, dan pembelajaran adalah proses antar keduanya

(belajar dan mengajar).

a. Teori belajar

Teori merupakan sebuah pernyataan ilmiah yang diungkapkan oleh

para ahli dan dapat dipertanggungjawabkan. Pembelajaran sebenarnya

telah muncul sejak manusia itu dilahirkan, sedangkan munculnya teori

pembelajaran adalah belakangan setelah kehidupan manusia berkembang

secara mapan.

Ketika pola pikir manusia semakin maju dan berkembang, maka

teori pembelajaran juga bermunculan secara bertahap dan semakin

sempurna. Akan tetapi bukan berarti teori sebelumnya adalah salah, karena

masing-masing teori memiliki dasar dan pembuktian sendiri-sendiri.

Secara singkat dibawah ini akan diungkapkan beberapa teori

pembelajaran yang berdasarkan pada bidang psikologi yaitu:

1) Teori Kondisioning Klasik oleh Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Teori ini lebih dikenal dengan sebutan nama pencetusnya yaitu

teori Pavlov. Teori ini menyatakan bahwa sikap perilaku seseorang

dapat berupa sebuah respon dari stimulus yang ada, atau dengan bahasa

lain perilaku telah tumbuh dari sebuah kebiasaan yang sengaja telah

(37)

2) Teori koneksionisme oleh Edward Lee Thorndike (1874-1989)

Menurut Thorndike belajar untuk mengubah sebuah perilaku tidak

cukup dengan adanya stimulus dan respon, akan tetapi Thorndike telah

menghubungkan keduanya karena dapat menghasilkan adanya

hubungan saraf (neural) yang ditunjukkan dengan adanya perubahan

perilaku. Oleh karena itu teori ini disebut dengan koneksionisme yang

mengacu pada koneksi neural antara stimulus dan respon (Sriyanti,

2009:63). Bagi Thorndike, bentuk belajar yang paling mendasar adalah

Trial and Eror atau disebut dengan selection dan connection (Sriyanti,

2009:63).

3) Teori operan kondisioning oleh B. F. Skinner (1904-1990)

Teori yang diungkapkan Skinner sebenarnya tidak lari dari dasar

adanya hubungan antara stimulus dan respon, hanya saja skinner

menambahi bahwa stimulus yang menghasilkan respon positif

hendaknya diberi sebuah pengukuhan (reinforcement). Pengukuhan

(reinforcement) adalah metode peningkatan frekuensi atau kekerapan

(berlangsungnya) suatu perilaku (Sriyanti, 2009:83).

Teori-teori tersebut merupakan teori mendasar dari segi psikologi

perspektif behaviorisme (tingkah laku). Dengan dasar teori-teori

tersebut ada beberapa teori yang lebih spesifik mengarah pada proses

pembelajaran disebutkan oleh (Hamalik, 2003:58-64).

Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada

(38)

a) Pembelajaran adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk

menciptakan kondisi belajar bagi peserta didik.

b) Pembelajaran adalah upaya mempersiapkan peserta didik untuk

menjadi warga masyarakat yang baik.

c) Pembelajaran adalah suatu proses membantu siswa menghadapi

kehidupan masyarakat sehari-hari.

d) Mengajar adalah upaya menyampaikan pengetahuan kepada peserta

didik di sekolah.

b. Ciri Pembelajaran

Dilihat dari definisi dan teorinya, pada hakikatnya pembelajaran

dapat terjadi kapan saja dan di mana saja. Pembelajaran yang dibahas di

sini adalah pembelajaran yang berlangsung secara sistematis dan

direncanakan dalam sebuah bangku pendidikan.

Pembelajaran sebagai suatu proses belajar dan mengajar secara

terperinci dari segi belajar telah memiliki ciri-ciri tersendiri sebagaimana

diungkapkan oleh Sriyanti mengutip pendapat Baharudin dan Esa N. W

yaitu:

1. Belajar ditandai adanya perubahan tingkah laku.

2. Perubahan perilaku dari hasil belajar itu relatif permanen.

3. Perubahan tingkah laku tidak harus dapat diamati pada saat

berlangsungnya proses belajar, tetapi perubahan perilaku itu bisa

bersifat potensial.

(39)

5. Pengalaman atau latihan itu dapat memberikan penguatan (Sriyanti,

2009:24)

Dari sini nampak jelas bahwa ciri-ciri orang yang telah belajar

maka akan didapatkan suatu perubahan pada dirinya.

Adapun ciri-ciri pembelajaran yang dilangsungkan dalam ruangan

menurut Hamalik (2003:64-66) adalah sebagai berikut:

a. Rencana,

b. Kesaling ketergantungan

c. Tujuan,

Rencana berarti adanya sebuah kesengajaan penataan terhadap

semua unsur-unsur sistem pembelajaran yang termasuk didalamnya

yaitu penataan ketenangan, material dan prosedur untuk

mempermudah dalam melangkah pada hal-hal yang hendak menjadi

tujuan.

Kesaling ketergantungan berarti adanya saling kait mengkait

antara unsur-unsur pembelajaran yang satu dengan yang lainnya

dengan selaras, serasi, dan sistematis. Ini berarti pembelajaran tidak

akan terjadi ketika tidak ada keterpaduan dalam unsur-unsur

pembelajaran.

Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik ketika tidak

ditentukan atau memiliki satu atau beberapa tujuan tertentu dalam

proses pembelajaran tersebut. Maka dengan adanya tujuan atau lebih

(40)

pembahasan materinya, sehingga peserta didik akan lebih mudah

untuk menerima dam memahami.

Berbeda dengan Hamalik, (Djamaroh, 2006:39-42)

menyebutkan ciri-ciri pembelajaran secara lebih terperinci sebagai

berikut:

1) Belajar mengajar memiliki tujuan, yakni untuk membentuk anak

didik dalam suatu perkembangan tertentu, sehingga perhatian

dipusatkan pada anak didik.

2) Prosedur yang direncanakan dan didesain secara sistematik dan

relevan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sehingga

dapat tercapai tujuan yang optimal.

3) Materi sesuai tujuan dengan memperhatikan komponen anak didik

dan komponen-komponen lain serta disiapkan sebelum

berlangsungnya kegiatan pembelajaran.

4) Aktivitas anak didik baik secara fisik maupun mental.

5) Guru sebagai pembimbing harus dapat memotivasi agar terjadi

proses interaksi yang kondusif.

6) Kedisiplinan dalam pelaksanaan prosedur yang telah ditetapkan.

Penyimpangan dari prosedur berarti suatu indikator pelanggaran

disiplin.

7) Adanya batas waktu untuk mencapai tujuan pembelajaran

8) Evaluasi dalam rangka untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan

(41)

Ciri-ciri ini sifatnya lebih melengkapi, karena ciri-ciri

sebelumnya juga telah tercakup dalam ciri-ciri yang terakhir. Dari

ciri-ciri yang ada menunjukkan bahwa pembelajaran adalah suatu

pelaksanaan yang tertata secara sistematis, dan mengarah dalam

mencapai tujuan, yang mana tujuan utamanya adalah suatu

perubahan atas bimbingan dari seorang guru.

c. Unsur-unsur Pembelajaran

Unsur dapat dikatakan suatu komponen yang harus ada. Unsur

pembelajaran berarti segala sesuatu yang harus ada dalam pelaksanaan

pembelajaran. Sebenarnya unsur pembelajaran juga dapat menjadi ciri dari

pembelajaran, maka isi dari unsur pembelajaran hampir sama dengan yang

disebutkan dalam ciri-ciri pembelajaran. Secara mendasar unsur yang

paling utama adalah guru, siswa dan materi.

Menurut (Djamaroh, 2006:41-50) yang termasuk dalam

unsur-unsur pembelajaran adalah:

1. Tujuan pembelajaran;

2. Bahan pelajaran (materi);

3. Kegiatan belajar mengajar;

4. Teknik pembelajaran;

5. Alat dan alat bantu pembelajaran;

6. Sumber pelajaran;

(42)

Slameto (1991: 91-92) menyebutkan unsur-unsur pembelajaran

dengan bahasa yang berbeda, bahwa dalam membuat strategi belajar

mengajar mencakup 8 unsur perencanaan tentang:

a. Komponen-komponen sistem yaitu guru/dosen, siswa/mahasiswa;

b. Jadwal pelaksanaan;

c. Tugas-tugas belajar yang akan dipelajari dan yang telah

diidentifikasikan;

d. Masukan dan karakteristik siswa;

e. Bahan pengait;

f. Metode dan teknik;

g. Media yang digunakan.

Berbeda dengan kedua pendapat diatas menurut (Hamalik,

2003:67-70) membagi unsur pembelajaran sebagai berikut:

1) Unsur dinamis pembelajaran pada diri guru

a) Motivasi membelajarkan siswa.

Yakni seorang guru harus memiliki motivasi yang kuat

untuk mendidiknya siswanya. Sehingga guru harus berjiwa ikhlas

dan berpendidikan dalam rangka menjadikan peserta didiknya

menjadi orang yang berpengetahuan dan kepribadian yang baik.

b) Kondisi guru siap membelajarkan siswa

Tidaklah cukup dengan motivasi yang tinggi untuk menjadi

(43)

dengan kemampuan dalam proses pembelajaran atau yang disebut

dengan kemampuan professional.

2) Unsur pembelajaran konkruen dengan unsur belajar

a) Motivasi belajar menurut sikap tanggap dari pihak guru serta

kemampuan untuk mendorong motivasi dengan berbagai upaya

pembelajaran.

b) Sumber-sumber yang digunakan sebagai bahan belajar diantaranya:

(1) Buku pelajaran;

(2) Pribadi guru;

(3) Sumber masyarakat.

c) Pengadaan alat-alat bantu belajar.

d) Suasana kelas (balajar) yang efektif.

e) Subjek yang belajar.

Unsur-unsur ini lebih mengarah pada hal yang bersifat umum yakni

dari segi intern (kepribadian guru) dan juga bersifat ekstern (abstrak: buku

materi, alat bantu, siswa).

Berdasarkan pada beberapa unsur yang telah disebutkan dapat

disimpulkan secara umum unsur-unsur pembelajaran adalah:

a) Guru dan siswa atau pengajar dan yang diajar.

b) Materi yang diajarkan.

c) Metode pembelajaran.

d) Media pembelajaran.

(44)

f) Sumber pelajaran.

g) Tujuan pembelajaran.

h) Evaluasi.

3. Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan

siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan

agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan

dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati Agama lain

dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat

untuk mewujudkan persatuan nasional (Muhaimin, 2002:75-76).

Menurut penulis yang dimaksud dengan Pendidikan Agama

Islam berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

pendidikan agama Islam adalah upaya yang ditempuh pendidik dalam

melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah

memudahkan dalam mencapai tujuan utama khususnya pembelajaran

Pendidikan Agama Islam.

Berdasarkan penegasan istilah yang telah dijabarkan maka

maksud judul diatas adalah upaya merencanakan, melaksanakan dan

evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat diterapkan

dengan mudah khususnya bagi anak tunarungu sehingga dapat

melaksanakan ajaran Islam baik dari segi kognitif, afektif, dan

(45)

b. Tujuan Pendidikan Agama Islam

Pendidikan yang amat penting itu tujuannya harus diambil dari

pandangan hidup. Jika pandangan hidup adalah Islam, maka tujuan

Pendidikan harus diambil dari ajaran Islam.

Menurut Daradjat (2009: 32) dalam bukunya Ilmu Pendidikan

Islam tujuan itu meliputi:

1) Tujuan Umum

Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai denagn semua

kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain.

Tujuan itu meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi

sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan.

2) Tujuan Akhir

Pendidikan Islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan

akhirnya terdapat pada waktu hidup didunia ini telah berakhir pula.

Pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan,

memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan

tujuan Pendidikan yang telah dicapai.

Tujuan akhir Pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman

(46)

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah

sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah

sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama

Islam.

3) Tujuan Sementara

Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak

didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan

dalam suatu kurikulum Pendidikan formal.

4) Tujuan Operasional

Tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai

dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu (Daradjat, 2009: 32).

c. Faktor Pendukung Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Faktor pendukung dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dilihat dari segi guru, sumber/ sarana/ fasilitas, dan siswa, bahwa faktor

pendukung pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut:

1) Sikap Mental Guru

Para guru hendaknya menyadari tentang perlunya pembaharuan

strategi belajar mengajar. Sehingga mempunyai kesiapan mental untuk

melaksanakan pendekatan belajar aktif (active learning strategy)

(47)

2) Kemampuan Guru

Para guru hendaknya mempunyai beberapa kemampuan yang dapat

menunjang keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan belajar

mengajar. Seorang guru dituntut untuk mampu menguasai isi pokok

pelajaran Pendidikan Agama Islam.

3) Penyediaan Alat Peraga/ Media

Dalam kegiatan belajar mengajar alat atau media sangat diperlukan

agar dapat menunjang tercapainya tujuan Pendidikan. Alat atau media

harus diupayakan selengkap mungkin agar segala aktivitas mengajar

dapat dibantu dengan media.

4)Kelengkapan Kepustakaan

Kepustakaan sebagai kelengkapan dalam menunjang keberhasilan

pegajaran, hendaknya diisi dengan berbagai buku yang relevan sebagai

upaya untuk pengayaan terhadap pengetahuan dan pengalaman siswa.

d. Kurikulum

1) Pengertian Kurikulum

Dalam proses Pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk

mencapai tujuan Pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat

akan sulit mencapai tujuan dan sasaran Pendidikan yang diinginkan.

Sebagai alat yang penting untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya

adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan

(48)

Kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan

praktik pendidikan. Disamping itu, kurikulum harus bisa memberikan

arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah

menyelesaikan suatu program pengajaran pada suatu lembaga (Haryati,

2011:1).

Definisi kurikulum yang akan digunakan yaitu kurikulum yang

dipandang sebagai suatu program Pendidikan yang direncanakan dan

dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan Pendidikan tersebut.

Kurikulum diartikan 2 macam yaitu:

a) Sejumlah materi pelajaran yang harus ditempuh atau dipelajari di

sekolah/perguruan tinggi atau memperoleh ijazah tertentu.

b) Sejumlah materi pelajaran yang ditawarkan oleh suatu lembaga

pendidikan atau jurusan (Munardji, 2004:83).

Dinyatakan oleh Nik Hayati (2011:2) bahwa hakikat kurikulum

adalah kegiatan yang mencakup berbagai rencana kegiatan peserta didik

yang terperinci berupa bentuk-bentuk bahan Pendidikan, saran-saran

strategi belajar mengajar, pengaturan-pengaturan program agar dapat

diterapkan, dan hal-hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan

mencapai tujuan yang diinginkan.

2) Ciri-ciri Kurikulum dalam Pendidikan Agama Islam

Menurut Al-Syaibani sebagaimana dikutip oleh Nik Haryati

(2011:5), bahwa kurikulum Pendidikan Islam seharusnya ciri-ciri

(49)

a) Kurikulum Pendidikan Islam harus menonjol pada mata pelajaran

Agama dan akhlak.

b) Kurikulum Pendidikan Islam harus memperhatikan pengembangan

menyeluruh aspek pribadi siswa, yaitu aspek jasmani, akal, dan

rohani.

c) Kurikulum Pendidikan Islam memperhatikan keseimbangan antara

pribadi dan masyarakat, dunia dan akhirat; jasmani, akal, dan rohani

manusia.

d) Kurikulum Pendidikan Islam memperhatikan juga seni halus, yaitu

ukir, pahat, tulis indah, gambar, dan sejenisnya.

Berdasarkan kurikulum Pendidikan Agama Islam diatas, yang telah

ditetapkan oleh Departemen Pendidikan dan kebudayaan, dalam

pelaksanaan program PAI pada siswa tunarungu kurikulum yang

dipakai di SMPLB Negeri Salatiga menggunakan Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) berdasarkan SKKD sebagai pedoman

pengajaran di SMPLB Negeri Salatiga.

e. Faktor Penghambat Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Sedangkan faktor penghambat dalam pembelajaran Pendidikan Agama

Islam dapat disebutkan sebagai berikut:

1) Kesulitan dalam menghadapi perbedaan individu peserta didik.

2) Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan peserta didik.

3) Kesulitan dalam memilih metode yang sesuai dengan materi pelajaran.

(50)

5) Kesulitan dalam mengadakan evaluasi dan pengaturan.

(http://duniainformatikaindonesia.blogspot.com/faktor-faktor-pendukung-dan-penghambat.html, Senin 9 Oktober 2015).

f. Karakteristik Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum

Ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan model pembelajaran

Pendidikan Agama Islam yaitu tujuan dan karakteristik bidang studi

pendidikan agama Islam, kendala pembelajaran, serta karakteristik peserta

didik. Pembelajaran Agama Islam bertujuan meningkatkan keimanan,

pemahaman, penghayatan, dan pengamalan siswa terhadap menjadi

manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dan

yang dimaksud dengan karakteristik bidang studi pembelajaran Agama

Islam adalah aspek-aspek suatu bidang studi yang terbangun dalam

struktur isi dan konstruk/tipe isi bidang studi pendidikan agama Islam

berupa fakta, konsep, dalil/hukum, prinsip/kaidah, prosedur, dan keimanan

yang menjadi landasan dalam mendeskripsikan strategi pembelajaran

(Muhaimin, 2002:150).

Faktor yang kedua yaitu kendala pembelajaran adalah keterbatasan

sumber belajar yang ada, keterbatasan alokasi waktu, dan keterbatasan

dana yang tersedia. Sedangkan faktor yang ketiga yaitu karakteristik

peserta didik adalah kualitas perseorangan peserta didik, seperti bakat,

kemampuan awal yang dimiliki, motivasi belajar, dan kemungkinan hasil

(51)

dalam pemilihan suatu strategi/metode pembelajaran Agama Islam

(Muhaimin, 2002:151).

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam tentu saja sangat berbeda

dengan pembelajaran materi-materi lainnya, sebab materi ini mencakup

segala bentuk perubahan, baik kognitif, psikomotorik, maupun efektif,

yang menuntut praktek langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penanaman

kognitif tentang Agama Islam, menuntut perubahan psikomotorik yang

harus dilakukan secara fisik maupun mental, dan perubahan itu menuntut

perwujudan sikap yang disebut akhlak. Sehingga, pengetahuan Agama

yang ditanamkan kepada peserta didik, dapat merubah tingkah laku

mereka ke arah yang ditentukan dalam Islam.

Sebagai contoh, misalnya pembelajaran mengenai keyakinan terhadap

adanya Malaikat. Pembelajaran pengetahuan mengenai Malaikat dan

tugas-tugasnya, menuntut keyakinan bahwa para Malaikat itu ada, dan

setelah keyakinan itu tumbuh, maka dituntut pula sikap yang mengarah

kepadanya. Misalnya keyakinan terhadap adanya Malaikat Raqib dan Atid

yang mencatat amal perbuatan manusia, maka peserta didik diharapkan

menyadari bahwa setiap perbuatannya akan dicatat, sehingga ia tidak akan

melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu, dalam pembelajaran

Agama Islam, guru menjadi figure central yang sangat menentukan, sebab

pembelajaran semacam ini membutuhkan contoh nyata dalam kehidupan.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam disekolah-sekolah umum

(52)

dengan jenjang pendidikannya. Materi tersebut antara lain sejarah Islam,

Shalat, Thaharah, Puasa, hafalan surat-surat pendek dan do’a-do’a sehari,

dan Tajwid.

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, tugas guru sangatlah

berat. Seorang guru dituntut memiliki sifat-sifat tertentu, antara lain:

kesiapan mental dalam menghadapi berbagai kesulitan mengajar, mampu

memegang teguh nilai-nilai kemanusiaan, selalu ingin meningkatkan

prestasi, menguasai teknik-teknik mengaktifkan murid, dan menjadi

teladan bagi murid-murid (Mansyur, dkk., 1982: 10-11).

g. Karakteristik Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SLB Materi Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada anak tunarungu hanya dibatasi pada meteri-materi yang sederhana. Muatan

materinya meliputi Al-Qur’an, Akidah, Akhlak, dan Fiqih. Cara

penyampaian materinya yang berkaitan dengan keseharian suasana

pembiasaan kehidupan Islami seperti doa sehari-hari, surat-surat pendek,

pengenalan huruf Hijaiyah, pengenalan Rukun Iman, Rukun Islam,

Wudhu, Sholat berikut prakteknya, serta memberi contoh yang baik pada

anak didik.

Dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam guru mengajar dengan rasa sabar, berulang-ulang, serta dengan memberikan contoh-contoh

sederhana sehingga siswa dapat sedikit demi sedikit memahami materi

yang diajarkan. Di sini terdapat sesuatu yang khas dalam proses

(53)

diterapkan sama dengan sekolah umum, umum dalam pelaksanaannya

terdapat perbedaan dalam sistem menggunakan metode yang ada.

Jadi, berdasarkan teori di atas, anak-anak tunarungu juga memiliki hak

untuk mendapatkan pengetahuan akademik seperti anak-anak umumnya

dimana kurikulum dan materinya disesuaikan kondisi mereka dan yang

berupa materi-materi sederhana. Sedangkan penyampaian materinya

menggunakan model-model khusus sesuai dengan gangguan yang dialami

siswa.

B. Tunarungu

1. Pengertian Tunarungu

Secara umum tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan

pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai

rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Batasan pengertian

anak tunarungu telah banyak dikemukakan oleh para ahli yang semuanya itu

pada dasarnya mengandung pengertian yang sama. Di bawah ini

dikemukakan beberapa definisi anak tunarungu oleh beberapa ahli.

Dalam bukunya T. Sutjihati Somantri, Andreas Dwidjosumarto (1990:1) mengemukakan bahwa seseorang yang tidak atau kurang mampu mendengar

suara dikatakan tunarungu. Ketunarunguan dibedakan menjadi dua kategori

yaitu tuli (deaf) dan kurang dengar (low of hearing). Tuli adalah mereka yang

indera pendengarannya mengalami kerusakan dalam taraf berat sehingga

pendengaran tidak berfungsi lagi. Sedangkan kurang dengar adalah mereka

(54)

berfungsi untuk mendengar, baik dengar maupun tanpa menggunakan alat

bantu dengar (hearing aids).

Anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau

kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau

tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga

mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Anak tunarungu

memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan

lahir batin yang kelak.

Mencermati berbagai pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

ketunarunguan adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran

yang meliputi seluruh gradasi ringan, sedang, dan sangat berat yang dalam hal

ini dapat dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu kurang dengar dan tuli,

yang menyebabkan terganggunya proses perolehan informasi atau bahasa

sebagai alat komunikasi. Besar kecil kehilangan pendengaran sangat

berpengaruh terhadap kemampuan komunikasinya dalam kehidupan

sehari-hari, terutama bicara yang jelas dan benar.

2. Klasifikasi Anak Tunarungu

Menurut Efendi dalam bukunya “Pengantar Psikopedagogik Anak

Berkelainan” mengemukakan, ada beberapa klasifikasi tunarungu secara

terinci antara lain:

a. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 20-30 dB

(desibell). Ciri anak tunarungu kehilangan pendengaran pada rentangan

(55)

antara pendengaran normal dan kekurangan pendengaran taraf ringan,

tidak mengalami kesulitan memahami pembicaraan dan dapat mengikuti

sekolah biasa dengan syarat tempat duduknya perlu diperhatikan,

terutama harus dekat dengan guru.

b. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 30-40 dB

(desibell). Ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut

yaitu dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat, tidak

mengalami kesulitan untuk mengekspresikan isi hatinya, tidak dapat

menangkap suatu percakapan yang lemah.

c. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 40-60 dB

(desibell). Ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut

yaitu dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, sering terjadi

mis-understanding terhadap lawan bicaranya jika diajak bicara,

penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan bicara terutama

pada huruf konsonan misalnya “K” atau “G” mungkin diucapkan menjadi

“T” dan “D”, kesulitan menggunakan bahasa dengan benar dalam

percakapan.

d. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran antara 60-75 dB

(desibell). Ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut

yaitu, kesulitan membedakan suara, tidak memiliki kesadaran bahwa

benda-benda yang ada di sekitarnya memiliki getaran suara.

e. Anak tunarungu yang kehilangan pendengaran 75 dB (desibell). Ciri

(56)

suara keras sekali pada jarak kira-kira 1 inchi (+ 2,54 cm) atau sama

sekali tidak mendengar.

3. Karakteristik Anak Tunarungu

Karakteristik anak tunarungu sangat komplek dan berbeda-beda satu sama

lain. Secara kasat mata keadaan anak tunarungu sama seperti anak normal

pada umumnya. Apabila dilihat beberapa karakteristik yang berbeda.

Karakteristik bahasa dan bicara anak tunarungu yaitu:

a. Miskin kosa kata.

b. Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang mengandung

arti kiasan dan kata-kata abstrak.

c. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa.

d. Sulit memahami kalimat-kalimat yang komplek atau kalimat-kalimat yang

panjang serta bentuk kiasan.

Anak tunarungu juga mempunyai beberapa karakteristik, terutama

keterbatasan kosa kata. Hal tersebut yang menyebabkan anak tunarungu

kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Terlebih lagi permasalahan

tentang kejelasan dalam berbicara. Anak tunarungu biasanya mengalami

masalah dalam artikulasi, yaitu mengucapkan kata-kata yang tidak tahu atau

kurang jelas.

Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak

tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa (mendapatkan

bahasa). Bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain. Sedangkan, anak

(57)

dengan orang lain, karena wicara sebagai alat yang sangat penting dalam

komunikasi. Dalam berbicara pun harus menggunakan artikulasi yang sangat

jelas agar pesan mudah diterima oleh orang lain, maka dari itu anak harus

dilatih secara berulang-ulang sehingga anak terampil mengucapkan kata-kata

dengan artikulasi yang tepat dan jelas.

Mencermati beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa seseorang

tunarungu memiliki keterbatasan dengan memperoleh bahasa dan mengalami

permasalahan dalam bicaranya. Kurang berfungsinya indera pendengaran

menyebabkan anak tidak dapat menirukan ucapan kata-kata dengan tepat dan

jelas. Oleh sebab itu, anak tunarungu untuk mendapatkan bahasa atau kosa

kata harus melalui proses belajar mengenal kosa kata dan belajar

mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang jelas.

4. Perkembangan Anak Tunarungu

Dalam buku “Psikologi Anak Luar Biasa” karya T. Sutjihati Somantri,

fungsi-fungsi perkembangan anak tunarungu itu ada yang tertinggal jauh oleh

anak normal. Ada pula yang sama atau hampir sama menyamai anak normal.

Dibawah ini akan dipaparkan mengenai perkembangan pada anak tunarungu,

yaitu:

a. Perkembangan Bicara dan Bahasa

Perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman.

pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak

tunarungu tidak mampu mendengar dengan baik. Menurut T. Sutjihati

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.3
Table 3.4 DATA SARANA PRASARANA
Table 3.5
+2

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan hal diatas selama ini pencatatan data perbaikan dan pergantian IDU (Indoor Unit) dan ODU (Outdoor Unit) menggunakan catat manual, penulis

Hasil penelitin ini menunjukkan bahwa Self efficacy yang dimiliki oleh siswa social anxiety disorder masih tergolong rendah; faktor yang menyebabkan rendahnya self

Pak Najib, Mbak Armi, Mbak Dewi, Mbak Yani, Pak Slamet Rahardjo, Mbak Agnes, Kakak Maru dan seluruh staf yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu) yang telah banyak

1) Perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti. Disamping itu perhatian siswa pun

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh penerbitan surat teguran dan surat paksa terhadap pencairan tunggakan pajak di Kantor Pelayanan

Sumber: Kotler (1997) Rangsangan pemasaran Produk Harga Tempat Promosi Rangsangan lain Ekonomi Teknologi Politik Budaya Karakteristik pembeli Budaya Sosial Pribadi Psikologis

Rumusan masalah ada;ah: “Apakah penerapkan model pembelajaran kooperatif pada pelajaran geografi dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V Ш semester genap SMP

Berkaitan dengan penelitian yang dilaksanakan oleh peneliti, belum ada penelitian yang berkaitan dengan aplikasi teknologi e-book sebagai salah satu sumber belajar