II. TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Pemasaran
Pemasaran didefinisikan sebagai suatu proses sosial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara luas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller, 2007).
Begitu juga menurut Shimp (2003) pemasaran adalah sekumpulan kegiatan dimana perusahaan dan organisasi lainnya mentransfer nilai-nilai (pertukaran) antar mereka dengan pelanggannya.
2. 2. Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan pemikiran terhadap penetapan harga, promosi, dan penyaluran produk baik barang maupun jasa untuk menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi (Kotler, 2002).
Definisi tersebut dapat dilihat bahwa manajemen pemasaran adalah proses yang meliputi analisa perencanaan sampai pelaksanaan dan pengendalian tentang produk perusahaan dengan tujuan menghasilkan kepuasan bagi pihak-pihak yang terlibat baik individu maupun organisasi perusahaan.
2. 3. Komunikasi Pemasaran
Sebelum pertukaran dapat dilakukan di antara dua pihak, masing-masing harus memiliki sebagian informasi tentang pihak lain. Masing-masing pihak harus mengetahui keberadaan pihak lain, apa yang mereka tawarkan, dan apa yang mereka inginkan. Pelanggan jarang memiliki informasi yang sempurna tentang pasar dan oleh sebab itu mereka harus berusaha mendapatkannya. Informasi ini mengalir ke pelanggan potensial melalui kegiatan komunikasi pemasaran dari periklanan, penjualan pribadi, dan promosi penjualan (Boyd dkk, 2000).
Model makro komunikasi yang efektif ada sembilan elemen, yaitu dua elemen mempresentasikan pihak utama dalam komunikasi yaitu pengirim dan penerima. Dua elemen lainnya mempresentasikan alat komunikasi utama yaitu: pesan dan media. Empat elemen yang merupakan fungsi komunikasi utama yaitu penyandian, pengertian, respon, dan umpan balik. Elemen terakhir dalam sistem adalah gangguan (pesan acak dan bersaing yang dapat mengganggu komunikasi yang dimaksud) (Kotler dan Keller, 2008).
Gambar 2. Model makro komunikasi yang efektif (Kotler dan Keller, 2008) Model ini menekankan faktor-faktor penting dalam komunikasi efektif. Pengirim harus tahu apa yang ingin dicapai dan tanggapan apa yang diinginkan. Mereka harus membuat kode pesan mereka dalam suatu cara yang mempertimbangkan bagaimana pendengar sasaran biasanya menguraikan kode pesan. Mereka juga harus mengirimkan pesan tersebut melalui suatu media yang efisien, yang mencapai pendengar sasaran dan membangun saluran umpan balik untuk memantau tanggapan penerima atas pesan tersebut (Kotler dan Keller, 2008).
2. 4. Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran merupakan perangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya (Kotler dan Keller, 2007). Unsur-unsur yang dapat dikendalikan dari program pemasaran sering disebut 8P atau sering disebut bauran pemasaran, yaitu (Lovelock and Wright, 2005) :
1. Product (produk), seperti : Mutu, tampilan, model, pilihan, nama merek, pengemasan, garansi/jaminan dan layanan suku cadang.
Gangguan Pengertian Respons Umpan Balik Pesan Media Penerima Penyandian Pengirim
2. Price (harga), seperti : Harga terdaftar, diskon, potongan, persyaratan kredit, periode pembayaran dan penyewaan.
3. Promotion (promosi), seperti : Periklanan, penjualan pribadi, promosi penjualan, publisitas
4. Place (tempat), seperti : Jumlah dan jenis perantara, lokasi/ketersediaan, tingkat persediaan dan transportasi.
5. Physical evidence (bukti fisik), seperti : Bukti langsung yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi
6. Process (proses), seperti : Prosedur, tugas, mekanisme, aktivitas dan rutinitas
7. People (orang), seperti : Service people dan customer
8. Productivity (produktivitas), seperti : Kualitas jasa yang akan dirasakan pelanggan.
Dalam marketting mix barang maupun jasa, iklan termasuk kategori bauran promosi. Pada bauran promosi dikenal lima cara komunikasi yang utama yaitu (Durianto dkk, 2003) :
1. Periklanan
Semua bentuk penyajian dan promosi non personal atas ide, barang atau jasa yang dilakukan oleh perusahaan sponsor tertentu.
2. Promosi penjualan
Berbagai insentif jangka pendek untuk mendorong keinginan mencoba atau membeli suatu produk atau jasa.
3. Hubungan masyarakat atau publisitas
Berbagai progam untuk mempromosikan dan atau melindungi citra perusahaan atau masing-masing produknya.
4. Penjualan pribadi
Interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih guna melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan. 5. Pemasaran langsung
Penggunaan surat, telepon, faksimail, e-mail, dan alat penghubung nonpersonal lain untuk berkomunikasi secara langsung dengan dengan
atau mendapatkan tanggapan langsung dari pelanggan dan calon pelanggan tertentu.
2. 5. Citra Merek
Citra merek menurut Shimp (2003) adalah suatu jenis asosiasi yang muncul di benak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut dapat muncul secara sederhana dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan kepada suatu merek, sama halnya ketika memikirkan orang lain.
Terdapat beberapa indikator yang mempengaruhi brand image (Kotler, 2002), yaitu :
1. Persepsi konsumen terhadap pengenalan produk 2. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk 3. Persepsi konsumen terhadap ukuran
4. Persepsi konsumen terhadap daya tahan
5. Persepsi konsumen terhadap desain/model kemasan 6. Persepsi konsumen terhadap warna produk
7. Persepsi konsumen terhadap harga 8. Persepsi konsumen terhadap lokasi 2. 6. Periklanan (Advertising)
2.6.1 Pengertian Iklan
Ada beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang pengertian iklan. Periklanan (advertising) menurut Kotler dan Keller (2008) adalah segala bentuk terbayar atas penyajian bukan pribadi dan promosi tentang gagasan, barang atau jasa yang dibayar oleh suatu sponsor yang jelas.
Shimp (2003) mendefinisikan periklanan sebagai suatu bentuk dari komunikasi massa atau komunikasi direct to consumer yang bersifat non personal dan didanai oleh perusahaan bisnis, organisasi nirlaba, atau individu yang diidentifikasikan dengan berbagai cara dalam pesan iklan. Pihak pemberi dana tersebut
berharap untuk menginformasikan atau membujuk para anggota dari khalayak tertentu.
Periklanan merupakan salah satu bentuk komunikasi khusus yang digunakan oleh perusahaan untuk mengarahkan komunikasi persuasi pada pembeli sasaran dan masyarakat. Periklanan juga salah satu usaha yang dilakukan perusahaan untuk menyampaikan pesan dari produk yang dihasilkan kepada pihak konsumen, sehingga konsumen dapat lebih dapat mengenal produk yang ditawarkan perusahaan.
2.6.2 Tujuan Periklanan
Menurut Kotler dan Keller (2008), tujuan iklan adalah tugas komunikasi khusus dan tingkat pencapaian yang harus dicapai dengan pemirsa tertentu dalam jangka waktu tertentu. Tujuan periklanan setiap perusahaan berbeda-beda, tergantung dari kondisi intern dan ekstern perusahaan itu sendiri. Tujuan periklanan dapat digolongkan berdasarkan sasarannya baik untuk menginformasikan, meyakinkan, mengingatkan, atau memperkuat : 1. Iklan informatif, iklan yang digunakan secara besar-besaran pada tahap awal suatu jenis produk. Tujuanya untuk menciptakan kesadaran merek dan pengetahuan tentang produk atau fitur baru produk yang ada.
2. Iklan persuasif (membujuk), iklan yang dipakai dalam tahap persaingan. Tujuan untuk menciptakan kesukaan, preferensi, keyakinan, dan pembelian produk atau jasa. Beberapa iklan persuasif menggunakan iklan komparatif yang membandingkan eksplisit tentang atribut dua merek atau lebih.
3. Iklan pengingat, sangat penting digunakan untuk menstimulasikan pembelian berulang produk dan jasa.
4. Iklan penguat, digunakan untuk meyakinkan pembeli saat ini bahwa mereka telah melakukan pilihan yang tepat.
Durianto dkk (2003) juga menyebutkan ada sembilan tujuan yang secara umum yang ingin dicapai perusahaan-perusahaan yang beriklan, yaitu :
1. Menciptakan kesadaran pada suatu merek dibenak konsumen (create awareness). Brand awareness yang tinggi merupakan pembuka untuk tercapainya brand equity yang kuat. Pemasar seharusnya menyadari bahwa tanpa brand awareness yang tinggi sulit untuk mendapatkan pangsa pasar yang luas.
2. Mengkomununikasikan informasi kepada konsumen mengenai atribut dan manfaat suatu merek (communicate information about attribut and benefits).
3. Mengembangkan atau mengubah citra atau personalitas sebuah merek. Sebuah merek terkadang mengalami dilusi sehingga perlu diperbaiki citranya, yang dapat dilakukan adalah melalui iklan.
4. Mengasosiasikan suatu merek dengan perasaan serta emosi. 5. Menciptakan norma-norma kelompok (create group normal) 6. Mengendapkan perilaku (precipitate behavior).
7. Mengarahkan konsumen untuk membeli produknya dan mempertahankan kekuatan pasar (market power) perusahaan. Iklan sangat kuat dalam meningkatkan kekuatan suatu merek di pasaran. Meskipun iklan bukan segalanya, mengingat keberhasilan suatu merek dipasaran tidak hanya tergantung pada iklannya.
8. Menarik calon konsumen menjadi “konsumen yang loyal” dalam jangka waktu tertentu.
9. Mengembangkan sikap positif calon konsumen yang diharapkan dapat menjadi pembeli potensial di masa yang akan datang.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari periklanan pada dasarnya adalah untuk menyampaikan informasi, membujuk (mempengaruhi) dan
mengingatkan serta dapat pula untuk menciptakan kesan positif pada produk atau merek tersebut.
2.6.3 Iklan Televisi
Televisi merupakan media periklanan yang sangat personal dan demonstratif, mahal dan dianggap sebagai penyebab ketidakteraturan (clutter) dalam persaingan. Para konsumen menganggap televisi sebagai media yang paling kacau (clutter) dari semua media iklan (Shimp, 2003). Industri televisi di Indonesia masih menjadikan rating sebagai patokan untuk menentukan harga iklan per 15 detik atau 30 detik. Rating adalah jumlah orang yang menonton suatu program televisi terhadap populasi televisi yang dipersentasekan, dengan rumus sebagai berikut :
Rating Program (%) = Pemirsa Program
Populasi Televisi x 100%
Semakin tinggi rating suatu acara/program yang ditayangkan maka biaya iklan semakin tinggi3. Menurut Shimp (2003) kelebihan dan kelemahan periklanan dengan menggunakan televisi, sebagai berikut :
1. Kelebihan Media Televisi
a. Pendemontrasian penggunaan produk.
Tidak ada media lain yang dapat menjangkau konsumen secara serempak melalui indra pendengaran dan penglihatan sekaligus. Audien dapat melihat dan mendengarkan yang didemontrasikan, mengidentifikasi para pemakai produk dan dapat membayangkan bahwa diri mereka memakai produk.
b. Muncul tanpa diharapkan (intrusion value)
Iklan televisi menggunakan indra seseorang dan menarik perhatiannya bahkan pada saat orang tersebut tidak ingin menonton iklan. Sebagai perbandingan, adalah jauh lebih mudah bagi seseorang untuk menghindari iklan majalah
atau surat kabar dengan cara membalik lembarannya dari pada mencoba menghindari iklan televisi baik secara fisik maupun mental
c. Memberikan hiburan dan menghasilkan kesenangan.
Produk yang diiklankan dapat didramatisir dan dibuat le bih menggairahkan atau kurang lazim dari biasanya. Hal ini juga terkait dengan unsur humor yang kerap ditampilkan di televisi sebagai salah satu strategi periklanan untuk menarik perhatian pemirsa.
d. Menjangkau konsumen satu persatu dalam iklan televisi. Ketika salah seorang pembicara atau endorser mendukung keunggulan suatu produk, hal tersebut seperti persentasi penjualan perorangan, dimana interaksi antara pembicara dan konsumen, terjadi pada tingkat perorangan
e. Menjangkau konsumen akhir maupun tenaga penjualan. Dengan jangkauan yang luas, iklan televisi dapat menjangkau tenaga penjualan perusahaan dimana ia akan lebih mudah memasarkan produk yang bersangkutan karena iklan televisi juga menjangkau konsumen akhir dan meningkatkan citra produk tersebut di pasaran.
f. Mampu untuk mencapai dampak yang diinginkan.
Dampak tersebut adalah mutu atau media priklanan yang mengaktifkan ingatanya untuk menerima pesan penjualan. 2. Keterbatasan atau kelemahan media periklanan televisi
a. Biaya periklanan yang meningkat dengan cepat. Biaya ini akan meningkat pada waktu-waktu prime time di mana banyak pemirsa menonton pada jam-jam tertentu tersebut. b. Terpecahnya penonton (audience fractionalization). Para
pengiklan tidak dapat mengharap untuk menarik penonton homogen yang luas ketika memasang iklan pada program tertentu karena sekarang tersedia banyak pilihan program bagi penonton televisi.
c. Kebiasaan dari pemirsa yang suka meng-zipping dan zapping iklan. Zapping terjadi ketika para penonton beralih saluran lain ketika iklan ditampilkan. Suatu riset menunjukkan bahwa ada sekitar sepertiga penonton potensial iklan televisi yang hilang akibat tindakan zapping. d. Ketidak beraturan (clutter) mengacu kepada semakin banyaknya materi non program yaitu iklan, pesan layanan umum, dan pengumuman promosi stasiun dan program-program saluran yang bersangkutan.
2.6.4 Strategi Pembuatan Iklan yang Efektif
Durianto dkk (2003) mengatakan bahwa untuk membuat sebuah iklan yang efektif ada 4 poin strategi yang bisa dilakukan, yaitu :
1. What to say
What to say adalah tema sentral yang ingin disampaikan oleh pemasar melalui iklan yang mereka buat. Penetapannya di dalam iklan merupakan suatu keputusan strategis yang mempengaruhi sukses atau gagalnya iklan. Dasar pertimbangan mengapa kampanye iklan yang efektif hanya dilandaskan pada satu tema sentral adalah keterbatasan daya ingat manusia sebagai konsumen dan pemirsa. Sebagaimana diketahui, manusia memiliki daya ingat yang sangat terbatas, padahal di pasar terdapat banyak sekali merek atau produk yang diiklankan. Dengan menggunakan satu tema sentral, kemungkinan diingatnya suatu iklan oleh konsumen akan jauh lebih besar dari pada digunakan beberapa tema.
2. How to say
Hal ini terkait dengan bagaimana menyampaikan pesan iklan secara kreatif dari tema yang dipilih. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menciptakan kreativitas suatu iklan, yaitu :
a) Directed creativity
Dalam hal ini berarti harus ada kesesuaian antara kreatifitas yang ingin ditampilkan dengan what to say yang telah dipilih.
b) Brand name exposure
Brand name exposure terdiri dari individual brand name (merek produk) dan company name brand (nama perusahaan). Ketika suatu iklan dibuat, idealnya iklan tersebut harus mampu mengangkat dua brand ini secara bersama-sama
c) Positif unique
Kesan positif harus muncul ketika iklan tersebut ditampilkan, jangan sampai konsumen memiliki asosiasi yang negatif tentang produk tersebut.
d) Selectivity
Selektif ini diartikan sebagai kesesuaian antara pembawa pesan (endoser), struktur pesan dan isi pesan (message content). Struktur pesan terdiri dari konklusi, argumentasi, dan klimaks, sedangkan isi pesan sendiri terdiri dari, yaitu: rasional (untuk barang-barang industri), emosional (barang konsumsi), dan moral (untuk iklan layanan masyarakat). 3. How much to say
Sangat terkait dengan berapa biaya iklan yang harus dikeluarkan. Terdapat tiga teknik yang dapat digunakan yaitu dari presentasi penjualan, kemampuan perusahaan, dan banyaknya biaya iklan yang dikeluarkan oleh pesaing. Perlu diperhatikan, bahwa tingginya biaya bersifat relatif, tergantung pada tingkat penjualan.
4. Where to say
Memfokuskan dalam pemilihan media, dimana perusahaan harus menekankan pada efektifitas media yang akan digunakan.
2. 7. Pengukuran Efektivitas Iklan
Secara umum, menurut Durianto dkk (2003) dikenal tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengukur efektifitas iklan, yaitu :
a. Penjualan.
Efektifitas periklanan yang berkaitan dengan penjualan dapat dilihat melalui riset tentang dampak penjualan, namun akan cukup sulit dilakukan karena banyaknya faktor-faktor di luar iklan yang berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen. Namun demikian, dengan menggunakan alat analisis yang tepat dimungkinkan untuk melihat peran parsial iklan terhadap penjualan suatu produk.
b. Pengingatan
Kriteria kedua, yaitu persuasi dapat dilihat melalui riset tentang dampak komunikasi. Dalam pengingatan, yang umum dipakai sebagai ukuran adalah kemampuan konsumen dalam mengingat iklan atau bagian dari iklan tersebut. Hal apa sajakah yang mereka ingat sehubungan dengan iklan yang ditayangkan.
c. Persuasi
Efektifitas iklan dalam faktor persuasi dapat dilihat melalui riset tentang dampak komunikasi perubahan kepercayaan konsumen pada ciri atau konsekuensi produk, sikap terhadap merek dan keinginan membeli. Dilihat apakah suatu iklan dapat menciptakan rantai akhir suatu pengetahuan produk sebagaimana yang diinginkan, yaitu menemukan apakah konsumen membentuk pengasosian yang tepat antara merek dengan pribadi konsumen.
Pengukuran efektifitas iklan dapat menggunakan alat analisis EPIC Model dan Direct Rating Method digunakan untuk melihat kemampuan iklan untuk mempengaruhi perilaku konsumen.
2.7.1 EPIC Model
EPIC Model menurut Durianto dkk (2003) adalah salah satu alat ukur efektifitas iklan dengan pendekatan komunikasi yang dikembangkan oleh AC-Nielsen yang merupakan salah satu perusahaan peneliti pemasaran terkemuka di dunia. EPIC Model mencakup empat dimensi kritis, yaitu empati, persuasi, dampak, dan komunikasi (Empathy, Persuasion, Impact, and Comunication - EPIC). Berikut akan dipaparkan dimensi-dimensi tersebut yaitu : a. Dimensi Empathy
Dimensi empathy (empati) menginformasikan apakah konsumen menyukai suatu iklan dan menggambarkan bagaimana konsumen melihat hubungan antara suatu iklan dengan pribadi mereka.
b. Dimensi Persuation
Persuation (persuasi) adalah perubahan kepercayaan, sikap dan keinginan berperilaku yang disebabkan suatu komunikasi promosi. Proses persuasi yang akan dipakai ditentukan dengan tingkat keterlibatan konsumen dalam pesan produk.
c. Dimensi Impact
Dimensi impact (dampak) menunjukkan apakah suatu merek dapat terlihat menonjol dibanding merek lain pada kategori yang serupa, dan apakah iklan mampu melibatkan konsumen dalam pesan yang disampaikan. Dampak yang diinginkan dari hasil iklan adalah jumlah pengetahuan produk yang dicapai konsumen melalui tingkat keterlibatan konsumen dengan produk atau proses pemilihan.
d. Dimensi Communication
Dimensi komunikasi (communication) memberikan informasi tentang kemampuan konsumen dalam mengingat pesan utama yang disampaikan, pemahaman konsumen, serta kekuatan pesan yang ditinggalkan pesan tersebut.
2.7.2 Direct Rating Method
DRM (Direct Rating Method) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan sebuah iklan yang berkaitan dengan kemampuan iklan itu untuk mendapatkan perhatian, mudah tidaknya iklan tersebut untuk dipahami, kemampuan iklan menggugah perasaan dan kemampuan iklan itu untuk mempengaruhi perilaku. Semakin tinggi peringkat yang diperoleh sebuah ilan maka semakin efektif iklan tersebut. Terdapat lima variabel yang digunakan dalam metode ini (Durianto dkk, 2003) : a. Perhatian (Attention)
Perhatian diartikan sebagai alokasi kapasitas pemrosesan untuk stimulus yang baru masuk. Ada dua faktor yang menentukan perhatian bagi pemasar yaitu determinan pribadi yang merujuk pada karaktiristik individu yang mempengaruhi perhatian dan faktor lainnya adalah determinan stimulus yang dapat digunakan untuk mendapatkan dan meningkatkan perhatian. b. Pemahaman
Variabel kedua yaitu perhatian yang berkaitan dengan penafsiran suatu stimulus. Makna suatu stimulus bergantung bagaimana suatu stimulus dikelompokan dan diuraikan dengan pengetahuan yang sudah ada.
c. Respon Kognitif
Respon kognitif menentukan penerimaan atas suatu klaim, yang penting adalah respon yang disebut argumen pendukung (pikiran menyokong klaim) dan kontra pendukung (pikiran yang menentang klaim dalam pesan).
d. Respon Afektif
Respon afektif menunjukan perasaan dan emosi yang dihasilkan sebuah stimulus. Keragaman respon afektif dapat disederhanakan menjadi tiga dimensi utama yaitu riang, negatif dan hangat. Sedangkan rekomendasi perangkat emosi utama
yang lebih besar terdiri atas rasa takut, terkejut, sedih, jijik, marah, antisipasi, riang dan menerima.
e. Sikap Terhadap Iklan
Sikap konsumen terhadap iklan sangat tergantung kepada kemampuan iklan utnuk menciptakan sikap yang mendukung terhadap suatu produk. Sikap terhadap suatu iklan berfungsi sebagai peramal yang signifikan atas sikap terhadap produk, namun tidak berarti kosumen harus selalu menyukai iklan maka dianggap iklan tersebut efektif.
2. 8. Perilaku Konsumen
2.8.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan dan proses psikologi yang mendorong kegiatan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan produk serta jasa setelah melakukan hal-hal diatas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan, 2003).
Pengertian perilaku konsumen menurut Kotler dan Keller (2007) adalah terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen :
a. Faktor kebudayaan : merupakan penentu keinginan dan perilaku paling dasar, terdiri atas budaya, sub-budaya dan kelas sosial yang sangat penting bagi perilaku pembelian.
b. Faktor sosial : terdiri atas kelompok acuan, keluarga serta status sosial.
c. Faktor pribadi : terdiri atas usia dan tahap dalam siklus hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, kepribadian dan konsep diri, serta nilai dan gaya hidup pembeli.
d. Faktor psikologis : empat proses psikologi penting yaitu motivasi, persepsi, pembelajaran dan memori yang secara fundamental memengaruhi tanggapan konsumen terhadap berbagai rangsangan pemasaran.
2.8.2 Model Perilaku Konsumen
Titik tolak memahami perilaku konsumen adalah model-model rangsangan yang diperlihatkan dalam Gambar 3 di bawah ini (Kotler dan Keller, 2007). Rangsangan pemasaran dan lingkungan memasuki kesadaran konsumen. Perangkat psikologi konsumen berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam kesadaran konsumen mulai dari datangnya rangsangan pemasaran hingga keputusan pembelian akhir.
Gambar 3. Model perilaku konsumen (Kotler dan Keller, 2007)
Rangsangan Pemasaran Ekonomi Teknologi Politik Budaya Rangsangan Lain Produk dan Jasa Harga Distribusi Komunikator Budaya Sosial Personal Psikologi Konsumen Motivasi Persepsi Pembelajaran Motivasi Karakteristik Konsumen Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca Pembelian Proses Keputusan Pembelian Pilihan Produk Pilihan Merek Pilihan Dealer Jumlah -Pembelian Saat yang Tepat Metode
-Pembayaran
Keputusan pembelian
2. 9. Keputusan Pembelian
2.9.1 Definisi Keputusan Pembelian
Pemasar harus mendalami berbagai pengaruh mengenai pembelian konsumen dan mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana sebenarnya para konsumen membuat keputusan pembelian mereka. Keputusan pembelian menurut Kotler dan Keller (2007) adalah suatu tindakan konsumen untuk membentuk referensi diantara merek-merek yang ada dalam kumpulan pilihan dan membeli produk yang paling disukai.
2.9.2 Proses Keputusan Pembelian
Terdapat lima tahap yang dilalui konsumen dalam proses pembelian yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku pasca pembelian. ahapan tersebut dapat dilihat pada model keputusan pembelian menurut Kotler dan Keller (2007) pada Gambar 4 dibawah ini :
Gambar 4. Tahapan keputusan pembelian (Kotler dan Keller, 2007) a. Pengenalan Masalah
Tahap pertama dalam proses pengambilan keputusan yaitu pengenalan masalah. Pengenalan masalah terjadi ketika konsumen menghadapi ketidakseimbangan antara keadaaan sebenarnya dengan keinginan.
b. Pencarian Informasi
Merupakan tahap dari proses keputusan pembelian yang merangsang konsumen untuk mencari informasi lebih banyak, konsumen mungkin meningkatkan perhatian atau mungkin aktif mencari informasi. Sumber informasi dapat digolongkan atas : Pengenalan Masalah Perilaku Pasca Pembelian Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian
Sumber pribadi : keluarga, teman, tetangga, kenalan. Sumber komersial : iklan, wiraniaga, penyalur.
Sumber publik : media massa, media elektronik.
Sumber pengalaman : penanganan, pengkajian. c. Evaluasi Alternatif
Pada tahap ini konsumen akan memperhatikan manfaat atau sifat produk yang berkaitan langsung dengan kebutuhan mereka. Selanjutnya konsumen akan memandang masing-masing produk sebagai sekelompok atribut dengan kemampuan yang berbeda-beda dan memberikan perhatian lebih pada atribut yang sesuai.
d. Keputusan Pembelian
Merupakan tahap dimana konsumen benar-benar membeli produk tersebut. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian setelah adanya niat pembelian, yaitu sikap orang lain dan faktor situasi yang tidak diharapkan. e. Perilaku Pasca Pembelian
Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk telah dibeli oleh konsumen. Pemasar harus memantau setelah membeli produk, konsumen akan merasa puas atau tidak puas yang akan terlibat dalam tingkah laku pasca pembelian dan juga pemakaian dan pembuangan pasca pembelian.
Setelah konsumen telah memutuskan alternatif yang akan dipilih maka ia akan melakukan pembelian. Berikut tiga tahap proses pembelian menurut Sumarwan (2003) :
a. Tahap Prapembelian
Terdapat beberapa perilaku dalam tahapan ini, yaitu mencari informasi mengenai produk, merek atau toko dan mengambil dana sebagai medium utama pertukaran.
b. Tahap Pembelian
Beberapa perilaku yang berhubungan dengan tahapan ini adalah berhubungan dengan toko dengan cara mendatangi toko
atau pusat pembelanjaan kemudian melakukan pencarian produk yang diinginkan dan akhirnya melakukan transaksi dengan pemilik toko.
c. Berbagai Metode Penjualan
Yaitu penjualan langsung (penjualan dilakukan di rumah), iklan surat (produsen mengirim iklan cetak ke rumah-rumah melalui surat), katalog (publikasi cetak ke rumah-rumah-rumah-rumah penduduk melalui pos), telemarketing (penggunaan telepon untuk memasarkan produk) dan iklan respon langsung (iklan melalui media cetak dan elektronik agar konsumen bisa merespon langsung).
2.9.3 Pengaruh Iklan Terhadap Keputusan Pembelian
Keputusan membeli atau mengkonsumsi suatu produk dengan merek tertentu akan diawali oleh beberapa langkah (Sumarwan, 2003), yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, dan evaluasi alternatif. Langkah pertama yaitu pengenalan kebutuhan, pengenalan kebutuhan akan muncul ketika konsumen menghadapi suatu masalah. Masalah dapat dicirikan ketika terdapat perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan keadaan yang sebenarnya terjadi. Kebutuhan harus diaktifkan terlebih dahulu sebelum ia bisa dikenali, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengaktifan kebutuhan :
a. Waktu, berlalunya waktu akan mengaktifkan kebutuhan fisiologis seseorang, contohnya kebiasaan sarapan pagi pukul 06.00 maka secara otomatis ia akan merasa lapar lagi pada siang hari. Begitu juga dengan usia konsumen, perbedaan usia akan mendorong perbedaan pengenalan kebutuhan.
b. Perubahan situasi, contohnya ketika seseorang masih lajang mungkin akan lebih banyak menghabiskan pengeluaran untuk hiburan. Beda halnya ketika ia telah menikah, tentu kebutuhannya akan berbeda.
c. Pemilikan produk, memiliki produk tentu akan mengaktifkan kebutuhan lain, contohnya orang yang telah memiliki mobil ia akan menyadari kebutuhan lain seperti sabun mobil, lap kanebo dan berbagai peralatan lainnya yang berhubungan dengan keperluan mobil.
d. Konsumsi produk, kebiasaan mengkonsumsi suatu produk akan mengaktifkan kebutuhan, ketika produk yang terbiasa dikonsumsi habis maka mendorong konsumen untuk membeli produk tersebut lagi.
e. Perbedaan inidvidu, terdapat perbedaan cara pandang seseorang ketika akan membeli suatu produk, ada yang membeli produk karena kebutuhan namun tidak jarang karena faktor lainnya seperti mengikuti model terbaru.
f. Pengaruh pemasaran, berbagai produk diiklankan di berbagai media, khususnya media televisi oleh perusahaan pembuatnya. Program pemasaran tersebut akan mempengaruhi konsumen untuk menyadari kebutuhannya. Produk yang diiklankan dikomunikasikan semenarik mungkin untuk memicu seseorang konsumen menyadari akan kebutuhannya dan merasakan bahwa produk tersebutlah yang bisa memenuhi kebutuhan tersebut.
2. 10. Uji Chi-Square
Uji Chi-Square merupakan salah satu uji statistic non parametric, maka uji Chi-Square dapat digunakan untuk pengujian data nominal atau kategorik. Chi-Square digunakan untuk menganalisis frekuensi dari dua variabel dengan banyak kategori untuk menentukan apakah ada hubungan antara kedua variabel (Kountur, 2005). Selanjutnya uji Chi-Square digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan anatar variabel satu dengan variabel lainnya, khususnya data nominal.
2. 11. Penelitian Terdahulu
Kusuma (2010) melakukan penelitian “Analisis Efektivitas Iklan Berseri (Pond’s Flawless White) Dalam Mempengaruhi Keputusan pembelian (Studi Kasus Mahasiswi Program Strata-1 FEM IPB)” menyimpulkan bahwa pengukuran efektivitas iklan dengan menggunakan EPIC Model menunjukan hasil yang efektif ditinjau dari keempat dimensinya yaitu empati, persuasi, dampak dan komunikasi. Sama halnya dengan pengukuran menggunakan metode DRM (Direct Rating Method) menyimpulkan bahwa iklan dinilai efektif jika dilihat dari kelima dimensinya yaitu perhatian, pemahaman, aspek kognitif, aspek afektif dan sikap responden terhadap iklan.
Wijayanti (2011) melakukan penelitian “Analisis Efektivitas Iklan Televisi Kartu AS versi Sule (Kasus pada Mahasiswa Program Strata 1 Institut Pertanian Bogor)” menyimpulkan bahwa iklan As versi Sule sudah cukup efektif dalam memperkenalkan Kartu AS kepada pemirsa televisi dilihat dari analisis EPIC Model. Analisis efektivitas iklan Kartu AS versi Sule dengan DRM (Direct Rating Method) secara keseluruhan diperoleh hasil bahwa iklan AS termasuk dalam kategori iklan yang baik.
Arca (2011) melakukan penelitian “Analisis Efektivitas Iklan Televisi ES Krim Magnum dan Faktor yang Mempengaruhi Proses pengambilan Keputusan Pembelian Es Krim Berdasarkan Karakteristik Pengeluaran (Studi Kasus Mahasiswa Program Diploma IPB)” menunjukan bahawa pesan iklan es krim Wall’s Magnum berpengaruh langsung tehadap variabel-variabel yang diukur pada Consumer Decision Model dan variabel pesan iklan sampai dengan variabel pembelian nyata. Sementara hasil analisis korelasi kanonik didapatkan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan pembelian konsumen pada beberapa kelompok konsumen berdasarkan karakteristik pengeluaran.
Penelitian saat ini berjudul Analisis Efektivitas Iklan Dalam Mempengaruhi Keputusan Pembelian Kartu Seluler IM3 Versi “IM3 Seru Gratis Gak Abis Abis” (Studi Kasus Mahasiswa S1 Institut Pertanian Bogor) memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu selain
menganalisis efektivitas iklan terhadap keputusan pembelian, penulis juga menganalisis pengaruh karakteristik menonton televisi terhadap keputusan pembelian.