• Tidak ada hasil yang ditemukan

KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

KABUPATEN KONAWE

PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE NOMOR 9 TAHUN 2014

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KONAWE TAHUN 2014 - 2034

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KONAWE,

Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Konawe dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu disusun rencana tata ruang wilayah;

b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan masyarakat maka rencana tata ruang wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

c. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78 ayat (4) huruf c Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe; d. bahwa Peraturan Daerah Tingkat II Kendari Nomor 233

Tahun 1992 tentang Rencana Umum Tata Ruang Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Kendari (Lembaran Daerah Tingkat II Kendari), tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, sehingga perlu dicabut dan diganti dengan peraturan yang baru;

(2)

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf d perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Konawe Tahun 2014 – 2034;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang - Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822);

3. Undang - Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

4. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dua kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

5. Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

6. Undang - Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang - Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);

(3)

8. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2004 tentang Perubahan Nama Kabupaten Kendari menjadi Kabupaten Konawe (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 103);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang

Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Tingkat Ketelitian Peta Untuk Penataan Ruang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KONAWE dan

BUPATI KONAWE MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KONAWE TAHUN 2014 – 2034.

(4)

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang laut dan ruang udara termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan kehidupannya.

2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.

4. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.

5. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

6. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

7. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.

8. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk menjaga tata tertib ruang.

9. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.

10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTRWK adalah hasil perencanaan tata ruang yang merupakan penjabaran strategi dan arahan kebijakan pemanfaatan ruang wilayah Provinsi dan Nasional ke dalam struktur dan pola ruang wilayah kabupaten.

11. Dokumen RTRWK adalah dokumen yang terdiri atas Buku Rencana dan Album Peta dengan skala minimal 1 : 50.000 (satu banding dua ratus lima puluh ribu).

12. Rencana Detail Tata Ruang kabupaten yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten.

13. Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten yang selanjutnya disingkat RTR Kawasan Strategis Kabupaten adalah rencana tata ruang yang penataan ruang kawasannya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh yang sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap kepentingan pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial budaya dan/atau lingkungan.

(5)

14. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.

15. Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional.

16. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya.

17. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan.

18. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

19. Kawasan minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa dan/atau kegiatan pendukung lainnya.

20. Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

21. Kawasan perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

22. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

23. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang ditetapkan sebagai warisan dunia.

24. Kawasan Strategis Nasional (KSN) Sorowako dan sekitarnya yang selanjutnya disebut KSN Sorowako dsk adalah satu kesatuan kawasan yang memiliki sumberdaya alam bernilai strategis nasional yang terletak di 14 (empat belas) kecamatan di 5 (lima) kabupaten yang tersebar di 3 (tiga) provinsi yaitu Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tengah dan Provinsi Sulawesi Tenggara.

(6)

25. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

26. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.

27. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan;

28. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.

29. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa.

30. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala antar desa.

31. Wilayah Sungai yang selanjutnya disebut WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumberdaya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 (dua ribu) kilometer persegi.

32. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disebut DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

33. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

34. Daerah Irigasi selanjutnya disebut DI adalah kesatuan lahan yang mendapat air dari satu jaringan irigasi.

35. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.

36. Masyarakat adalah orang, perseorangan, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang.

37. Peran masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

(7)

38. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di kabupaten dan mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah.

39. Daerah adalah Kabupaten Konawe di Provinsi Sulawesi Tenggara. 40. Bupati adalah Bupati Konawe.

41. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Konawe.

42. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB II

RUANG LINGKUP PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Ruang Lingkup Wilayah Administrasi Pasal 2

(1) Ruang lingkup wilayah administrasi dari RTRWK mencakup daerah yang meliputi 23 (dua puluh tiga) kecamatan terdiri atas :

a. Kecamatan Soropia; b. Kecamatan Lalonggasumeeto; c. Kecamatan Sampara; d. Kecamatan Bondoala; e. Kecamatan Besulutu; f. Kecamatan Kapoiala; g. Kecamatan Lambuya; h. Kecamatan Uepai; i. Kecamatan Puriala; j. Kecamatan Onembute; k. Kecamatan Pondidaha; l. Kecamatan Wonggeduku; m. Kecamatan Amonggedo; n. Kecamatan Wawotobi; o. Kecamatan Meluhu; p. Kecamatan Konawe; q. Kecamatan Unaaha; r. Kecamatan Anggaberi; s. Kecamatan Abuki; t. Kecamatan Latoma; u. Kecamatan Tongauna; v. Kecamatan Asinua; dan w. Kecamatan Routa.

(8)

(2) Daerah sebagaimana ayat (1) memiliki posisi di bagian selatan Khatulistiwa, melintang dari Utara ke Selatan antara 02o45’ dan 04o15’ Lintang Selatan, membujur dari Barat ke Timur antara 121o15’ dan 123o30’ Bujur Timur.

(3) Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai batas-batas wilayah :

a. sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Luwu Timur Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah;

b. sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Konawe Utara, Laut Banda dan Laut Maluku;

c. sebelah selatan berbatasan dengan Kota Kendari dan Kabupaten Konawe Selatan; dan

d. sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kolaka.

(4) Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai luas wilayah daratan kurang lebih (±) 579.894 (lima ratus tujuh puluh sembilan ribu delapan ratus sembilan puluh empat) hektar dan wilayah perairan laut kurang lebih (±) 11.960 (sebelas ribu sembilan ratus enam puluh) kilometer persegi.

Bagian Kedua Lingkup Materi

Pasal 3 Lingkup substansi dari RTRWK terdiri atas :

a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kabupaten; b. rencana struktur ruang wilayah kabupaten;

c. rencana pola ruang wilayah kabupaten

d. penetapan kawasan strategis wilayah kabupaten; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten; dan

f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. BAB III

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Bagian Kesatu Tujuan Penataan Ruang

Pasal 4

Penataan ruang daerah bertujuan untuk mewujudkan sistem penataan ruang yang berkualitas dan berwawasan lingkungan menuju Kabupaten Konawe sebagai lumbung pangan yang mandiri dan religius, dengan berbasiskan budaya dalam lingkungan masyarakat yang makmur dan sejahtera.

(9)

Bagian Kedua

Kebijakan Penataan Ruang Pasal 5

Kebijakan penataan ruang daerah terdiri atas :

a. pengembangan dan pemerataan pembangunan melalui sistem distribusi pusat-pusat kegiatan pada kawasan perkotaan dan perdesaan;

b. peningkatan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan aksesibilitas seluruh kawasan;

c. peningkatan sistem jaringan infrastruktur wilayah guna mendorong pertumbuhan wilayah dan meningkatkan produktivitas sentra-sentra produksi;

d. penetapan dan pelestarian kawasan yang berfungsi lindung sebagai perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup;

e. pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya secara optimal guna memacu tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang dimiliki; f. peningkatan produksi lahan pertanian tanaman pangan guna

menunjang daerah lumbung pangan;

g. penetapan dan pengelolaan kawasan strategis guna menunjang pengembangan kepentingan ekonomi, sosial budaya, dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan

h. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara. Bagian Ketiga

Strategi Penataan Ruang Pasal 6

(1) Strategi pengembangan dan pemerataan pembangunan melalui sistem distribusi pusat-pusat kegiatan pada kawasan perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, terdiri atas a. memantapkan fungsi pusat-pusat kegiatan sebagai pusat distribusi

dan pelayanan yang merata;

b. menetapkan deliniasi dan merencanakan fungsi ruang serta mengendalikan pembangunan kawasan perkotaan yang berkualitas, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;

c. mengembangkan dan membangun pusat-pusat kegiatan sebagai pusat distribusi sarana dan prasarana berdasarkan fungsi pelayanan pada masing-masing kawasan perkotaan;

d. meningkatkan interkoneksitas antar pusat-pusat kegiatan dan terhadap kawasan-kawasan terpencil guna memacu pertumbuhan ekonomi wilayah; dan

e. mendorong pertumbuhan pada kawasan-kawasan yang berpotensi sebagai pusat kegiatan.

(10)

(2) Strategi peningkatan sistem transportasi guna membuka dan meningkatkan aksesibilitas seluruh kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, terdiri atas :

a. meningkatkan kualitas jaringan jalan terutama pada jalan-jalan utama dan jaringan jalan yang menghubungkan ke sentra-sentra produksi;

b. meningkatkan aksesibilitas pada jalur penghubung antarkawasan dan pulau, untuk jalur angkutan barang dan penumpang;

c. mengembangkan sarana transportasi melalui pengembangan simpul transportasi dan peralihan moda angkutan (terminal dan pelabuhan) untuk memudahkan sistem koleksi dan distribusi angkutan barang dan penumpang; dan

d. membuka akses jalan baru pada kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, kawasan terpencil dan sentra produksi guna pemerataan pelayanan dan pembangunan.

(3) Strategi peningkatan sistem jaringan infrastruktur wilayah guna mendorong pertumbuhan wilayah dan meningkatkan produktivitas sentra-sentra produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, terdiri atas :

a. mengembangkan sistem jaringan listrik melalui penambahan daya dan sambungan listrik ke rumah-rumah penduduk di kawasan perdesaan yang belum terjangkau;

b. mengembangkan sistem jaringan telekomunikasi baik kualitas dan jangkauan pelayanan maupun jumlah sambungan sebagai media komunikasi dan informasi secara internal dan eksternal;

c. memelihara dan mengembangkan sumberdaya air baku, baik untuk kebutuhan air minum maupun kebutuhan sentra-sentra produksi; d. mengembangkan sistem jaringan prasarana air baku berupa irigasi,

waduk, embung dan bendungan guna menunjang peningkatan produksi sektor pertanian dan sektor unggulan lainnya;

e. meningkatkan pemenuhan kebutuhan akan pelayanan air minum, dan pengembangan sistem pengolahan dan sistem jaringan air minum terutama pada kawasan-kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan; dan

f. mengembangkan dan mengoptimalkan sistem pengolahan persampahan dan limbah pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, sarana kesehatan, sarana pendidikan, perdagangan dan jasa, industri serta pelayanan umum dan pemerintahan.

(4) Strategi penetapan dan pelestarian kawasan yang berfungsi lindung sebagai perwujudan kelestarian fungsi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d, terdiri atas :

a. menetapkan tapal batas kawasan hutan lindung dan memberikan penegasan terhadap fungsi ruang pada kawasan hutan lindung; b. menegaskan batas dan fungsi kawasan lindung pada kawasan

perlindungan setempat serta kawasan suaka alam dan pelestarian alam;

(11)

c. merehabilitasi dan melestarikan kawasan-kawasan yang teridentifikasi sebagai lahan kritis dan kawasan lindung yang telah dieksploitasi;

d. mewujudkan ruang terbuka hijau pada kawasan perkotaan; dan e. melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan kawasan

lindung.

(5) Strategi pengelolaan dan pengembangan kawasan budidaya secara optimal guna memacu tingkat produktivitas dan pertumbuhan ekonomi wilayah sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lahan yang dimiliki sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, terdiri atas : a. mengembangkan sektor pertanian, perkebunan, perikanan,

perdagangan dan jasa, industri dan pariwisata guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah;

b. menyediakan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sektor pertanian, perkebunan dan perikanan untuk memacu pertumbuhan dan produktivitas sektor-sektor unggulan;

c. mengembangkan usaha industri terutama industri pengolahan hasil-hasil pertanian guna menunjang Kabupaten Konawe sebagai lumbung pangan;

d. memperkuat sistem permodalan untuk membantu meningkatkan produktifitas usaha kecil dan petani;

e. mengembangkan obyek-obyek wisata alam, buatan, bahari, petualangan dan agrowisata yang dapat menarik minat wisatawan; f. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kegiatan

kepariwisataan serta melakukan promosi pariwisata untuk meningkatkan jumlah wisatawan;

g. mengendalikan dan pengaturan pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya untuk menghindari konflik kepentingan antarsektor; h. meningkatkan sarana dan prasarana dasar sosial ekonomi

perkotaan maupun perdesaan; dan

i. mengembangkan dan meningkatkan infrastruktur kawasan perkotaan dan perdesaan.

(6) Strategi peningkatan produksi lahan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, terdiri atas :

a. mendorong pertumbuhan produktivitas kawasan pertanian tanaman pangan melalui intensifikasi, rehabilitasi dan ekstensifikasi lahan yang ditunjang oleh pengembangan irigasi sebagai faktor utama keberhasilan peningkatan produksi dan kualitas;

b. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui pembinaan, pelatihan dan penyuluhan tentang peningkatan komoditas pertanian dan perkebunan yang berkualitas; dan

c. mengembangkan budidaya pertanian sub sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan yang ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat lokal.

(12)

(7) Strategi penetapan dan pengelolaan kawasan strategis guna menunjang pengembangan kepentingan ekonomi, sosial budaya dan kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, terdiri atas :

a. mengembangkan kawasan yang mempunyai kegiatan sektor strategis yang potensial terutama dalam aspek ekonomi;

b. mendelineasi kawasan suaka alam dan pelestarian alam serta mencegah kegiatan budidaya pada daerah sekitarnya yang dapat mengancam kelestarian alam;

c. merangsang kawasan-kawasan yang sulit berkembang melalui pengembangan desa-desa pusat pertumbuhan atau pembukaan kegiatan usaha pertanian;

d. memberdayakan ekonomi rakyat dan mengembangkan usaha produksi masyarakat;

e. meningkatkan sarana dan prasarana dasar ekonomi;

f. memelihara dan melestarikan keberadaan cagar budaya dan peninggalan sejarah;

g. melestarikan dan merevitalisasi kawasan-kawasan tradisional dan nilai-nilai budaya tinggi;

h. menanggulangi kawasan rawan bencana melalui konservasi lingkungan, pengembangan jalur hijau, mengurangi bahkan menghilangkan kegiatan budidaya pada kawasan rawan bencana; i. melestarikan dan meremajakan kawasan hutan melalui kegiatan

penghijauan; dan

j. mempertahankan fungsi kawasan lindung mangrove.

(8) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, terdiri atas : a. mendukung penetapan kawasan dengan fungsi pertahanan dan

keamanan;

b. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan; c. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar

kawasan pertahanan dan keamanan; dan

d. turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan dan keamanan negara.

BAB IV

RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Umum Pasal 7

(1) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten di daerah terdiri atas : a. pusat-pusat kegiatan;

b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.

(13)

(2) Rencana struktur ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 (satu banding lima puluh ribu) yang tercantum dalam Lampiran I dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Pusat-pusat Kegiatan

Pasal 8

(1) Pusat-pusat kegiatan di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. PKW; b. PPK; dan c. PPL.

(2) PKW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Unaaha. (3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. kawasan perkotaan Wawotobi di Kecamatan Wawotobi; b. kawasan perkotaan Pondidaha di Kecamatan Pondidaha; c. kawasan perkotaan Sampara di Kecamatan Sampara; dan d. kawasan perkotaan Onembute di Kecamatan Onembute. (4) PPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. Toronipa di Kecamatan Soropia;

b. Nii Tanasa di Kecamatan Lalonggasumeeto; c. Laosu di Kecamatan Bondoala;

d. Watundehoa di Kecamatan Puriala; e. Kapoiala di Kecamatan Kapoiala;

f. Amonggedo Baru di Kecamatan Amonggedo; g. Besulutu di Kecamatan Besulutu;

h. Lambuya di Kecamatan Lambuya; i. Uepai di Kecamatan Uepai;

j. Puuduria di Kecamatan Wonggeduku; k. Meluhu di Kecamatan Meluhu;

l. Tawanga di Kecamatan Konawe; m. Andabia di Kecamatan Anggaberi; n. Abuki di Kecamatan Abuki;

o. Waworaha di Kecamatan Latoma; p. Tongauna di Kecamatan Tongauna; q. Ambondia di Kecamatan Asinua; dan r. Routa di Kecamatan Routa.

(5) Rincian pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(14)

Bagian Ketiga

Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 9

Sistem jaringan prasarana utama di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan transportasi darat; dan b. sistem jaringan transportasi laut.

Paragraf 1

Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 10

(1) Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, terdiri atas :

a. jaringan jalan;

b. jaringan prasarana lalu lintas; c. jaringan layanan lalu lintas;

d. jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan; dan e. jaringan jalur kereta api.

(2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. jaringan jalan primer terdiri atas :

1. jalan arteri primer sepanjang 91,883 (sembilan puluh satu koma delapan delapan tiga) kilometer meliputi ruas jalan Pohara – Bts. Kota kendari, simpang Pohara – Wawotobi (batas Unaaha), Rate-Rate (Bts. Kab. Kolaka Timur/Konawe – Bts. Unaaha, Jalan Monginsidi, Jalan A. Yani, Jalan Diponegoro, Jalan Jend. Sudirman, Jalan Sapati dan Jalan Inowa;

2. jalan kolektor primer satu sepanjang 21,628 (dua puluh satu koma enam dua delapan) kilometer meliputi ruas jalan Batas Kab. Konawe Utara/Kab Konawe - Pohara;

3. jalan kolektor primer dua sepanjang 29,20 (dua puluh sembilan koma dua nol) kilometer meliputi ruas jalan Motaha - Lambuya; 4. jalan kolektor primer tiga sepanjang 48,93 (empat puluh

delapan koma sembilan tiga) kilometer meliputi ruas jalan Pondoa (S. Wataraki) – Routa;

5. jalan kolektor primer empat sepanjang 285,93 (dua ratus delapan puluh lima koma sembilan tiga) kilometer meliputi ruas jalan Mataiwoi (batas kota) – Abuki, Waworoda Jaya – Nambeaboru, Wawonggole – Palarahi, Puday – Teteona, Ranoeya – Baruga, Teteona – Tawanga, Amesiu – Meluhu, Lalohao – Wawonggole, Wawonggole – Lahututu, Lahututu – Teteona, Abuki – Sambeani, Abuki – Asolu, Asolu – Matanggorai, Matanggorai – Atodopi, Abuki – Matanggorai, Asolu - Lasada, Lasada – Asinua Jaya, Asinua – Ambekaeri Utama, Ambekaeri Utama – Lalowata, Ambekaeri Utama – Lebooha, Lebooha –

(15)

Waworoha, Waworaha – Amboniki, Pohara – Batas Kabupaten, Totombe Jaya - Batas Kabupaten, Puuwonua – Toronipa, Purirano – Toronipa, Routa – Batas Propinsi dan Routa – Pondoa (S. Wataraki);

6. jalan lokal primer sepanjang 139,98 (seratus tiga puluh sembilan koma sembila delapan) kilometer meliputi ruas Jalan Mekar Sari – Sanuanggamo, Anggopiu – Ameroro, Laonggowuna – Sanuanggamo, Sanggona - Tudaone, Uepay – Tawamelewe, Tawarotebota – Tawamelewe, Ameororo – Matahoalu, Meluhu – Ahuhu, Ahuhu – Aluahoa, Anahinunu – Ulubenua, Woerahi – Nario Indah, Tomulipu – Karandu, Asaki – Awuliti, Padangguni – Padang Mekar, Matanggorai – Aleuti, Matanggorai – Alosika, Nekudu – Alosika, Lasada – Nekudu, Sonai – Poanaha, Poanaha – Tetewatu, Onembute – Trimulya, Wawolemo – Batas Kabupaten, Amosilu – Lawonua, Onembute – Lawonua, Asunde - Andamesinggo, Abeli Sawa – Lakomea, Abeli Sawa – Tabanggele, Besu – Laosu, Puurui – Matandahi, Laosu – Kapoila (sungai), Puuwonua – Lalimbue, Lalimbue – Kapoila, Watungarandu – Labotoi dan Watunggarandu – Lalonggaluku; dan

7. jalan lingkungan primer sepanjang 41,95 (empat puluh satu koma sembilan lima) kilometer meliputi ruas jalan Ameroro – Rawua, Puday – Puday, Uepay – Uepay, Epee’a – Walay (bendungan), Pondidaha – Mumundowu, Pondidaha – Belatu, Ahuawatu – Bendewatu, Silea – Silea, Trimulya – Trimulya, Onembute – Onembute, Laosu – Laosu, Lalonggaluku – Lalonggaluku dan Tongauna – Andeposandu.

b. jaringan jalan sekunder terdiri atas :

1. jalan arteri sekunder sepanjang 2,82 (dua koma delapan dua) kilometer yaitu Jalan Lakidende (Dua Jalur);

2. jalan kolektor sekunder sepanjang 64,48 (enam puluh empat koma empat delapan) kilometer meliputi ruas Jalan Ambemali (Dua Jalur), Jalan Ponggawa (Dua Jalur), Jalan E. A. Mokodompit, Jalan Sao – sao, Jalan Wekoila, Jalan Mayjen S. Parman, Jalan Sabandara (Dua Jalur), Jalan Oheo, Jalan Abunawas, Jalan Abdulah Silondae (Dua Jalur), Jalan Limbaga, Jalan Konggoasa, Jalan Kolosua, Jalan Tosepu, Jalan Polingai, Jalan Ranoeya – Nario Indah, Jalan Sekolah Kepolisian, Jalan Arisunggu dan Jalan Kantor Camat Anggaberi; 3. jalan lokal sekunder sepanjang 54,72 (lima puluh empat koma

tujuh dua) kilometer meliputi ruas Jalan Inolobunggadue I, Jalan Inolobunggadue II, Jalan Niranuang, Jalan Simin, Jalan Unta, Jalan Bunggasi, Jalan Kijang, Jalan Anoa, Jalan Ahmad Yani, Jalan Rusa, Jalan Kancil, Jalan Meribundu, Jalan Kalenggo, Jalan Haluoleo (Dua Jalur), Jalan Lambihona, Jalan BTN Puosu, Jalan Perindustrian, Jalan Kaluasa, Jalan Haribau, Jalan Pagala, Jalan Lalowata, Jalan Buburanda, Jalan Supu Yusuf, Jalan WR. Supratman, Jalan Edi Sabara, Jalan Kapt.

(16)

Piere Tendean, Jalan Ade Irma Nasution, Jalan Tanggapili, Jalan Wayong, Jalan Tangganano, Jalan Podada, Jalan Sawerigading, Jalan Tohamba (Dua Jalur), Jalan Nusa Indah, Jalan Latondoha, Jalan Dai’iha, Jalan Bakoko, Jalan Mawar, Jalan Samuale, Jalan P. Timur, Jalan Budusila, Jalan Angsa Putih, Jalan Lamboasa dan Jalan Haluoleo; dan

4. jalan lingkungan sekunder sepanjang 6,1 (enam koma satu) kilometer meliputi ruas jalan Jalan Halaman Kantor Bupati, Jalan Halaman Kantor Bupati, Jalan Halaman Kantor Bupati, Jalan Halaman Kantor Bupati, Jalan Halaman Kantor Bupati, Jalan Palluwu (Dua Jalur), Jalan Ranoeya – Ranoeya dan Jalan Tabara.

c. rencana jaringan jalan berupa rencana pembukaan jalan kabupaten terdiri atas :

1. ruas jalan poros Wawolatoma – Routa sepanjang 90 (sembilan puluh) kilometer;

2. ruas jalan dalam Kecamatan Latoma sepanjang 5 (lima) kilometer; dan

3. ruas jalan dalam Kecamatan Asinua sepanjang 5 (lima) kilometer.

(3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. terminal penumpang terdiri atas :

1. terminal penumpang tipe B direncanakan pada Terminal Asinua di Kecamatan Unaaha; dan

2. terminal penumpang tipe C terdiri atas :

a) terminal penumpang tipe C eksisting meliputi : 1) Terminal Kasupute di Kecamatan Wawotobi; 2) Terminal Asinua di Kecamatan Unaaha; dan 3) Terminal Puriala di Kecamatan Puriala.

b) rencana terminal penumpang tipe C di Pohara Kecamatan Sampara.

b. terminal barang direncanakan pada Terminal Asinua di Kecamatan Unaaha;

c. rencana pengembangan jembatan timbang di Kecamatan Lambuya dan Sampara; dan

d. rencana unit pengujian kendaraan bermotor di Kecamatan Wawotobi.

(4) Jaringan layanan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. jaringan lalu lintas angkutan barang terdiri atas: 1. Unaaha – Kolaka – Makassar;

2. Unaaha – Kolaka – Lasusua – Malili; 3. Unaaha – Kendari; dan

4. Unaaha – Asera.

b. jaringan lalu lintas angkutan orang terdiri atas :

(17)

a) Makassar – Bajoe – Kolaka – Unaaha – Kendari;

b) Makassar – Pare-Pare – Toraja – Palopo – Malili – Kolaka – Unaaha – Kendari;

c) Toraja – Malili – Kolaka Utara – Kolaka – Unaaha - Kendari; d) Pinrang – Kolaka – Unaaha – Kendari;

e) Pare-Pare – Pinrang – Bone – Kolaka – Unaaha – Kendari; f) Rantepao – Palopo – Malili – Kolaka Utara – Kolaka –

Unaaha – Kendari; dan

g) Sulawesi Barat (Polewali Mandar, Majene, Mamuju) – Pare-Pare – Bajoe – Kolaka – Unaaha – Kendari.

2. trayek angkutan penumpang antarkabupaten/kota dalam provinsi terdiri atas :

a) trayek angkutan penumpang antar kabupaten/kota dalam provinsi eksisting terdiri atas :

1) Terminal Sentral Kota di Kota Kendari – Toronipa - Soropia;

2) Terminal Lasandara di Kota Kendari – Lalonggasumeeto - Bondoala;

3) Lambuya – Alangga di Kabupaten Konawe Selatan; dan 4) Lambuya – Motaha di Kabupaten Konawe Selatan.

b) rencana trayek angkutan penumpang antar kabupaten/kota dalam provinsi yang menghubungkan Kendari – Pohara – Terminal Asinua – Kolaka.

3. trayek angkutan perkotaan terdiri atas :

a) trayek angkutan perkotaan eksisting terdiri atas : 1) Unaaha – Wawotobi;

2) Unaaha – Puriala – Lambuya; dan 3) Unaaha – Abuki.

b) rencana trayek angkutan perkotaan.

4. trayek angkutan perdesaan yang menghubungkan kawasan perdesaan di daerah.

(5) Jaringan angkutan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, merupakan angkutan sungai dalam kabupaten pada Sungai Konaweha yang menghubungkan antara Pelabuhan Grandis dengan Pelabuhan Asinua Tua.

(6) Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, merupakan rencana jalur kereta api angkutan barang dengan perlintasan menghubungkan Kota Kendari – Unaaha – Kabupaten Kolaka.

(7) Rincian sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran III - VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(18)

Paragraf 2

Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 11

(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, terdiri atas :

a. tatanan kepelabuhanan; dan b. trayek angkutan laut.

(2) Tatanan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. pelabuhan pelayaran rakyat eksisting terdiri atas : 1. Dermaga Toronipa di Kecamatan Soropia; dan

2. Dermaga Pulau Saponda Darat di Kecamatan Soropia. b. rencana pelabuhan di Kecamatan Kapoiala; dan

c. terminal khusus yaitu rencana terminal khusus pertambangan di Kecamatan Kapoiala.

(3) Trayek angkutan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan trayek angkutan laut pelayaran rakyat yang menghubungkan antara Dermaga Pulau Saponda Darat dengan Dermaga Toronipa.

(4) Rincian sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat

Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 12

Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. sistem jaringan energi;

b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumberdaya air; dan

d. sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan. Paragraf 1

Sistem Jaringan Energi Pasal 13

(1) Sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, terdiri atas :

a. pembangkit tenaga listrik; dan b. jaringan prasarana energi.

(2) Pembangkit tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) terdapat di Ulumambo, Toronipa, Pohara, Wawotobi, Unaaha, Abuki dan Lambuya;

(19)

b. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) meliputi PLTA Lasolo-Lalindu dan PLTA Konawe;

c. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yaitu PLTU Nii Tanasa di Kecamatan Lalonggasumeeto;

d. rencana Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Wawotobi di Kecamatan Wawotobi; dan

e. rencana pengembangan pemanfaatan energi surya untuk mendukung ketersediaan energi listrik pada daerah terpencil.

(3) Jaringan prasarana energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. jaringan transmisi tenaga listrik terdiri atas :

1. Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang melintasi wilayah kabupaten dan interkoneksi dengan jaringan transmisi di Provinsi Sulawesi Selatan;

2. Saluran Udara Tegangan Menengah (SUTM) terdiri atas : a) SUTM 70 KV dari PLTU Nii Tanasa ke Kendari; dan

b) SUTM 150 KV menghubungkan Kendari – Unaaha – Kolaka – Lasusua – Malili Provinsi Sulawesi Selatan.

3. Saluran Udara Tegangan Rendah (SUTR) terdapat di setiap kecamatan.

b. Gardu Induk (GI) terdiri atas :

1. GI Nii Tanasa di Kecamatan Soropia; dan 2. GI Unaaha di Kecamatan Unaaha.

(4) Rincian sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 2

Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 14

(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, terdiri atas :

a. sistem jaringan kabel;

b. sistem jaringan nirkabel; dan c. sistem jaringan satelit.

(2) Sistem jaringan kabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. jaringan mikro digital; dan

b. Stasiun Telepon Otomatis (STO) yaitu STO Unaaha di Kecamatan Unaaha.

(3) Sistem jaringan nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. jaringan seluler berupa pengembangan menara telekomunikasi Base Transceiver Station (BTS) untuk penguatan sinyal menjangkau seluruh daerah;

(20)

b. sistem jaringan stasiun radio lokal direncanakan siarannya menjangkau ke seluruh pelosok perdesaan dengan stasiun eksisting terdapat di Kecamatan Unaaha dan Wawotobi; dan

c. sistem jaringan stasiun televisi lokal direncanakan siarannya menjangkau ke seluruh daerah dengan stasiun eksisting terdapat di Kecamatan Unaaha.

(4) Menara telekomunikasi BTS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, diselenggarakan secara bersama oleh penyelenggara telekomunikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Sistem jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c,

berupa pemanfaatan jaringan satelit untuk pengembangan telekomunikasi dan internet di setiap kecamatan.

(6) Rincian sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 3

Sistem Jaringan Sumberdaya Air Pasal 15

(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, terdiri atas :

a. WS;

b. Cekungan Air Tanah (CAT); c. jaringan irigasi;

d. jaringan air baku untuk air bersih;

e. jaringan air bersih ke kelompok pengguna; f. sistem pengendalian banjir; dan

g. sistem pengamanan pantai.

(2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air dan pengendalian daya rusak air secara terpadu dengan memperhatikan arahan pola dan rencana pengelolaan sumberdaya air.

(3) WS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. WS lintas provinsi yaitu WS Lasolo – Konaweha dengan DAS dalam daerah meliputi DAS Lembo, DAS Kokapi, DAS Motui dan DAS Konaweha; dan

b. WS lintas kabupaten/kota yaitu WS Poleang – Roraya dengan DAS dalam wilayah daerah terdapat pada DAS Roraya.

(4) Cekungan Air Tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, merupakan CAT lintas kabupaten/kota terdiri atas :

a. CAT Bungku dengan luas keseluruhan 2.269 (dua ribu dua ratus enam puluh sembilan) kilometer persegi yang terdapat di Kabupaten Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur dan Kecamatan Routa, Asinua, Abuki dan Tongauna di Kabupaten Konawe;

(21)

b. CAT Ranomeeto dengan luas keseluruhan 126 (seratus dua puluh enam) kilometer persegi yang terdapat di Kota Kendari, Kabupaten Konawe Selatan dan Kecamatan Uepai, Lambuya, Unaaha, Puriala, Wawotobi, Konawe, Wonggeduku dan Amonggedo di Kabupaten Konwe; dan

c. CAT Rawua dengan luas keseluruhan 256 (dua ratus lima puluh enam) kilometer persegi yang terdapat di Kabupaten Konawe Selatan, Kota Kendari dan Kecamatan Onembute, Puriala, Pondidaha, Besulutu dan Sampara di Kabupaten Konawe.

(5) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. pengembangan DI terdiri atas : 1. Daerah Irigasi Permukaan; 2. Daerah Irigasi Rawa (DIR);

3. Daerah Irigasi Tambak (DIT); dan 4. Daerah Irigasi Air Tanah (DIAT).

b. rehabilitasi, pemeliharaan dan peningkatan jaringan irigasi eksisting yang ada; dan

c. pendayagunaan potensi jaringan sumberdaya air antarDAS untuk mendukung ketersediaan air baku pada jaringan irigasi.

(6) Daerah Irigasi Permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 1, terdiri atas :

a. Daerah Irigasi Permukaan kewenangan Pemerintah terdiri atas : 1. DI Wawotobi – Ameroro seluas 20.458 (dua puluh ribu empat

ratus lima puluh delapan) hektar; dan

2. DI Walay seluas 3.050 (tiga ribu lima puluh) hektar.

b. Daerah Irigasi Permukaan kewenangan Pemerintah Provinsi terdiri atas :

1. DI Asolu seluas 1.089 (seribu delapan puluh sembilan) hektar; 2. DI Alosika seluas 1.500 (seribu lima ratus) hektar; dan

3. DI Benua Waerahi seluas 1.050 (seribu lima puluh) hektar. c. Daerah Irigasi Permukaan kewenangan Pemerintah Kabupaten

seluas 16.248 (enam belas ribu dua ratus empat puluh delapan) hektar terdiri atas :

1. DI Aleute seluas 175 (seratus tujuh puluh lima) hektar; 2. DI Amonggedo seluas 908 (sembilan ratus delapan) hektar; 3. DI Benua seluas 112 (seratus dua belas) hektar;

4. DI Lasada seluas 347 (tiga ratus empat puluh tujuh) hektar; 5. DI Meluhu seluas 541 (lima ratus empat puluh satu) hektar; 6. DI Paku Jaya seluas 227 (dua ratus dua puluh tujuh) hektar; 7. DI Sambaosu seluas 518 (lima ratus delapan belas) hektar; 8. DI Sonay seluas 256 (dua ratus lima puluh enam) hektar;

9. DI Tukambopo seluas 499 (empat ratus sembilan puluh sembilan) hektar;

10. DI A’Eya seluas 115 (seratus lima belas) hektar;

11. DI Ahuhu seluas 151 (seratus lima puluh satu) hektar; 12. DI Alomba seluas 151 (seratus lima puluh satu) hektar;

(22)

13. DI Ambekairi seluas 240 (dua ratus empat puluh) hektar; 14. DI Amboniki seluas 125 (seratus dua puluh lima) hektar; 15. DI Amesiu seluas 150 (seratus lima puluh) hektar;

16. DI Amonggedo Baru seluas 418 (empat ratus delapan belas) hektar;

17. DI Anahinunu I seluas 185 (seratus delapan puluh lima) hektar; 18. DI Anahinunu II seluas 150 (seratus lima puluh) hektar;

19. DI Andawe I seluas 115 (seratus lima belas) hektar; 20. DI Andawe II seluas 123 (seratus dua puluh tiga) hektar; 21. DI Anggotoa seluas 115 (seratus lima belas) hektar; 22. DI A’Ongohi seluas 300 (tiga ratus) hektar;

23. DI Asinua seluas 300 (tiga ratus) hektar;

24. DI Aworeka I seluas 475 (empat ratus tujuh puluh lima) hektar; 25. DI Aworeka II seluas 566 (lima ratus enam puluh enam) hektar; 26. DI Awuliti seluas 97 (sembilan puluh tujuh) hektar;

27. DI Karya Mulya I seluas 245 (dua ratus empat puluh lima) hektar;

28. DI Karya Mulya II seluas 167 (seratus enam puluh tujuh) hektar;

29. DI Kumapo Daho seluas 550 (lima ratus lima puluh) hektar; 30. DI Lalonggatu seluas 225 (dua ratus dua puluh lima) hektar; 31. DI Lalowata seluas 250 (dua ratus lima puluh) hektar;

32. DI Lambuya seluas 160 (seratus enam puluh) hektar; 33. DI Lamelay I seluas 50 (lima puluh) hektar;

34. DI Lamelay II seluas 50 (lima puluh) hektar; 35. DI Larombu seluas 75 (tujuh puluh lima) hektar; 36. DI Larowiu I seluas 44 (empat puluh empat) hektar;

37. DI Larowiu II seluas 155 (seratus lima puluh lima) hektar;

38. DI Laundau/Lalondau seluas 265 (dua ratus enam puluh lima) hektar;

39. DI Matahori seluas 174 (seratus tujuh puluh empat) hektar; 40. DI Meraka Tanggobu seluas 460 (empat ratus enam puluh)

hektar;

41. DI Mokaleleo seluas 100 (seratus) hektar;

42. DI Onembute I seluas 250 (dua ratus lima puluh) hektar; 43. DI Onembute II seluas 310 (tiga ratus sepuluh) hektar; 44. DI Opuaha I seluas 125 (seratus dua puluh lima) hektar; 45. DI Opuaha II seluas 260 (dua ratus enam puluh) hektar; 46. DI Padangguni seluas 317 (tiga ratus tujuh belas) hektar; 47. DI Parudongka seluas 45 (empat puluh lima) hektar;

48. DI Poanaha I seluas 286 (dua ratus delapan puluh enam) hektar;

49. DI Poanaha II seluas 97 (sembilan puluh tujuh) hektar; 50. DI Puasana seluas 75 (tujuh puluh lima) hektar;

51. DI Puriala seluas 220 (dua ratus dua puluh) hektar; 52. DI Routa seluas 150 (seratus lima puluh) hektar;

53. DI Selabangga seluas 250 (dua ratus lima puluh) hektar; 54. DI Solobulili seluas 50 (lima puluh) hektar;

(23)

55. DI Sth. Ahuhu seluas 151 (seratus lima puluh satu) hektar; 56. DI Titiowa seluas 200 (dua ratus) hektar;

57. DI Tondowatu seluas 291 (dua ratus sembilan puluh satu) hektar;

58. DI Trimulya A seluas 98 (sembilan puluh delapan) hektar; 59. DI Trimulya B seluas 128 (seratus dua puluh delapan) hektar; 60. DI Trimulya I seluas 315 (tiga ratus lima belas) hektar;

61. DI Trimulya II seluas 150 (seratus lima puluh) hektar;

62. DI Trimulya III seluas 142 (seratus empat puluh dua) hektar; 63. DI Ulu Meraka I seluas 115 (seratus lima belas) hektar;

64. DI Ulu Meraka II seluas 289 (dua ratus delapan puluh sembilan) hektar;

65. DI Ulu Meraka III seluas 320 (tiga ratus dua puluh) hektar; 66. DI Wawolemo I seluas 50 (lima puluh) hektar;

67. DI Wawolemo II seluas 85 (delapan puluh lima) hektar; dan 68. DI Waworaha seluas 650 (enam ratus lima puluh) hektar.

(7) Daerah Irigasi Rawa (DIR) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 2, terdiri atas:

a. DIR kewenangan Pemerintah Provinsi terdiri atas :

1. DIR Lambuya seluas 2.300 (dua ribu tiga ratus) hektar; dan 2. DIR Paku Jaya I seluas 2.850 (dua ribu delapan ratus lima

puluh) hektar.

b. DIR kewenangan Pemerintah Kabupaten terdiri atas : 1. DIR Kuambe seluas 5 (lima) hektar;

2. DIR Amonggedo seluas 10 (sepuluh) hektar; 3. DIR Talu Mola seluas 10 (sepuluh) hektar; 4. DIR Asiaka seluas 15 (lima belas) hektar; 5. DIR Lahumbuti seluas 15 (lima belas) hektar; 6. DIR Kewingia seluas 20 (dua puluh) hektar; 7. DIR Wekara seluas 23 (dua puluh tiga) hektar; 8. DIR Ae’pe seluas 27 (dua puluh tujuh) hektar; 9. DIR Purianawatu seluas 40 (empat puluh) hektar; 10. DIR Asolu seluas 50 (lima puluh) hektar;

11. DIR Awuliti seluas 50 (lima puluh) hektar; 12. DIR Lasada seluas 100 (seratus) hektar; 13. DIR Abuki seluas 200 (dua ratus) hektar; 14. DIR Meluhu seluas 200 (dua ratus) hektar; 15. DIR Wawolemo seluas 200 (dua ratus) hektar;

16. DIR Meluhu seluas 260 (dua ratus enam puluh) hektar; dan 17. DIR Laosu seluas 450 (empat ratus lima puluh) hektar.

(8) Daerah Irigasi Tambak (DIT) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 3, terdiri atas :

a. DIT kewenangan Pemerintah terdapat pada DIT Paku Jaya II seluas 3.600 (tiga ribu enam ratus) hektar; dan

b. DIT kewenangan Pemerintah Provinsi terdapat pada DIT Kapoiala seluas 2.110 (dua ribu seratus sepuluh) hektar.

(24)

(9) Daerah Irigasi Air Tanah (DIAT) sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a angka 4, merupakan DIAT kewenangan Pemerintah Kabupaten meliputi DIAT Amonggedo, DIAT Puasana, DIAT Watulawu, DIAT Watulawu I, DIAT Watulawu II, DIAT Watulawu III, DIAT Amandete, DIAT Amesiu, DIAT Asolu, DIAT Sonay, DIAT Puusangi, DIAT Lalonggatu, DIAT Tanggobu, DIAT Anggalomoare dan DIAT Alonua. (10) Jaringan air baku untuk air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf d, merupakan pengembangan prasarana air baku dalam rangka penyediaan air baku terdiri atas :

a. Bendungan Wawotobi; b. Bendung Asolu;

c. Bendung Walay;

d. rencana waduk nasional di Wawotobi, dan e. rencana Bendungan Pelosika.

(11) Jaringan air bersih ke kelompok pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, terdiri atas :

a. jaringan perpipaan yaitu Instalasi Pengolahan Air Bersih (IPA) Unaaha di Kecamatan Unaaha yang bersumber dari Sungai Konaweha dan Sungai Lahumbuti; dan

b. jaringan non perpipaan yaitu pemanfaatan sumber air baku untuk air bersih secara langsung digunakan oleh masyarakat melalui : 1. sumur dangkal di setiap kecamatan kecuali Desa Anggalomoare

Kecamatan Sampara; dan

2. Sungai Konaweha dan Sungai Lahumbuti.

(12) Sistem pengendalian banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, terdiri atas :

a. pengembangan sistem drainase terpadu;

b. bangunan tanggul sungai pada Sungai Konaweha di Kecamatan Wawotobi;

c. perlindungan tangkapan air melalui normalisasi sungai; dan d. rencana pembuatan sumur resapan.

(13) Sistem pengaman pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, meliputi kegiatan pembangunan, rehabilitasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana pengamanan pantai terdiri atas :

a. bangunan pemecah gelombang yang tersebar pada pesisir pantai di Kecamatan Kapoiala, Lalonggasumeeto dan Soropia;

b. rehabilitasi kawasan mangrove di Kecamatan Kapoiala, Lalonggasumeeto dan Soropia; dan

c. bangunan talud pantai tersebar di Kecamatan Kapoiala, Soropia dan Lalonggasumeeto.

(14) Rincian sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

(25)

Paragraf 4

Sistem Jaringan Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 16

(1) Sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d, terdiri atas :

a. sistem jaringan persampahan; b. sistem jaringan air minum; c. sistem jaringan drainase;

d. sistem jaringan air limbah; dan e. jalur evakuasi bencana.

(2) Sistem jaringan persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) terdiri atas :

1. TPA eksisting yaitu TPA Mataiwoi seluas 5 (lima) hektar di Kecamatan Tongauna; dan

2. rencana TPA di Kecamatan Onembute.

b. Tempat Penampungan Sementara (TPS) terdiri atas :

1. TPS eksisting terdapat di Kecamatan Wawotobi, Unaaha, Uepai, Tongauna, Konawe dan Anggaberi; dan

2. rencana TPS di setiap kecamatan.

c. pengelolaan sampah dilakukan dengan cara pengurangan sampah berupa pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan/atau pemanfaatan kembali sampah, dan cara penanganan sampah terdiri atas :

1. pemilahan sampah rumah tangga dilakukan dengan menyediakan fasilitas tempat sampah organik dan anorganik di setiap rumah tangga, kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya;

2. pengumpulan sampah dilakukan sejak pemindahan sampah dari tempat sampah rumah tangga ke TPS sampai ke TPA dengan tetap menjamin terpisahnya sampah sesuai dengan jenis sampah;

3. pengangkutan sampah rumah tangga dan sejenis sampah rumah tangga ke TPS hingga ke TPA;

4. pengolahan sampah dilakukan dengan mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah yang dilaksanakan di TPS dan TPA; dan

5. pemrosesan akhir sampah dilakukan dengan pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan ke media lingkungan secara aman.

d. rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan tidak bergerak terdapat di setiap kecamatan.

(3) Sistem jaringan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

(26)

a. jaringan perpipaan yaitu IPA Unaaha dengan wilayah pelayanan eksisting terdapat pada kawasan perkotaan Unaaha dan Wawotobi; dan

b. jaringan non perpipaan melayani wilayah yang belum terjangkau oleh jaringan perpipaan terdiri atas :

1. Sungai Konaweha melayani pemenuhan kebutuhan air bersih di wilayah Kecamatan Lambuya, Unaaha, Wawotobi, Bondoala, Besulutu, Puriala, Pondidaha, Wonggeduku, Anggaberi, Tongauna, Sampara, Konawe dan Uepai;

2. Sungai Lahumbuti melayani pemenuhan kebutuhan air bersih di wilayah Kecamatan Abuki; dan

3. sumur dangkal melayani pemenuhan kebutuhan air bersih di setiap kecamatan kecuali Desa Anggalomoare Kecamatan Sampara.

(4) Sistem jaringan drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas:

a. jaringan drainase terdiri atas :

1. drainase primer terdapat pada sungai-sungai dalam DAS Lembo, DAS Kokapi, DAS Motui, DAS Konaweha dan DAS Roraya;

2. drainase sekunder meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan rawan genangan menuju drainase primer di setiap kecamatan; dan

3. drainase tersier meliputi drainase pada tepi jalan perkotaan dan rawan genangan menuju drainase sekunder di setiap kecamatan.

b. pembangunan sistem drainase yang terpadu dengan pembangunan sarana dan prasarana perkotaan lainnya yang mendukung rencana pengembangan wilayah sehingga sistem drainase dapat berfungsi secara optimal.

(5) Sistem jaringan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas:

a. sistem pembuangan air limbah setempat dilakukan secara individual yang tersebar pada kawasan perkotaan dan perdesaan; b. sistem pembuangan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif

melalui jaringan pengumpul, diolah dan dibuang secara terpusat, direncanakan pada kawasan perkotaan Unaaha; dan

c. pengelolaan limbah cair non domestik berupa rencana Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pada Rumah Sakit Umum Daerah di Kecamatan Unaaha.

(6) Jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, yaitu jalur evakuasi bencana di kawasan perkotaan Unaaha menggunakan jalur paling aman dan terdekat melalui ruas jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan/atau jalur khusus menuju ruang terbuka yang dapat berupa lapangan dan/atau memanfaatkan bangunan fasilitas umum yang mudah dijangkau serta memudahkan proses evakuasi.

(27)

(7) Rincian sistem jaringan prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

BAB V

RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN Bagian Kesatu

Umum Pasal 17

(1) Rencana pola ruang wilayah kabupaten meliputi rencana kawasan lindung dan kawasan budidaya.

(2) Rencana pola ruang wilayah kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 (satu banding lima puluh ribu) yang tercantum dalam Lampiran XIII dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Kedua Kawasan Lindung

Pasal 18

(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), terdiri atas :

a. kawasan hutan lindung;

b. kawasan perlindungan setempat;

c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana alam;

e. kawasan lindung geologi; dan f. kawasan lindung lainnya.

(2) Rincian kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Kawasan Hutan Lindung Pasal 19

Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a, ditetapkan seluas 237.640,78 (dua ratus tiga puluh tujuh ribu enam ratus empat puluh koma tujuh delapan) hektar yang terdapat di Kecamatan Abuki, Routa, Latoma, Lambuya, Unaaha, Wawotobi, Pondidaha dan Sampara.

(28)

Paragraf 2

Kawasan Perlindungan Setempat Pasal 20

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. sempadan pantai; b. sempadan sungai;

c. kawasan sekitar waduk; d. kawasan sekitar mata air; dan e. ruang terbuka hijau.

(2) Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di Kecamatan Soropia, Kapoiala dan Lalonggasumeeto dengan ketentuan :

a. daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau

b. daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

(3) Sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat pada sepanjang aliran sungai di setiap kecamatan dengan ketentuan :

a. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul pada kawasan perkotaan ditentukan:

1. paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter; 2. paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan

kanan palung sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan

3. paling sedikit berjarak 20 (dua puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter.

b. garis sempadan pada sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan terdiri atas:

1. garis sempadan pada sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 (lima ratus) kilometer persegi, tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 (seratus) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai; dan

2. garis sempadan pada sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 (lima ratus) kilometer persegi, tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 50 (lima puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.

(29)

c. garis sempadan pada sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 3 (tiga) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai; dan

d. garis sempadan pada sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan paling sedikit berjarak 5 (lima) meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.

(4) Kawasan sekitar waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat pada rencana waduk di Wawotobi, dengan ketentuan kawasan sekitar waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik waduk antara 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air waduk tertinggi.

(5) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdapat pada kawasan sekitar mata air di Kecamatan Latoma, Anggaberi, Lambuya dan Sonai.

(6) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, merupakan Ruang Terbuka Hijau Perkotaan (RTHP) yang ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas kawasan perkotaan terdiri atas :

a. RTHP eksisting terdiri atas :

1. RTH taman kota di Kecamatan Unaaha; 2. RTH hutan kota di Kecamatan Unaaha;

3. RTH pemakaman umum di Kecamatan Wawotobi; dan

4. RTH jalur hijau sepanjang ruas-ruas jalan di kawasan perkotaan Unaaha.

b. rencana RTHP di setiap ibukota kecamatan. Paragraf 3

Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya Pasal 21

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

a. taman nasional;

b. taman hutan raya; dan

c. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

(2) Kawasan suaka alam dan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1), merupakan kawasan hutan konservasi ditetapkan seluas 17.115 (tujuh belas ribu seratus lima belas) hektar yang terdapat di Kecamatan Puriala, Lambuya dan Soropia.

(3) Taman nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai ditetapkan seluas 105.194 (seratus lima ribu seratus sembilan puluh empat) hektar yang terdapat di Kecamatan Lambuya Kabupaten Konawe, Kabupaten Konawe Selatan, Kolaka dan Bombana.

(30)

(4) Taman hutan raya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu Taman Hutan Raya (Tahura) Murhum ditetapkan seluas 7.877 (tujuh ribu delapan ratus tujuh puluh tujuh) hektar yang terdapat di Kecamatan Soropia Kabupaten Konawe dan Kota Kendari.

(5) Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas Rumah Besar Adat Suku Tolaki di Kecamatan Unaaha dan situs Makam Raja Lakidende Unaaha di Kecamatan Unaaha.

Paragraf 4

Kawasan Rawan Bencana Alam Pasal 22

(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf d, terdiri atas :

a. kawasan rawan tanah longsor; b. kawasan rawan banjir; dan

c. kawasan rawan angin puting beliung.

(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdapat di :

a. Desa Abeli Sawa dan Galu Kecamatan Sampara; dan b. Desa Diolo Kecamatan Bondoala.

(3) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdapat di :

a. Desa Waworaha Kecamatan Lambuya;

b. Desa Diolo dan Kelurahan Laosu Kecamatan Bondoala; c. Desa Rawua Kecamatan Sampara;

d. Desa Inolobu, Palarahi, Inalahombuti dan Anggatoa di Kecamatan Wawotobi;

e. Desa Uelawu Kecamatan Konawe; dan f. Desa Rawua Kecamatan Uepai.

(4) Kawasan rawan angin puting beliung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdapat di Kecamatan Wonggeduku, Puriala dan Tongauna.

Paragraf 5

Kawasan Lindung Geologi Pasal 23

(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf e, terdiri atas :

a. kawasan rawan bencana alam geologi; dan

b. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

(2) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas :

(31)

a. kawasan rawan gempa bumi terdapat pada lokasi/titik kejadian gempa bumi yang pernah terjadi yaitu pada wilayah laut di Kecamatan Kapoiala, Lalonggasumeeto dan Soropia;

b. kawasan rawan gerakan tanah terdiri atas :

1. zona kerentanan tinggi terdapat di Kecamatan Routa;

2. zona kerentanan rendah terdapat di setiap kecamatan; dan 3. zona kerentanan sangat rendah terdapat di Kecamatan

Onembute dan Puriala.

c. kawasan rawan tsunami terdapat pada daerah pesisir pantai di sebagian Kecamatan Kapoiala dan pesisir pantai di seluruh Kecamatan Lalonggasumeeto dan Soropia; dan

d. kawasan rawan abrasi terdapat pada pesisir pantai di Kecamatan Kapoiala, Lalonggasumeeto dan Soropia.

(3) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas :

a. kawasan imbuhan air tanah terdiri atas :

1. CAT lintas kabupaten/kota meliputi CAT Bungku, CAT Ranomeeto dan CAT Rawua; dan

2. kawasan karts terdapat di Kecamatan Abuki, Amonggedo dan Routa.

b. sempadan mata air ditetapkan dengan ketentuan berjarak 200 (dua ratus) meter pada kawasan sekitar mata air di Kecamatan Latoma, Anggaberi, Lambuya dan Sonai.

Paragraf 6

Kawasan Lindung Lainnya Pasal 24

Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf f, terdiri atas :

a. ramsar di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai; dan

b. Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD) Provinsi Sulawesi Tenggara antara lain pada kawasan perairan pesisir Kabupaten Konawe seluas 1.295,67 (seribu dua ratus sembilan puluh lima koma enam tujuh) hektar.

Bagian Ketiga Kawasan Budidaya

Pasal 25

(1) Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), terdiri atas :

a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan hutan rakyat;

c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan;

(32)

f. kawasan peruntukan industri; g. kawasan peruntukan pariwisata;

h. kawasan peruntukan permukiman; dan i. kawasan peruntukan lainnya.

(2) Rincian kawasan budidaya sebagamana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Paragraf 1

Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 26

(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a, terdiri atas :

a. kawasan hutan produksi terbatas; b. kawasan hutan produksi; dan

c. kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi.

(2) Kawasan hutan produksi terbatas (HPT) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, ditetapkan seluas 91.355,08 (sembilan puluh satu ribu tiga ratus lima puluh lima koma nol delapan) hektar yang terdapat di Kecamatan Abuki, Routa, Latoma, Lambuya, Unaaha, Wawotobi dan Pondidaha.

(3) Kawasan hutan produksi (HP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, ditetapkan seluas 51.188,84 (lima puluh satu ribu seratus delapan puluh delapan koma delapan empat) hektar yang terdapat di Kecamatan Abuki, Routa, Latoma, Lambuya, Unaaha, Wawotobi, Pondidaha dan Sampara.

(4) Kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, ditetapkan seluas 3.787,79 (tiga ribu tujuh ratus delapan puluh tujuh koma tujuh sembilan) hektar yang terdapat di Kecamatan Abuki, Latoma dan Lambuya.

Paragraf 2

Kawasan Hutan Rakyat Pasal 27

Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b, direncanakan di Kecamatan Pondidaha, Latoma, Abuki dan Lambuya.

Paragraf 3

Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 28

(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c, terdiri atas :

Referensi

Dokumen terkait

BUPATI KONAWE KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN 5 NOMOR TAHUN 201 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLMN LINGKUNGAN HIDUP

penyelenggaraan administrasi kependudukan dalam wilayah Kabupaten Konawe sebagaimana tertuang dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendaftaran

Indikator ketiga yaitu tanggung jawab siswa terhadap tugas-tugas belajarnya yang mengalami peningkatan sebesar 8% dari siklus 1 sebesar 67% menjadi 75%. Peningkatan

Mencit P dikawinkan dengan P dari kelompok yang sama (perlakuan- perlakuan; kontrol-kontrol) dan dari anak yang dilahirkan, diambil mencit yang dijadikan hewan coba generasi F1..

Saya cenderung meminjam ungkapan Sara Little (1983, p. Bukan semua perbuatan itu benar, tetap perbuatan kebenaran itu yang benar. Di mana kebenaran tidak hanya

Untuk itu berdasarkan uraian di atas penulis mengadakan pengujian mempergunakan Abu Serabut Kelapa (ASK) sebagai substitusi semen dalam campuran mortar, untuk dapat

Judul Skripsi : Penggunaan Media Kartu Bergambar Berbasis Pendekatan Scientific untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Deskripsi (Penelitian Tindakan Kelas pada

Perkebunan kelapa sawit ini mempunyai peluang untuk usaha peternakan sistem integrasi kelapa sawit-sapi telah dikenal dan banyak diaplikasikan, melalui penggunaan