Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN, PEMBINAAN KADER
DALAMANYA MENIADI KADER DENGAN KEAKTIFAN KADER DALAM
KEGIATAN POSYANDU DI DESA BABELAN KOTA WILAYAH KERJA
PUSKESMAS BABELAN I KABUPATEN BEKASI
Sri Dinengsih
1Tati Hartati
2Program studi DIV Kebidanan – Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Jakarta
Abstrak
Keaktifan kader posyandu secara Nasional hingga tahun 2011 baru mencapai 78% dari target 80% Posyandu Sebagai unit pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat, dalam pergerakannya dijalankan oleh para kader terpilih dari wilayah sendiri yang terlatih dan terampil untuk melaksanakan kegiatan rutin di Posyandu maupun diluar hari buka posyandu.Keberhasilan posyandu tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Peran kader sangat penting dalam mencapai target kesehatan nasional karena kesehatan adalah milik bersama dan butuh kerjasama dari berbagai lintas sektor dan programPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, pembinaan kaderdan lamanya menjadi kader dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu. Penelitian ini dilakukan di desa babelan kota wilayah kerja puskesmas babelan I kabupaten bekasi dimulai bulan April – Mei tahun 2016. Penelitian ini mengunakan desain observasional dengan metode pendekatan
cross sectional. Dengan data sekunder dan primer. Sampel penelitian ini adalah kader yang terdaftar di wilayah kerja puskesmas babelan I berjumlah 109 responden. Teknik pengolahan data dan analisis penelitian ini mengunakan statistic dengan aplikasi sofware SPSS 18 dengan uji statistik Chi Square dan disajikan dalam bentuk tabel dan tekstular. Hasil penelitian ini menunjukan ada hubungan yang signifikan antara variabel pengetahuan dengan keaktifan kader dengan hasil P value 0,000, pada variabel pembinaan kader berhubungan dengan keaktifan kader dengan nilai P. 0,005, dan variabel lamanya menjadi kader tidak berhubungan dengan keaktifan kader dengan nilai P. 0.460. Diperlukan kaderisasi kader, penyegaran tentang pentingnya kegiatan posyandu di tengah masyarakat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberian penghargaan bagi kader yang sudah lama menjadi kader.
Kata Kunci : Pengetahuan, Pembinaan, Lamanya kader, Keaktifan kader
Abstract
The activeness of posyandu cadres nationally up to 2011 only reached 78% of the target 80% Posyandu As a community-based health service unit, the movement is run by elected cadres from their own areas who are trained and skilled to carry out routine activities in Posyandu or outside the open posyandu . The success of posyandu can not be separated from the hard work of cadres who volunteer to manage posyandu in their respective areas. The role of cadres is very important in achieving the national health targets because health is a common property and requires cooperation from various cross sectors and programsThe research aims to determine the relationship between knowledge, coaching and the length of time to become a cadre with the activeness of cadres in posyandu activities. This research was conducted in the village of babelan city of working area of puskesmas babelan I district of bekasi started from April to May 2016. This research use observational design with cross sectional approach method. With secondary and primary data. The sample of this study is the cadres registered in the work area of puskesmas babelan I amounted to 109 respondents. Data processing techniques and analysis of this research using statistics with SPSS 18 software applications with Chi Square statistical test and presented in tabular and textual form. The result of this research shows that there is a significant correlation between the knowledge variables with the activeness of the cadres with the result of P value 0,000, the cadre coaching variables are related to the liveliness of the cadres with P value of 0.005, and the variable becomes the cadre is not related to the liveliness of the cadre with P value 0.460. Cadres needed cadres, refreshing about the importance of posyandu activities in the community as an effort to empower the community. Award for cadres who have long been a cadre.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266
PendahuluanPelayanan Terpadu yang disingkat Posyandu
adalah : “Suatu wadah komunikasi alih
teknologi
dalam
pelayanan
kesehatan
masyarakat dari keluarga berencana dari
masyarakat, oleh masyarakat dan untuk
masyarakat dengan dukungan pelayanan serta
pembinaan tehnis dari petugas kesehatan dan
keluarga berencana yang mempunyai nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya
manusia sejak dini”
.1Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM)
yang
paling
memasyarakat
dewasa
ini
Pembangunan kesehatan adalah bagian integral dari program pembangunan secara keseluruhan. Jika dilihat dari kepentingan masyarakat, pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan kegiatan swadaya masyarakat yang bertujuan meningkatkan kesehatan masyarakat melalui perbaikan status kesehatan. Jika di lihat dari kepentingan pemerintah, maka pembangunan kesehatan masyarakat desa merupakan usaha memperluas jangkauan layanan kesehatan baik oleh pemerintah maupun swasta dengan peran aktif dari masyarakat sendiri. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam bidang kesehatan sangat tergantung pada peran aktif masyarakat yang bersangkutan.2Millenium Develpoment Goals (MDGs) atau
Tujuan Pembangunan Milenium adalah Deklarasi milenium hasil kesepakatan kepala negara dan perwakilan dari 189 negara Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dimulai September tahun 2000, berupa delapan butir tujuan untuk dicapai pada tahun 2015. Targetnya adalah tercapainya kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 20159
.
Sustainable Development Goals (SDGs) adalah
sebuah dokumen yang akan menjadi sebuah acuan dalam kerangka pembangunan dan perundingan Negara-negara di dunia. Konsep SDGs melanjutkan konsep MDGs dimana konsep itu sudah berakhir pada tahun 2015. Jadi kerangka pembangunan yang berkaitan dengan perubahan situasi dunia yang semula menggunakan konsep MDGs diganti SDGs9
Target utamanya mengetaskan kemiskinan, tapi di Indonesia akan menggunakan tiga indikator
terkait dengan dokumen SDGs, yaitu pembangunan manusia yang meliputi pendidikan dan kesehatan, lingkungan yang berskala kecil dan lingkungan yang besar berupa keterbatasan kualitas lingkungan dan sumber daya alam yang baik9
WHO memperkirakan diseluruh duniasetiap tahunnya lebih dari 585.000 jiwa per tahun meninggal saat hamil atau bersalin. Menurut data WHO sebanyak 99% kematian ibu akibat persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang. AKI di negara-negara berkembang merupakan yang tertinggi dengan 516 / 1000 KH, sedangkan pada tahun 2011 AKB 42 / 1000 KH. Jika dibandingkan dengan rasio kematian ibu di Sembilan negara maju dan 51 negara persemakmuran7
AKI di Asia Tenggara tahun 2011 yaitu Singapura hanya 6/1000 KH, Malaysia 41/1000 KH, Thailand sebanyak 44/1000 KH dan Filipina 170/100.000 KH. Berdasarkan Human Development Report 2012, AKB mencapai 31/1000 KH, angka itu 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika di bandingkan Thailand. Tingginya AKI dan AKB menempatkan Indonesia pada urutan teratas di ASEAN10
Target AKI di indonesia pada tahun 2015 adalah 102 / 100.000 KH dan AKB 15 / 1000 KH. Sementara itu berdasarkan survei Demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2012, angka kematian ibu (AKI) yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas sebesar 359 / 100.000 KH dan angka kematian bayi (AKB) mencapai 32 / 1000 KH.Sementara itu, laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan menunjukkan jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan pada tahun 2013 sebanyak 5019. Sedangkan jumlah bayi yang meninggal di Indonesia berdasarkan estiminasi SDKI pada tahun 2012 mencapai 160.681 anak. Angka Kematian Ibu (AKI) dan Bayi (AKB) dipropinsi Jawa Barat berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat tahun 2012, AKI mencapai 86,3 / 100.000 KH dan AKB mencapai 5,2 / 1000 KH. Banten menduduki posisi ke-5 secara nasional. Jumlah penduduk yang tinggi, kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan, serta kondisi sosial, budaya dan ekonomi masyarakat di
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266
Banten menjadi penyebab tingginya AKI yaitu189/100.000 KH dan AKB sebanyak 818 kasus. Di Jawa Timur AKI 2012 97,4/100.000 KH, AKB tahun 2012 turun menjadi 25,85/ 100.000 KH. Sedangkan di DKI Jakarta tahun 2013 AKI 93/100.000 KH, AKB 32/ 1000 KH.8
Salah satu usaha Depkes untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi adalah dibentuknya kegiatan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat6
Terdapat 289.635 Posyandu pada tahun 2014 di Indonesia, dari jumlah tersebut posyandu pratama sebanyak 13,06%, madya sebanyak 27,74%, purnama 31,s6% dan mandiri sebanyak 8,71% Keaktifan kader posyandu secara Nasional hingga tahun 2011 baru mencapai 78% dari target 80% dan pada tahun 2011 mencapai cakupan program/partisipasi masyarakat sangat bervariasi mulai dari terendah 10% sampai tertinggi 80% 6 Kegiatan di posyandu harus didukung oleh keaktifan kader, di DKI Jakarta keaktifan kader paling baik dibandingkan dengan Banten dan Jawa Timur. DKI mempunyai struktur organisasi dan manajemen posyandu sangat bagus karena di dukung oleh sumber daya manusia yang baik. Di Kabupaten Bekasi peran serta masyarakat di bidang kesehatan juga diwujudkan dengan adanya 7356 orang kader yang tersebar di 2167 posyandu. Posyandu ini tersebar di seluruh desa di wilayah kerja Puskesmas di Kabupaten Bekasi10
Kenyataan di lapangan menunjukkan masih ada posyandu yang mengalami keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam setiap kegiatan posyandu sehingga pelayanan tidak berjalan lancar. Keterbatasan kader disebabkan adanya kader drop out karena lebih tertarik bekerja ditempat lain yang memberikan keuntungan ekonomis, karena ikut suami, kader sebagai relawan merasa jenuh dan tidak adanya penghargaan kepada kader yang dapat memotivasi mereka untuk bekerja dan faktor-faktor lainnya seperti kurangnya pelatihan serta adanya keterbatasan pengetahuan dan pendidikan yang seharusnya dimiliki kader 5
Sebagai unit pelayanan kesehatan bersumber daya masyarakat, dalam pergerakannya posyandu dijalankan oleh para kader terpilih dari wilayah sendiri yang terlatih dan terampil untuk melaksanakan kegiatan rutin di Posyandu maupun diluar hari buka posyandu.Keberhasilan posyandu
tidak lepas dari kerja keras kader yang dengan sukarela mengelola posyandu di wilayahnya masing-masing. Peran kader sangat penting dalam mencapai target kesehatan nasional karena kesehatan adalah milik bersama dan butuh kerjasama dari berbagai lintas sektor dan program5
Salah satu upaya pemerintah di bidang kesehatan yaitu dengan menggalakkan kembali kegiatan posyandu yaitu dengan mengadakan pelatihan untuk kader-kader posyandu, memberi bantuan dana untuk kegiatan posyandu serta memberikan penghargaan terhadap kader yang berprestasi5 Desa Babelan Kota adalah salah satu desa di wilayah kerja Puskesmas Babelan I di Kecamatan Babelan Kabupaten Bekasi. Bila dibandingkan dengan desa lainnya diwilayah kerja Puskesmas Babelan I, desa Babelan Kota merupakan desa yang paling rendah tingkat keaktifan kader posyandunya. Dari 150 orang kader Posyandu, hanya 69 orang kader yang aktif (46%). Sedangkan desa lainnya seperti desa Kedung Pengawas 78%, Kelurahan Kebalen 80%, dan Kelurahan Bahagia 86%. Hal ini menunjukkan masih rendahnya keaktifan kader dalam kegiatan posyandu, khususnya di posyandu perkampungan karena diharapkan keaktifan kader di wilayah kerja puskesmas Babelan I dapat mencapai 100% 9
Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, pembinaan kader dan lamanya menjadi kader dengan keaktifan kader Desa Babelan Kota wilayah kerja Puskesmas Babelan I Kabupaten Bekasi Tahun 2016.
Metode
Penelitian ini mengunakan desain penelitian desain observasional dengan metode pendekatan
cross sectional. Dilakukan pada seluruh kader posyandu desa babelan kota periode April - Mei tahun 2016
Populasi dalam penelitian ini diambil dengan cara
total population yaitu seluruh kader posyandu dengan sample yang memenuhi criteria sejumlah 109 orang.
Kriteria inklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut:
a. Kader yang dapat berkomunikasi dengan baik, termasuk diantaranya tidak memahami apa yang dimaksud dalam pertanyaan yang diajukan.
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266
b. Kader memiliki nomer telepon.c. Kader yang bersedia di jadikan subjek penelitian atau responden
Kriteria eksklusi pemilihan sampel adalah sebagai berikut:
a. Kader yang tidak dapat berkomunikasi dengan baik, termasuk diantaranya tidak memahami apa yang dimaksud dalam pertanyaan yang diajukan
b. Kader tidak memiliki nomer telepon.
c. Kader yang tidak bersedia di jadikan subjek penelitian atau responden.
Jenis data yang dikumpulkan melalui data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui kuesioner yang dibagikan kepada responden dan yang di isi sendiri oleh responden
Uji validitas dan reabilitas dari instrument penelitian dengan tujuann kuesioner sebagai alat instrument menjadi jelas dan mudah dipahami oleh responden, pengujian validitas dan reabilitas diolah mengunakan SPSS statistic 18. Nilai validitas butir pertanyaan setiap variabel yang nilainya < 0.325 tidak diikut sertakan dalam perhitungan selanjutnya.seluruh butir pertanyaan dalam penelitian ini dinyatakan valid.
Data yang terkumpul (data mentah/raw data) dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk 1. Penyajian Karakteristik respon dan berupa
distribusi frekwensi responden yang akan disajikan dalam bentuk tabel umum dan dijelaskan secara tulisan (tekstular/naratif). 2. Penyajian Analisa data yang disajikan dalam
bentuk tabel.
3. Penyajian dari hipotesis penelitian berdasarkan dari hasil pengolahan data Hasil
Instrument penelitian ini memiliki reabilitas sebesar 0,9077 ( 0,898-0,925) dan karakteristik umur dari
109 responden,kader yang berumur
20 – 35 tahun sebanyak
56 orang (51,4%)
dan kader yang berumur <20 dan>35 tahun
sebanyak 53 orang (48,6 %). kader yang
tidak bekerja sebanyak
66orang (60,6%)
dan
responden yang bekerjayaitu 43 orang
(39,4%). kader yang aktif sebanyak 44 orang
(40,4%) dan kader yang kurang aktif
sebanyak
65 orang (59,6 %)
. kader yang
memiliki pengetahuan baik sebanyak 45
orang (41,3%) dan kader yang memiliki
pengetahuan kurang sebanyak
64 orang
(58,7%)
kader yang memiliki lamanya
menjadi kader baru (< 3 tahun ) sebanyak
84
orang (77,1%)
dan kader lama (> 3 tahun)
yaitu 25 orang (22,9%). kader yang mendapat
pembinaan sebanyak
63orang (57,8%)
dan
yang tidak mendapat pembinaan sebanyak
46orang (42,2%).
Dari Hasil uji chi square menunjukan nilai
P
value
= 0,000< a=0,05 artinya ada hubungan
secara statistik antara keaktifan kader dengan
pengetahuan,
Ho
ditolak.
Dari
hasil
perhitungan
OR
= 76,700 (268,742-21,890)
artinya kader dengan pengetahuan kurang
memiliki resiko 76,700 kali lebih besar
kurang aktif menjadi kader dibandingkan
dengan kader yang berpengetahuan baik.
Untuk variabel pembinaan menunjukan hasil
chi square
nilai
P value
= 0,005< a=0,05
artinya ada hubungan secara statistik antara
keaktifan kader dengan pembinaan kader, Ho
ditolak. Dari hasil perhitungan
OR
= 3,500
(8,097-1,513) artinya kader yang tidak
mendapatkan pembinaan memiliki resiko
3,500 kali lebih besar kurang aktif menjadi
kader dibandingkan dengan kader yang
mendapatkan pembinaan. Variabel lamanya
menjadi kader dengan hasil uji chi square
menunjukan nilai P
Pvalue
= 0,460 > a=0,05
artinya tidak ada hubungan secara statistik
antara keaktifan kader dengan kurun waktu
menjadi kader, Ho gagal ditolak. Dari hasil
perhitungan
OR
= 1,594 (4,100-0,620) artinya
kader dengan kurun waktu yang baru menjadi
kader memiliki resiko 1,594 kali lebih besar
kurang aktif menjadi kader dibandingkan
dengan kader yang memiliki kurun waktu
yang lama menjadi kader.
Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Keaktifan KaderDi Desa Babelan Kota Di Wilayah Puskesmas Babelan I Bekasi Tahun 2016
Variab el penget ahuan Keaktifan kader OR CI 95% P valu e Ak tif Kurang Aktif Total f % f % F % 76,7 00 268,7 42-21,89 0 0,00 0 Baik 3 9 86,6 6 13, 4 45 100 Kurang 5 7,8 5 9 92, 2 64 100 Jumlah 4 4 46,3 6 5 59, 7 109 100
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266
Hubungan Antara Pembinaan Dengan
KeaktifanKader Di Desa Babelan Kota Di
Wilayah
PuskesmasBabelan
I
Bekasi
Tahun 2016
Hubungan Kurun Waktu Menjadi Kader
Dengan Keaktifan Kader Di Desa Babelan
Kota Di WilayahPuskesmas Babelan I
Bekasi Tahun 2016
Diskusi
Dari hasil pengujian hipotesa dapat di simpulkan sebagai berikut :
Pertama,
kelompok pengetahuan yang ada
hubungan
dengan
keaktifan
kader
di
Posyandu
yang
paling
banyak
adalah
pengetahuan cukup karena kelompok ini
dangan mudah menerima informasi dan
pengetahuan tentang posyandu dan kegiatan
dalam bidang kesehatan lainnya
,karena
semakin baik / cukup pengetahuan seseorang
maka semakin baik pola pikirnya termasuk
dalam memahami masalah-masalah kesehatan
yang ada kaitannya dengan kader posyandu,
sehingga dengan ini dapat mempengaruhi
keaktifan, kinerja kader secara maksimal dan
kenyataan di lapangan disarankan kepada
pihak puskesmas terutama pemegang program
promkes, bidan dan pembina desa dalam
rangka peningkatan keaktifan kader sebagai
wujud kinerja kader terhadap pelaksanaan
kegiatan posyandu, peningkatan pemahaman
dan pengetahuan perlu dilaksanakan melalui
pemberian informasi yang cukup kepada
kader
atau
dengan
menyelenggarakan
pelatihan-pelatihankepada
kader
yang
bersangkutan ataupun refresing kader untuk
kader-kader yang lama.
Kedua
Kader yang telah dilakukan pembinaan
dengan rutin akan lebih memiliki motivasi
untuk meningkatkan kegiatan posyandu
sehingga menjadikannya kader yang aktif,
pembinaan kader dilakukan didesa babelan
kota hanya dilakukan 1-2 kali/tahun, hal ini
terlalu jauh jaraknya sehingga masih kurang
untuk
memotivasi
para
kader
dalam
keaktifannya dikegiatan posyandu. Sehingga
disarankan kepada pihak puskesmas terutama
pemegang program promkes, bidan dan
pembina desauntuk melakukan kaderisasi
setahun
sekali
agar
kader-kader
tetap
termotivasi
untuk
melakukan
kegiatan
posyandu dan menyelenggarakan pelatihan
kepada
kader
yang
bersangkutan
dan
pemberian imbalan sebagai wujud motivator,
aspek ini perlu mendapat perhatian karena
setiap aktivitas memerlukan suatu bentuk
penghargaan pada aktivitas kerja yang
dilaksanakan
Ketiga
kader yang lamanya menjadi kader > 3
tahun akan lebih terdorong motivasinya untuk
aktif
dalam
mengikuti
posyandu
dibandingkan dengan kader yang lamanya
menjadi kader < 3 tahun, karena menjadi
kader atas keinginan sendiri dan sesuai
dengan
pergantian
kepala
desa
yang
dilakukan pemilihan dalam waktu 8 tahun
sekali.
Lama
kerja
berkaitan
dengan
pengalaman.Pengalaman
mempunyai
pengaruh terhadap keaktifan seseorang dalam
bekerja. Di beberapa daerah pergantian kader
identik dengan pergantian kepala desa, namun
ada beberapa hal lain yang menyebabkan
Varia bel Pemb inaan Keaktifan kader O R CI 95% P value Aktif Kurang aktif Total f % f % f % 3,5 00 8,09 7-1,51 3 0,005 Ya 3 3 52,3 30 47, 7 63 100 Tidak 1 1 23,9 35 76, 1 46 100 Jumla h 4 4 46,3 65 59, 7 10 9 100 Variabe l Kurun waktu Pemanfaatan posyandu O R C I 95 % P val ue Aktif Kurang aktif Total f % f % f % 1, 5 9 4 4, 10 0-0, 62 0 0,4 60 Baru (< 3th) 36 42, 8 48 57, 2 84 100 Lama (> 3th) 8 32 17 68 25 100 Jumlah 44 40, 3 65 59, 7 10 9 100
Jurnal Ilmiah Kesehatan, Vol. XII No. 12 Desember 2017 ISSN 2086-9266
lamanya
kader
bekerja
sesuai
dengan
keinginan mereka sendiri. Saran kepada pihak
puskesmas terutama pemegang program
promkes, bidan dan pembina desa
berdasarkan hasil penelitian ini mengenai
lama menjadi kader dapat terlihat bahwa
masih ada kader yang lama menjadi kader < 1
tahun sehingga dengan adanya pengalaman
kerja kader yang masih belum lama ini
diharapkan agar kader tersebut dapat lebih
meningkatkan keaktifannya dalam kegiatan
posyandu sehingga kelangsungan posyandu
dapat dipertahankan dan diharapkan adanya
pemberian penghargaan bagi kader-kader
posyandu yang lama menjadi kader dan bagi
yang berprestasi diikutsertakan dalam lomba
kader.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masih banyak kader yang kurang aktif dalam kegiatan posyandu, ada hubungan antara pengetahuan dan pembinaan kader dengan keaktifan kader dalam kegiatan posyandu, tidak ada hubungan antara lamanya menjadi kader dengan keaktifan kader
Masih perlu penelitian lanjutan tentang keaktifan kader dengan variabel-variabel lain dalam skala lebih luas mengingat upaya pemberdayaan masyarakat adalah posyandu meski banyak lembaga-lembaga lain di masyarakat namun posyandu menjadi langkah pertama untuk menurunkan angka kesakitan pada ibu dan anak dan upaya pertama dalam pemberdayaan masyarakat
Melaksanakan kaderisasi setahun sekali agar
kader-kader
tetap
termotivasi
untuk
melakukan
kegiatan
posyandu
dan
menyelenggarakan pelatihan kepada kader
yang bersangkutan dan pemberian imbalan
sebagai wujud motivator para kader untuk
berperan
serta
secara
aktif
dalam
melaksanakan kegiatan posyandu
Daftar Pustaka