• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

6

Kajian teori pada penelitian ini akan membahas hasil belajar, model Cooperative Learning (pembelajaran kooperatif), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC), Number Head Together (NHT), dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Konsep dasar model pembelajaran akan dibahas mengenai teori yang dikemukakan oleh para ahli dari berbagai yang mendukung penelitian, serta kelemahan dan kelebihan metode.

2.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar menurut Nana Sudjana (2005: 3) adalah perubahan tingkah laku siswa setelah menyelesaikan pembelajaran. Perubahan tingkah laku ini lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar ini dapat dilihat dari penilaian hasil belajar yang di peroleh masing-masing siswa. Penilaian hasil belajar itu sendiri adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan belajar-mengajar yang telah dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Gagne (Suprijono, 2009: 5-6) menyatakan bahwa hasil belajar berupa:

1. Informasi verbal yaitu mencakup kemampuan siswa mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan ini tidak memerlukan manipulasi simbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

2. Keterampilan intelektual yaitu kemampuan siswa mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual mencakup kemampuan mengategorisasi, kemampuan analisis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.

3. Strategi kognitif kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

(2)

4. Keterampilan motorik yaitu kemampuan siswa melakukan sarangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan siswa dimana dia menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Bloom (Suprijono, 2009: 6-7) menyatakan bahwa,“hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Aspek kognitif meliputi knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Aspek afektif meliputi receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Aspek psikomotorik meliputi initiatory, pre-rautine, dan rauntinized. Aspek Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi kegiatan belajar dan kegiatan mengajar (Dimyati dan Mudjiono, 2009: 3).

Ketiga ahli di atas telah menyampaiakn pendapatnya tentang hasil belajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah interaksi belajar dan mengajar yang menimbulkan perubahan tingkah laku pada siswa. Hasil belajar ini mencakup 3 aspek yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotorik (keterampilan). Penelitian ini lebih mengambil pada kemampuan kognitif, penilaian yang sering dilakukan guru untuk mengukur seberapa besar pengetahuan yang didapat siswa setelah guru selesai menyampaikan materi pembelajaran. Hasil dari aspek kognitif ini juga dapat dijadikan sebagai tolak ukur guru dalam menyampaikan materi apakah sudah baik atau tidak model yang dipilih.

(3)

2.1.2 Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Isjoni (2011: 22) menyatakan pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Pembelajaran kooperatif (cooperative Learning) adalah proses belajar mengajar yang melibatkan penggunaan kelompok-kelompok kecil yang memungkinkan siswa untuk bekerja secara bersama-sama didalamnya guna memaksimalkan pembelajaran mereka sendiri dan pembelajaran satu sama lain. Dalam situasi pembelajaran kooperatif, ada interdependensi, saling ketergantungan, positif diantara pencapaian tujuan para siswa. Agar kerja kooperatif dapat berjalan dengan baik terdapat lima komponen esensial yang harus terpenuhi yaitu (W. Johnson dkk. 2010):

1. Interdependensi positif (positive interdependence) merupakan komponen yang paling penting, komponen ini dapat berjalan baik apabila setiap anggota dalam kelompok menyadari bahwa mereka saling terhubung antara satu sama lain.

2. Interaksi yang mendorong (promotive interaction) berupa tindakan yang dilakukan siswa dalam mengikuti kegiatan kelompok seperti saling mendorong satu sama lain untuk mencapai sukses dengan saling membantu, mendukung, menyemangati, dan menghargai usaha satu sama lain untuk menyelesaikan tugas dalam kegiatan belajar.

3. Tanggungjawab individual (individual accountability), setiap siswa harus sadar peranannya dalam kegiatan kelompok seperti tahu siapa saja anggota kelompok yang membutuhkan bantuan, dukungan dan dorongan yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas dan menyadari bahwa tidak boleh menyalin hasil kerja siswa lain begitu saja. 4. Keterampilan interpersonal dan kelompok-kecil (interpersonal and

smal-group skills), setiap siswa dituntut untuk mempelajari tugasnya dan juga keterampilan interpesonal dan kelompok kecil yang

(4)

dibutuhkan agar dapat berfungsi dengan baik sebagai bagian dari sebuah tim dengan adanya partisipasi dan interaksi oleh setiap anggota yang ada dalam kelompoknya.

5. Pemrosesan kelompok (group processing), terlihat ketika proses diskusi sudah berjalan untuk menyelesaikan tugas dalam kelompok dan mencapai tujuan masing-masing seberapa baik mereka menjaga hubungan yang efektif.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dalam bentuk kelompok-kelompok kecil dan anggotanya terdiri dari siswa-siswa yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Adanya tingkah laku saling bekerjasama dan saling membantu dalam memahami bahan pelajaran (Rusman, 2013: 209). Jadi dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang menggunakan sistem kelompok kecil untuk saling bekerja sama dalam menyelesaikan soal atau tugas kelompok.

Model pembelajaran kooperatif ini sangat baik digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar berkelompok dan adanya saling kerja sama yang baik antar anggota sehingga mengurangi adanya seorang siswa yang tidak ikut mengerjakan tugasnya. Model kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif konstruktivis. Model ini berbeda dengan model pembelajaran langsung, bukan hanya untuk mencapai hasil belajar kompetensi akademis juga dapat digunakan untuk mengembangkan kompetensi sosial siswa. Model kooperatif memberikan keuntungan bagi siswa kelompok bawah maupun kelompok atas karena adanya proses tutorial antar siswa dalam kelompoknya (Rusman, 2013: 209).

2.1.2.2 Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut (Rusman, 2013: 207):

1. Pembelajaran secara tim.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif yang memiliki fungsi manajemen perencanaan, pelaksanaan, fungsi manajemen sebagai organisasi, dan fungsi manajemen sebagai kontrol.

(5)

3. Kemauan untuk bekerja sama.

4. Keterampilan bekerja sama, maksudnya adanya kemauan siswa dalam berinteraksi dan komunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2.1.2.3 Prosedur Model Pembelajaran Kooperatif

Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu (Rusman, 2013: 212-213):

1. Penjelasan materi

Tahap ini merupakan tahapan yang dilakukan guru dalam penyampaian pokok-pokok materi pelajaran atau memberi informasi materi yang akan dipelajari sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuannya adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.

2. Belajar kelompok

Siswa mulai bekerja dalam kelompok namun sebelumnya siswa telah dibentuk kelompok-kelompok sesuai jumlah siswa.

3. Penilaian

Penilaian dapat dilakukan melalui tes tertulis maupun lisan yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu memberikan penilaian pada kemampuan individu, sedangkan kelompok untuk menilai kemampuan kelompoknya, seperti yang disampaikan Sanjaya (dalam Rusman, 2013: 213). Hasil akhirnya, setiap siswa adalah penggabungan dua nilai dan dibagi dua. Nilai kelompok yang didapat siswa setiap anak sama karena didapat dari hasil kerja sama setiap anggota kelompoknya.

4. Pengakuan tim

Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dijadikan sebagai motivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik. Dilakukan setelah selesai pembelajaran atau penyampaian hasil diskusi kelompok.

(6)

2.1.3 Model Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) 2.1.3.1 Definisi Model CIRC

Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dikategorikan sebagai pembelajaran terpadu. Menurut Miftahul Huda, Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dikembangkan pertama kali oleh Stevens, Madden, Slavin, dan Finish pada tahun 1987. Dalam pembelajaran CIRC setiap siswa harus bertanggungjawab terhadap tugas yang didapat pada kelompoknya. Setiap orang yang ada dalam kelompok harus menyampaikan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan suatu tugas, sehingga terbentuk pemahaman dan pengalaman belajar yang lama (Huda, 2013: 221). Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan sacara menyeluruh kemudian mengomposisikanya menjadi bagian-bagian yang penting (Shoimin, 2014: 52). Model CIRC merupakan model pembelajaran khusus mata pelajaran bahasa dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran, atau tema sebuah wacana. Model pembelajaran CIRC ini harus memiliki komposisi terpadu antara membaca dan menulis secara kelompok.

Para ahli menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat membangun pengetahuan siswa, menemukan ide-ide dari suatu bacaan, meningkatkan kemauan siswa untuk mengeluarkan pendapatnya dalam menyelesaikan tugas sehingga dalam kelompok tidak ada anak yang duduk diam tanpa bekerja semua anak saling bekerja sama.

Kelompok dalam pembelajaran CIRC dibentuk dalam kelompok heterogen, maksudnya adalah dalam satu kelompok tidak semuanya orang yang pintar ataupun kurang pintar saja namun dalam satu kelompok itu terdiri dari siswa yang pintar dan juga siswa yang kurang pintar. Pembentukan kelompok ini dipilih karena terdapat beberapa alasan (Lie, 2004: 42), sebagai berikut:

1. Kelompok heterogen memberikan kesempatan pada siswa untuk saling mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung.

(7)

2. Pebentukan kelompok ini meningkatkan pertemanan dan interaksi antar ras, etnik, dan gender.

3. Kelompok heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang yang berkemampuan akademis tinggi, guru terbantu dengan mendapatkan satu asisten untuk tiap tiga orang.

Guru ketika membentuk kelompok secara heterogen menimbukan kendala yaitu adanya penolakan dari siswa yang memiliki kemampuan akademis lebih tinggi dari siswa lain dalam kelompoknya. Siswa yang lebih pandai merasakan bahwa dia dimanfaatkan dan merasa dirugikantanpa bisa mengambil manfaat yang ada dalam kegiatan belajar, karena dia merasa paling pintar diantara anggota kelompoknya. Kegiatan yang telah dilakukan tanpa disadari oleh siswa secara afektif, siswa berkemampuan akademis tinggi juga perlu melatih diri untuk bisa bekerja sama dan berbagi dengan mereka yang kurang. Manfaat ini akan sangat dirasakan ketika mereka sudah terjun dalam dunia kerja dan kehidupan masyarakat yang sangat berkaitan dengan kerja sama. Pengelompokan ini bisa diubah atau dibuat permanen keduanya memiliki kelebihan dan kekurangannya. Kelompok yang sering diubah memiliki keuntungan bahwa siswa lebih banyak kesempatan untuk berinteraksi dengan siswa-siswa yang lainnya, namun kelemahannya dalam pembentukan kelompok baru adalah memakan waktu baik itu waktu persiapan maupun waktu dikelas (Lie, 2004: 42-43).

Pembentukan kelompok ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut (Shoimin, 2014: 52):

a. Menentukan peringkat siswa

Dengan cara mencari melihat rata-rata nilai siswa pada tes sebelumnya atau nilai rapot. Kemudian, diurutkan dengan cara menyusun peringkat sesuai dengan kemampuan akademik (berkemampuan akademik tinggi sampai terendah).

(8)

b. Menentukan jumlah kelompok

Jumlah kelompok ditentukan dengan meperhatikan banyaknya anggota yang terdapat pada setiap kelompok dan jumlah siswa yang ada di kelas tersebut.

c. Penyusunan anggota kelompok

Pengelompokan ditentukan atas dasar susunan peringkat siswa yang telah dibuat. Dalam setiap kelompok diusahakan anggotanya memiliki kemampuan beragam sehingga mempunyai kemampuan rata-rata yang seimbang.

2.1.3.2 Langkah-langkah Model CIRC

Langkah-langkah pembelajaran model CIRC (Suprijono, 2009: 131) adalah sebagai berikut :

a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen.

b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran.

c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kerja.

d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. e. Guru membuat kesimpulan bersama.

f. Penutup.

Langkah-langkah model pembelajaran CIRC dibagi menjadi beberapa fase. Fase-fase tersebut sebagai sebagai berikut (Shoimin, 2014: 53) :

a. Fase pertama, yaitu orientasi. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan guru adalah memberi pengetahuan awal siswa tentang materi yang akan diberikan. Selain itu, juga menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dilakukan kepada siswa.

b. Fase kedua, yaitu organisasi. Pada fase ini kegiatan yang dilakukan guru adalah membagi siswa dalam beberapa kelompok, dengan memperhatikan keheterogenan akademik. Membagikan bahan bacaan tentng materi yang akan dibahas kepada siswa. Selain itu, juga menjelaskan mekanisme diskusi kelompok dan tugas yang harus diselesaikan selama proses pembelajaran berlangsung.

(9)

c. Fase ketiga, yaitu pengenalan konsep. Pada fase ini dilakukan dengan cara mengenalkan tentang suatu konsep baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan ini bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, film, kliping, poster, atau media lainnya.

d. Fase keempat, yaitu fase publikasi. Pada fase ini siswa mengomunikasikan hasil temuan-temuannya, membuktikan, memeragakan tentang materi yang dibahas, baik dalam kelompok maupun di dalam kelas.

e. Fase kelima, yaitu fase penguatan dan refleksi. Pada fase ini guru memberikan penguatan berhubungan dengan materi yang dipelajari melalui penjelasan-penjelasan ataupun memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, siswa pun diberi kesempatan untuk merefleksikan dan mengevaluasi hasil pembelajarannya.

Setiap fase-fase di atas, dapat kita lihat dalam beberapa tahap sebagai berikut (Huda, 2013: 222-223):

a. Tahap 1: Pengenalan Konsep

Pada fase ini, guru melakukan apersepsi dan memberi pengenalan suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi atau pada materi pelajaran yang akan dipelajari. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, video, buku paket, dll. b. Tahap 2: Eksplorasi dan Aplikasi

Pada fase ini, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan pengetahuan awal, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan adanya bimbingan guru. Tujuan fase ini adalah untuk membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa serta menerapkan konsepsi awal. Kegiatan yang dilakukan siswa adalah belajar melalui tindakan-tindakan dan reaksi-reaksi mereka sendiri dalam situasi baru.

(10)

c. Tahap 3: Publikasi

Pada fase ini, siswa akan mengkomunikasikan hasil temuan-temuan serta membuktikan dan memperagakan materi yang dibahas atau yang sudah diselesaikan dalam kelompok.

2.1.3.3 Kelebihan Model CIRC

Kelebihan model CIRC menurut Saifulloh (Huda, 2013: 221) sebagai berikut:

1. Pengalaman dan kegiatan belajar siswa selalu relevan dengan tingkat perkembangan siswa.

2. Kegiatan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. 3. Pembelajaran lebih bermakna bagi siswa.

4. Menumbuh-kembangkan keterampilan berfikir siswa. 5. Menyajikan kegiatan yang bersifat pragmatis (bermanfaat).

6. Menumbuh-kembangkan interaksi sosial siswa, seperti kerja sama, toleransi, komunikasi, dan respek terhadap gagasan orang lain. 7. Membangkitkan motivasi belajar siswa dan guru.

2.1.3.4 Kelemahan Model CIRC

Kelemahan model CIRC menurut Aris Shoimin (2014: 54) adalah model pembelajaran ini hanya dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan bahasa sehingga tidak dapat dipakai untuk mata pelajaran yang menggunakan prinsip hitungan seperti matematika, fisika, kimia, dll.

Hal-hal yang perlu guru perhatikan ketika menggunakan model CIRC adalah melihat mata pelajaran atau materi pembelajaran yang akan disampaikan dan apabila ingin menerapkan dalam mata pelajaran matematika materi yang sesuai berupa soal cerita, karena dalam soal cerita seorang siswa harus benar-benar memahami soal sehingga menemukan pokok pikiran atau maksud dari soal.

(11)

2.1.4 Model Number Head Together (NHT) 2.1.4.1 Definisi Model NHT

Model Number Head Together (NHT) mengacu pada belajar kelompok siswa. Masing-masing anggota memiliki bagian tugas (pertanyaan) dengan nomer yang berbeda-beda. Pembelajaran Model Number Head Together (NHT) ini dikembangkan oleh Spenser Kagan pada tahun 1993. Dalam kegiatan pembelajarannya setiap siswa mendapatkan kesempatan yang sama untuk menunjang timnya guna memperoleh nilai yang maksimal sehingga termotivasi untuk belajar. Setiap diri individu merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik. Dalam pembelajaran ini tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lain (Shoimin, 2014: 51-52).

Tujuan dari NHT adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu dapat digunakan untuk meningkatkan kerja sama siswa, NHT juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tindakan dalam kelas. Pembelajaran ini cocok digunakan untuk memastikan akuntabilitas individu dalam diskusi kelompok (Huda, 2013: 203).

Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu:

1. Hasil belajar akademik struktural, tujuannya untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman, tujuannya agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang

3. Pengembangan keterampilan sosial, tujuannya untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

(12)

2.1.4.2 Langkah-langkah Model NHT

Langkah-langkah pembelajaran model NHT (Shoimin, 2014: 108) adalah sebagai berikut:

a. Siswa dibagi dalam kelompok. Setiap siswa dalam kelompok mendapat nomor.

b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya dengan baik.

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil keluar dari kelompoknya melaporkan atau menjelaskan hasil kerja sama mereka.

e. Tanggapan dengan teman yang lain, kemudian guru menunjuk kelompok yang lain.

f. Kesimpulan

Model NHT untuk mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai sintaks (Trianto, 2013:82-83), yaitu:

a. Fase 1: penomoran

Pada fase ini guru membagi ke dalam kelompok 3-5 orang kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5

b. Fase 2: mengajukan pertanyaan

Pada fase ini guru mengajukan pertanyaan atau soal yang akan di diskusikan dalam kelompok mereka.

c. Fase 3: berpikir bersama

Pada fase ini siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaannya dan meyakinkan tiap anggota dalm tim mengetahui jawaban tim.

d. Fase 4: menjawab

Guru memanggil suatu nomer tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai menyampaikan hasil diskusi atau menjawab pertanyaan guru. 2.1.4.3 Kelebihan Model NHT

Kelebihan model NHT (Shoimin, 2014: 108-109) dalam pembelajaran dapat dilihat sebagai berikut:

1. Setiap anggota kelompok menjadi lebih siap.

(13)

3. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. 4. Terjadi interaksi secara intens antar siswa dalam kelompok untuk

menjawab soal.

5. Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok karena ada nomor yang membatasi.

2.1.4.4 Kelemahan Model NHT

Kelemahan model NHT (Shoimin, 2014: 109) dalam pembelajaran dapat dilihat sebagai berikut:

1. Tidak cocok digunakan dalam jumlah siswa banyak karena membutuhkan waktu yang lama.

2. Tidak semua anggota kelompok dapat dipanggil oleh guru karena disesuaikan dengan waktu yang dimiliki.

Hal-hal yang perlu guru perhatikan ketika menggunakan model NHT adalah mamastikan terlebih dahulu jumlah siswa dalam kelas dan disesuaikan dengan waktu yang digunakan dalam menyelesaikan pembelajaran.

2.1.5 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

2.1.5.1Definisi Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik hukum, dan budaya. IPS dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena sosial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek cabang-cabang ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). Jadi dapat dikatakan IPS bukan berdiri sendiri namun didalamnya mengandung banyak ilmu sosial, untuk mata pelajaran pada tingkat Sekolah Dasar (SD) IPS ini berdiri sendiri sebagai nama mata pelajaran namun untuk tingkatan SMP/SMA ada ilmu-ilmu sosial yang menjadi nama pada mata pelajaran contohnya sosiologi, geografi, dll, (Trianto, 2007: 124).

Istilah IPS mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1970-an sebagai hasil kesepakatan komunitas akademik. Namun secara formal digunakan dalam sistem pendidikan nasional dalam kurikulum 1975. Kurikulum pendidikan IPS tahun1994 sebagaimana yang dikatakan Hamid Hasan, merupakan fusi dari

(14)

berbagai disiplin ilmu. Mortorella mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada “transfer konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Dengan demikian, pembelajaran pendidikan IPS harus diformulasikan pada aspek kependidikannya (Solihatin dan Raharjo, 2007:14).

Ilmu Pengetahuan Sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Hal ini diperlukan karena setiap orang tidak dapat hidup sendiri di masyarakat. Pendidikan IPS berusaha membantu siswa dalam menyelesaikan masalah atau memecahkan masalah yang dihadapi sehingga akan menjadikannya semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakat. Misi dari pendidikan IPS adalah bukan untuk menjejali siswa dengan sejumlah materi yang bersifat hafalan belaka, melainkan terletak pada upaya agar mereka mampu menjadikan apa yang telah dipelajari sebagai bekal dalam memahami dan ikut serta dalam melakoni kehidupan di lingkungan masyarakat, serta sebagai bekal bagi dirinya untuk melanjutkan pada pendidikan yang lebih tinggi (Solihatin dan Raharjo, 2007: 15).

2.1.5.2Tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Para ahli sering mengaitkannya tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dengan berbagai sudut kepentingan dan penekanan dari program pendidikan tersebut. Gross menyebutkan bahwa tujuan pendidikan IPS adalah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupannya di masyarakat. Secara tegas ia mengatakan “to prepare students to be well-functioning citizens in a democratic society (Solihatin dan Raharjo, 2007: 14). Menurut Hasan tujuan pendidikan IPS dapat dikelompokkan ke dalam tiga ketegori, yaitu aspek intelektual, kehidupan sosial, dan kehidupan individual (Supriatna, 2016: 11).

(15)

Permendiknas No. 24 Tahun 2006 menyatakan bahwa mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

2.1.5.3Ruang Lingkup pembelajaran IPS

Permendiknas No. 24 Tahun 2006 menjelaskan bahwa ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

1. Manusia, tempat, dan lingkungan 2. Waktu, keberlanjutan, dan perubahan 3. Sisten sosial dan budaya

4. Perilaku ekonomi dan kesejahteraan Tabel 2.1

Pemetaan SK dan KD Mata Pelajaran IPS di SD Kelas III Standar Kompetensi Kompetensi Dasar 2. Memahami jenis pekerjaan

dan penggunaan uang

2.1 Mengenal jenis-jenis pekerjaan

2.2. Memahami pentingnya semangat kerja

2.3 Memahami kegiatan jual beli di lingkungan rumah dan sekolah

2.4 Mengenal sejarah uang 2.5 Mengenal penggunaan uang

(16)

2.1.5.4Pembelajaran IPS di SD

Organisasi materi pendidikan IPS pada tingkat sekolah dasar menggunakan pendekatan secara terpadu/fusi. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik tingkat perkembangan usia siswa SD yang masih pada taraf berfikir abstrak. Materi pendidikan IPS yang disajikan pada tingkat SD tidak menunjukkan lebel dari masing-masing disiplin ilmu sosial. Materi yang disajikan diambil dari tema-tema sosial di sekitar siswa. Demikian juga halnya tema-tema yang diambil berdasarkan dari fenomena-fenomena serta aktivitas sosial yang terjadi di sekitar siswa. Tema-tema ini kemudian semakin meluas pada lingkungan yang semakin jauh dari lingkungan kehidupan siswa (Supriatna. hal: 8).

2.1.5.5Penilaian Pembelajaran IPS

Pelaksanaan penilaian atau evaluasi IPS telah mengalami perluasan. Peilaian IPS lebih khusus ingin menilai pada keterampilan dasar (basic skills). Keterampilan dasar meliputi keterampilan membaca bermakna, menulis, dan keterampilan matematis yang dimiliki setiap siswa. Keterampilan dasar ini merupakan minimum competency testing in social studies (kompetensi minimal dalam pengujian IPS). Namun juga dinilai dari evaluasi hasil karya siswa. Dalam evaluasi jenis ini, yang sangat ditekankan adalah aspek informalitas prosedural dalam pengevaluasian. Dengan kata lain, penilaian atau evaluasi dalam IPS harus menerapkan prinsip keseimbangan antara formal tes dan nonformal tes dengan alat evaluasi tes dan non tes (Solihatin dan Raharjo, 2007: 43).

Macam-macam bentuk alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan siswa:

A. Tes

1. Tes lisan, tes yang dilakukan secara langsung dengan guru. Siswa secara bergantian maju ke meja guru untuk menerima pertanyaan bisa dilakukan secara individual maupun kelompok. Kelemahan tes lisan adalah kurang efisien dalam penggunaan waktu,

(17)

objektifitas hasil penilaian diragukan, serta beban tes masing-masing siswa tidak sama beratnya maupun luasnya.

2. Tes tertulis, dibagi menjadi dua bentuk yaitu

a. Tes subjektif. Bentuk tes ini, jawaban yang diberikan tidak diarahkan, melainkan sepenuhnya diberikan kebebasan dalam menggunakan kalimat.

b. Tes objektif. Bentuk tes ini, jawaban sudah disediakan. Tes ini dikelompokkan menjadi empat, yaitu benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, melengkapi.

c. Nontes, dapat dilakukan dengan observasi, daftar cek untuk mengakses kinerja kelompok maupun individual, portopolio, dll.

2.2Kajian Penelitian Yang Relevan

Penelitian yang relevan berkaitan dengan hasil belajar menggunakan model CIRC adalah pertama penelitian yang dilakukan oleh Annisa Hakim Nuur dan Mujiyono (2015). Hasil penelitian menunjukkan siklus I mengalami ketuntatasan klasikal sebesar 79 %, siklus II sebesar 85 %, dan siklus III sebesar 91 %. Simpulan: penerapan model CIRC dengan media audio visual dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPS.

Kedua penelitian yang dilakukan oleh Inayatul Gustikasari, Nanik Yuliati dan Chumi Zahroul Fitriyah Persentase aktivitas siswa secara klasikal (2012). Hasil penelitian siklus 1 sebesar 68,8% dan pada siklus 2 meningkat menjadi 73,7% dengan kategori aktif. Skor hasil belajar siswa secara klasikal sebesar 68,9 pada siklus 1 dan pada siklus 2 meningkat menjadi 76,3 dengan kategori baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model kooperatif tipe CIRC dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS kelas IV di SDN Kebonsari 03 Jember.

Penelitian yang relevan berkaitan dengan hasil belajar menggunakan model NHT adalah pertama penelitian yang dilakukan oleh Nopi (2012). Hasil perhitungan penelitian ini didapat nilai t senilai 7.232 dengan tingkat signifikasi lebih kecil dari 0.005 yaitu 0.000. Berdasarkan hasil tersebut maka

(18)

dapat diambil keputusan bahwa ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran tipe NHT (Numbered Heads Together) dengan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, hasil belajar IPS siswa kelas V SD yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) lebih baik dibandingkan siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional, dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered-Heads Together) pengaruh terhadap hasil belajar IPS siswa kelas V SD.

Kedua penelitian yang dilakukan oleh Fatimah Azizah (2013). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: Peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi awal, pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 yaitu terjadi peningkatan hasil belajar siswa. Pada kondisi awal siswa yang tuntas 13 orang (32,5%) dan yang tidak tuntas 27 (67,5%) orang. Pada siklus 1 siswa yang tuntas 24 orang (60%) dan yang tidak tuntas 16 orang (40%). Sedangkan pada siklus 2,siswa yang tuntas 37 orang (92,5%) dan sebanyak 3 siswa belum tuntas, hal ini disebabkan masih ada anak yang suka mengobrol di dalam kelas dan mereka duduk bersebelahan serta masih malu bertantanya mengenai hal-hal yang kurang jelas. Simpulan dari penelitian ini adalah melalui penggunaan model kooperatif tipe NHT berbasis multimedia dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Saran bagi guru adalah hendaknya guru dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran dan media yang bervariasi yang disesuaikan dengan materi antara lain menerapkan model pembelajaran model kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) berbasis multimedia.

Inovasi dalam penelitian ini adalah jika dalam penelitian-penelitian sebelumnya tidak membandingkan penggunaan model CIRC dan NHT terhadap hasil belajar (kognitif) pada tingkat SD dalam 1 penelitian dan belum bisa menemukan penelitian yang mebandingkan keduanya, namun dalam penelitian ini akan membandingkan hasil belajar (kognitif) siswa dengan penerapan model CIRC dan NHT pada tingkat kelas yang sama.

(19)

2.3Kerangka Pikir

Pembelajaran IPS menuntut siswa untuk dapat menemukan sendiri pengetahuannya sehingga dapat diterapkan didalam kehidupannya sehari-hari. Penemuan pengetahuan sendiri oleh siswa diperoleh melalui pengalaman belajar langsung yang dialami siswa disekolah dan lingkungan sekitarnya. Selain pengalaman belajar langsung, siswa juga membutuhkan suatu teknik belajar yang dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam pembelajaran IPS. Konsep-konsep penting tersebut nantinya akan membantu siswa dalam menerapkan apa yang diperolehnya dari pengalaman belajar langsung ke dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan pembelajaran IPS berkaitan dengan hubungan dengan orang lain perwujudan hal ini dapat dilakukan dalam belajar sacara berkelompok. Kebanyakan pembelajaran IPS saat ini guru yang selalu menjelaskan jadi terkesan siswa hanya menghafal dan mencatat dengan adanya penggunaan model kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) danNumber Head Together (NHT) ini siswa akan dituntut saling bekerja sama dalam menemukan atau menyelesaikan tugasnya.

Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) mempunyai sintak yang pertama adalah pengenalan konsep dengan cara guru menyampaikan materi penjelasan seperti biasa, bisa dilakukan dengan cara ceramah yang melibatkan siswa dengam memancing melalui tanya jawab dan meminta siswa mengeluarkan barang yang dimiliki sesuai dengan materi yang diajarkan. Pembentukan kelompok secara heterogen (terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi dan rendah) setiap kelompok terdiri dari 4 orang. Eksplorasi dan aplikasi, kegiatan siswa dalam kelompok yaitu siswa bekerja saling membacakan, menemukan ide pokok, dan memberi tanggapan dalam menyelesaikan soal yang di dapat dalam kelompok. Sintak terakhir yaitu publikasi dimana setiap kelompok akan mengirim juru bicaranya untuk menyampaikan hasil diskusi dari kelompoknya.

Model Number Head Together (NHT) memiliki sintak yang pertama adalah penomoran, guru akan membagi kelompok dengan memberikan nomer

(20)

1-5 pada setiap anak yang ada dalam kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 3-5 orang. Kedua adalah Mengajukan pertanyaan dimana guru disini akan menagjukan pertanyaan atau membagikan soal yang harus diselesaikan oleh semua kelompok. Ketiga adalah berfikir bersama di sini siswa bekerja dalam kelompok untuk menyatukan pendapat terhadap jawaban dan meyakinkan tiap anggota dalam tim mengetahui jawabannya. Sintak terakhir adalah menjawab disini guru akan memanggil nomer yang dimiliki siswa dalam kelompok secara acak, kemudia siswa yang memiliki nomer yang disebutkan guru wajib untuk menjawab dan menyampaikan hasil pekerjaanya dalam kelompok tanpa membaca buku. Hal ini guna mengecek apakah siswa itu benar-benar bekerja dalam kelompok.

Penerapan model CIRC dan NHT diharapkan menjadikan siswa lebih mudah memperoleh informasi dan memahaminya, karena dalam penerapannya setiap siswa dituntut untuk aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Dalam CIRC ini dalam menyampaikan hasil pengamatannya sudah ditunjuk siswa mana yang menjadi juru bicara dalam kelompoknya, berbeda dengan NHT yang akan menyampaikan adalah orang yang memiliki nomor yang sesuai dengan yang disebutkan oleh guru.

(21)

Gambar 2.1 Kerangka Pikir PEMBELAJARAN IPS Siswa SD Kelompok Kontrol Siswa SD Kelompok Eksperimen Pengenalan Konsep Sintak model CIRC Eksplorasi dan Aplikasi Publikasi Disiplin Kritis Kerjasama Menghargai Tanggung jawab Penomoran Pengajuan Pertanyaan Berpikir bersama Menjawab Sintak model NHT HASIL BELAJAR

(22)

2.4Hipotesis Penelitian

Melihat dari kerangka pikir di atas maka dirumuskan suatu hipotesis sebagai berikut:

Ho : µ1= µ2: Tidak ada perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS

menggunakan model kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan Number Head Together (NHT) pada siswa kelas III SD Negeri Gugus Diponegoro Kabupaten Boyolali.

Ha : µ1≠µ2: Ada perbedaan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS

menggunakan model kooperatif tipe Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) dan Number Head Together (NHT) pada siswa kelas III SD Negeri Gugus Diponegoro Kabupaten Boyolali.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pikir  PEMBELAJARAN IPS  Siswa SD Kelompok  Kontrol   Siswa SD Kelompok Eksperimen  Pengenalan  Konsep  Sintak model CIRC  Eksplorasi  dan Aplikasi  Publikasi   Disiplin  Kritis   Kerjasama   Menghargai   Tanggung  jawab  Penomoran  Pen

Referensi

Dokumen terkait

“Fonotaktik Dalam Suku Kata Bahasa Indonesia.” Tesis pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.. New

[r]

Hendaknya pemilik usaha Roti Unyu-Unyu tidak hanya sepenuhnya menggandalkan media media promosi untuk memberi informasi kepada masyarakat, tetapi juga melakukan

Selain motivasi berprestasi, karakteristik psikologis lain dari wirausahawan adalah Internal Locus of Control.Locus of Control adalah ciri pribadi yang sifatnya “

pengetahuan yang diperoleh benar-benar dipahami dan melekat dalam ingatannya serta pembelajaran akan lebih bermakna; Guru: berdasarkan hasil penelitian ini, terlihat bahwa

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh

matba való belépést kívánja tőlünk. Bármely művet csakis más alkotásokhoz képest  lehet  olvasni. Továbbá  „egy  adott  irodalmi  mű  minősége 

Perubahan Renja BPBD disusun untuk menyesuaikan perubahan program dan kegiatan yang tertuang pada Perubahan RKPD 2017 sesuai Peraturan Bupati Kabupaten