• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Muslim Progresif” Omid Safi Dan Isu-isu Islam Kontemporer

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "“Muslim Progresif” Omid Safi Dan Isu-isu Islam Kontemporer"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

“MUSLIM PROGRESIF” OMID SAFI DAN ISU-ISU ISLAM

KONTEMPORER

$OL 0XUÀ

Direktur SuKa Mengajar Yogyakarta H PDLO DOLPXUÀ #JPDLO FRP

Rahmad Nursyahidin

LDK UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta e-mail : syahjhon@gmail.com Abstract

7KH UHVHDUFK UHYHDOV DERXW WKH WKRXJKW RI 2PLG 6DÀ DERXW 3URJUHVVLYH 0XVOLPV IURP QDPLQJ DJHQGD DWWHQGDQFH UHDVRQV WR IRFXV WKHP RQ WKH UHDOP RI ,VODPLF WKRXJKW DQG UHODWH LW WR WUHQGV LQ FRQWHPSR

-UDU\ ,VODP 3URJUHVVLYH 0XVOLP LQWHQGHG DV DQ XPEUHOOD FRQFHSW IRU SHRSOH ZKR ZDQW DQ RSHQ DQG VDIH VSDFH IRU UXQQLQJ D ULJRURXV DQG KRQHVW HQJDJHPHQW ZLWK WUDGLWLRQ DQG KRSHIXOO\ ZLOO OHDG WR IXUWKHU DFWLRQ 7KHUH DUH WKUHH PDMRU DJHQGD PLVVLRQ RI 3URJUHVVLYH 0XVOLPV WKH ÀUVW VRFLDO MXVWLFH ERWK JHQGHU HTXDOLW\ 7KH WKLUG UHFHLYHG D SOXUDOLW\ 7KH PHWKRG DGRSWHG E\ 2PLG 6DÀ LQ FRQVWUXFWLQJ WKH FRQFHSW RI 3URJUHVVLYH 0XVOLPV DUH PHWKRGV 0XOWLSOH &ULWLTXH 3URJUHVVLYH 0XVOLPV LQ DQ DWWHPSW WR FRPSDUH ZLWK WUHQGV LQ FRQWHPSRUDU\ ,VODP LV LQGHHG D ORW RI KHOS DIÀUP WKH GLVWLQFWLRQ LQ HDFK WUHQG +RZHYHU ZKHQ ZH FRQGXFWHG DQ DQDO\VLV RI HLJKW FODVVLÀFDWLRQ SURSRVHG E\ $EGXOODK 6DHHG RQ WUHQGV LQ FRQWHPSRUDU\ ,VODP VHHPLQJO\ SURJUHVVLYH 0XVOLPV PRUH ÀW LQ WKH FDWHJRU\ RI JURXSV LMWLKDGL 3URJUHVVLYH ZKLFK PRGHUQ WKLQNHUV RQ UHOLJLRQ ZKLFK VHHNV WR UHLQWHUSUHW UHOLJLRXV WHDFKLQJV LQ RUGHU WR DQVZHU NHEXWXKDP PRGHUQ VRFLHW\ DQG 6DHHG KLPVHOI TXRWLQJ 2PLG 6DÀ ZKHQ GHÀQLQJ WUHQGV RI WKLV ODVW RQH

Keywords 3URJUHVVLYH 0XVOLPV FULWLFLVP*DQGD -XVWLFH *HQGHU (TXDOLW\ 3OXUDOLW\

Abstrak

3HQHOLWLDQ LQL PHQJXQJNDS WHQWDQJ JDJDVDQ SHPLNLUDQ 2PLG 6DÀ WHQWDQJ 0XVOLP 3URJUHVLI PX

-ODL GDUL SHQDPDDQ DJHQGD DODVDQ NHKDGLUDQ KLQJJD IRNXV PHUHND SDGD UDQDK SHPLNLUDQ ,VODP VHUWD PHQJDLWNDQQ\D GHQJDQ WUHQ WUHQ ,VODP NRQWHPSRUHU 0XVOLP 3URJUHVLI GLPDNVXGNDQ VHEDJDL VHEXDK NRQVHS \DQJ PHPD\XQJL EDJL RUDQJ RUDQJ \DQJ PHQJLQJLQNDQ UXDQJ WHUEXND GDQ DPDQ XQWXN PHQ

-MDODQNDQ VXDWX NHWHUOLEDWDQ \DQJ NHWDW GDQ MXMXU GHQJDQ WUDGLVL GDQ SHQXK KDUDS DNDQ PHQJDQWDUNDQ NHSDGD DNVL OHELK ODQMXW $GD WLJD DJHQGD EHVDU PLVL GDUL 0XVOLP 3URJUHVLI SHUWDPD PHZXMXGNDQ NHDGLODQ VRVLDO NHGXD PHZXMXGNDQ NHVHWDUDDQ JHQGHU NHWLJD PHQHULPD SOXUDOLWDV 0HWRGH \DQJ GLD

-GRSVL ROHK 2PLG 6DÀ GDODP PHQJNRQVWUXNVL NRQVHS WHQWDQJ 0XVOLP 3URJUHVLI DGDODK PHWRGH 0XOWLSOH &ULWLTXH 'DODP XSD\D PHPEDQGLQJNDQ 0XVOLP 3URJUHVLI GHQJDQ WUHQ WUHQ ,VODP NRQWHPSRUHU PH

-PDQJ EDQ\DN PHPEDQWX PHQHJDVNDQ GLVWLQJVL VHFDUD PDVLQJ PDVLQJ WUHQ 0HVNLSXQ GHPLNLDQ DSD

-ELOD NLWD PHODNXNDQ DQDOLVLV WHUKDGDS GHODSDQ NODVLÀNDVL \DQJ GLDMXNDQ ROHK $EGXOODK 6DHHG WHQWDQJ WUHQ WUHQ ,VODP NRQWHPSRUHU QDPSDNQ\D PXVOLP SURJUHVLI OHELK WHSDW PDVXN GDODP NDWHJRUL NHORPSRN ,MWLKDGL 3URJUHVLI \DLWX SDUD SHPLNLU PRGHUQ DWDV DJDPD \DQJ EHUXSD\D PHQDIVLU XODQJ DMDUDQ DJDPD DJDU ELVD PHQMDZDE NHEXWXKDP PDV\DUDNDW PRGHUQ GDQ 6DHHG VHQGLUL PHQJXWLS WXOLVDQ 2PLG 6DÀ NHWLND PHQGLÀQLVLNDQ WUHQ WHUDNKLU LQL

(2)

Pendahuluan

Dewasa ini, pelabelan terhadap kel-ompok-kelompok serta gerakan-gera-kan dalam komunits muslim sangat be-gitu beragam, misalnya, muslim tradis-ionalis, muslim modernis, muslim lib-eralis, muslim ekstrimis, muslim kritis, dan lain-lain—sekarang muncul sebu-tan baru, “muslim progresif”, meskipun sesungguhnya sebutan ini telah lama di-gunakan. Setidaknya, pada tahun 1999, telah berdiri sebuah organisasi bernama

3URJUHVVLYH 0XVOLPV 1HWZRUN (PMN) di Toronto, Kanada.

$GDODK 2PLG 6DÀ VHODNX DNWRU XWD-ma dalam komunitas ini, dalam bebera-pa gagasan pemikirannya yang dituang-NDQ PHODOXL NDU\D NDU\DQ\D 6DÀ PHQ-genalkan sekaligus yang membumikan muslim progresif, mulai dari penamaan, agenda, alasan kehadiran, hingga fokus mereka pada ranah pemikiran Islam. 2PLG 6DÀ PHUXSNDQ VHRUDQJ SHPLNLU muslim berkebangsaan Amerika Ser-ikat berdarah Iran. Karenanya, tampak SDGD SROD EHUÀNLUQ\D OXZHV NDUHQD PR-tivasinya untuk mempertemukan Islam dan dengan Barat, khususnya Amerika Serikat. Sudah menjadi hal yang mak-lum bahwa Islam oleh Barat dimaknai sebagai agama yang keras, kaku, tidak menghargai hak-hak perempuan, tidak mengedepankan HAM, dan fanatis. 2PLG 6DÀ PHQJNRQÀUPDVL GDQ PH-nyadarkan Barat, bahwa Islam adalah agama yang penuh toleran terhadap pluralisme, menghargai dan mengako-modasi hak-hak perempuan, dan men-junjung tinggi HAM. Mendasarkan pada hal tersebut, Islam harus ditampil-kan dengan wajah yang demokratis, pluralis, dan “progresif”.

Terma progresif yang di usung sebenarnya mengandung problem, karena kata “progress” mengandung makna (maju menuju), sehingga me-munculkan pertanyaan “maju menuju kemana?”, makna itu juga berkonotasi elitis dalam arti orang “progresif” lebih baik, lebih cerdas, lebih maju diband-ingan orang-orang non-progresif. Ter-lepas dari problem itu semua, terma progresif dimaksudkan sebagai sebuah konsep dasar yang memayungi orang-orang yang menginginkan ruang ter-buka dan aman untuk menjalankan suatu keterlibatan yang ketat dan jujur dengan tradisi, dan penuh harap akan mengantarkan kepada aksi lebih lanjut.

6DÀ

Muslim Progresif sendiri menolak istilah “Islam Progresif”, karena Islam itu sendiri senantiasa progresif, akan tetapi muslim belum tentu progresif. Meski demikian, ada indikasi bahwa 6DÀ VHQGLUL FHQGHUXQJ EHUVLNDS ORQJJDU dalam pilihan antara “Muslim” dan “Is-lam”. Ia berulang kali menggunakan is-tilah “Islam Progresif” dalam beberapa artikel yang ditulisnya. Selain itu, ada hal pokok yang diinginkan kelompok ini, bukan sekedar mengidealisasi pan-dangan tentang Islam yang dapat diper-bincangkan secara terpisah dari kehidu-pan nyata umat manusia, dalam hal ini muslim progresif ingin melibatkan diri dalam kehidupan nyata muslim di du-nia. Masih menurut mereka, Islam tidak dapat dipahami, dialami, dan diartiku-lasikan tanpa keterlibatan dengan ke-KLGXSDQ Q\DWD XPDW PDQXVLD 6DÀ MXJD menyatakan bahwa pada akhirnya ada-lah tanggung jawab manusia muslim itu untuk menjadi progresif atau tidak

(3)

6DÀ 3HQWLQJ XQWXN GLJDULV-bawahi bahwa muslim progresif dalam tulisan ini akan diperlakukan sebagai salah satu tren Islam kontemporer.

0XVOLP 3URJUHVLI 6HEXDK 'HÀQLVL

Muslim Progresif ? Sebagian besar dari kita mungkin masih bertanya-tanya siapa, apa, bagaimana dan kenapa ada istilah Muslim Progresif? Bukankah seorang muslim harus selalu progres? Tidak mudah rasanya untuk meru-muskan sebuah pemahaman tunggal tentang apa yang disebut “muslim pro-gresif”, dalam subjudul ini penulis ingin PHPEHULNDQ NHGDODPDQ GDUL GHÀQLVL tersebut. Karena pada hakikatnya mus-lim sendiri di tuntut untuk senantiasa progres, berpikir dan bergerak maju ke depan. Muslim Progresif beranggapan EDKZD ]DPDQ WHODK EHUXEDK GDQ GHQJDQ otomatis realitas juga berubah. Feno-mena perubahan tersebut tidak terjadi begitu saja, melainkan ada faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan, baik itu adanya faktor ekonomi, sosial, politik dan stuktural yang menyebab-kan terjadinya perubahan. Kemampuan dan kesanggupan untuk merombak dan memperbarui aspek normatif Islam yang di anggap kuno, menjadikan mus-lim yang satu ini lebih progres di band-ingkan dengan muslim lainnya. Tetapi tidak jarang progresif dimaknai dengan kemajuan yang berujung pada lahirnya kebebasan yang justru menciptakan li-beralisme yang tidak terkendali.

Seakan untuk menghindari perde-batan dari makna SURJUHVV itu sendiri, 2PLG 6DÀ NHPXGLDQ PHUXPXVNDQ makna SURJUHVV dengan memberikan syarat bahwa sesuatu dianggap maju

apabila ia memberikan perubahan ke arah yang lebih baik, lebih bermanfaat, dan lebih berdaya guna bagi kehidu-pan umat manusia dan dunia secara

OHELK OXDV 6DÀ 6HODQMXWQ\D

2PLG 6DÀmerumuskan bahwa sesuatu disebut lebih baik bilamana telah me-menuhi dua kata kunci, yaitu keadilan

DO ¶DGO MXVWLFH dan kebaikan atau kein-dahan (al-ihVkQ Kedua kata kunci ini kemudian diterjemahkan pada keadilan sosial, kesetaraan jender, dan pluralism

6DÀ

0XVOLP SURJUHVLI PHPSXQ\DL ÁHNVL-belitas tersendiri dalam memahami Islam dibandingkan dengan muslim liberal. Karena muslim Progresif mempunyai mindset yang jauh ke depan, daripada sekedar mengekploitasi nilai keliberalan sendiri, meskipun bisa juga muslim pro-gresif masuk ke ranah liberal. Tetapi to-lak ukur Muslim Progresif sebenarnya terletak pada orientasi ke masa depan, me-ngenai apa yang akan di capai Islam GL NHPXGLDQ KDUL 2PLG 6DÀ GDODP PHQ GHÀQLVLNDQ 0XVOLP 3URJUHVLI VHODOX PH-narik relevansi dengan wacana keIslaman saat ini, setidaknya ia menjadi penengah, antara Islam yang berorientasi liberal. Seperti yang telah di sebutkan sebelum-nya bahwa, progresif berarti maju ke de-pan, bergerak dari ranah radikalism dan norma-norma sempit Islam. Dengan kata lain, Islam Progresif tidak berpegang te-guh pada ide lama secara WDTOLG buta, tetapi berusaha terus menggali ide-ide baru. Hiroh pembaharuan yang di tekan-kan pada “PXVOLP SURJUHVLI” yang pasti-nya bapasti-nyak bertolak belakang dengan sebagian penganut radikalism dan sekte-sekte dalam Islam.

(4)

tetap terbuka untuk tidak mengatakan bahwa pemaknaan progresif yang dike-mukakannya adalah yang paling benar. Seraya mengkritisi mereka yang meng-anggap bahwa Muslim Progresif adalah yang paling benar, paling cerdas, pa-OLQJ PDMX 2PLG 6DÀ MXVWUX PHQJDWDNDQ bahwa Muslim Progresif tidak boleh elitis, tetapi tidak boleh juga berdiam diri hanya sebatas menjadi kritikus. Ini-ODK PHQJDSD 2PLG 6DÀ tidak memakai istilah muslim kritis (FULWLFDOPXVOLP). Se-bab menurut 6DÀ kritikus diidentikkan dengan golongan yang hanya berke-luh kesah dan mengkritisi, tetapi tetap duduk santai ditempatnya dengan tan-pa berbuatDSD DSD 6DÀ

Intinya adalah bahwa muslim progresif merupakan sebuah konsep yang memayungi orang-orang yang menginginkan ruang terbuka dan aman untuk menjalankan suatu keterlibatan yang ketat dan jujur dengan tradisi, dan penuh harap akan mengantarkan kepa-da aksi lebih lanjut. Dengan demikian, istilah “progresif” dipilih bukan karena kata tersebut dianggpa paling represen-tatif, melainkan karena tidak ada kata lain yang lebih baik atau at least tidak bermasalah.

Karakteristik Pemikiran Muslim Progresif

Muslim Progresif dilahirkan dari asumsi-asumsi berdasarkan ayat-ayat Al-Quran. Keseluruhan pemikiran mereka dalam berbagai masalah yang terkaitdengan tigaagenda besar mere-ka—keadilan sosial, kesetaraan gender, GDQ SOXUDOLVPH³PHUXSDNDQ UDPLÀNDVL seluas-luasnya dari tiga asumsi kunci.

$VXPVL SHUWDPD, setiap manusia,

perempuan dan lelaki, muslim dan non-muslim, kaya dan miskin, timur dan Barat, selatan dan utara, memiliki kemuliaan intrinsic yang sama yang diberikan oleh Tuhan. Kemuliaan intrin-sic yang sama itu, menurut al-Qur’an, adalah ruh ketuhanan yang dihembus-kan oleh Tuhan kedalam diri manusia dalam proses penciptaan. Dua ayat al-Qur’an lainya dengan redaksi yang sama persis yaitu al-Hijr: 29 dan as-Shad: 71.

$VXPVL NHGXDyang selalu digandengkan dengan DVXPVL NHWLJD, karena keduanya diderivasikan dari ayatyang sama da-lam al-Qur’an, masing-masing adalah misi utama kehadiran manusia di dunia adalah untuk menjadi pejuang dan pe-negak keadilan DO ¶DGO MXVWLFH untuk se-genap umat manusia, dan manusia wa-jib berbuat kebajikan dan berperilaku santun kepada sesama makhluk Tuhan. Kedua premis atau asumsi itu disarikan dari ayatQur’an yang sama, yaitu al-Nahl: 90.

Ketiga asumsi diatas memiliki imp-likasi jauh terhadap produk pemikiran muslim progresif dan bagaimana mer-eka berpegang secara kritis terhadap tradisi Islam (FULWLFDOHQJDJHPHQW) dan juga menyikapi modernitas ( PXOWLSOHFUL-WLTXH). Setiap produk pemikiran agama (LMWLKDG) sebagaimana halnya juga kon-struksosial dan budaya serta struktur-struktur yang berdampak kepada dehu-manisasi, penodaan terhadap kemuliaan intrinsic manusia, ketidakadilan, dan kekerasan dilawan oleh mereka. Pe-mikiran Muslim Progresif sebagaimana terbaca dalam buku 3URJUHVVLYH 0XVOLPV RQ -XVWLFH *HQGHU DQG 3OXUDOLVPmeliputi tiga wilayah diskursus dan aksi, yaitu keadilan sosial, kesetaraan gender, dan

(5)

pluralisme. Para penulis muslim pro-gresif menelurkan pemikiran-pemikiran mereka dalam tiga wilayah itu merupa-kan elaborasi kreatif atas tiga asumsi atau premis yang telah dijelaskan di atas ditambah dengan argumetasi-argu-mentasi lainnya.

3HUWDPD, mewujudkan keadilan so-sial, salah satu tolak ukur seseorang bisa dikatakan muslim sejati nan progresif adalah ketika ia sanggup memberikan keadilan sosial bagi sesama manusia.

´ 6HVXQJJXKQ\D $OODK PHQ\XUXK NDPX EHUODNX DGLO GDQ EHUEXDW NHEDMLNDQ µ 4 6 DO 1DKO Majid (2008:503) mengata-kan bahwa keadilan merupamengata-kan salah satu persoalan pokok yang di sadari umat manusia semenjak mereka mulai berpikir. Segera setelah manusia meng-injak pada kehidupan bernegara (yang di mulai oleh bangsa Sumeria di lembah Mesopotamia sekitar 5000 tahun yang lalu), masalah keadilan dalam pemerin-tahan banyak menyibukan para pemikir, khususnya para pemimpin agama yang saat itu merupakan satu-satunya kasta yang “melek huruf” dalam masyarakat.

Sedang para ahli sejarah berpenda-pat bahwa cita-cita keadialan umat ma-nusia itu pertama kalinya secara hukum mewujud nyata dalam Hukum atau Kode Hammurobi (&RGH RI +XPPXURE\). Maka Babilonia merupakan negeri per-tama yang mengenal sistem keadilan be-dasarkan hukum yang tema pokoknya ialah keadilan. Pemikiran-pemikiran dan kemasyarakan raja babilonia ban-yak dipengaruhi oleh bangsa Semit di lembah Mesopotamia. Keadaan itu rus berlanjut, sampai dengan jelas di te-gaskan oleh Nabi yang kebanyakan dari bangsa Semit, termasuk bangsa Yahudi

dan Arab di dalamnya, terutama sejak 1DEL ,EUDKLP SXWUD $]DU GDUL %DELORQLD (Majid, 2008: 504).

Karenanya, Muslim Progresif ber-pendapat bahwa bahwa keadilan ada-lah dasar terciptanya kedamaian. Arti-nya kedamaian tidak mungkin tercipta sebelum keadilan itu terbangun dan hendaknya tidak hanya di artikan seke-dar “aman” atau “tidak adanya perang dan perkelahian”, karena hal itu dapat menjadi kedok untuk memapankan ti-rani dan struktur sosial yang tidak adil. Jadi memperjuangkan tegaknya keadi-lan lebih di utamakan ketimbang hanya mempertahankan situasi “aman” atau ´WLGDN DGDQ\D SHUNHODKLDQµ 2PLG 6DÀ , A pat of Peace-Rooted in justice. 2008). Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah (1976: 46) menyampaikan betapa pentingnya sikap adil kepada masyarakat:

´-LND XUXVDQ GXQLD GLXUXV GHQJDQ NHD-GLODQ PDND PDV\DUDNDW DNDQ PHQMDGL VHKDW ELDUSXQ ELDUSXQ DGD PRUDO \DQJ EXUXN GDUL SHQJXDVD

'DQ MLND XUXVDVQ GXQLD GLSHULQWDK GHQ-JDQ NH]DOLPDQ PDND PDV\DUDNDW DNDQ UXQWXK WDQSD SHGXOL NHVDODKDQ SULEDGL SDUD SHQJXDVD \DQJ WHQWXQ\D DNDQ GL EHUL SDKDOD GL DNKLUDW QDQWL

0DND XUXVDQ GXQLD DNDQ WHJDN EDLN NDUHQD NHDGLODQ VHNDOLSXQ WLGDN DGD NHDJDPDDQ GDQ DNDQ UXQWXK NDUHQD NH]DOLPDQ VHNDOLSXQ GLVHUWDL GHQJDQ ,VODPµ

Jadi, keadilan bisa terwujud jika penguasa mampu menciptakan rasa adil dan memberikan kenyamanan ditengah-tengah masyarakat tanpa membeda-bedakan ras, suku, dan bu-daya. Adil dalam pemenuhan hak dan keputusan, karena setiap orang

(6)

mempu-nyai hak untuk hidup dan memperoleh penghidupan. 'DQ EDJL VHWLDS XPDW LWX DGD URVXO PDND MLND VHRUDQJ URVXO LWX WHODK GDWDQJ GLEXDWODK NHSXWXVDQ GLDQWDUD PHUH-ND GHQJDQ DGLO GDQ PHUHPHUH-ND WLGDN DPHUH-NDQ GLSHU-ODNXNDQ GHQJDQ ]DOLP. 4 6 <XQXV . Ide-ide sosial dalam al-Qur’an harus di terjemahkan dengan cara yang dapat di rujuk dan dimengerti oleh pejuang kea-dilan sosial saat ini dengan bersandar pada QS. al-Maidah: 32 yang memer-intahkan untuk melindungi setiap jiwa insan, maka memperjuangkan keadilan saat ini dapat dimaknai sebagai meman-dang setara umat manusia, bertanggung jawab untuk kebaikan dan kemuliaan manusia, melawan orang-orang yang menebar kebencian atas nama Islam, yang tuhannya iBarat monster pen-dendam yang menyuruh membunuh siapa saja, yang Tuhan-nya terlalu kecil, lemah, sukuistik, dan lelaki. Demikian pula dengan kata “WHWDQJJD” dalm sabda nabi “6HVXQJJXKQ\D PX·PLQ VHMDWL DGDODK PHUHND \DQJ WLGDN PHPELDUNDQ WHWHQJJDQ\D NHODSDUDQ” harus di pahami sebagai ma-nusia seantero dunia, karena dunia saat ini sudah menjadi JOREDO YLOODJH. Oleh karena itu seorang Muslim Progresif harus kapabel untuk menegakan kea-dilan dengan mencontohkan prilaku adil kepada semua manusia bedasarkan apa yang telah di contohkan oleh para Nabi.

.HGXD, mewujudkan kesetaraan gender, umat muslim tidak akan bisa

SURJUHVVLYH apabila masih ada diskrimi-nasi mengenai kesetaraan gender. Ka-rena salah satu barometer kemajuan Is-lam terletak pada keadialan sosial dan pluralisme bertumpu pada kesetaraan gender. Sebenarnya apabila kita lihat

sejarah, kesetaraan gender sudah di ajarkan oleh Nabi lima belas abad si-lam, mengenai hak-hak dan kewajiban seorang perempuan. Rasulullah SAW se-ring sekali mendelegasikan A’isyah untuk mengajarkan materi-materi ter-tentu dalam ajaran Islam, atau seba-liknya sahabat perempuan mempunyai akses yang sama dengan sahabat laki-laki untuk bertanya, berdiskusi, dan menerima langsung ajaran dari Nabi. Bila pada perjalannanya banyak terjadi diskriminasi gender, maka hal itu di ka-renakan adanya penafsiran yang tidak sempurna dari Al-Qur’an dan Hadits bedasarkan kaum tertentu, sehingga posisi perempuan selalu di marjinalkan (Alwi Shihab, 1999: 179). Bahkan, set-elah wafatnya Rasulullah SAW, banyak dari kalangan sahabat yang menimba ilmu terutama masalah hadits kepada $LV\DK UHÁHNVL VXPEHU KDGLVW SDOLQJ banyak kedua setelah Abu Hurairah, karena pada masa kenabiannya rosu-lulloh sering bersama Aisyah, tetapi pada praktiknya kini orang-orang lupa akan hal itu atau mungkin semua itu benar-benar sudah di lupakan?

Dalam perjalananya, misal diru-ang publik, gerak perempuan selalu di-batasi, seolah mereka berada di rumah kaca, wanita hanya mamapu meman-dang dari bilik jendela, tidak ada kuasa baginya untuk keluar menjejali aktivi-tas di luar ruangan. Dan seakan dapur adalah ruang gerak satu-satunya bagi perempuan untuk berkarya, sekalipun semua itu bukanlah keinginannya. Pa-dahal di luar apabila kita amati begitu banyak warna-warni dunia yang bisa di rasakan oleh perempuan sama halnya dengan laki-laki. Tetapi mereka selalu

(7)

di paksa oleh aturan yang tidak teri-kat untuk terus berada di tempat yang tidak diinginkannya. Semua pekerjaan yang seolah tiada habisnya mulai dari masak, mencuci, menyapu, mengu-rus anak, mengumengu-rus keperluan rumah tangga hingga keperluan suami semua mereka lakukan, sehingga tidak ada ruang bagi perempuan untuk berpikir. Apakah mungkin dunia begitu takut oleh pikiran-pikiran perempuan hingga ruang geraknya selalu dibatasi? atau mungkin laki-laki tidak ingin pikiran-nya tersaingi? kalau memang benar de-mikian adanya, maka lama-kelamaan perempuan akan menjelma menjadi bom waktu yang kapan saja bisa me-ledakan dunia. Sebagai manusia semes-tinya perempuan berhak mendapatkan hak yang sama dengan seorang laki-laki, mengingat semua manusia adalah sama yang membedakan adalah pada esensi WDTZD.

Oleh karena itu ada yang perlu di FDWDW GDUL SHPLNLUDQ 2PLG 6DÀ DGDODK kesetaraan dan keadilan gender harus di berikan kepada kaum perempuan bu-kan sebagai hadiah atau belas kasihan pada mereka, melainkan karena mereka adalah bagian dari umat manusia yang memang memiliki hak yang melekat atas semua yang semestinya mereka da-patkan. H.T Wilson (1989: 2) dalam 6H[ DQG *HQGHU mengartikan JHQGHU sebagai suatu dasar untuk menentukan fak-tor budaya dan kehidupan kolektif da-lam membedakan laki-laki dan perem-puan. Selama ini banyak dari kalangan masyarakat yang memahami kesetaraan gender hanya sebagai perangkat femi-nisme saja. padahal dalam kasus ini ke-setaraan gender bukan hanya terletak

pada atribut feminisme: lipstik, bedak, belaka, tetepi kesetaraan gender seha-rusnya lebih di fokuskan kepada eksis-tensi perempuan di ruang publik.

Sebagai upaya menepis semua pra-duga yang dilontarkan kaum laki-laki maka timbulah gerakan-gerakan yang di pelopori oleh kaum prempuan. Gerakan-gerakan feminis di dunia Islam mengam-bil inspirasinya kebanyakan berasal dari sumber-sumber sekuler. Muslim Progresif mengupayakan hal-hal lain yang belum tersentuh dan mengusaha-kan apa yang secara sah diakui sebagai feminisme Islami, Sa’diyya Shaikh

(da-ODP 2PLG 6DÀ PHQ\HEXWQ\D

sebagai feminism Islami transformatif (WUDQVIRUPDWLYH ,VODPLF IHPLQLVP). Femi-nisme itu meyakini partikularitas kon-teks dan keragaman identitas perem-puan; memadukan diskursus feminis dengan artikulasi perempuan muslim tentang keterlibatan mereka dalam isu-isu gender; menciptakan ruang dialog yang bermakan dan persaudaraan hori-]RQWDOO KRUL]RQWDOFRPUD GHUVKLS) antara perempuan muslim dengan perempuan dari kontek religio-kultural yang lain. Feminisme demikian merupakan salah satu respon kontemporer yang paling terlibat dengan perintah dasar al-Qur’an untuk menegakkan keadilan.

Proses peralihan masyarakat dari

PDWULDUFKDO FODQ ke SDWULDOFKDO IDPLO\ te-lah di jelaskan oleh beberapa teori di antaranya teori Marxis yang di lanjutkan oleh Engels yang mengemukakan bah-wa perkembangan masyarakat beralih dari FROOHFWLYH SURGXFWLRQ ke SULYDWH SURS-erty dan VLVWHP H[FKDQJH yang semakin berkembang, menyebabkan perempuan tergeser, karena fungsi reproduksi

(8)

perempuan dikaitkan dengan produksi 5HHG 3HUEHGDDQ ÀVLN ODNL ODNL dan perempuan sebenarnya sangatlah tidak patut apabila di gunakan sebagai alasan untuk memperkuat dan mem-perkokoh pengakuan di masyarakat, melainkan perbedaan tersebut seharus-nya di jadikan sebagai rahmat yang har-us di jaga. Dan pada dasarnya, mhar-uslim progresif berangkat dari sebuah prinsip mendasar bahwa keadilan gender bu-kanlah sesuatu yang dihadiahkan atau dikembalikan kepda kaum wanita, se-bab hak-hak terebut murni milik mere-ka mere-karena meremere-ka adalah manusia (6DÀ 2005: 10-11).

.HWLJD, mewujudkan pluralitas. Plu-ralitas yang berarti memberikan kebe-basan dan kesempatan bagi setiap orang yang menjalani kehidupan menurut keyakinan masing-masing, bukan sa-ling mencerca, menyakiti dan sasa-ling me-nyalahkan satu dengan lainnya. Hidup bukan untuk bermusuhan tapi hidup untuk bersinergi bersama membangun keharmonisan antar umat manusia.

Dunia saat ini adalah pluralistis. Pengaruh Globalisasi telah merambah keseluruh dunia. Kehidupan umat be-ragama di dunia yang transparan ini harus mempunyai visi yang tepat ten-tang agama mereka dengan kesadaran yang positif akan adanya perbedaan. Masing-masing komunitas, sebaiknya memahami dan mempertimbangkan secara serius kesadaran diri masing-ma-sing kelompok dan segala perbedaan-nya. Pluralime disisni dipahami sebagai “ikatan murni dari berbagai peradaban yang ada”(Nurcholis Majid, 2001: 175). Karenanya Muslim progresif menem-patkan pluralisme sebagai tantangan

besar bukan saja menjadi muslim tetapi juga bagi umat manusia. “6HNLUDQ\D $O-ODK PHQJKHQGDNL QLVFD\D LD PHQMDGLNDQ NDPX VHNDOLDQ VDWX XPDW WHWDSL ,D KHQGDN PHQJXML NDPX DWDV SHPEHULDQ 1\D 0DND EHUORPEDODK NDPX GDODP NHEDLNDQ .HSDGD $OODK WHPSDW NDPX NHPEDOL PDND GL WXQMX-NDQ DSD \DQJ NDPX SHUVHOLVLKWXQMX-NDQ µ 4 6 DO 0DLGDK

Kutipan Al-Qur’an diatas merupa-kan bentuk ujian sekaligus tantangan dalam pluralisme dalam pandangan Islam. Nah, kemudian yang menjadi pertanyaan adalah Mampukah kitabe-lajar tumbuh hingga titik di mana kita tidak merujuk kepada pengelompo-kan yang eksklusif, tetapi kepada EDQk RGDP, totalitas kemanusiaan? (Omid

6DÀ $O 4XU·DQ VHWLGDNQ\D

tujuh kali menyebut kata EDQk RGDP, se-FDUD KDUÀDK EHUDUWL DQDN DQDN $GDPµ yang merujuk kepada pengertian kes-eluruhan umat manusia, yaitu: QS.al-A’raf:26,27,31,172, al-Isra’:70, Yâsin:60. Dalam ayat-ayat itu al-Qur’an menan-tang, menggerogoti, dan menghapus kebiasaan kesukuan yang sempit pada masa pra-Islam, dan menggambarkan segenap manusia sebagai anggota satu maha suku, suku manusia. Oleh karena itu, bagi setiap muslim tiada ada pilihan lain selain memenuhi pesan al-Qur’an. Nabi Muhammad pun menyatakan hubungan manusia satu dengan manu-sia lainnya ibarat anggota dalam satu tubuh; ketika satu anggota tubuh men-derita sakit maka anggota lainnya ikut merasakan perih dan ketidaknyamanan 6DÀ . Jadi, persoalannya bu-kanlah terletak pada perbedaan antar keyakinan, pendapat, ideologi, tetapi bagaimana cara mendialogkan, mecari

(9)

titik temu antar perbedaan agar tidak ada kesenjangan sosial.

0HQXUXW 6DÀ SOXUDOLVPH GDSDW terwujud apabila kita sanggup untuk menghormati dan melibatkan orang atau kelompok lain (the others) pada titik terdalam dari sesuatu yang menjadikan semua manusia dalam kedudukan yang sama. Pluralisme adalah ketika manu-sia dapat mengatakan “kita” dan yang mereka maksud adalah manusia secara menyeluruh (%DQL $GDP), terlepas dari semua perbedaan dan persamaan yang ada. Pluralisme bisa disebut sebagai la-ZDQ GDUL NODVLÀNDVL HNVNOXVLI EHUGDVDU-NDQ DSDSXQ 2PLG 6DÀ

2OHK VHEDE LWX 6DÀ PHQRODN NRQVHS “toleransi” karena dalam istilah tere-but mengandung asumsi bahwa “yang lain” tersebut adalah sejenis racun yang dapat kita toleransi hingga batas ketah-DQDQ WHUWHQWX 6DÀ MXJD PHQJNULWLN VOR-gan “Islam merupakan agama perda-maian”, sebab slogan tersebut memiliki kecenderungan untuk membuat kita se-mua lupa bahwa dalam Islam sekalipun ada manusia-manusia yang tidak cinta damai, serta karena perdamaian bisa saja dimaknai sikap diam dan pasrah serta tenang menghadapi penindasan

2PLG 6DÀ

Metode Kritik Muslim Progresif

Persoalan yang terjadi umat mus-lim saat ini sangatlah kompleks dan terus berkembang seiring perkemban-JDQ ]DPDQ +DO LWX WHQWX VDMD PHPHUOX-kan upaya yang tidak sederhana untuk menjawabnya. Metode kritik muslim progresif, mungkin mempunyai cara tersendiri dalam mengkritisi sebuah problem yang terjadi dalam

kehidu-apan. Dalam hal ini Muslim Progresif berusaha mengkombinasikan tradisi-ta-disi dalam Islam dengan sisi kemoder-nan, serta mencoba merumuskan hasil dari kombinasi tersebut.

Metode yang diadopsi oleh Omid 6DÀ GDODP PHQJNRQVWUXNVL NRQVHS WHQ-tang Muslim Progresif adalah metode

PXOWLSOH FULWLTXH. Dalam makna yang sangat sederhana, istilah ini dapat diter-jemahkan sebagai kritik-ganda, dimana kita semua sebagai umat Muslim harus mampu mengkritisi diri sendiri di satu sisi dan juga haraus mampu mengkritisi Barat dalam sisi yang lain. Kritik ganda juga merupakan sebuah pendekatan beragam arah (D PXOWL KHDGHG DSSURDFK) yang didasarkan atas kritik simultan terhadap beragam komunitas dan wa-cana dimana kita terlibat di dalamnya

6DÀ

Konsep kritik ganda didasarkan atas sebuah gagasan yang sederhana namun radikal, yaitu bahwa setiap manusia tanpa terkecuali—muslim maupun non muslim, laki-laki maupun perempuan, ras, warna kulit, suku, dan seterusnya— memiliki nilai yang sama, yaitu sama-sama dibekali dengan nilai kesucian DWDX KHPEXVDQ UXK 7XKDQ 2PLG 6DÀ 2005: 3). Oleh karena itu, keadilan, ke-setaraan, dan kesempatan memperoleh perlakuan yang sama adalah hak setiap individu. Dengan ini pula, segala bentuk ketidakadilan, diskriminasi, penjajahan, perbudakan, dan segala ketimpangan kemanusiaan harus dikritisi dan diper-baiki. Mendasarkan pada hal tersebut, 6DÀ PHQJDNXL EDKZD NHWLGDNDGLODQ WH-lah dan mungkin terjadi atas nama Is-lam, sembari pada saat yang sama, juga terus berusaha melawan setiap struktur

(10)

ketidakadilan yang disebabkan oleh he-gemoni Barat. Bahkan kritik juga harus terus menerus ditujukan kepada gera-kan Muslim Progresif itu sendiri, teru-tama terhadap kecenderunganya untuk menjadi kaku, otoriter, dan dogmatis

6DÀ

Penggunaan PXOWLSOH FULWLTXH oleh Muslim Progresif dapat dijelaskan seba-gai berikut, SHUWDPD, Muslim Progresif mengkritisi pemaknaan teks hukum Islam yang diskriminatif terhadap ter-hadap perempuan sekaligus menolak ekploitasi perempuan yang dilakukan Barat. .HGXD, Muslim Progresif meng-kritik persekusi kelompok minoritas di negara-negara Muslim, sementara di sisi lain, Muslik Progresif juga menyoal kebijakan luar negeri Amerika Serikat yang selalu agresif mengadu domba negara-negara Muslim. .HWLJD, Muslim Progresif memilih visi tentang Islam yang berbeda dari kelompok Wahabi atau Neo-Wahabi, akan tetapi di sisi lain juga menolak untuk menjadi seku-lar. .HHPSDW, Muslim Progresif sangat mengkritisi dan mendebat orang-orang Islam yang tiada henti-hentinya mem-benci dan memusuhi Barat (0XVOLP :HV-WKHUQPRSKREHV), seperti Usmah bin Lad-en, Ayman al-Zawahiri, dan Sulaiman Abu Ghayt. Namun di sisi lain, Muslim Progresif mengecam orang-orang Barat yang tiada henti-hentinya membenci dan menyerang Islam (:HVWHUQ ,VODPR-SKREHV), seperti Bernard Lewis, Samuel P. Huntington, Daniel Pipe, dan Robert 3HQFHU 6DÀ

Untuk mewujudkan atau men-jalankan metode PXOWLSOH FULWLTXH terse-but seperti penjelasan di atas, Omid 6DÀ PHPEHULNDQ EHEHUDSD SUDV\DUDW

yang harus dilakukan untuk mencapa muslim progresif sejati. Prasyarat terse-but diantaranya adalah SHUWDPD, keter-libatan utuh dalam tradisi keislaman.

.HGXD, hindari sikap apologis. .HWLJD, penyelarasan antara visi dan langkah konkret (aksi). .HHPSDW, menyandarkan pada aspek humanisme dan adab. .H-lima, keterbukaan pada sumber

penge-WDKXDQ VHNXQGHU 6DÀ $JDU

lebih mudah mengetahui dan mema-hami mengenai konsepsi “muslim pro-JUHVLIµ 2PLG 6DÀ SHQXOLV WDPSLONDQ dalam bentuk PLQGPDS sebagai berikut :

Muslim Progresif dan Isu-isu Islam Kontemporer

Muslim progresif merupakan per-kembangan lanjutan dan tren modernis, yang berkembang menjadi neo-mo-dernis dan kemudian menjadi progresif. Sebagai tren, bukan gerakan, muslim progresif ini menampung semua ke-lompok dan kalangan yang memiliki keberpihakan nilai-nilai universal Islam sehingga mampu menjawab kebutuhan PDV\DUDNDW PRGHUQ 2PLG 6DÀ

2-3) menyebutkan beberapa isu pen-ting yang harus dibahas oleh muslim progresif, antara lain adalah ketidak-adilan gender, dekriminasi terhadap kelompok minoritas, baik minoritas agama maupun etnis, pelanggaran hak asasi manusia, tidak adanya kebebasan berbicara, berkeyakinan dan

(11)

memprak-tikan agama sendiri, pembagian keka-yaan yang tidak mereta dan pemerin-tahan yang otoriter. Arkoun (2005: 4) beranggapan bahwa Islam mempunyai andil penting bagi manusia, tetapi pada saat yang sama pemahaman terhadap fenomena sering kali tidak memadai, ada kebutuhan yang mendorong dan memprakarsai pemikiran untuk ber-sikap lebih berani, bebas, dan produktif tentang Islam sekarang.

7HUGDSDW EHUDJDP NODVLÀINDVL XQWX PHQJLGHQWLÀNDVL WUHQ GDQ JHUDNDQ ,VODP kontemporer, keberagaman tersebut disebabkan adanya perbedaaan indika-tor atau kriteria dan kriteria tentunya akan terus berubah sering perjalanan ZDNWX 6DODK SHQJNODVLÀNDVLDQ \DQJ OD\DN GLSHWLPEDQJNDQ DGDODK NODVLÀNDVL Abdullah Saeed, menurutnya, tren-tren Islam kontemporer dapat dipetakan menjadi delapan kategori, yaitu Lega-lis TradisionaLega-lis, Puritan Teologis, Ek-stremis, Militan, Islamis Politis, Liberal Sekuler, Nominalis Kultural, Modernis Klasik, serta Ijtihadi Progresif (Saeed, 2006: 142-154). Kemudian yang jadi per-tanyaan adalah dimana posisi atau letak pandangan “Muslim Progresif” Omid 6DÀ GDODP NDWHJRULVDVL WHUVHEXW" EHULNXW akan sampaikan analisis dari penulis.

Muslim progresif berbeda dari kel-ompok Legalis Tradisionalis karena ia tidak mencoba mempertahankan tradisi hukum ÀTK klasik. Sebaliknya, muslim progresif berulang kali menegaskan kritik mereka kepada sistem ÀTK yang memberi kemapanan struktur ketidak-adilan di tengah masyarakat muslim. Muslim progresif juga bukan kaum Pu-ULWDQ 7HRORJLV GDQ 6DODÀV :DKDEL \DQJ memusatkan perhatian mereka kepada

“pemurnian” akidah. Dalam bebera-SD WXOLVDQQ\D 2PLG 6DÀ PHQ\DWDNDQ muslim progresif memperjuangkan pluralisme dan humanisme Islam. Se-ODLQ LWX 6DÀ MXJD EHUXODQJ NDOL PHQJDVL-kan bahwa muslim progresif berupaya melawan dan menolak segala bentuk /LEHUDOLVPH (NVNOXVLÀVPH ,VODP VHSHUWL yang diyakini oleh kaum wahabisme.

Muslim progresif juga menentang hegemoni Barat yang tidak adil dan menindas, tetapi tentu saja bukan seper-ti Militan-Ektremis yang menghalalkan penggunaan cara-cara kekerasan dan teror untuk melawan Barat. Demikian juga apabila kita bandingkan dengan kaum Islamis Politis yang menolak se-gala bentuk kolonialisme dan sese-gala bentuknya, muslim progresif juga kritis akan kondisi tersebut akan tetapi tidak menjadikan jalan politik melalui pendi-rian negara Islam sebaga metode dan tujuan utama. Muslim progresif juga berbeda dengan dari mayoritas umat Is-lam yang menajdia bagian dari kelom-pok Nominalis Kultural, yaitu mereka yang acuh dan terkesan membiarkan terhadap praktik keagamaan mereka sendiri—yang tidak peduli terhadap isu-isu pemikiran keagamaan dalam tradisi Islam.

Nampaknya gerakan muslim pro-gresif lebih tepat dibandingkan den-gan dua kelompok lainya, yaitu kaum Liberal Sekuler dan Modernis Klasik. Muslim progresif juga mengkaji isu-isu seperti kesetaraan gender, pluralisme, pemaknaan teks agama, dsb. Namun terdapat beberapa hal yang ditolak oleh muslim progresif yaitu kenderungan untuk sekuler dan penerimaan yang tidak kritis terhadap mnodernitas dan

(12)

produk-produk pemikiran Barat. De-mikian juga dengan Modernis Klasik, sama seperti mereka, bagaimana men-jawab tantangan modernitas sambil tetap setia pada prinsip-prinsip ajaran Islam dan percaya pada pentingnya ijti-had. Namun berbeda dengan modernis klasik, muslim progresif cenderung PHQJLGHQWLÀNDVL GLUL PHUHND NH GDODP gerakan postmodernisme yang kritis terhadap modernitas.

0HOLKDW GHODSDQ NODVLÀNDVL \DQJ diajukan oleh Abdullah Saeed tentang tren-tren Islam kontemporer, nampak-nya muslim progresif lebih tepat masuk dalam kategori kelompok Ijtihadi Pro-gresif, yaitu para pemikir modern atas agama yang berupaya menafsir ulang ajaran agama agar bisa menjawab kebu-tuham masyarakat modern dan Saeed VHQGLUL PHQJXWLS WXOLVDQ 2PLG 6DÀNH-WLND PHQGLÀQLVLNDQ WUHQ WHUNDKLU LQL (Saeed, 2007: 402). Meskipun demikian, patut juga diperhatikan bahwa tidak se-mua tokoh muslim progresif oleh Saeed dimasukkan ke dalam kelompik ijtihadi SURJUHVLI FRQWRKQ\D DGDODK )D]OXUUDK-PDQ \DQJ ROHK 6DÀ VHQGLUL GLDQJJSD lebih tepat dimasukkan ke dalam ke-lompok Modernis.

Penutup

2PLG 6DÀ VHODNX DNWRU XWDPD GD-lam komunitas ini (Muslim Progresif), dalam beberapa gagasan pemikirannya yang dituangkan melalui karya-karya-Q\D 6DÀ PHQJHQDONDQ VHNDOLJXV \DQJ membumikan Muslim Progresif, mulai dari penamaan, agenda, alasan keha-diran, hingga fokus mereka pada ranah pemikiran Islam. Sebenarnya, terma progresif yang di usung tersebut

me-ngandung problem, karena kata “prog-ress” mengandung makna (maju menu-ju), sehingga memunculkan pertanyaan “maju menuju ke mana?”, makna itu juga berkonotasi elitis dalam arti orang “progresif” lebih baik, lebih cerdas, lebih maju dibandingan orang-orang non-progresif. Terlepas dari problem itu semua, terma progresif atau Mus-lim Progresif dimaksudkan sebagai sebuah konsep yang memayungi bagi orang-orang yang menginginkan ruang terbuka dan aman untuk menjalankan suatu keterlibatan yang ketat dan jujur dengan tradisi, dan penuh harap akan mengantarkan kepada aksi lebih lanjut.

Pada dasarnya ada tiga agenda be-sar (misi) dari Muslim Progresif yang di-XVXQJ 2PLG 6DÀ GDQ NDZDQ NDZDQ\D Ketiga agenda tersebut adalah, SHUWDPD

mewujudkan keadilan sosial yang tidak membatasi strata sosial, ras, golongan, suku bangsa, agama dan sekat sosial apapun; kedua mewujudkan kesetaraan gender dalam setiap aspek kehidupan, baik dalam sisi ekonomi, sosial, budaya, agama, pendidikan, hukum, dsb; NHWLJD

menerima pluralitas sebagai kenyataan yang harus dihormati dan dijalankan. 0HWRGH \DQJ GLDGRSVL ROHK 2PLG 6DÀ dalam mengkonstruksi konsep tentang Muslim Progresif adalah metode mul-WLSOH FULWLTXH. Dalam makna yang san-gat sederhana, istilah ini dapat diterje-mahkan sebagai kritik-ganda, dimana kita semua sebagai umat Muslim harus mampu mengkritisi diri sendiri di satu sisi dan juga haraus mampu mengkritisi Barat dalam sisi yang lain. Kritik ganda juga merupakan sebuah pendekatan beragam arah (D PXOWL KHDGHG DSSURDFK) yang didasarkan atas kritik simultan

(13)

terhadap beragam komunitas dan wa-cana di mana kita terlibat di dalamnya.

Dalam upaya membandingkan Muslim Progresif dengan isu-isu atau tren-tren Islam kontemporer memang banyak membantu menegaskan disting-si secara madisting-sing-madisting-sing tren. Meskipun demikian, apabila kita melakukan anal-LVLV WHUKDGDS GHODSDQ NODVLÀNDVL \DQJ diajukan oleh Abdullah Saeed tentang tren-tren Islam kontemporer, nampak-nya muslim progresif lebih tepat masuk dalam kategori kelompok Ijtihadi Pro-gresif, yaitu para pemikir modern atas agama yang berupaya menafsir ulang ajaran agama agar bisa menjawab kebu-tuham masyarakat modern dan Saeed VHQGLUL PHQJXWLS WXOLVDQ 2PLG 6DÀ NH-WLND PHQGLÀQLVLNDQ WUHQ WHUNDKLU LQL

___

DAFTAR PUSTAKA

Auda, Jaser (2008). 0DTRVLG DO 6\DULDK DV SKLORVRSK\ RI ,VODPLF /DZ $V\VWHP $SSURDFK London, IIIT

Arkoun, Mohammad (2005). “,VODP .RQWHPSRUHU 0HQXMX 'LDORJ $QWDU $JDPD”. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Abdullah, Yatimin (2006). 6WXGL ,VODP .RQWHPSRUHU -DNDUWD $P]DK

Mu’ammar, M. Arfan, Abdul Wahid Hasan (2013). 6WXGL ,VODP 3HUVSHN-WLI ,QVLGHU 2XWVLGHU. Yogyakarta: IR-CiSoD.

Majid, Nurcholish (2001). “3DVVLQJ 2YHU 0HOLQWDVL %DWDV $JDPDµ 'DODP 3DV-LQJ 2YHU 0HOLQWDVL %DWDV $JDPD ed. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Majid, Nurcholis (2008). ,VODP 'RNWULQ

GDQ 3HUDGDEDQ Jakarta: Parama-dina.

Noor, FarishA (2006). ,VODP 3URJUHVLI 7DQWDQJDQ 3HOXDQJ GDQ 0DVD 'H-SDQQ\D GL $VLD 7HQJJDUD. Yogyakar-ta: SAMHA.

Reed, Evelyn (1993). :RPHQ·V (YROXWLRQ,

)URP 0DWULDFKDO &ODQ WR 3DWULDDOFKDO

Familly. New York, London,

Mon-WUHDO 6LGQH\ 7DWKHÀQHU

5DKPDQ )D]OXU $SSURDFKHV WR ,V-ODP LQ 5HOLJLRXV 6WXGLHV. Dalam $S-SURDFKHV WR ,VODP LQ 5HOLJLRXV 6WXGLHV, ed. Richard C. Martin, Tucson: The 8QLYHUVLW\ RI $UL]RQD 3UHVV

6DÀ 2PLG $ 3DWKWR 3HDFH 5RRWHGLQ -XVWLFH,3. Artikel diunduh dari h t t p : / / w w w . b e l i e f n e t . c o m / story/162/story_16208_3.html. 6DÀ 2PLG &KDOOHQJHV DQG 2SSRUWXQLWLHV

IRU WKH 3URJUHVVLYH 0XVOLPLQ 1RUWK $PHULFD, dalam 0XVOLP 3XEOLF $I-IDLUV -RXUQDO(Januari 2006).

6DÀ 2PLG , DQG 7KRXJKWLQD )OXLG :RUOG %H\RQG¶ ,VODP YHUVXV WKH :HVW, da-lam 9RLFHV RI &KDQJHV.

6DÀ 2PLG ´,QWURGXFWLRQ 7KH

7LPHV 7KH\ $UH &KDQJLQ·³$ 0XV OLP 4XHVW IRU -XVWLFH *HQGHU (TXDO-LW\ DQG 3OXUDOLVPµ GDODP 3URJUHV-VLYH 0XVOLPV RQ -XVWLFH *HQGHU DQG 3OXUDOLVP HG 2PLG 6DÀ (QJODQG One World Publications.

6DÀ 2PLG ´0RGHUQLVP ,VODPLF

0RGHUQLVPµdalam (QF\FORSHGLD RI 5HOLJLRQ, Second Edition,eds.Lind-say Joneset.al., Farmington Hills: Mc Millan.

6DÀ 2PLG ´:KDWLV 3URJUHVVLYH ,V-ODP"µ GDODP ,QWHUQDWLRQDO ,Q VWDWXWH IRU WKH 6WXG\ RI ,VODP LQ WKH 0RGHUQ :RUOG.Vol.13,Desember.

6DÀ 2PLG .HQDQJDQ GDUL 6DQJ

1DEL 0HPRULHV RI 0XKDPPDG Ja-karta: Alita Aksara Media.

Saeed, Abdullah (2006). ,VODPLF 7KRXJKW DQ ,QWURGXFWLRQ london and

(14)

NewYork: Roudledge.

Shaik, Sa’diyya (2003). 7UDQVIRUPLQJ )HPLQLVP ,VODP :RPHQ DQG *HQGHU -XVWLFH, dalam 0XVOLP 3URJUHVLI RQ -XVWLFH *HQGHU DQG 3OXUDOLVP (G. 2PLG 6DÀ 2[IRUG 2QHZRUOG Setiawan, Nur Kholis (2008). $NDU DNDU

3HPLNLUDQ 0XVOLP 3URJUHVLI GDODP .DMLDQ DO 4XU·DQ, Yogyakarta: eLSAQ Press.

Taimiyah, Ibn (1976).DO $PU EL ¶O 0D·UXI ¶O 1DK\L·DQ ¶O 0XQNDU HG 6KRODK DO 'LQ DO 0XQDMDG Beirut : Dar

al-Kitab al-Jadid.

Wilson, H.T (1989). 6H[ DQG *HQGHU 0DNLQJ &XOWXUDO 6HQVH &LYLOL]DWLRQ, Leiden, New York, Kobenhavn, Koln, : E.J.Brill

Internet:

KWWS ZZZ RPLGVDÀ FRP

http://www.onbeing.org/column/ RPLG VDÀ

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian bertujuan untuk memperoleh genotipe jagung sintetik- 2 yang tahan terhadap kekeringan dengan produktivitas tinggi, untuk mengetahui cekaman kekeringan yang digunakan

Berdasarkan kekurangan-kekurangan dan temuan pada siklus I, beberapa hal yang perlu dilakukan sebagai upaya perbaikan untuk siklus II antara lain: memberikan bimbingan dan motivasi

Mukhamad Agus Burhan, M.Hum.. Victorius

Pada penelitian ini akan diteliti efektifitas zoletil ± acepromacin dan ketamin-acepromacin pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang dilihat berdasarkan frekuensi

Berasarkan hasil analisis bioaktif, ekstrak kasar gonad dan utuh dari bulu babi Diadema savignyi mengandung bioaktif jenis alkaloid, steroid, flavonoid, saponin

komponen fisik habitat (ketinggian, kelerengan, suhu udara, kelembaban udara, ketersediaan dan pH air, potensi kubangan, pH tanah dan garam mineral) dan komponen

Hasil perhitungan modulus elastisitas dari deformasi dinding dapat dilihat pada table 3.4 dan nilai modulus elastisitas dari kuat tekan beton dapat diihat pada

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis akan mencoba menganalisis kasus Khmer Merah untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan landasan hukum Mahkamah Militer